Beranda / Romansa / Pembantu Rasa Nyonya / Bab 183. Tidak Kangen?

Share

Bab 183. Tidak Kangen?

Penulis: Astika Buana
last update Terakhir Diperbarui: 2022-10-24 17:53:42
Seketika aku mengenyit sambil tersenyum tersipu. ‘Segitu kangennyakah dia padaku? Ternyata kerinduanku tersambut.’

“Berarti kita hanya berdua saja?” tanya Mas Suma sembari melepas kancing lengan dan menggulungnya sampai siku.

Tanpa melihat ke arahku, dia duduk di kursi dan membuka laptop. Aku memperhatikan apa yang dilakukan, ketika dia mengambil flash disk dari kantong saku celana.

“Ini rekaman CCTV yang pasti membuatmu percaya kalau aku suami yang setia,” ucapnya lagi dengan perhatian ke layar laptop yang sudah menyala.

Ternyata, dia menyeretku masuk ke kamar dengan tergesa untuk ini. Senyumku terbit dengan sendirinya dengan kedua pipiku yang menghangat. Aku pikir dia sudah tidak sabar untuk berduaan denganku.

Namun, apa yang diupayakan tidak kalah manisnya. Dia berusaha untuk tetap mendapatkan kepercayaan utuh dariku. Apalagi kalau bukan alasan cinta dan tidak mau berpisah denganku. Iya, kan?

“Ran …. Kamu kok diem saja dari tadi? Ini aku mendapatkan bersama Pak Tiok. Apa dia s
Astika Buana

Rasa cemburu itu tanda cinta, tetapi kalau berlebihan sudah merujuk pada ketidakpercayaan. . . Bukankah hubungan yang kuat dikarenakan pondasi cinta dan direkatkan dengan kepercayaan? ' *** . Penjelasan yang terakhir ini membuatku kaget. Mataku membulat menatapnya tak percaya. Membayangkan Kak Jazil surfing dan mengajari bule. Apalagi yang perempuan dan berbaju bikini minimalis, hanya memakai penutup seperti tali terselip. . Tidak mungkin kan, mereka tidak bersentuhan. Pasti ada adegan jatuh-jatuh, kemudian berpelukan, dan pandang-pandangan. Terus …. Aarrg! . Perempuan memang sering overthingking, ya? . Ikuti cerita ini di: KEPINCUT BOSS NDESO . Terima kasih

| 1
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Astika Buana
siap, Kakak
goodnovel comment avatar
Riris Dwi Pirwanti
lanjutttt kk
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Pembantu Rasa Nyonya   Bab 184. Seusai Bertengkar

    “Mas Suma, perutnya bunyi. Laper, ya?” bisikku sembari mendongakkan kepala. Berusaha melepaskan diri dari kungkungan yang menenggelamkan aku di dadanya yang masih lembab karena keringat. Sebenarnya aku masih merasa nyaman mengurai rasa lelah yang mendera sembari menyesap bau keringatnya. Namun, protes yang keluar dari perut suamiku ini menandakan dia belum sempat makan dan terburu dengan menyambut niatku yang sudah mematik hasratnya. Bukannya menjawab, dia justru menyambutku dengan ciuman. Menenggelamkan diri ini pada sentuhannya yang begitu dalam, dan bergelung berdua di balik selimut. Seakan masih tersisa dahaga, akupun ikut terhanyut dengan senyuman. Setelah tadi aku berkata jujur kalau sebenarnya yang aku katakan hanya sekadar alasan, tanpa buang waktu dia melepas hasrat yang tertahan. “Kamu nakal, ya. Ngerjain aku sampai kepala ini pusing. Sekarang, kamu harus terima hukumannya,” bisiknya dan kujawab dengan kerlingan mata. Rasa rindu dan akibat kesal yang mendera beberapa wak

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-25
  • Pembantu Rasa Nyonya   Bab 185. Baru Punya Anak?

    Hubungan kami seakan menjadi baru kembali. Seperti dahan yang pernah patah, sekarang tumbuh tunas-tunas baru yang menandakan cinta kami tak lekang karena masalah yang mengharu biru. Bahkan, Mas Suma memberi instruksi ke kantor untuk tidak menghubunginya selama satu minggu. Kecuali dalam keadaan terpaksa tentunya. “Apa ini tidak apa-apa? Bukankah perusahaan lagi membutuhkan kehadiran Mas Suma?” ucapku melayangkan protes terhadap tindakannya. Membayangkan ini berakibat pada kehidupan para karyawan, aku tidak tega. Mereka sudah mempunyai keluarga yang kebutuhan sehari-harinya tidak bisa ditangguhkan. Iya kalau suamiku karyawan biasa, tinggal minta izin dengan resiko potong gaji. Sedangkan Mas Suma pemilik sekaligus pimpinan yang istilahnya berkedip saja, bisa mengakibatkan masalah besar. “Ran. Kalau melihat mana yang penting, semuanya penting dan membutuhkan kehadiranku. Tapi, sekarang kelangsungan keluargakulah yang menjadi prioritas. Aku tidak mau menua dan tenggelam pada pekerjaan.

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-27
  • Pembantu Rasa Nyonya   Bab 186.  Nempel

    Aku tidak bisa melepaskan diri dari Mas Suma. Seharian dia membersamaiku, entah saat bersama anak-anak, di kamar, bahkan dia pun ikut sibuk saat aku di dapur.“Ternyata memasak itu menyenangkan, ya? Aku siap membantumu,” ucapnya sambil memotong sayuran.Keberadaannya bukannya mempercepat pekerjaanku, dia justru membuatku terhambat. Bagaimana tidak, dia memotong kacang panjang dengan membawa penggaris. Katanya biar hasilnya presisi. Belum lagi, mengupas bawang merah dan membersihkan cabai menggunakan kaca mata hitam. Demi keamanan, katanya.Huuft, bikin kesal saja.Belum kalau sudah mulai merecoki di depan kompor. Katanya ingin membantu mengaduk tumisan. Bukannya sibuk dengan spatula, justru dia asyik menggangguku. Entah dengan mencolek, memeluk, bahkan mencium.Beberapa kali, mbak asisten yang biasa membantuku akan mendekat. Namun urung karena keberadaan Mas Suma ini. Kalau seperti ini, bisa jadi kami kelaparan karena masakan tidak cepat matang.“Mas Suma duduk aja sana. Ini bisa goso

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-30
  • Pembantu Rasa Nyonya   Bab 187.  Upaya Mas Suma

    Suamiku ini memang mempunyai sikap yang memaksa dan susah untuk dibantah. Seringkali bersikap konyol dan membuat hati ini menjadi kesal. Ya, memang itu bawaan dia, dan aku sudah mengetahuinya semenjak sebelum pernikahan. Walaupun, dibalik sikapnya itu terselip sisi romantis yang membuat hati ini menghangat. Juga, bukankah pernikahan kami juga terjadi karena sikapnya yang tidak terbantahkan. Kalau tidak, aku yang seorang penuh kebimbangan tidak akan bisa membulatkan tekad untuk berbahagia dengannya. Aku bisa bernapas lega saat Wisnu sudah kembali dari kelurahan dan membawa bahan diskusi untuk dibicarakan. Karena ada Mas Suma, dia lebih banyak bicara dengan papi sambungnya itu. “Ini lebih ke pemasaran, Pi. Jadi Wisnu minta saran Papi saja, deh,” ucap Wisnu mencegah niat Mas Suma beranjak dari tempat duduk. Kalau sudah diminta untuk bicara, Mas Suma pasti melakukan dengan senang hati. Dia paling suka berbagi ilmu dan pengetahuan, terutama kepada Wisnu. “Berbagi ilmu dengannya, sama

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-31
  • Pembantu Rasa Nyonya   Bab 188.  Olah Raga Ala Suami

    Kalau aku mencari apa yang tidak ada padanya, maka aku akan selalu merasa kekurangan. Namun, ketika aku bersyukur dengan semua yang ada padanya, kupastikan hati ini berlimpah kebahagiaan. * Aku bergegas berganti pakaian sambil tertawa sendiri, mengingat adegan salah maksud ini. Kata olah raga yang diterjemahkan pikiranku memiliki arti terlalu jauh. Padahal, sudah terbayang bagaimana kami akan bergelung bersama di balik selimut. Huuft! Untung saja Mas Suma tidak menyadari kekeliruanku ini. Namun, bukan kesalahanku sepenuhnya, kan. Seumur-umur, tidak pernah suamiku itu mengajakku berolah-raga di sore hari ini. Apalagi di kampung yang hanya mendapati orang olah raga hanya saat hari minggu pagi. Itu pun jarang. “Mama! Kita sudah siap!” sambut Amelia dengan wajah sumringah. Dia juga sudah bersiap dengan menggunakan baju training berwarna merah. Kalau dia paling antusias dengan rencana Mas Suma yang diluar kebiasaan ini. “Mas, apa tidak aneh kita olah raga sore hari gini. Ini kampung,

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-01
  • Pembantu Rasa Nyonya   Bab 189. Sore Bersama

    Jalan yang kami lewati sudah memasuki kawasan persawahan. Masih saling bergandengan tangan, kami disambut udara sejuk yang tertiup dari hamparan hijau yang terhampar.Sesekali kami mengangguk menyapa para petani yang bersiap menyudahi pekerjaannya. Mereka membersihkan diri dan peralatannya di parit kecil yang mengalirkan air begitu jernih. Noda lumpur menandakan harapan aka hasil panen yang diharapkan melimpah. Senyuman hangat ditujukan kepada kami dengan hati yang tulus.“Tuh, lihat mereka yang terlihat sehat. Itu karena mereka bekerja dengan menggerakkan badan. Berbeda dengan kita yang badannya jarang bergerak, sedangkan kepala diperas habis-habisan. Makanya, untuk mengimbangi, kita harus sering-sering olah raga seperti ini,” seru Mas Suma sambil mengedarkan pandangan ke sekeliling.Dari kejauhan, tampak Amelia dan Wisnu melambaikan tangan. Mereka loncat-loncat sambil melambaikan tangan.“Mereka kenapa?” tanyaku heran.“Tunggu saja. Di sana sudah ada kejutan yang menunggu,” ucap Mas

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-02
  • Pembantu Rasa Nyonya   Bab 190. Tidak Pudar

    Aku tersenyum melihat gaya tidur suamiku ini. Belum lama dia memberikan wejangan untuk mengurangi tidur siang dan menggantikan dengan olah raga, eh, ternyata dia berakhir dengan terkapar dengan mulut terbuka. Hmm… usia sering kali menghianati keinginan. Inginnya setelah olah raga menikmati alam terbuka di tengah sawah ini, tapi tidak mampu menolak godaan merajut mimpi. Apa justru sekarang ini wujud kenikmatannya. Tertidur dalam belaian udara sejuk di sela kicauan burung sebagai pengantarnya? Perlahan, aku katupkan rahang Mas Suma. Gerakan sepelan mungkin supaya tidak mengusik tidurnya. Dia memeng terkadang menjengkelkan, tapi waktu terasa kurang saat dia tidak ada di sisiku. Menatap wajahnya yang mulai dihiasi kerutan, dan beberapa rambut putih yang menyeruak di sela warna hitam, pertanda tambahnya usia. Ini menyadarkan aku bahwa kami sudah mengarungi kebersamaan dalam perkawinan dalam waktu yang tidak sebentar. Apalagi yang akan dicari, selain kebahagiaan? Kami sudah tidak muda l

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-03
  • Pembantu Rasa Nyonya   Bab 191. Ada syaratnya!

    Sepanjang jalan pulang, tak henti-hentinya Amelia meledek Mas Suma yang ketiduran di pondok. Mereka saling adu argumen kalau dia paling benar. Aku dan Wisnu hanya mengikuti sambil tersenyum. ‘Hmm… keadaaan sudah mulai normal.’ * “Aku pikir kamu sudah tidur,” seru Mas Suma sesaat setelah membuka pintu kamar. Setelah makan malam, memang aku langsung masuk ke kamar. Meninggalkan Mas Suma yang berbincang dengan Wisnu di teras depan. Tentu saja, setelah menghidangkan camilan pisang rebus dan teh hangat untuk mereka. Aku menoleh ke arahnya dan menunjukkan senyuman. Apalagi mendapati penampilannya yang mulai berubah saat di kampung. Entah kenapa, dia sekarang enggan menggunakan piyama dan justru menyukai menggunakan sarung saat santai seperti ini. “Ini namanya penampilan adaptasi, Ran. Kalau di sini mana ada orang menggunakan piyama. Dengan pakai sarung, aku seperti orang kampung, kan?” Itu yang ucapkan memberi alasan. Yang membuatku menautkan alis saat dia menambahkan alasan berikutny

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-05

Bab terbaru

  • Pembantu Rasa Nyonya   Extra Part

    POV Nyonya Besar "Jeng Sastro, bajuku gimana? Ini kok kayaknya miring, ya? Aku kok tidak pede." Ibunya Rani itu menoleh dan tersenyum, kemudian menunjukkan jempol tangannya. "Sudah bagus." Huft! Ibu dan anak memang sama, selalu santai kalau masalah penampilan. Aku kan harus perfekto dalam segala hal. La kalau difoto wartawan, terus dicetak sejuta exsemplar terus bajuku miring, saksakan rambutku mencong, kan tidak asyik. Aku melambaikan tangan ke Anita, memberi kode untuk membawa cermin ke kecil ke arahku. Dia ini memang sekretarisku yang jempolan. Sigap di segala suasana. Dia mendekat, kemudian menghadap ke arahku dengan cermin diletakkan di perutnya. Ini triknya, supaya orang lain tidak melihat aku lagi cek penampilan. Sekarang itu banyak nitizen yang usil. Orang ngupil difoto, bibirnya lagi mencong dijepret, terus diviralkan dan itu justru membanggakan. Menggumbar aib orang. Zaman sekarang itu konsep pikiran orang kok melenceng jauh, ya. "Sudah cetar?" tanyaku memastikan yan

  • Pembantu Rasa Nyonya   Bab 616. Ending

    Acara sudah tiba. Memang sangaja kami mengambil waktu pagi hari. Selain ini menyegarkan, ini juga tidak mengganggu kedua balitaku. Denish dan Anind. Pagi-pagi team perias sudah sampai. Satu persatu kami dirias, terlebih aku dikhususkan. “Jangan berlebihan make-upnya. Saya ingin natural dan terlihat segar.” “Siap, Nyonya Rani.” Claudia sibuk sana-sini memastikan team yang dia bawa bekerja dengan benar. Dia juga menfokuskan kepada diriku. “Artisnya sekarang ya Bu Rani dan Tuan Kusuma. Jadi harus maksimal,” ucapnya sambil membenahi gaun yang aku pakai. Gaun yang aku gunakan terlihat elegan. Berwarna putih tulang dengan aksen rajutan woll yang menunjukkan kehangatan. Yang membuatku puas, dia menyelipkan permata berkilau di sela-sela rajutan. Ini yang membuat terlihat mewah. Aku mengenakan kerudung warna hitam, dengan aksen senada di bagaian belakang. Keseluruhan, aku sangat puas. Jangan ditanya Mas Suma penampilannya seperti apa, dia seperti pangeran yang baru keluar dari istana. Ku

  • Pembantu Rasa Nyonya   Bab 615. Anak-Anak

    Ingin aku mengabaikan apa isi kepalaku, tetapi bisikan-bisikan semakin riuh di kedua telinga ini. Kecurigaan mencuat begitu saja. Bisa saja mereka ada hubungan kembali. Cinta bersemi kembali dengan mantan. Cerita itu sering ada di sekitar kita. Semakin aku memusatkan pikiran untuk tidur, semakin nyaring tuduhan gila yang berjubal di kepala ini. Huft! Aku duduk tegak dan beranjak untuk minum air putih. Mungkin dengan ini, bisa membuatku tenang. Tapi, aku tetap gelisah. Daripada penasaran, lebih baik aku mengintip ada yang dilakukan Mas Suma di ruangan sebelah. Dengan berjingkat, aku keluar dari pintu belakang dan menuju ruang baca. Lamat-lamat terdengar suara Mas Suma. Sip! Dia load speaker. Suara teman dia bicara terdengar juga. Jadi aku bisa tahu apa yang dikatakan Dewi. Tunggu sebentar! Kenapa suaranya bukan perempuan? Tetapi terdengar seperti laki-laki. “Aku tidak mau tahu. Kamu harus melakukan itu untukku,” ucap Mas Suma. Kemudian terdengar suara lelaki satunya. “Tapi, Tu

  • Pembantu Rasa Nyonya   Bab 614. Pesan Menyebalkan

    Bab 615.Aku bingung. Sungguh-sungguh bingung. Di depanku terhampar pilihan kain yang cantik-cantik. Dari pilihan bahan sampai pilihan warna. Mana yang aku pilih?“Ini untuk tahun ke berapa, Bu Rani?” tanya Claudia“Baru ke tujuh. Sebenarnya saya juga belum ingin merayakan. Tapi tahu kan, kalau Tuan Kusuma mempunyai niat?” Wanita cantik tersenyum sambil mengangguk. Dia pasti lebih mengerti bangaimana keluarga Adijaya sebenarnya. Termasuk Nyonya Besar.Pertanyaan Claudia memantik ide di kepalaku. Woll itu kan berwarna putih, jadi …. Sip!“Aku pilih warna putih. Nuansa putih yang dipadukan dengan bahan woll,” ucapku dengan mata menjelajah. Claudia bergerak sigap. Dia menyingkirkan semua selain berwarna putih. Ini membuatku mudah.Tangan Claudia mulai bergerak lincah menggambar apa yang aku inginkan. Bukan keinginan bentuknya, tetapi keinginanku pada pernikahan ini. Yang membuatku suka, dia merancang baju dengan filosofi di dalamnya. Semua ada artinya.“Keluarga besar menggunakan pilihan

  • Pembantu Rasa Nyonya   Bab 613. Persiapan

    “Berhasil?” tanya Maharani menyambutku.“Desi?”“Iya.”“Sangat-sangat berhasil. Dia juga titip salam untuk dirimu yang sudah memberikan ide ini,” ucapku sambil merangkul istriku.Kami masuk ke dalam rumah yang terasa lengang. Rima sudah kembali, begitu juga Amelia kembali ke apartemennya.“Anind dan Denish?”“Sudah tidur. Ini sudah malam,” ucapnya sambil menunjuk jam dinding yang menunjuk angka sembilan.“Wisnu masih lembur?”“Iya. Biarkan dia lagi semangat-semangatnya,” ucap Maharani melangkah mengikutiku.Aku langsung ke kamar mandi. Membersihkan badan dengan menggunakan air hangat. Badanku segar kembali.“Wisnu sudah mendatangkan teman-temannya. Jadi dia tidak merasa muda sendiri. Tapi Wisnu cepet adaptasi, lo. Aku juga memberikan team yang terbaik. Siapa nama teman-temannya? Aku kok tidak ingat. Padahal aku belum terlalu tua.”Ucapanku memantik tawa Maharani. Dia menyodorkan piayama tidur untuk aku kenakan.“Mereka itu teman-teman dekatnya Wisnu. Ada Lisa yang diletakkan di admini

  • Pembantu Rasa Nyonya   Bab 612. Desi Pegawai Teladan

    Orang single tidak akan mati karena jomlo, tetapi banyak orang tersiksa karena hidup dengan orang yang salah. Itu yang dikatakan Tiok kepadaku. Dia sudah menentukan pilihan, dan aku tidak akan mempertanyakannya lagi. Katanya, surat cerai dalam masa pengurusan dan tinggal menunggu surat resmi dari pengadilan agama. Sekarang, permasalahan Tiok sudah selesai. Dia tinggal pemulihan saja.****Rezeki itu tidak melulu berupa materi. Adanya keluarga, itu rezeki. Begitu juga sahabat yang kita miliki. Ada lagi yang aku syukuri tidak henti-henti, karyawan yang setia. Seperti Desi, pegawai teladan.“Desi. Berapa lama kamu kerja di sini?”Aku bertanya saat dia memberiku setumpuk laporan yang harus aku tanda tangani. Dia sudah memilahnya. Ada yang tinggal tanda tangan, ada yang harus aku periksa dulu, dan ada yang urgent. Cara kerjanya bagus, membuat pekerjaanku semakin mudah. Aku seperti orang lumpuh kalau sekretarisku ini tidak masuk.Dia tersenyum.“Dari mulai fresh graduate sampai sekarang.”

  • Pembantu Rasa Nyonya   Bab 611. Izin Kita

    Hati itu milik kita. Berada dalam tubuh kita sendiri, dan kitalah yang harus melindunginya dari apapun. Sedangkan kesenangan, kesedihan, itu adalah rasa yang ditimbulkan dari luar.Jadi, hati kita merasa sedih atau senang, tergantung dari izin kita. Apakah kita menerima atau mengabaikan hal yang menyebabkan rasa itu.*Aku dan Mas Suma tidak habis pikir dengan apa yang terjadi pada Pak Tiok. Di luar nalar dan di luar jangkauan pikiranku. Kenapa ada orang yang tega mengorbankan hati orang lain demi kebahagiannya.“Jadi suami Kalila itu sudah menjatuhkan talak tiga?” tanya Mas Suma.Pak Tiok tertawa miris. “Iya. Karenanya mereka membutuhkan aku supaya bisa menikah lagi.“Gila!” seru Mas Suma geram.Akupun demikian. Tanganku terkepal keras merasa tidak terima dengan perlakuan mereka. Terutama si wanita. Bisa-bisanya memperlakukan itu kepada orang yang menolongnya.Masih ingat aku bagaimana dia menangis karena korban penganiayaan si mantan suami. Dia sampai masuk ke rumah sakit dan yang m

  • Pembantu Rasa Nyonya   Bab 610. Pendengar

    Sampai di rumah, aku benar-benar capek jiwa raga. Kepaku dibebani dengan pikiran tentang Pak Tiok. Bisa-bisanya ada orang seperti dia yang terus-menerus mengalami kegagalan dalam percintaan.Wajah rupawan, perawakan juga seperti foto model, karir pun tidak diragukan lagi. Namun, kenapa bisa dia mengalami hal seperti ini?“Mama istirahat saja dulu. Belanjaannya, biar Rima minta bantuan Bik Inah,” ucapnya sambil membawa belanjaan ke arah dapur. Rumah masih lengang. Mas Suma dan Wisnu pasti belum pulang. Begitu juga Amelia.Aku mengangguk menerima anjuran gadis itu. Dia tahu apa yang aku pikirkan. Sepanjang jalan aku mengomel dan membicarakan tetang Pak Tiok. Bagaimana perjalanan kisah mereka sampai menikah. Bagaimana Pak Tiok melindungi Kalika yang mendapat perlakukan tidak baik dari mantan suami.Sempat Rima tadi menyeletuk.“Laki-laki itu jangan-jangan mantannya Mbak tadi.”“Mama tidak tahu benar, Rima. Saat dia datang mengacau pernikahan, dia dalam keadaan mabok dengan penampilan yan

  • Pembantu Rasa Nyonya   Bab 609. Mengagetkan

    Kembali dari galeri, aku dan Rima tidak langsung pulang. Kami singgah di mall.“Tidak usah, Ma.”“Kenapa? Mama ingin membelikan kamu baju. Kepingin saja,” ucapku bersikukuh. Akhirnya kekasih Wisnu ini membelokkan mobil ke mall yang ternama di kota ini.“Kita kemana, Ma?” ucapnya berlari mensejajariku. Dia pasti heran, aku berjalan ke arah kebalikan dari tempat yang menjual pakaian.“Kita ke butik langganan kami. Aku akan mengukur kamu untuk data mereka,” jawabku terus berjalan. Sebenarnya bisa parkir di depan butik Claudia, tapi itu membuatku jauh dari tempat belanjaan yang menjadi tujuan utama.Pegawai yang berjaga langsung membukakan pintu, mereka tersenyum dengan tangan menangkup di depan. “Selamat datang, Nyonya Maharani.”Aku mengangguk, Rima yang di belakangku langsung mensejajari.“Hai, Bu Rani. Lama tidak kesini!” seru Claudia kemudian mengalihkan pandangan ke arah Rima.“Kenalkan ini Rima, calon mantu,” ucapku kemudian mendekat, “calonnya Wisnu.”Claudia langsung mengarahkan

DMCA.com Protection Status