Beranda / Romansa / Pembantu Rasa Nyonya / Bab 615. Anak-Anak

Share

Bab 615. Anak-Anak

Penulis: Astika Buana
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56
Ingin aku mengabaikan apa isi kepalaku, tetapi bisikan-bisikan semakin riuh di kedua telinga ini. Kecurigaan mencuat begitu saja. Bisa saja mereka ada hubungan kembali. Cinta bersemi kembali dengan mantan. Cerita itu sering ada di sekitar kita.

Semakin aku memusatkan pikiran untuk tidur, semakin nyaring tuduhan gila yang berjubal di kepala ini.

Huft!

Aku duduk tegak dan beranjak untuk minum air putih. Mungkin dengan ini, bisa membuatku tenang. Tapi, aku tetap gelisah.

Daripada penasaran, lebih baik aku mengintip ada yang dilakukan Mas Suma di ruangan sebelah. Dengan berjingkat, aku keluar dari pintu belakang dan menuju ruang baca. Lamat-lamat terdengar suara Mas Suma.

Sip! Dia load speaker. Suara teman dia bicara terdengar juga. Jadi aku bisa tahu apa yang dikatakan Dewi.

Tunggu sebentar!

Kenapa suaranya bukan perempuan? Tetapi terdengar seperti laki-laki.

“Aku tidak mau tahu. Kamu harus melakukan itu untukku,” ucap Mas Suma.

Kemudian terdengar suara lelaki satunya. “Tapi, Tu
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Pembantu Rasa Nyonya   Bab 616. Ending

    Acara sudah tiba. Memang sangaja kami mengambil waktu pagi hari. Selain ini menyegarkan, ini juga tidak mengganggu kedua balitaku. Denish dan Anind. Pagi-pagi team perias sudah sampai. Satu persatu kami dirias, terlebih aku dikhususkan. “Jangan berlebihan make-upnya. Saya ingin natural dan terlihat segar.” “Siap, Nyonya Rani.” Claudia sibuk sana-sini memastikan team yang dia bawa bekerja dengan benar. Dia juga menfokuskan kepada diriku. “Artisnya sekarang ya Bu Rani dan Tuan Kusuma. Jadi harus maksimal,” ucapnya sambil membenahi gaun yang aku pakai. Gaun yang aku gunakan terlihat elegan. Berwarna putih tulang dengan aksen rajutan woll yang menunjukkan kehangatan. Yang membuatku puas, dia menyelipkan permata berkilau di sela-sela rajutan. Ini yang membuat terlihat mewah. Aku mengenakan kerudung warna hitam, dengan aksen senada di bagaian belakang. Keseluruhan, aku sangat puas. Jangan ditanya Mas Suma penampilannya seperti apa, dia seperti pangeran yang baru keluar dari istana. Ku

  • Pembantu Rasa Nyonya   Extra Part

    POV Nyonya Besar "Jeng Sastro, bajuku gimana? Ini kok kayaknya miring, ya? Aku kok tidak pede." Ibunya Rani itu menoleh dan tersenyum, kemudian menunjukkan jempol tangannya. "Sudah bagus." Huft! Ibu dan anak memang sama, selalu santai kalau masalah penampilan. Aku kan harus perfekto dalam segala hal. La kalau difoto wartawan, terus dicetak sejuta exsemplar terus bajuku miring, saksakan rambutku mencong, kan tidak asyik. Aku melambaikan tangan ke Anita, memberi kode untuk membawa cermin ke kecil ke arahku. Dia ini memang sekretarisku yang jempolan. Sigap di segala suasana. Dia mendekat, kemudian menghadap ke arahku dengan cermin diletakkan di perutnya. Ini triknya, supaya orang lain tidak melihat aku lagi cek penampilan. Sekarang itu banyak nitizen yang usil. Orang ngupil difoto, bibirnya lagi mencong dijepret, terus diviralkan dan itu justru membanggakan. Menggumbar aib orang. Zaman sekarang itu konsep pikiran orang kok melenceng jauh, ya. "Sudah cetar?" tanyaku memastikan yan

  • Pembantu Rasa Nyonya   Bab 1. Diterima Kerja

    "Jadi kamu janda?! Sudah punya anak berapa? Umur kamu 39 tahun. Penampilan kamu juga bersih. Saya suka," kata Nyonya Besar yang duduk di sofa. Dia memegang surat lamaranku yang berisi berkas lengkap tentangku. Hanya ijazah terakhir saja yang tidak aku lampirkan. Masak seorang lulusan Diploma III melamar jadi pembantu, bisa ditolak nanti. Beliau sekitar berusia 75 tahun, kelihatan sekali orang kaya. Baju sutra, perhiasan berkilau dan rambut yang disasak ke atas menunjukkan kelasnya. Tadi sebelum aku masuk, sudah diinterview oleh pegawai senior dan diajari harus bersikap bagaimana. Mereka mencari pembantu untuk di rumah anak sulungnya. Lowongan pekerjaan online dengan tawaran gaji diatas UMR membawaku ke sini. Sekarang interview terakhir yang menentukan diterima atau tidak. Katanya sudah tiga bulan proses ini berlangsung dan belum ada yang cocok. “Iya, Nyah. Janda mempunyai anak satu. Anak saya bersama neneknya di kampung. Dia sudah besar, jadi saya bisa konsentrasi dipekerjaan ini

  • Pembantu Rasa Nyonya   Bab 2. Meja Kerja Pembantu

    Akhirnya aku mendapatkan pekerjaan.Anita, karyawan senior di rumah ini mengantarku ke rumah Tuan Kusuma Adijaya.Dalam perjalanan, Anita menjelaskan tentang beliau. Beliau anak sulung Nyonya Besar, mempunyai anak satu perempuan bernama Amelia Adijaya. Anaknya sudah sekolah SMP kelas dua.Tugasku adalah mengurus rumah dari A sampai Z dan setiap seminggu sekali Anita akan datang untuk mengecek semua berupa laporan tertulis. Termasuk memasak, belanja, bertanggung jawab dengan penataan rumah sampai laporan keuangan."Maaf Mbak Anita, pekerjaannya banyak sekali. Saya di sana sendirian?""Yang bertanggung jawab Bu Rani sendiri. Ada Pak Maman sebagai sopir dan Bik Inah yang akan bantu. Ada satpam tiga orang, jadwal sudah saya atur, nanti bisa diatur ulang. Namun, nantinya tetap mereka di bawah tanggung jawab Bu Rani" jelas Anita."Ini buku yang sudah saya rekap tentang jadwal Tuan Kusuma dan Nona Amelia. Di sini juga dijelaskan apa kesukaan dan apa yang harus dihindari. Lengkap. Ada juga no

  • Pembantu Rasa Nyonya   Bab 3. Amelia yang Manis

    "Bik Inah, tolong cobain. Enak, kan?" Aku buka satu bungkus pepes untuk dicoba. Setelah dipanggang sebentar, bau pepesnya terasa lebih enak. "Heem, enak Bu. Rasanya seger, tidak ada rasa amis. Enak. Ini saya coba dikit saja, ya. Tak bawa ke belakang buat Kang Maman. Dia suka yang ginian," katanya sambil menunjukkan jempol. Kemudian, dia bergegas merapikan makanan itu dan menyisihkannya."Saya mandi dulu ya, Bik? Tuan dan Nona masih lama kembalinya. Tolong dijaga sebentar, ya." Aku rapikan peralatan dapur dan diteruskan Bik Inah mencuci peralatan dapur. Untuk urusan cuci mencuci diambil alih dia.*Terasa hilang pegal di badan dan sedikit terurai otakku yang penuh dengan ingatan file-file tadi. Hmmm ... ternyata capek juga.Aku memakai baju bersih, baju hijau toska dipadukan dengan rok tiga perempat dengan warna hijau tua. Rambut disanggul rapi dan riasan tipis. Mbak Anita sudah berpesan, aku harus selalu tampil rapi dan bersih.Aku cek ponsel, mungkin ada yang menghubungi. Satu pes

  • Pembantu Rasa Nyonya   Bab 4. Dasar Bos!

    Hari semakin malam dan terasa sepi. Bik Inah dan Pak Maman pulang ke rumah belakang. Tinggal satpam saja yang di depan. Setelah makan, Amelia langsung kembali ke kamar, katanya banyak tugas sekolah. Rumah sebesar ini terlihat sangat sepi.Aku berkeliling di dalam rumah, sambil mengenal semua sudut yang ada. Tanggung jawab besar, apapun yang ada, apapun yang terjadi adalah tanggung jawabku. Apalagi Tuan Kusuma jarang ada di rumah, jam segini saja belum sampai. Kasihan Amelia, pantas dia kelihatan girang melihat kedatanganku."Non Amelia sudah menunggu kedatangan, Bu Rani. Makanya dia seneng banget. Dia tidak ada teman ngobrol. Kalau ngobrol, Bibik sering tidak nyambung. Bibik tidak mengerti dia ngomong apa," kata Bik Inah tadi siang.Dari lantai paling atas, separuh lantai atas adalah ruang terbuka. Ada ruang fitnes yang menghadap taman di roff top, di dalamnya berbagai peralatan tersedia, tetapi seperti jarang digunakan. Taman di atas ada teras yang terdapat kursi dan meja panjang, ad

  • Pembantu Rasa Nyonya   Bab 5. Namaku Maharani

    Mas Bram, sebutanku untuk laki-laki bernama Bramantya Atmaja. Dia adalah mantan suamiku. Kami bersama dari masa kuliah dahulu, dan meresmikan setelah mendapatkan ijasah kelulusan. Dimataku, dia orang yang spesial. Dengan postur yang tinggi, badan tegap walaupun tidak terlalu besar, dan kulit sedikit gelap menambah dia kelihatan keren pada saat itu. Dia mengambil jurusan Tehnik Sipil sedangkan aku di D3 Design Interior, pasangan yang sempurna. Berbekal ilmu dan tekad, kami mulai membuka usaha di Bali. Itu tempat yang kami impikan semenjak dulu. Kami bisa bekerja sekaligus berlibur di setiap harinya. Impian yang indah untuk pasangan baru. Bertahap tetapi pasti, usaha kami mulai berkembang. Kebahagiaan saat itu menjadi lengkap dengan lahirnya anak lelakiku, Wisnu Atmaja. Harapan menjadi anak lelaki yang bijaksana yang tersirat disitu. Awalnya, usaha kami masih belum ada hasil memuaskan, untuk membantu keuangan aku bekerja sebagai manager restoran di pusat pariwisata ini. Pengalamanku b

  • Pembantu Rasa Nyonya   Bab 6. Tragedi Ayam Lengkuas

    Kriiing .... Kriiing ....Jam weker berbunyi. Pukul empat pagi, kalau di kampung kami dibangunkan oleh azan subuh. Di sini mana ada? Aku segera mandi dan siap-siap untuk salat subuh. Kemarin Amelia minta dibuatkan bekal sekolah. Menu ayam pesannya, tetapi bukan ayam kentucky. Tadi malam, aku memasak ayam lengkuas. Ayam dibumbui dan spesialnya parutan lengkuas yang berlimpah. Sengaja aku buat rebusan ayam bunbu agak banyak. Jadi kalau mau makan tinggal goreng saja. Digoreng hingga kering, enak dimakan dengan nasi putih.Menu ini kesukaan Wisnu. Dia kalau dimasakkan menu ini, alamat nasi terancam habis. Tersenyum aku ingat dia. Bagaimana makannya di kost? Dia sudah enam bulan kuliah di universitas negeri di Malang."Mama tidak usah kawatir. Wisnu di asrama, banyak temannya. Urusan makan, Wisnu bisa atur. Jangan kawatir, ya." Dia menenangkan ketika aku tanya tentang pola makannya. Dia tinggal di asrama di dalam areal kampus, jadi lebih aman.Anakku lebih mandiri, dia adalah kekuatank

Bab terbaru

  • Pembantu Rasa Nyonya   Extra Part

    POV Nyonya Besar "Jeng Sastro, bajuku gimana? Ini kok kayaknya miring, ya? Aku kok tidak pede." Ibunya Rani itu menoleh dan tersenyum, kemudian menunjukkan jempol tangannya. "Sudah bagus." Huft! Ibu dan anak memang sama, selalu santai kalau masalah penampilan. Aku kan harus perfekto dalam segala hal. La kalau difoto wartawan, terus dicetak sejuta exsemplar terus bajuku miring, saksakan rambutku mencong, kan tidak asyik. Aku melambaikan tangan ke Anita, memberi kode untuk membawa cermin ke kecil ke arahku. Dia ini memang sekretarisku yang jempolan. Sigap di segala suasana. Dia mendekat, kemudian menghadap ke arahku dengan cermin diletakkan di perutnya. Ini triknya, supaya orang lain tidak melihat aku lagi cek penampilan. Sekarang itu banyak nitizen yang usil. Orang ngupil difoto, bibirnya lagi mencong dijepret, terus diviralkan dan itu justru membanggakan. Menggumbar aib orang. Zaman sekarang itu konsep pikiran orang kok melenceng jauh, ya. "Sudah cetar?" tanyaku memastikan yan

  • Pembantu Rasa Nyonya   Bab 616. Ending

    Acara sudah tiba. Memang sangaja kami mengambil waktu pagi hari. Selain ini menyegarkan, ini juga tidak mengganggu kedua balitaku. Denish dan Anind. Pagi-pagi team perias sudah sampai. Satu persatu kami dirias, terlebih aku dikhususkan. “Jangan berlebihan make-upnya. Saya ingin natural dan terlihat segar.” “Siap, Nyonya Rani.” Claudia sibuk sana-sini memastikan team yang dia bawa bekerja dengan benar. Dia juga menfokuskan kepada diriku. “Artisnya sekarang ya Bu Rani dan Tuan Kusuma. Jadi harus maksimal,” ucapnya sambil membenahi gaun yang aku pakai. Gaun yang aku gunakan terlihat elegan. Berwarna putih tulang dengan aksen rajutan woll yang menunjukkan kehangatan. Yang membuatku puas, dia menyelipkan permata berkilau di sela-sela rajutan. Ini yang membuat terlihat mewah. Aku mengenakan kerudung warna hitam, dengan aksen senada di bagaian belakang. Keseluruhan, aku sangat puas. Jangan ditanya Mas Suma penampilannya seperti apa, dia seperti pangeran yang baru keluar dari istana. Ku

  • Pembantu Rasa Nyonya   Bab 615. Anak-Anak

    Ingin aku mengabaikan apa isi kepalaku, tetapi bisikan-bisikan semakin riuh di kedua telinga ini. Kecurigaan mencuat begitu saja. Bisa saja mereka ada hubungan kembali. Cinta bersemi kembali dengan mantan. Cerita itu sering ada di sekitar kita. Semakin aku memusatkan pikiran untuk tidur, semakin nyaring tuduhan gila yang berjubal di kepala ini. Huft! Aku duduk tegak dan beranjak untuk minum air putih. Mungkin dengan ini, bisa membuatku tenang. Tapi, aku tetap gelisah. Daripada penasaran, lebih baik aku mengintip ada yang dilakukan Mas Suma di ruangan sebelah. Dengan berjingkat, aku keluar dari pintu belakang dan menuju ruang baca. Lamat-lamat terdengar suara Mas Suma. Sip! Dia load speaker. Suara teman dia bicara terdengar juga. Jadi aku bisa tahu apa yang dikatakan Dewi. Tunggu sebentar! Kenapa suaranya bukan perempuan? Tetapi terdengar seperti laki-laki. “Aku tidak mau tahu. Kamu harus melakukan itu untukku,” ucap Mas Suma. Kemudian terdengar suara lelaki satunya. “Tapi, Tu

  • Pembantu Rasa Nyonya   Bab 614. Pesan Menyebalkan

    Bab 615.Aku bingung. Sungguh-sungguh bingung. Di depanku terhampar pilihan kain yang cantik-cantik. Dari pilihan bahan sampai pilihan warna. Mana yang aku pilih?“Ini untuk tahun ke berapa, Bu Rani?” tanya Claudia“Baru ke tujuh. Sebenarnya saya juga belum ingin merayakan. Tapi tahu kan, kalau Tuan Kusuma mempunyai niat?” Wanita cantik tersenyum sambil mengangguk. Dia pasti lebih mengerti bangaimana keluarga Adijaya sebenarnya. Termasuk Nyonya Besar.Pertanyaan Claudia memantik ide di kepalaku. Woll itu kan berwarna putih, jadi …. Sip!“Aku pilih warna putih. Nuansa putih yang dipadukan dengan bahan woll,” ucapku dengan mata menjelajah. Claudia bergerak sigap. Dia menyingkirkan semua selain berwarna putih. Ini membuatku mudah.Tangan Claudia mulai bergerak lincah menggambar apa yang aku inginkan. Bukan keinginan bentuknya, tetapi keinginanku pada pernikahan ini. Yang membuatku suka, dia merancang baju dengan filosofi di dalamnya. Semua ada artinya.“Keluarga besar menggunakan pilihan

  • Pembantu Rasa Nyonya   Bab 613. Persiapan

    “Berhasil?” tanya Maharani menyambutku.“Desi?”“Iya.”“Sangat-sangat berhasil. Dia juga titip salam untuk dirimu yang sudah memberikan ide ini,” ucapku sambil merangkul istriku.Kami masuk ke dalam rumah yang terasa lengang. Rima sudah kembali, begitu juga Amelia kembali ke apartemennya.“Anind dan Denish?”“Sudah tidur. Ini sudah malam,” ucapnya sambil menunjuk jam dinding yang menunjuk angka sembilan.“Wisnu masih lembur?”“Iya. Biarkan dia lagi semangat-semangatnya,” ucap Maharani melangkah mengikutiku.Aku langsung ke kamar mandi. Membersihkan badan dengan menggunakan air hangat. Badanku segar kembali.“Wisnu sudah mendatangkan teman-temannya. Jadi dia tidak merasa muda sendiri. Tapi Wisnu cepet adaptasi, lo. Aku juga memberikan team yang terbaik. Siapa nama teman-temannya? Aku kok tidak ingat. Padahal aku belum terlalu tua.”Ucapanku memantik tawa Maharani. Dia menyodorkan piayama tidur untuk aku kenakan.“Mereka itu teman-teman dekatnya Wisnu. Ada Lisa yang diletakkan di admini

  • Pembantu Rasa Nyonya   Bab 612. Desi Pegawai Teladan

    Orang single tidak akan mati karena jomlo, tetapi banyak orang tersiksa karena hidup dengan orang yang salah. Itu yang dikatakan Tiok kepadaku. Dia sudah menentukan pilihan, dan aku tidak akan mempertanyakannya lagi. Katanya, surat cerai dalam masa pengurusan dan tinggal menunggu surat resmi dari pengadilan agama. Sekarang, permasalahan Tiok sudah selesai. Dia tinggal pemulihan saja.****Rezeki itu tidak melulu berupa materi. Adanya keluarga, itu rezeki. Begitu juga sahabat yang kita miliki. Ada lagi yang aku syukuri tidak henti-henti, karyawan yang setia. Seperti Desi, pegawai teladan.“Desi. Berapa lama kamu kerja di sini?”Aku bertanya saat dia memberiku setumpuk laporan yang harus aku tanda tangani. Dia sudah memilahnya. Ada yang tinggal tanda tangan, ada yang harus aku periksa dulu, dan ada yang urgent. Cara kerjanya bagus, membuat pekerjaanku semakin mudah. Aku seperti orang lumpuh kalau sekretarisku ini tidak masuk.Dia tersenyum.“Dari mulai fresh graduate sampai sekarang.”

  • Pembantu Rasa Nyonya   Bab 611. Izin Kita

    Hati itu milik kita. Berada dalam tubuh kita sendiri, dan kitalah yang harus melindunginya dari apapun. Sedangkan kesenangan, kesedihan, itu adalah rasa yang ditimbulkan dari luar.Jadi, hati kita merasa sedih atau senang, tergantung dari izin kita. Apakah kita menerima atau mengabaikan hal yang menyebabkan rasa itu.*Aku dan Mas Suma tidak habis pikir dengan apa yang terjadi pada Pak Tiok. Di luar nalar dan di luar jangkauan pikiranku. Kenapa ada orang yang tega mengorbankan hati orang lain demi kebahagiannya.“Jadi suami Kalila itu sudah menjatuhkan talak tiga?” tanya Mas Suma.Pak Tiok tertawa miris. “Iya. Karenanya mereka membutuhkan aku supaya bisa menikah lagi.“Gila!” seru Mas Suma geram.Akupun demikian. Tanganku terkepal keras merasa tidak terima dengan perlakuan mereka. Terutama si wanita. Bisa-bisanya memperlakukan itu kepada orang yang menolongnya.Masih ingat aku bagaimana dia menangis karena korban penganiayaan si mantan suami. Dia sampai masuk ke rumah sakit dan yang m

  • Pembantu Rasa Nyonya   Bab 610. Pendengar

    Sampai di rumah, aku benar-benar capek jiwa raga. Kepaku dibebani dengan pikiran tentang Pak Tiok. Bisa-bisanya ada orang seperti dia yang terus-menerus mengalami kegagalan dalam percintaan.Wajah rupawan, perawakan juga seperti foto model, karir pun tidak diragukan lagi. Namun, kenapa bisa dia mengalami hal seperti ini?“Mama istirahat saja dulu. Belanjaannya, biar Rima minta bantuan Bik Inah,” ucapnya sambil membawa belanjaan ke arah dapur. Rumah masih lengang. Mas Suma dan Wisnu pasti belum pulang. Begitu juga Amelia.Aku mengangguk menerima anjuran gadis itu. Dia tahu apa yang aku pikirkan. Sepanjang jalan aku mengomel dan membicarakan tetang Pak Tiok. Bagaimana perjalanan kisah mereka sampai menikah. Bagaimana Pak Tiok melindungi Kalika yang mendapat perlakukan tidak baik dari mantan suami.Sempat Rima tadi menyeletuk.“Laki-laki itu jangan-jangan mantannya Mbak tadi.”“Mama tidak tahu benar, Rima. Saat dia datang mengacau pernikahan, dia dalam keadaan mabok dengan penampilan yan

  • Pembantu Rasa Nyonya   Bab 609. Mengagetkan

    Kembali dari galeri, aku dan Rima tidak langsung pulang. Kami singgah di mall.“Tidak usah, Ma.”“Kenapa? Mama ingin membelikan kamu baju. Kepingin saja,” ucapku bersikukuh. Akhirnya kekasih Wisnu ini membelokkan mobil ke mall yang ternama di kota ini.“Kita kemana, Ma?” ucapnya berlari mensejajariku. Dia pasti heran, aku berjalan ke arah kebalikan dari tempat yang menjual pakaian.“Kita ke butik langganan kami. Aku akan mengukur kamu untuk data mereka,” jawabku terus berjalan. Sebenarnya bisa parkir di depan butik Claudia, tapi itu membuatku jauh dari tempat belanjaan yang menjadi tujuan utama.Pegawai yang berjaga langsung membukakan pintu, mereka tersenyum dengan tangan menangkup di depan. “Selamat datang, Nyonya Maharani.”Aku mengangguk, Rima yang di belakangku langsung mensejajari.“Hai, Bu Rani. Lama tidak kesini!” seru Claudia kemudian mengalihkan pandangan ke arah Rima.“Kenalkan ini Rima, calon mantu,” ucapku kemudian mendekat, “calonnya Wisnu.”Claudia langsung mengarahkan

DMCA.com Protection Status