"Harusnya kamu gak usah repot-repot ngantar kita begini, Al!" ucap Nia dengan desisan halus, pertanda dia tidak menginginkan itu.Pria yang dipanggil Al itu hanya melirik sekilas setelahnya pandangan kembali fokus pada kemudinya."Nia ...!" panggil Yusuf lembut. Ia tahu apa yang telah terjadi antara sang putri dengan pria yang sedang duduk di bangku kemudi itu. Namun, ia pikir sudah tidak ada untungnya lagi menyalahkan pria itu. Kalau pada akhirnya sang menantu menceraikan putrinya, itu artinya kekuatan cinta mereka telah luntur. Harusnya mereka bisa bertahan dengan cinta keduanya. "Yang sopan!" peringatan Yusuf pada sang putri."Gak perlu, Yah!" ketus Nia. "Kalau untuk bayar taxi saja aku masih bisa koq, gak usah terima tawaran kamu untuk ngantar kita." Manik Nia menatap Yusuf seolah mencari pembenaran atas ucapannya.Namun, bukannya menjawab, Yusuf bahkan enggan menoleh padanya karena paham apa yang dilakukan putrinya itu adalah hanya menyimpan kekesalan saja. Baiknya Nia harus melu
"Jangan keras-keras dengannya, kamu gak tahu bagaimana seorang pria kalau sudah memperjuangkan keinginannya. Semakin kamu membencinya maka semakin besar pula kegigihannya untuk bisa mendapatkannya."Nia mendongak untuk bertatap muka dengan sang Ayah. Pagi ini setelah kemarin melihat apa yang dilakukan pria yang bernama Aldo, Yusuf merasa harus memberikan nasehat untuk sang putri."Ayah ngomongin siapa sih? Pria siapa?" Nia sebenarnya tahu arah pembicaraan Yusuf, namun ia tidak mau bersikap percaya diri. Toh, memang sejak dulu ia tidak memiliki perasaan terhadap Aldo. Tepatnya setelah peristiwa di apartemen kala itu.Yusuf melirik sekilas sebelum menyesap teh hangat yang dibuatkan sang istri. "Siapa lagi kalau bukan pria yang kemarin ngantar kita dari rumah sakit.""Aku tidak ingin memikirkan pria lain lagi, Yah. Aku hanya ingin memikirkan anakku saja. Jadi kita tutup pembicaraan tentang pria. Mau dia pria itu atau pria lain, aku gak tertarik."Bagi Nia sudah malas berhubungan dengan p
"Oke, aku segera ke sana, Bun!" ucap Nia sebelum memutus sambungan teleponnya. Berusaha untuk tetap tenang dan tidak panik, yang dilakukan Nia ketika menerima informasi bahwa putra semata wayangnya mendadak demam dan dilarikan ke rumah sakit oleh sang Bunda.Nia langsung beranjak ke ruangan perawat untuk memberitahu teman seprofesinya, bahwa ia akan meminta ijin meninggalkan kerjaannya sebentar."An, bantuin kerjaan aku ya! Aku mau ijin ke poli anak untuk lihat anakku dulu," beritahu Nia sambil merapikan file-file di depannya.Wanita yang dipanggil An itu seketika memfokuskan pandangan dari kumpulan berkas data-data pasien di depannya. "Anak kamu sakit?"Nia mengangguk lemah. "Iya, demam tinggi. Sekarang di poli anak sama Omanya.""Ah, yang sabar ya," balas Ana ikut prihatin dengan kondisi Nia. "Ya sudah, buruan ijin ke Bu Santi sana. "Makasih ya, An." "Iya, sama-sama," balas Ana sambil mengusap lengan Nia, mencoba memberi semangat untuk kuat.Ana sudah mengetahui status Nia yang s
"Tumben, koq gak bilang mau ke sini?" tanya Nia ketika sedang mengantri obat di apotik.Sedangkan Bima sedang bersama dengan Omanya di taman bermain yang ada di rumah sakit tersebut. Untuk kenyamanan pasien, pihak rumah sakit sengaja memberikan fasilitas taman bermain pada poli anak tersebut. Tujuannya jelas agar anak-anak yang sedang sakit mau diajak ke rumah sakit untuk berobat. Biasanya usia anak-anak sangat takut bila dihadapkan pada tempat yang banyak dihuni oleh obat-obatan tersebut, terlebih jika berhubungan dengan jarum suntik.Aldo menoleh untuk melihat wajah cantik Nia. Kemudian sudut bibirnya tertarik ke atas membentuk senyuman tipis. Dari kata-kata yang terlontar itu, Aldo bisa menyimpulkan bahwa Nia sedang merindukannya. Biasanya apa yang di bibir dan di pikiran berbeda."Kenapa, kamu kangen ya, sama aku?" tanya Aldo dengan percaya diri. Ia yakin Nia tengah merindukannya di saat mereka berjauhan. Satu tangan Nia memukul kencang bahu Aldo tetapi sang pemilik hanya tergel
Bara mengumpat kesal, melihat mantan istrinya mengabaikan dirinya. Wanita itu seolah tidak terpengaruh dengan kehadiran dirinya.Sementara itu, Nia tetap berjalan dan tidak menoleh sedikitpun pada sosok pria yang telah membuangnya itu.Sampai Nia terlonjak kaget, ketika Bara menarik siku lengannya dengan kasar."Saya bisa aduin Anda ke polisi atas perbuatan tidak menyenangkan," pekik Nia, sudah sangat marah pada mantan suaminya itu.Perlahan Bara melepaskan tangannya dari lengan Nia. Kemudian pria itu menghela napas sejenak sebelum berkata."Gimana, apa pernikahan kamu dengan selingkuhanmu itu bahagia, hmm?"Yang Bara tahu, setelah peristiwa apartemen waktu itu, Nia dan Aldo menikah makanya ucapan Bara menyudutkan mantan istrinya itu.Kalau saja Nia mau, ia akan menghantam wajah pria tampan tapi berengsek di depannya ini. Nia masih bungkam hingga Bara melayangkan tatapan sinis padanya lalu melanjutkan hinaannya. "Mungkin sejak awal mestinya aku harus sadar kalau kamu adalah wanita mura
Nia langsung sigap dan berdiri di depan Aldo yang mengendong sang putra seolah seperti melindungi."Al, langsung ke mobil!" pinta Nia begitu wajahnya bertatapan dengan Bara.Tidak ada ketakutan di wajah cantik Nia, yang ada hanyalah tatapan tajam menghujami wajah penuh tanya Bara.Aldo yang merasakan aura tidak baik, ia segera menuruti keinginan Nia. Pria itu berbalik untuk menuju lobi karena mobilnya sudah siap di sana."Berhenti!" seru Bara ketika melihat Aldo lebih menuruti Nia. Aldo menghentikan langkahnya membuat Nia kesal. "Cepat, Al!" bentak Nia.Binggung itu yang dirasakan Aldo sekarang. Bagaimanapun perpisahan mereka adalah karena dirinya dan sebagai sesama pria ia paham yang dirasakan Bara. Aldo yakin Bara telah melihat Bima sehingga pria itu menghentikan langkahnya."Om Ayah, kenapa Mama marah-marah terus dari tadi?" pertanyaan polos itu keluar dari bibir bocah berusia empat tahun.Tubuh Bara menegang, saat panggilan Om Ayah tersemat pada Aldo. Harusnya panggilan Ayah itu
Sudah satu jam yang lalu, Maria, Bima dan Aldo meninggalkan rumah sakit. Bima langsung setuju pulang bersama Aldo tanpa dirinya.Namun, berbeda dengan Nia yang masih bergeming di mejanya. Kebetulan hari ini pasien yang harus dia temui berkurang karena sudah pulang.Amanda langsung saja meraih kursi di dekat Nia, kemudian mendudukinya setelah bertemu manik dengan Nia."Ada masalah?" tanyanya dengan memicingkan mata, penuh selidik. Pasalnya sejak kembali dari ijin meninggalkan tugasnya beberapa saat yang lalu, Nia terlihat muram, wajahnya tidak ceria seperti biasanya. "Ah, kamu bikin penasaran saja deh. Kamu tahu seisi rumah sakit heboh membicarakan salah satu perawat cantik di poli jantung yang mendapatkan pelukan dari seorang pria.Nia sontak menatap penuh tanda tanya pada temannya itu."Siapa?""Ih, pakai belagu juga nih orang!" cibir Amanda sebelum menyenggol lengan atas Nia kemudian menyodorkan ponselnya seraya mengatakan, "Ni h, kalau gak percaya ada videonya." Aplikasi medsos be
"Nia!" teriak seseorang yang berdiri di depan pintu dengan manik yang melebar serta kepalan tangan dikedua sisi tubuhnya.Seketika Nia mendorong kasar dada Dokter Doni lalu memandang seseorang yang berteriak tadi."Mas!" ucapnya lirih. Beberapa saat yang lalu, ia melepaskan pelukannya sekarang pria itu malah melihat kejadian memalukan seperti ini. "Hebat kamu ya! Apa ini yang kamu lakukan selama ini, hah?"Nia tentu tidak terima dengan ucapan Bara. Sungguh ia tidak akan tahu kalau kejadiannya seperti ini dan bodohnya pasrah saja dengan perbuatan Dokter Doni."Aku ... aku, bukan ini tidak seperti yang kamu li-""Lalu kalau aku gak menghentikan, pasti kalian akan lebih jauh lagi berbuat!" seru Bara kemudian berjalan mendekat dan menarik tangan Nia dengan kasar dan berdiri di depan tubuh Nia, seolah melindungi wanita itu dari Dokter Doni. Netranya menatap tajam ke arah Dokter itu sambil berkata."Nia istri saya dan saya harap Dokter bisa menjaga batasan itu."Setelahnya Bara langsung ke
Pyar!Aldo berlari kencang ketika suara benda jatuh seperti pecahan kaca terdengar pada indera pendengarannya ketika ia baru saja masuk ke dalam kamar. Pikirnya sesuatu telah terjadi pada istri dan anaknya.“Hun …!”Tina menoleh pada suara seseorang yang memanggilnya dengan lembut.“Mas, kamu koq sudah pulang?”Mengabaikan ucapan sang istri, Aldo mendekat dengan wajah panik. Kemudian menatap sekitarnya dan mendapati sang anak sedang tertidur pulas di atas tempat tidurnya. Tetapi mendapati pigura foto istrinya dengan sahabatnya ada di lantai. Dari situ Aldo paham kalau yang jatuh tadi pigura tersebut.“Kamu kenapa?” tanya Aldo setelah menatap sekilas wajah wanita masa lalunya yang sudah tidak ada lagi di hatinya sekarang.Tina tidak paham ucapan Aldo sampai ia melihat manik Aldo yang melirik pigura tersebut.“Oh, tadi aku gak sengaja menjatuhkannya,” jawab Tina. “Ah, maaf ya, kamu khawatir ya?” Wanita itu beranjak berdiri dan hendak memungguti pecahan kaca tersebut.Aldo menahan tangan
“Sayang,” sapaan itu masuk berbarengan dengan pintu kamar terbuka dan menampilkan sesosok pria yang selalu Nia rindukan. Siapa lagi kalau bukan Bara, sang suami.Setelah beraktifitas seharian di rumah sakit, ia selalu bersiap untuk pulang ke rumah lebih cepat untuk menemui istri tercintanya.Ya, Nia telah membuat keputusan untuk berhenti bekerja. Nia ingin fokus menjadi ibu rumah tangga daan mengurus bayinya sendiri. Menjadi kebanggaan tersendiri ketika ia bisa mengurus keluarganya sendiri bukan ditangan seorang ART.Toh, uang Bara masih sanggup membiayai hidupnya dengan anak-anak mereka. Jadi untk maasalah keuangan Nia yakin sejauh ini tidak ada yang perlu dikhawatirkan.“Mas …!”Nia merentangkan kedua tangannya, bersiap memeluk suaminya itu. Tanpa ragu pria itu merangkak naik dan ikut berbaring di sebelah Nia. Memeluk wanita itu dari samping dan melabuhkan kecupan-kecupan di keningnya.Sekarang usia kandungan Nia sudah mendekati HPL.“Kenapa gak bangun, hmm?” tanya Bara setelah meng
“Gak kerja?”Nia mendengus sambil menatap kesal pada sang suami ketika pria itu keluar dari kamar mandi dengan handuk melilit di pinggangnya. Berjalan menuju tempat tidur untuk mendekati istrinya yang duduk bersandar di tepi tempat tidur.Kalau bukan karena kejujuran Bara kemarin mungkin Nia akan dengan senang hati berangkat kerja hari ini. Tetapi saat ini sepertinya ia belum bisa berhadapan langsung dengan penghuni rumah sakit yang pastinya akan memberondong dengan banyak pertanyaan.“Kalau saja kamu gak bil-”Ucapan Nia terhenti karena Bara mencuri kecupan pada bibir wanita itu. “Semalam sudah dibahas jadi gak perlu diulang lagi!”Semalam memang membahas tentang bagaimana Nia akan menjawab seputar hubungannya dengan Bara dan mereka berdua setuju dengan keputusan yang dibuat, cuman Nia merasa tidak yakin dengan itu.“Mas!” hardik Nia sambil memukul keras dada sang suami karena Bara kembali mencuri ciuman saat Nia akan melempar sanggahan. “Kamu tuh, bisa diem gak? Jangan sentuh-sentu
“Dokter Bara, Suster Nia pingsan di cafetaria. Saya binggung harus memberitahu siapa, mungkin Dokter bisa membantu saya karena dulu kan Suster Nia adalah asisten, Dokter.”Bara tersentak kaget mendengar serentetan kata dari salah seorang suster yang bertugas di poli UGD.“Koq bisa?” Pria itu beranjak berdiri dari meja kerjanya kemudian menghampiri Suster tersebut. Sekarang Bara sudah tidak lagi bertugas di poli UGD karena ia sudah pindah ke poli Jantung sesuai dengan spesialisnya, sedangkan Nia masih tetap menghuni poli UGD. “Sekarang masih di cafetaria?”Belum juga mendapat jawaban Dokter spesialis Jantung itu berjalan lebih dulu namun langkahnya terhenti ketika Suster tersebut menyebutkan tempat yang lain dari yang tadi.“Sekarang sudah di UGD, Dok.”Bara pada akhirnya memutar haluan untuk menuju poli UGD, karena poli tersebut berbeda arah dengan jalan yang sudah dilalui tadi.Sampai di poli UGD.Bara langsung masuk begitu saja sembari bertanya pada Dokter yang ada di sana. “Dimana
“Mas, Tina sudah melahirkan. Aku boleh jeguk kan?”Satu pertanyaan Nia berhasil mengusik konsentrasi sang suami. Pria itu sedang serius menatap layar laptop untuk membaca riwayat kesehatan pasien-pasiennya yang hendak dioperasi.“Tanya dulu apa suaminya itu ada atau tidak! Aku gak mau kamu ketemu dengan pria itu.”Bara memang sudah antipati dengan yang namanya Aldo. Ia hanya sedang menjaga miliknya agar tetap berada di batasnya.Nia mendesis kesal, suaminya itu kalau sudah cemburu seperti itu membuatnya tidak bebas. Tetapi paham juga kekhawatiran Bara. Beruntung Bara tidak tahu kalau Aldo saat itu pernah mengatakan kalau masih mencintainya. Kalau tahu, mungkin pria itu sudah melarang sepenuhnya berhubungan dengan Tina.“Ish … terus kalau Aldo di rumah suruh pergi gitu?”“Sekarang sudah di rumah?” tanya Bara memastikan.“Eh, gak tahu ya. Tina cuman bilang kalau dia sudah melahirkan, bayinya perempuan, cantik kayak dirinya,” sahut Nia tanpa mengalihkan tatapannya dari layar ponsel. “Ben
Enam bulan kemudian.Tepat pukul satu siang, Tina melahirkan anak pertamanya. Bayi berjenis kelamin perempuan itu tampak cantik sekali, perpaduan wajah Tina dan Aldo. Suara tangisnya terdengar keras sekali di ruangan persalinan. Wajah Aldo juga terlihat lega setelah menemani sang istri yang masih lemas itu.Aldo mengambil alih untuk mengumandangkan adzan di telinga putri kecilnya itu. Rasa haru dan takjub menyelimuti pria itu. Tidak menyangka ada anak yang akan memanggilnya dengan sebutan Papa di hidupnya.Beberapa menit berlalu. Pria itu menyandarkan bayi mungilnya di dada dan ia dapat merasakan hangat nafas bayi tersebut. Selama ini ia hanya mengenal Bima saja dan ketika melihat putrinya ini Aldo lebih sangat bahagia.Sedangkan, Tina sendiri hanya melihat dengan bibir yang sedikit tertarik antara bahagia dan sedih. Bahagia karena anaknya sudah lahir ke dunia, sedih karena belum ada perubahan yang lebih baik, hubungannya dengan sang suami.Meski cinta belum hadir di hati suaminya itu
“Wah, cucu Oma sudah pulang ya? Gimana acaranya seru gak?”Suara Maria sudah terdengar ketika Bara membuka pintu dengan mengendong Bima yang sudah tertidur pulas. Kebetulan hari ini akhir Minggu dan waktunya berlibur ke rumah Maria.“Eh, Bima tidur ya?” Maria melanjutkan bertanya.“Iya, Bun,” jawab Bara singkat. Suasana hatinya masih buruk sejak melihat Aldo mengenggam tangan istrinya. “Maaf, Bunda. Bima boleh tidur sama Bunda gak?”Tanpa bertanyapun, Maria setuju saja. Lagian dengan adanya Bima dia jadi tidak sendirian tidurnya.“Boleh dong, ya sudah cepat bawa ke kamar Bunda!” pinta Maria pada Bara.Kaki panjang Bara melangkah menuju kamar sang mertua. Tidak lama Nia datang dan melihat Bara yang berjalan tidak ke kamar mereka.“Lho, Bima mau dibawa ke mana, Mas?” teriaknya. Namun, Bara tidak peduli pertanyaan wanita itu. Sedangkan Maria yang sudah berjalan di depan Bara tidak mendengar ucapan putrinya itu.Kesal, lagi-lagi Bara melakukan tindakan tanpa memberitahukannya. Nia berjala
“Om Ayah!”Teriakan bocah yang mengema itu membuat Aldo tersentak kaget. Bukannya tidak suka tapi ia tidak akan menyangka kalau dipertemukan lagi dengan Bima setelah semua masalah diantara dirinya dengan Nia. Bima, bocah yang ia sayangi dan sudah dia anggap seperti anak kandungnya sendiri.Manik Aldo menyiratkan kebahagiaan. Pria itu seketika berjongkok dan merentangkan kedua tangannya ke samping agar bocah tersebut masuk ke dalam dekapannya. Benar saja, begitu melihat yang dilakukan Aldo, Bima langsung berlari kemudian membenamkan wajahnya di leher Aldo. Seolah mereka tidak bertemu puluhan tahun.“Aku kangen sama Om Ayah!” celetuk Bima yang membuat Aldo makin teriris hatinya.Aldo membisu, tidak menjawab ucapan Bima. Membiarkan indera penciumannya untuk beberapa saat menikmati aroma minyak telon yang ada di tubuh Bima.“Kata Mama, aku sudah gak boleh ganggu Om Ayah lagi! Karena Om Ayah mau punya adik bayi.”Aldo semakin menekan tubuhnya pada tubuh Bima. Detak jantungnya berpacu lebi
Di ruangan Bara.Baik Nia dan Bara terkesiap menatap isi amplop coklat pemberian Dokter Kalandra.“Mas, sepupu kamu itu ternyata diluarnya saja yang galak ya tapi dalamnya … tidak diragukan lagi,” puji Nia sambil terkikik, masih sulit mempercayai sikap Dokter Kalandra.“Dalamnya?” Bara mengulangi ucapan istrinya itu sambil menatap curiga. “Memang kamu sudah tahu dalamnya dia seperti apa, hah?”“Yee … malah sewot ini orang! Maksud aku itu kan secara yang terlihat diluar itu dia adalah pria galak, buktinya marahin OG tadi seperti punya salah besar banget padahal kan cuman terlambat saja. Itupun beberapa menit saja. Tetapi koq dia bisa-bisanya ngasih kado seperti ini. Sehingga aku mikirnya dia itu pria yang perhatian gitu lho!” Nia menjelaskan dengan panjang lebar agar Bara mengerti maksudnya.Bukannya tidak paham, Bara hanya sedikit tidak suka kata dalamnya yang diucapkan Nia seolah wanita itu tahu seperti apa sosok sang sepupu.“Iya, aku sudah tahu maksudmu!” balas Bara santai. Pria it