Belle meletakkan tas kecil yang ia bawa di sampingnya, sementara Dahlia meminum air di botol yang sedari tadi dipegangnya.“Kau pasti menang,” ungkap Belle. Dahlia menghembuskan nafas pelan, “Aku tidak yakin, lawan kali ini sangat tangguh.” Mereka segera berbaris mengikuti yang lain kala kepala sekolah datang bersama para guru di belakangnya. “Baik, apa semua peserta lomba sudah berkumpul?” tanya kepala sekolah memperhatikan sekeliling. “Sudah,” mereka menjawab. Dahlia harus bergabung dengan peserta yang lain dan meninggalkan Belle.Belle hanya menatapnya gusar, terbesit sebuah keinginan untuk memaafkan Dahlia sepenuhnya dan melupakan semua yang terjadi. Mereka mendengarkan intruksi kepala sekolah dengan cermat, kemudian bersama-sama menuju lapangan. Belle duduk di bangku yang disediakan menatap ke arah Elvan dan Dahlia yang tengah melakukan pemanasan bersama-sama.Bibir itu terulas dengan sempurna kala membenarkan tangan Dahlia agar melakukan pemanasan dengan benar. “Mereka pa
Belle meneteskan air mata, hanya bisa memandang sendu kepada Angel.“Apa yang aku perbuat? Kalian selalu menyalahkanku, tapi tidak memberitahu letak kesalahanku.” gumamnya masih memancarkan senyuman yang indah. “Apa kau tahu? Kau adalah orang terbodoh yang pernah aku kenal!” makinya juga mengeluarkan air mata. Angel terikat janji dengan Khaira untuk tidak memberitahu rahasianya, kini gadis itu hanya bisa terduduk dan menangis dengan meneluk lututnya. “Aku tahu kau peduli dengan Khaira, tapi dia memang tidak tahu apa-apa.” papar Elvan menenangkan Angel. “Khaira sudah tidak apa-apa 'kan? Tenangkan dirimu, jangan sampai Khaira tahu kau menangis.” lanjutnya.Belle beranjak dari sana tak ingin semakin memanaskan suasana, dalam langkah kakinya ia berusaha mengingat kesalahan apa yang pernah dibuat sampai menimbulkan keadaan ini.“Kita pulang saja,” ujar Belle kepada supir sesaat setelah masuk ke dalam mobil.“Tuan sudah pulang dan meminta nona pergi ke perusahannya sepulang sekolah.” un
Setelah Albara selesai makan, Belle membawa piring itu ke dapur dan segera mencucinya. Kemudian kembali dan duduk di sebelah Albara yang menonton berita di televisi. “Apa mereka sudah tidak membullymu?” tanya Albara saat keheningan menyertai keduanya.“Tidak lagi, tapi tatapan mereka seakan membenciku.” ungkap Belle mengingat hal di rumah sakit tadi. “Biarkan saja, hanya ditunjukkan bukan dilampiaskan.” ucap pria itu yang masih lekat menatap layar.Tak berselang lama, Belle pergi terlebih dahulu dari sana. Ia sangat mengantuk dan ingin segera tidur. Hanya menonton perlombaan seharian dan tak melakukan apa-apa membuatnya bosan.‘Dring-dring’ Belle meraih ponsel yang berada tak jauh dari posisinya.“Kenapa dia menelponku?” tanya Belle kala membaca nama sang pemanggil.“Besok setelah final apa kita bisa mengerjakan tugasnya?” ajak Dahlia.“Boleh saja, apa kau tidak lelah? Juga bagaimana kondisi Khaira?” tanya Belle sembari merebahkan tubuhnya di ranjang.“Sudah tidak apa-apa, besok di
Saat Belle pulang ke rumah, ia melihat para pelayan tengah sibuk membersihkan. Padahal hari sudah akan menjelang sore, dan mereka tidak pernah seperti ini sebelumnya. “Ada apa ini? Kenapa sangat ribut?” tanya Belle pada salah satu pelayan. “Nona muda akan pulang dalam lusa, rumah harus benar-benar bersih atau dia akan marah.” terangnya kemudian pergi melanjutkan pekerjaan. Belle menuju ke kamarnya dengan perasaan heran, padahal besok masih ada hari. Namun, para pelayan itu seperti ketakutan.Saat akan masuk ke kamar ia berpapasan dengan Albara.“Hanya pergi ke sekolah apa sangat lelah?” tanyanya berada di depan Belle saat ini.“Lapangan sangat panas, aku merasa bosan seharian.” terang Belle menenteng tasnya. Albara mengangguk beberapa kali sembari menyender ke dinding, matanya memperhatikan wajah Belle. “Saya bosan, nanti malam mau keluar menemani?” Belle mendongakkan kepalanya menatap Albara, “Ke mana?”“Jalan-jalan,” kemudian berlalu pergi dari sana. Belle segera masuk dan me
Pria itu tertatih menaiki anak tangga satu persatu dengan Belle yang sedang digendongnya. Gadis itu masih tak kunjung membuka matanya meskipun Albara mendengus kesal beberapa kali. “Menyebalkan!” lirih Albara tiba-tiba merasa pusing. Tubuhnya hampir goyah dan hendak jatuh, namun cepat-cepat ia menahannya agar tak tersungkur bersama Belle. ‘Bruk!’ tubuh itu dilempar ke ranjang hingga membuatnya terbangun. “Awh! Punggungku sakit!” ungkap Belle membuka mata perlahan. Yang pertama ia lihat adalah Albara yang mengatur nafasnya perlahan-lahan dan kemudian duduk di sofa. “Astaga, apa aku melakukan sesuatu yang buruk saat tidur? Dia terlihat tidak baik,” batin Belle. Membelakangi Albara yang kini menatapnya dalam-dalam, Belle merapihkan pakaiannya agar tak memancing kesalahpahaman di antara mereka, sementara Albara terus memijat keningnya gusar.“Jangan melirik seperti itu!” tegas Albara yang menyadari tatapan Belle.Gadis itu kian berjalan dan duduk di sebelah Albara dengan kedua tang
Gadis itu menggeleng, menahan tubuh Albara agar tak terlalu mendekapnya. Elvan yang menyaksikan kian berpaling, setelah bersama Dahlia tak membuatnya bisa melupakan Belle. “Baiklah, kita pulang.” pinta Belle berdiri bersama Albara, “aku pulang dulu,” Setelah berpamitan dengan Elvan dan Dahlia Belle pergi dari sana mengikuti Albara yang berjalan cepat.Suhu malam yang dingin menusuk tubuh Belle, membuat gadis itu harus memeluk dirinya sendiri. “Naik,” titah Albara kala mobilnya sampai di dekat Belle. Pria itu mengemudikan mobilnya dengan kencang menyalip beberapa mobil di depan, Belle berpegangan pada sabuk pengamannya sembari menutup mata. “Aku tidak ingin kecelakaan, besok masih harus sekolah!” tegasnya. Albara tertawa renyah mendengarnya, namun ia tak menurunkan kecepatan mobilnya sedikitpun. Telinganya terus menerima ocehan dari Belle. Sampai di sebuah mall mereka berhenti dan masuk ke sana. “Untuk apa datang ke sini? Kenapa tidak langsung pulang?” tanya Belle menjejeri Al
Setelah sampai, Belle keluar dari mobil dan masuk ke sekolahnya karna jam masuk sudah hampir lewat. Saat akan masuk ke dalam kelas, ia mendapat tatapan tajam dari Khaira yang duduk di bangku belakang.Semua orang sudah di tempatnya masing-masing, mereka menatap kehadiran guru yang berada di belakang Belle. Gadis itu cepat-cepat duduk di bangkunya yang sudah ada Dahlia di sana. “Kenapa duduk di sini?” tanya Belle heran. “Aku tidak terlalu bisa melihat papan tulis jika di belakang, apa aku tidak boleh duduk di sini?” balas Dahlia. “B-bukan seperti itu, aku tidak masalah.” tepisnya meletakkan tas dan segera mengeluarkan buku. “Aku sudah mengumpulkan tugasnya tadi,” ungkap Dahlia. “Terima kasih,” balas Belle. Keduanya mendengarkan dengan cermat materi yang dijelaskan. Saat jam istirahat, Dahlia juga bersama dengan Belle pergi ke kantin bersama. Sejenak mereka kembali seperti dahulu kala sebelum akhirnya berseteru. “Bukan seperti itu, kau harus menghitungnya terlebih dahulu sebe
Setelah beberapa saat, Albara membawa sepiring makanan ke kamar Belle, karna gadis itu tak kunjung turun untuk makan. Ia meletakkan piringnya di laci dekat ranjang, kemudian menurunkan selimut yang menutupi tubuh Belle. “Tidak mau makan lagi?” tanyanya lirih. “Umh ... masih kenyang,” jawab Belle.Perlahan mulai membuka matanya menatap Albara. “Makan saja sedikit, saya sudah bawa ke sini.” ajak Albara membantu Belle memperbaiki posisinya. Gadis itu mengambil piring yang sedang dipegang Albara, lalu memakannya. “Tadi mengatakan ingin memberitahu,” ungkit Belle. Hendak menagih janji Albara saat berada di dalam mobil.“Benarkah mau mendengarnya?” tanyanya sebelum akhirnya Belle mengangguk. “Ulah mereka, bahkan temanmu sendiri yang sendiri yang mencampur obat.” terang Albara menunjukkan video rekaman.Belle hampir tak bisa menelan makanannya, apa yang dilihatnya terasa begitu menyakitkan. Di saat ia mengira bahwa Dahlia sudah berubah, namun itu adalah kehancurannya. “Jangan menang