"Jadi kamu janda?! Sudah punya anak berapa? Umur kamu 39 tahun. Penampilan kamu juga bersih. Saya suka," kata Nyonya Besar yang duduk di sofa.
Dia memegang surat lamaranku yang berisi berkas lengkap tentangku. Hanya ijazah terakhir saja yang tidak aku lampirkan. Masak seorang lulusan Diploma III melamar jadi pembantu, bisa ditolak nanti.
Beliau sekitar berusia 75 tahun, kelihatan sekali orang kaya. Baju sutra, perhiasan berkilau dan rambut yang disasak ke atas menunjukkan kelasnya.
Tadi sebelum aku masuk, sudah diinterview oleh pegawai senior dan diajari harus bersikap bagaimana. Mereka mencari pembantu untuk di rumah anak sulungnya. Lowongan pekerjaan online dengan tawaran gaji diatas UMR membawaku ke sini. Sekarang interview terakhir yang menentukan diterima atau tidak. Katanya sudah tiga bulan proses ini berlangsung dan belum ada yang cocok.
“Iya, Nyah. Janda mempunyai anak satu. Anak saya bersama neneknya di kampung. Dia sudah besar, jadi saya bisa konsentrasi dipekerjaan ini. Saya janji tidak sering minta pulang kampung.
"Kamu ini belum ada pengalaman kerja. Memang kamu sanggup dengan pekerjaan ini? Kami membutuhkan pengurus rumah untuk anak saya. Semua keperluan rumah kamu yang atur. Syaratnya satu, jujur. Kamu sanggup?"
"Saya sanggup, Nyah. Saya belum pernah kerja sebelumnya. Tetapi saya yakin bisa."
Aku tidak terlalu mengerti dengan pengurus rumah itu apa, bukannya sama dengan pembantu, ya. Kenapa harus mengatur semua keperluan rumah? Mungkin maksudnya belanja, bersih-bersih dan masak. Ah, yang penting dapat pekerjaan halal. Semoga aku diterima dipekerjaan ini, biaya sekolah Wisnu yang tidak sedikit memaksaku untuk menerima pekerjaan ini. Setelah bercerai dengan Mas Bram, semua kebutuhan Wisnu aku yang memanggung. Aku tidak sudi berhubungan ataupun meminta harta ke tukang selingkuh itu.
'Maharani, kau harus kuat dan semangat!'“Rani! Kamu saya panggil Rani, ya. Kamu diterima untuk pekerjaan ini. Masa percobaan tiga bulan. Kalau lolos, kamu terus. Kalau tidak, kamu harus pulang. Karena pekerjaan ini berat, sementara kamu saya gaji enam juta! harus lihat kualitas kerja kamu!"
'Haah, enam juta perbulan sebagai pembantu? Seberapa berat pekerjaanya, sih?' Tidak ada pekerjaan di luar sana yang gaji awalnya segitu.
Apalagi dengan umur yang sudah tidak muda lagi. Seperti aku.
BERSAMBUNG
******Akhirnya aku mendapatkan pekerjaan.Anita, karyawan senior di rumah ini mengantarku ke rumah Tuan Kusuma Adijaya.Dalam perjalanan, Anita menjelaskan tentang beliau. Beliau anak sulung Nyonya Besar, mempunyai anak satu perempuan bernama Amelia Adijaya. Anaknya sudah sekolah SMP kelas dua.Tugasku adalah mengurus rumah dari A sampai Z dan setiap seminggu sekali Anita akan datang untuk mengecek semua berupa laporan tertulis. Termasuk memasak, belanja, bertanggung jawab dengan penataan rumah sampai laporan keuangan."Maaf Mbak Anita, pekerjaannya banyak sekali. Saya di sana sendirian?""Yang bertanggung jawab Bu Rani sendiri. Ada Pak Maman sebagai sopir dan Bik Inah yang akan bantu. Ada satpam tiga orang, jadwal sudah saya atur, nanti bisa diatur ulang. Namun, nantinya tetap mereka di bawah tanggung jawab Bu Rani" jelas Anita."Ini buku yang sudah saya rekap tentang jadwal Tuan Kusuma dan Nona Amelia. Di sini juga dijelaskan apa kesukaan dan apa yang harus dihindari. Lengkap. Ada juga no
"Bik Inah, tolong cobain. Enak, kan?" Aku buka satu bungkus pepes untuk dicoba. Setelah dipanggang sebentar, bau pepesnya terasa lebih enak. "Heem, enak Bu. Rasanya seger, tidak ada rasa amis. Enak. Ini saya coba dikit saja, ya. Tak bawa ke belakang buat Kang Maman. Dia suka yang ginian," katanya sambil menunjukkan jempol. Kemudian, dia bergegas merapikan makanan itu dan menyisihkannya."Saya mandi dulu ya, Bik? Tuan dan Nona masih lama kembalinya. Tolong dijaga sebentar, ya." Aku rapikan peralatan dapur dan diteruskan Bik Inah mencuci peralatan dapur. Untuk urusan cuci mencuci diambil alih dia.*Terasa hilang pegal di badan dan sedikit terurai otakku yang penuh dengan ingatan file-file tadi. Hmmm ... ternyata capek juga.Aku memakai baju bersih, baju hijau toska dipadukan dengan rok tiga perempat dengan warna hijau tua. Rambut disanggul rapi dan riasan tipis. Mbak Anita sudah berpesan, aku harus selalu tampil rapi dan bersih.Aku cek ponsel, mungkin ada yang menghubungi. Satu pes
Hari semakin malam dan terasa sepi. Bik Inah dan Pak Maman pulang ke rumah belakang. Tinggal satpam saja yang di depan. Setelah makan, Amelia langsung kembali ke kamar, katanya banyak tugas sekolah. Rumah sebesar ini terlihat sangat sepi.Aku berkeliling di dalam rumah, sambil mengenal semua sudut yang ada. Tanggung jawab besar, apapun yang ada, apapun yang terjadi adalah tanggung jawabku. Apalagi Tuan Kusuma jarang ada di rumah, jam segini saja belum sampai. Kasihan Amelia, pantas dia kelihatan girang melihat kedatanganku."Non Amelia sudah menunggu kedatangan, Bu Rani. Makanya dia seneng banget. Dia tidak ada teman ngobrol. Kalau ngobrol, Bibik sering tidak nyambung. Bibik tidak mengerti dia ngomong apa," kata Bik Inah tadi siang.Dari lantai paling atas, separuh lantai atas adalah ruang terbuka. Ada ruang fitnes yang menghadap taman di roff top, di dalamnya berbagai peralatan tersedia, tetapi seperti jarang digunakan. Taman di atas ada teras yang terdapat kursi dan meja panjang, ad
Mas Bram, sebutanku untuk laki-laki bernama Bramantya Atmaja. Dia adalah mantan suamiku. Kami bersama dari masa kuliah dahulu, dan meresmikan setelah mendapatkan ijasah kelulusan. Dimataku, dia orang yang spesial. Dengan postur yang tinggi, badan tegap walaupun tidak terlalu besar, dan kulit sedikit gelap menambah dia kelihatan keren pada saat itu. Dia mengambil jurusan Tehnik Sipil sedangkan aku di D3 Design Interior, pasangan yang sempurna. Berbekal ilmu dan tekad, kami mulai membuka usaha di Bali. Itu tempat yang kami impikan semenjak dulu. Kami bisa bekerja sekaligus berlibur di setiap harinya. Impian yang indah untuk pasangan baru. Bertahap tetapi pasti, usaha kami mulai berkembang. Kebahagiaan saat itu menjadi lengkap dengan lahirnya anak lelakiku, Wisnu Atmaja. Harapan menjadi anak lelaki yang bijaksana yang tersirat disitu. Awalnya, usaha kami masih belum ada hasil memuaskan, untuk membantu keuangan aku bekerja sebagai manager restoran di pusat pariwisata ini. Pengalamanku b
Kriiing .... Kriiing ....Jam weker berbunyi. Pukul empat pagi, kalau di kampung kami dibangunkan oleh azan subuh. Di sini mana ada? Aku segera mandi dan siap-siap untuk salat subuh. Kemarin Amelia minta dibuatkan bekal sekolah. Menu ayam pesannya, tetapi bukan ayam kentucky. Tadi malam, aku memasak ayam lengkuas. Ayam dibumbui dan spesialnya parutan lengkuas yang berlimpah. Sengaja aku buat rebusan ayam bunbu agak banyak. Jadi kalau mau makan tinggal goreng saja. Digoreng hingga kering, enak dimakan dengan nasi putih.Menu ini kesukaan Wisnu. Dia kalau dimasakkan menu ini, alamat nasi terancam habis. Tersenyum aku ingat dia. Bagaimana makannya di kost? Dia sudah enam bulan kuliah di universitas negeri di Malang."Mama tidak usah kawatir. Wisnu di asrama, banyak temannya. Urusan makan, Wisnu bisa atur. Jangan kawatir, ya." Dia menenangkan ketika aku tanya tentang pola makannya. Dia tinggal di asrama di dalam areal kampus, jadi lebih aman.Anakku lebih mandiri, dia adalah kekuatank
Seharian kami sibuk.Pesanan dadakan ayam lengkuas, langsung dieksekusi hari itu juga. Pak Maman sampai Pak Satpam dapat tugas mengupas lengkuas dan bumbu lainnya. Bik Inah memarut lengkuas. Mereka semangat dengan imbalan nasi kotak ayam lengkuas."Lama-lama kita buka pesanan nasi kotak ya, bu?" celetuk Bik Inah sambil tertawa. Aku tersenyum melihat kesibukan ini. Ini benar-benar tragedi!Aku belanja peralatan untuk nasi kotak. Harus yang bagus, jangan sampai membuat malu. Jadi ingat kalau mau hajatan di kampung.Tak lupa, siang hari nasi bekal makan siang untuk Tuan Kusuma. Kalau lupa, bisa diomelin lagi. Aku siapkan di food pack khusus, sehingga makanan tetap hangat sampai di tempat. Tadi sudah ada orang dari kantor ada yang mengambil.Untuk besuk, serundeng lengkuas aku goreng dulu, disimpan di tempat kedap udara. Besuk tinggal goreng ayamnya dan masak nasi. Beres!Tring ... Tring ... Tring ...Ponselnya berbunyi. Ada pesan masuk dari Amelia. [Tante! Papa bilang, tante suruh jempu
#Pembantu_Rasa_Bos 8#Kamu_Cantik!Penat rasanya!Setelah ganti baju kebangsaan emak-emak, daster gombrong, terasa merdeka badan ini.Aku menggosok kakiku dengan minyak angin supaya pegal-pegalnya reda. Maklumlah faktor usia, jalan di mall sebentar sudah angkat tangan. Seperti biasa sebelum tidur, aku membaca cerita favoritku di aplikasi. Alhamdulillah, bisa istirahat lebih awal.Tok ... tok ... tok ....Pintu kamarku ada yang ketok, siapa ya? Apa Bik Inah. Aku buka pintunya, ternyata Amelia dengan menampilkan selarik senyum penuh arti. Dia membawa guling."Ada apa, Sayang?" "Tante, aku tidur sini ya. Please," pintanya dengan tampang memelas. Anak ini memang menggemaskan, manja sekali. "Iya boleh. Tapi besuk harus bangun pagi!" "Beres!" Dia langsung menyelonong masuk dan berbaring memeluk guling yang dia bawa tadi. Iba rasanya melihat anak ini. Bagaimana hari-hari kemarin ketika aku belum datang. Pasti sangat kesepian."Langsung mau tidur? Atau mau makan apa gitu?" kataku sam
"Papi, aku suka yang ini," kata Amelia putriku. Dia menyodorkan berkas kerja ke tanganku.Sudah berbulan-bulan kami mencari pekerja yang mengurus keperluan rumah. Ratusan lamaran yang masuk secara online, banyak yang berminat karena gaji yang ditawarkan besar. Anita karyawan Mami, yang menyortirnya dan tersisa lima belas kandidat. Tumpukan berkas itu sudah satu minggu di meja kerjaku tanpa sempat aku sentuh. Aku tidak ada waktu.Sebenarnya, yang aku cari tidak hanya sekedar pengurus rumah. Namun, teman untuk anakku, Amelia. Diumurnya yang masih labil, dia membutuhkan sosok yang bisa mendampinginya. Aku sebagai papinya tidak sempat dan tidak mengerti kebutuhan anak perempuan seusia dia. Sering kali dia membuatku stres tanpa aku tahu harus bagaimana. Mamiku yang akhirnya turun tangan."Papi! Dilihat dong, Pi. Aku pingin cepet punya temen," rengeknya dengan manja. Kebiasaan kalau ada yang diinginkan dia akan menggelendot di lenganku. Dan tidak akan dilepas sebelum keinginannya terkabul.