Setelah Albara selesai makan, Belle membawa piring itu ke dapur dan segera mencucinya. Kemudian kembali dan duduk di sebelah Albara yang menonton berita di televisi. “Apa mereka sudah tidak membullymu?” tanya Albara saat keheningan menyertai keduanya.“Tidak lagi, tapi tatapan mereka seakan membenciku.” ungkap Belle mengingat hal di rumah sakit tadi. “Biarkan saja, hanya ditunjukkan bukan dilampiaskan.” ucap pria itu yang masih lekat menatap layar.Tak berselang lama, Belle pergi terlebih dahulu dari sana. Ia sangat mengantuk dan ingin segera tidur. Hanya menonton perlombaan seharian dan tak melakukan apa-apa membuatnya bosan.‘Dring-dring’ Belle meraih ponsel yang berada tak jauh dari posisinya.“Kenapa dia menelponku?” tanya Belle kala membaca nama sang pemanggil.“Besok setelah final apa kita bisa mengerjakan tugasnya?” ajak Dahlia.“Boleh saja, apa kau tidak lelah? Juga bagaimana kondisi Khaira?” tanya Belle sembari merebahkan tubuhnya di ranjang.“Sudah tidak apa-apa, besok di
Saat Belle pulang ke rumah, ia melihat para pelayan tengah sibuk membersihkan. Padahal hari sudah akan menjelang sore, dan mereka tidak pernah seperti ini sebelumnya. “Ada apa ini? Kenapa sangat ribut?” tanya Belle pada salah satu pelayan. “Nona muda akan pulang dalam lusa, rumah harus benar-benar bersih atau dia akan marah.” terangnya kemudian pergi melanjutkan pekerjaan. Belle menuju ke kamarnya dengan perasaan heran, padahal besok masih ada hari. Namun, para pelayan itu seperti ketakutan.Saat akan masuk ke kamar ia berpapasan dengan Albara.“Hanya pergi ke sekolah apa sangat lelah?” tanyanya berada di depan Belle saat ini.“Lapangan sangat panas, aku merasa bosan seharian.” terang Belle menenteng tasnya. Albara mengangguk beberapa kali sembari menyender ke dinding, matanya memperhatikan wajah Belle. “Saya bosan, nanti malam mau keluar menemani?” Belle mendongakkan kepalanya menatap Albara, “Ke mana?”“Jalan-jalan,” kemudian berlalu pergi dari sana. Belle segera masuk dan me
Pria itu tertatih menaiki anak tangga satu persatu dengan Belle yang sedang digendongnya. Gadis itu masih tak kunjung membuka matanya meskipun Albara mendengus kesal beberapa kali. “Menyebalkan!” lirih Albara tiba-tiba merasa pusing. Tubuhnya hampir goyah dan hendak jatuh, namun cepat-cepat ia menahannya agar tak tersungkur bersama Belle. ‘Bruk!’ tubuh itu dilempar ke ranjang hingga membuatnya terbangun. “Awh! Punggungku sakit!” ungkap Belle membuka mata perlahan. Yang pertama ia lihat adalah Albara yang mengatur nafasnya perlahan-lahan dan kemudian duduk di sofa. “Astaga, apa aku melakukan sesuatu yang buruk saat tidur? Dia terlihat tidak baik,” batin Belle. Membelakangi Albara yang kini menatapnya dalam-dalam, Belle merapihkan pakaiannya agar tak memancing kesalahpahaman di antara mereka, sementara Albara terus memijat keningnya gusar.“Jangan melirik seperti itu!” tegas Albara yang menyadari tatapan Belle.Gadis itu kian berjalan dan duduk di sebelah Albara dengan kedua tang
Gadis itu menggeleng, menahan tubuh Albara agar tak terlalu mendekapnya. Elvan yang menyaksikan kian berpaling, setelah bersama Dahlia tak membuatnya bisa melupakan Belle. “Baiklah, kita pulang.” pinta Belle berdiri bersama Albara, “aku pulang dulu,” Setelah berpamitan dengan Elvan dan Dahlia Belle pergi dari sana mengikuti Albara yang berjalan cepat.Suhu malam yang dingin menusuk tubuh Belle, membuat gadis itu harus memeluk dirinya sendiri. “Naik,” titah Albara kala mobilnya sampai di dekat Belle. Pria itu mengemudikan mobilnya dengan kencang menyalip beberapa mobil di depan, Belle berpegangan pada sabuk pengamannya sembari menutup mata. “Aku tidak ingin kecelakaan, besok masih harus sekolah!” tegasnya. Albara tertawa renyah mendengarnya, namun ia tak menurunkan kecepatan mobilnya sedikitpun. Telinganya terus menerima ocehan dari Belle. Sampai di sebuah mall mereka berhenti dan masuk ke sana. “Untuk apa datang ke sini? Kenapa tidak langsung pulang?” tanya Belle menjejeri Al
Setelah sampai, Belle keluar dari mobil dan masuk ke sekolahnya karna jam masuk sudah hampir lewat. Saat akan masuk ke dalam kelas, ia mendapat tatapan tajam dari Khaira yang duduk di bangku belakang.Semua orang sudah di tempatnya masing-masing, mereka menatap kehadiran guru yang berada di belakang Belle. Gadis itu cepat-cepat duduk di bangkunya yang sudah ada Dahlia di sana. “Kenapa duduk di sini?” tanya Belle heran. “Aku tidak terlalu bisa melihat papan tulis jika di belakang, apa aku tidak boleh duduk di sini?” balas Dahlia. “B-bukan seperti itu, aku tidak masalah.” tepisnya meletakkan tas dan segera mengeluarkan buku. “Aku sudah mengumpulkan tugasnya tadi,” ungkap Dahlia. “Terima kasih,” balas Belle. Keduanya mendengarkan dengan cermat materi yang dijelaskan. Saat jam istirahat, Dahlia juga bersama dengan Belle pergi ke kantin bersama. Sejenak mereka kembali seperti dahulu kala sebelum akhirnya berseteru. “Bukan seperti itu, kau harus menghitungnya terlebih dahulu sebe
Setelah beberapa saat, Albara membawa sepiring makanan ke kamar Belle, karna gadis itu tak kunjung turun untuk makan. Ia meletakkan piringnya di laci dekat ranjang, kemudian menurunkan selimut yang menutupi tubuh Belle. “Tidak mau makan lagi?” tanyanya lirih. “Umh ... masih kenyang,” jawab Belle.Perlahan mulai membuka matanya menatap Albara. “Makan saja sedikit, saya sudah bawa ke sini.” ajak Albara membantu Belle memperbaiki posisinya. Gadis itu mengambil piring yang sedang dipegang Albara, lalu memakannya. “Tadi mengatakan ingin memberitahu,” ungkit Belle. Hendak menagih janji Albara saat berada di dalam mobil.“Benarkah mau mendengarnya?” tanyanya sebelum akhirnya Belle mengangguk. “Ulah mereka, bahkan temanmu sendiri yang sendiri yang mencampur obat.” terang Albara menunjukkan video rekaman.Belle hampir tak bisa menelan makanannya, apa yang dilihatnya terasa begitu menyakitkan. Di saat ia mengira bahwa Dahlia sudah berubah, namun itu adalah kehancurannya. “Jangan menang
Khaira berlari keluar gerbang menyeborot para murid yang sedang berjalan pelan. Jam sekolah telah usai dan Khaira ingin cepat-cepat pergi dari sana. Ia tak tahan dengan ocehan teman-temannya yang berpihak kepada Belle. “Pulang sekarang,” titah Khaira. Supir langsung menyalakan mobil dan meninggalkan sekolah itu. Setelah mengantar Dahlia, Elvan menyusul ke rumah Khaira yang ternyata sudah ada Angel di sana. Khaira tengah berlatih memanah di halaman rumahnya berusaha untuk tenang. “Bagaimana Dahlia?” tanya Angel kala Elvan duduk di sebelahnya. “Tidak apa-apa, hanya saja dia ketakutan.” ungkap Elvan meletakkan tas di meja depannya. Angel menghela nafas perlahan, meletakkan gelas yang sedari tadi dipegangnya. “Aku ingin Khaira hidup dengan tenang, tanpa dendam, dan juga ambisi.” ungkap Angel menatap sendu kepada Elvan. Sontak pria itu terdiam, kemudian bertopang dagu menyelam ke masa lalu. Hatinya sangat sakit kala melihat Belle bersama Albara, terlebih lagi tentang bagaimana Alb
“Aku tidak mau! Ayah ... tolong aku!” teriak Khaira.Ketika hakim menyatakan dirinya sebagai pengguna barang terlarang dan harus menerima hukuman penjara selama lima bulan. Kakeknya telah datang, seorang konglomerat yang memiliki hubungan baik dengan sang hakim. Meskipun tak bisa bebas, Khaira mendapatkan hukuman yang lebih ringan. “Khaira ... Khaira! Tidak lepaskan dia!” seru Ibunya mengguncang tangan polisi yang membawa Khaira. Albara dan Belle berada di sana menyaksikan dramatisnya sebuah keluarga saat putri kesayangan mereka harus mendekam di penjara. “Bagaimana ini bisa terjadi? Dari bukti yang tuan berikan dia seharusnya dikagorikan pengedar bukan?” tanya Belle menatap Albara dengan heran. Pria itu mengangguk, “Benar, dia bisa dihukum mati. Tapi, kakeknya itu berhasil membalikkan keadaan dan mengurangi masa hukuman.”Mata itu menatap Belle dengan tajam, buliran jernih kian keluar dari sana. Pandangan terakhir Khaira di ruangan persidangan adalah Belle. “Kau bajingan kuran