Sudah satu jam yang lalu, Maria, Bima dan Aldo meninggalkan rumah sakit. Bima langsung setuju pulang bersama Aldo tanpa dirinya.Namun, berbeda dengan Nia yang masih bergeming di mejanya. Kebetulan hari ini pasien yang harus dia temui berkurang karena sudah pulang.Amanda langsung saja meraih kursi di dekat Nia, kemudian mendudukinya setelah bertemu manik dengan Nia."Ada masalah?" tanyanya dengan memicingkan mata, penuh selidik. Pasalnya sejak kembali dari ijin meninggalkan tugasnya beberapa saat yang lalu, Nia terlihat muram, wajahnya tidak ceria seperti biasanya. "Ah, kamu bikin penasaran saja deh. Kamu tahu seisi rumah sakit heboh membicarakan salah satu perawat cantik di poli jantung yang mendapatkan pelukan dari seorang pria.Nia sontak menatap penuh tanda tanya pada temannya itu."Siapa?""Ih, pakai belagu juga nih orang!" cibir Amanda sebelum menyenggol lengan atas Nia kemudian menyodorkan ponselnya seraya mengatakan, "Ni h, kalau gak percaya ada videonya." Aplikasi medsos be
"Nia!" teriak seseorang yang berdiri di depan pintu dengan manik yang melebar serta kepalan tangan dikedua sisi tubuhnya.Seketika Nia mendorong kasar dada Dokter Doni lalu memandang seseorang yang berteriak tadi."Mas!" ucapnya lirih. Beberapa saat yang lalu, ia melepaskan pelukannya sekarang pria itu malah melihat kejadian memalukan seperti ini. "Hebat kamu ya! Apa ini yang kamu lakukan selama ini, hah?"Nia tentu tidak terima dengan ucapan Bara. Sungguh ia tidak akan tahu kalau kejadiannya seperti ini dan bodohnya pasrah saja dengan perbuatan Dokter Doni."Aku ... aku, bukan ini tidak seperti yang kamu li-""Lalu kalau aku gak menghentikan, pasti kalian akan lebih jauh lagi berbuat!" seru Bara kemudian berjalan mendekat dan menarik tangan Nia dengan kasar dan berdiri di depan tubuh Nia, seolah melindungi wanita itu dari Dokter Doni. Netranya menatap tajam ke arah Dokter itu sambil berkata."Nia istri saya dan saya harap Dokter bisa menjaga batasan itu."Setelahnya Bara langsung ke
"Jadi gimana perasaan kamu sekarang setelah bertemu dengan mantan su-""Gak gimana-gimana, Al! Kamu tentu tahu apa yang aku rasakan. Dan sampai kapanpun rasa yang dulu ada telah mati," jawab Nia ketus.Harusnya Aldo sadar, bahwa Nia sudah mengatakan kalau tidak bisa begitu saja melupakan masa lalu yang begitu menyakitkan. Tapi kenapa masih bertanya juga.Helaan napas berat keluar dari bibir Aldo dengan pandangan tetap fokus ke jalanan yang ada di depan."Ya, aku pikir cinta kamu bersemi kembali setelah melihat dia. Ya, usia kamu kan biasanya usia puber kedua."Nia sampai menoleh dan memandang wajah sahabatnya itu, kalau saja mungkin pria di sampingnya ini bukan Aldo tapi jelmaannya."Ini beneran kamu, Al? Bukan jin yang wajahnya mirip kamu kan?" tanya Nia memandang tidak percaya. "Koq ngomongnya begitu?"Pria itu tersenyum tetapi tidak mengalihkan pandangannya dari jalanan.Setelahnya Nia tidak berkata-kata lagi, dan Aldo sepertinya tidak mau memperpanjang pertanyaan yang pastinya nan
"Papa ... Papa ...!" panggil bocah berusia lima tahun itu.Sejak lepas dari pelukan Bara dan Nia mengambil paksa anaknya itu, selama itu pula Bima tak henti-hentinya merengek menyebut sang Papa."Sudah, diam, sayang!" pinta Nia sambil merebahkan Bima di ranjang king size, yang ada di kamar sang Bunda. "Mama sudah bilang, dia bukan Papanya Bima. Dia cuman orang asing yang ngaku-ngaku Papanya Bima."Bima menggeleng dengan bibir mengerucut. "Mama bohong! Itu Papanya Bima."Nia terdiam, ia sendiri juga binggung kenapa anaknya ini yakin banget kalau Bara adalah Papanya. Kalau hanya sekedar ucapan, Bima tidak akan seyakin itu jika tidak ada hal lain yang membuatnya sangat percaya.Tanpa Nia ketahui, Bara telah menunjukkan foto pernikahannya dengan Nia pada Bima, makanya bocah itu langsung percaya begitu saja.Bara sendiri, meskipun sudah bercerai tapi ia tidak menghapus foto-foto yang ada di galeri ponselnya. Saat itu tujuannya agar tetap mengenang Nia tapi dalam hal kebencian, ia tidak ada
"Nia!"Nia menolehkan kepalanya pada panggilan lembut seorang wanita. Wajahnya seketika tegang mendapati wanita itu tengah menatapnya dengan tersenyum kemudian menipiskan jarak dan memeluknya. Untuk beberapa detik Nia masih terpaku belum membalas pelukan tersebut sampai suaranya kembali terdengar. "Mama kangen banget sama kamu. Maafin Mama ya sudah buat kamu sedih."Saat itu juga hati Nia berdesir, mendengar suara serak menahan sesuatu. Pada dasarnya ia tidak membenci wanita itu, tetapi karena dia membenci Bara jadi otomatis akan membenci siapa saja yang berkaitan dengan mantan suaminya itu."Mama tahu kamu pasti benci dengan Mama," ucap Riana lalu mengurai pelukan karena ia merasa Nia masih memberi jarak, terlihat dari sikapnya yang tidak membalas pelukan ataupun berkata-kata. "Tapi, Mama sayang sekali sama kamu." Pada ucapan terakhir Riana meneteskan buliran bening dari sudut matanya.Sontak Nia langsung teringat sosok sang Bunda, yang sama-sama menyayanginya."Ma ...!" panggil Nia,
TingBunyi pesan masuk di ponsel Bara, mengalihkan pandangannya dari layar laptop di meja kerjanya. Bara meraih ponselnya yang berada di sisi kanan duduknya. Dengan malas membuka layar yang sudah mengelap itu, lalu seketika maniknya melebar saat nama Nia Sayang adalah sang pengirim pesan. Jantungnya berdegup kencang, pasalnya ini adalah kali pertama wanita itu mengirimkan pesan pasca bercerai."Kalau mau ketemu Bima, datang ke rumah dan segera pergi ketika aku pulang." Itulah isi pesan Nia.Wajah Bara berubah sendu. Ia pikir Nia sudah bisa memaafkan dirinya meski ia sadar kesalahannya terlalu besar."Oke, aku pastikan kamu akan kembali padaku," gumam Bara mendadak kepercayaan dirinya muncul lalu seringai tipis dari bibirnya. "Tidak lama lagi."Tanpa menunda lagi, segera ia bereskan kerjaannya dan beranjak ke rumah Nia. Tak lupa Bara sengaja mampir di supermarket dulu untuk membelikan Bima makanan ringan.Beberapa jam kemudian, Bara menghentikan mobilnya di depan rumah bernuansa minim
"Yakin, mau melepaskan jabatan Rektor demi wanita, hmm?"Setelah kemarin mencoba berbaikan dengan Nia, nyatanya wanita itu masih menutup rapat pintu hatinya, mungkin juga maafnya karena Nia selalu diam saat Bara meminta maaf. Dan Bara sudah bertekad untuk mengejar kembali mantan istrinya itu. Dan yang terpikirkan olehnya saat ini adalah berada di dekatnya. Keputusan yang ia ambil adalah, melepaskan jabatannya sebagai Rektor dan meminta tempat di rumah sakit milik sang sepupu, Kalandra. Toh, sebelum menjadi Rektor, ia adalah seorang Dokter, jadi tidak ada masalah dengan perubahan itu."Bukan wanita, Ndra," jawab Bara lalu menarik napas dalam-dalam sebelum melanjutkan ucapannya. "Tapi demi keluarga kecilku.""Bulshit!" Andra menjawab cepat dengan tatapan datar. "Jangan bodoh karena wanita. Ingat, dia pernah selingkuh. Ah, wanita dimana saja sama a-""Stop!" Bara melotot tajam mendengar hinaan dari sang sepupu. Kepala Bara mengeleng. "Dia tidak selingkuh, aku yang sudah salah paham deng
Ketukan pada jendela kaca mobil, menghentikan dua orang yang saling menempelkan bibirnya itu. Nia yang lebih dulu sadar, kemudian dia mendorong kasar dada Aldo untuk menjauh."Kalau seperti ini apa aku harus menikahimu besok?" tanya Aldo menatap lekat Nia, mengabaikan suara di luar yang sudah berisik.Ketukan itu kembali terdengar dan kali ini terdengar lebih kencang."Buruan turun, atau kamu mau kita dinikahkan sekarang juga di sini, hah?" suara Nia bukan seperti orang memerintah tetapi menggoda Aldo. Wanita itu memberikan kerlingan di matanya."Sudah berani ya, kamu!" gumam Aldo sambil menggelengkan kepalanya, melihat ulah Nia.Tok tok tok. Ketukan itu semakin kencang dan Aldo masih betah di dalam mobil."Buruan keluar!" sentak Nia pada akhirnya yang melihat Aldo tidak terpengaruh sama sekali.Aldo membuang napas panjang, masih memikirkan Nia. Kenapa wanita itu dengan mudahnya bisa menggodanya."Oke," balasnya sebelum membuka pintu dan turun. "Mas, kenapa berhenti mendadak? Kamu ga