Nia melepas tangan besar yang membelit pinggangnya. Ia memang mengijinkan Bara untuk datang dan bertemu dengan Bima, tetapi untuk kembali bersama dengan mantan suaminya itu, belum ia pikirkan.Ada trauma yang belum sembuh darinya. Takut kalau Bara akan mengulangi kesalahannya dulu, ketika tidak percaya padanya lagi. Meski tidak menutup kemungkinan pria itu juga bisaa berubah menjadi lebih baik."Maaf, mungkin kamu masih merasa sakit hati denganku, tapi bisakah kita memulai dari awal lagi? Kita baangun keluarga kecil kita bersama dengan Bima," lanjut Bara meyakinkan Nia. Ia akan berusaha meruntuhkan hati Nia yang sudah membatu."Pergilah, Mas!" pinta Nia setelah berhasil melepas diri dari Bara dan mengabaikan ucapan pria itu. Untuk sementara ia akan bersikap acuh dari pria itu dan akan melihat seberapa besar tekadnya untuk bertahan ketika selalu mendapatkan penolakan-penolakan dari Nia. Nia sudah melangkah keluar kamar sambil berteriak, "Bima, Papa mau pulang nih!" Ya, Nia mengusir Bar
“Bun, aku baringkan di kamar atau di sofa?” tanya Bara, sedang Bima ada dalam gendongan pria itu. Kakinya melangkah memasuki rumah setelah beberapa saat yang lalu mengajak jalan-jalan Bima dengan mobil barunya.Selama beberapa jam yang lalu, Bara mengajak putranya itu untuk mencoba mobil barunya. Mereka jalan-jalan, berkeliling menyusuri jalanan yang sepi agar bisa merasakan nikmatnya duduk di mobil. Bara sendiri tidak tahu apakah putranya itu pernah merasakan nyaman berada di mobil saat tahu kalau Nia pasti kesulitan memberikan mobil untuk Bara. “Langsung di kamar saja, kasihan Nia kalau harus membopong Bima kalau pulang kerja nanti!” pinta Maria, lalu berjalan di depan untuk menuju kamar yang dimaksud, yaitu kamar Nia dan Bima.Setelah sampai di kamar yang kemarin sempat ditiduri oleh Bara, pria itu membaringkan sang putra dengan perlahan. Bara juga menyelimutinya sebatas dada lalu memberi kecupan hangat di kening bocah tampan yang mirip dengannya itu sambil berucap, “Good night,
“Keluar kamu, Mas!” tunjuk Nia pada pintu kamar dengan tatapan tajamnya.Nia tidak mau menjawab ucapan Bara tadi, yang ia ingin lakukan sekarang adalah mengusir pria tidak tahu malu ini.Bara dengan santainya berjalan menjauh menuju pintu. Namun, bukannya melalukan yang diminta Nia, pria itu malah mengunci pintu dari dalam dan sengaja mencabut kuncinya. Kemudian memasukkan kuncinya di dalam saku celananya. “Aku sudah sampai di tahap ini, Nia. Jadi jangan salahkan aku kalau bisa berbuat lebih jauh lagi,” seringai tipis tampak jelas di bibir pria itu.Nia tercengang, lalu ia mundur beberapa langkah. Tidak percaya dengan apa yang dilakukan mantan suaminya itu, sebagai wanita jelas ia merasa tidak aman apalagi melihat manik Bara yang sudah diliputi gairah. Salahnya Nia yang tidak bisa mengontrol ucapannya. Bagaimanapun, Bara pernah menjadi suaminya dan ia tahu jelas bagaimana mantan suaminya itu kalau sedang menginginkan dirinya.“Ka-kamu mau apa, Mas!” tanya Nia terbata, merasakan gugup
"Kamu koq gak bilang, kalau ada Papanya Bima di rumah?" Aldo bertanya sembari mendudukan dirinya dengan nyaman di bangku yang ada di teras rumah Nia. "Tahu gitu aku gak akan datang, supaya tidak menimbulkan fitnah."Nia melirik Aldo sebelum menghembuskan napas panjang. Kedatangan Aldo adalah keberuntungan buatnya, sebab bisa jadi tadi Bara dan dirinya lepas kendali. Bagaimanapun mereka dua orang dewasa yang bisa terpancing oleh nafsu."Apa terjadi sesuatu?" Aldo menoleh ke samping, dimana Nia duduk, menyambung perkataannya. "Koq mukanya kusut gitu, atau aku ganggu kalian?"Sebenarnya ada rasa tidak rela saat mendapati Nia ada satu kamar dengan mantan suaminya. Entah apa yang dilakukan dua orang dewasa itu tapi karena saat ini status Aldo masih tidak jelas maka ia tidak bisa berbuat apa-apa.Namun, jawaban yang keluar dari bibir Nia sungguh mengejutkan Aldo."Cemburu?" tanyanya.Aldo terkekeh lalu berkata, "Sadar diri aku, Tar. Kita sedang tidak memiliki hubungan selain bersahabat jadi
“Kamu ngomong apaan sih, Tar?” Aldo bertanya sembari mengaruk tengkuknya untuk menghilangkan kegugupannya.“Kalian pernah tidur bareng?”Nia tahu ada keterkejutan yang terlihat dari mata Aldo. Dari situ ia bisa melihat kalau jawabannya iya tapi Aldo berusaha mengelak.“Kamu tambah ngaco deh ngomongnya!” Aldo masih berusaha menutupi tapi insting Nia kuat kalau telah terjadi sesuatu dengan mereka berdua. Nia bersahabat dengan Tina tidak sebentar sudah bertahun-tahun lamanya, ia tahu persis seperti apa Tina dan gadis itu bukanlah tipe orang yang suka membuat masalah menjadi ada.“Oke, tunggu di sini aku mau mandi dulu!” pinta Nia, percuma jika masih berdebat dengan Aldo bukannya mendapat jawaban karena pria itu akan menyangkal dan menyangkal lagi. Kemudian, Nia mengambil ponsel Aldo dengan mudahnya karena pria itu seperti menyadari. “Hp kamu aku bawa dulu, takutnya kamu malah kabur!”Baru mendengar kalimat Nia yang terakhir, Aldo sadar kalau hpnya dibuat jaminan. Itu artinya masalah belu
Aldo menelan salivanya susah payah, dia merasa kecolongan lagi. Kenapa tadi tidak ingat untuk mengambil ponselnya. Bisa gawat kalau Nia tahu isi ponselnya, karena ia belum menghapus apapun disana. Tanpa Nia tahu, sebenarnya Aldo lebih berengsek daripada Bara, namun pria ini bisa menutupinya dengan kebaikannya. Berbeda dengan Bara yang terang-terangan dalam bersikap. Tak jarang ia juga marah dan kesal jika tidak sesuai dengan keinginannya.“Ayo jalan! Atau kamu mau aku buka sendiri ponsel ini, hah?” Nia mulai memberikan ancaman pada pria itu.Aldo memejamkan matanya menahan gejolak kemarahan yang siap keluar kapan saja. Mau tidak mau ia harus menuruti Nia daripada wanita itu mengorek-ngorek isi ponselnya yang tidak seharusnya diketahui oleh orang lain. “Oke, oke. Aku turuti kemauan kamu, puas!”Nia tidak menjawab, yang ia lakukan membuang pandangan ke samping jendela mobil. Karena menurutnya tidak penting jawabannya, yang terpenting adalah Aldo menuruti keinginannya sekarang.Detik sel
“Makasih, Bang!” ucap Nia setelah turun dari motor sang ojol.Nia terpaksa naik dengan menggunakan motor ke rumah sakit dan membiarkan Aldo yang awalnya ingin mengantarnya bersama Tina untuk menyelesaikan masalahnya.“Sama-sama, Mbak!” jawab sopir ojol yang bisa diperkirakan Nia usianya masih sangat muda sambil tersenyum sopan. Lalu tangannya tergerak untuk menerima beberapa uang dari Nia seraya mengucapkan, “Terima kasih.”Nia berjalan tergesa ketika memasuki lobi rumah sakit. Sapaan seorang security membuat dia melambatkan jalannya untuk membalasnya, setelahnya ia kembali tergesa untuk menemui kepala perawat karena harus mengabari kalau dirinya sudah datang bahkan sebelum waktu yang dijanjikan.Napas Nia sedikit tersenggal ketika di depan pintu, maklum di usianya yang sudah tidak muda lagi membuatnya gampang merasakan capek. Wanita itu membuka pelan pintu bercat putih tersebut ketika mendapatkan balasan dari dalam.“Permisi, Bu!” suara Nia ketika mendapati sang kepala ada di meja ke
Bibir Nia menganga tidak percaya setelah mendengar ucapan sarkas Bara. Ia pikir, pagi tadi hubungannya dengan Bara bisa dikatakan baik, dalam artian mereka tidak saling bermusuhan. Tetapi mendadak balasan yang ia terima barusan menjelaskan kebalikannya.“Kenapa? Kamu kaget dengan sikap saya, hah?” Rupanya Bara melihat perubahan pada diri Nia setelah bersikap seolah mereka tidak pernah mengenal sebelumnya.Sikap galak yang ditunjukan Bara bukan tanpa alasan, ia tidak suka dengan kedekataan Aldo dengan Nia saat melihatnya di dalam mobil, di halaman rumah sakit. Sebelumnya pria itu juga tidak suka dengan kedatangan Aldo di rumah Nia pagi tadi, nah sekarang buntut dari kekesalannya itu.Nia mengelengkan kepalanya perlahan sambil menatap malas Bara. “Ah, maaf, Dok-ter! Lain kali saya tidak akan mengulanginya lagi,” balas Nia yang spontan membuat pria itu kaget, sebenarnya bukan jawaban pasrah seperti itu yang diinginkan Bara.Ingin sekali berteriak bahwa ia sedang cemburu dengan kedekatan
Pyar!Aldo berlari kencang ketika suara benda jatuh seperti pecahan kaca terdengar pada indera pendengarannya ketika ia baru saja masuk ke dalam kamar. Pikirnya sesuatu telah terjadi pada istri dan anaknya.“Hun …!”Tina menoleh pada suara seseorang yang memanggilnya dengan lembut.“Mas, kamu koq sudah pulang?”Mengabaikan ucapan sang istri, Aldo mendekat dengan wajah panik. Kemudian menatap sekitarnya dan mendapati sang anak sedang tertidur pulas di atas tempat tidurnya. Tetapi mendapati pigura foto istrinya dengan sahabatnya ada di lantai. Dari situ Aldo paham kalau yang jatuh tadi pigura tersebut.“Kamu kenapa?” tanya Aldo setelah menatap sekilas wajah wanita masa lalunya yang sudah tidak ada lagi di hatinya sekarang.Tina tidak paham ucapan Aldo sampai ia melihat manik Aldo yang melirik pigura tersebut.“Oh, tadi aku gak sengaja menjatuhkannya,” jawab Tina. “Ah, maaf ya, kamu khawatir ya?” Wanita itu beranjak berdiri dan hendak memungguti pecahan kaca tersebut.Aldo menahan tangan
“Sayang,” sapaan itu masuk berbarengan dengan pintu kamar terbuka dan menampilkan sesosok pria yang selalu Nia rindukan. Siapa lagi kalau bukan Bara, sang suami.Setelah beraktifitas seharian di rumah sakit, ia selalu bersiap untuk pulang ke rumah lebih cepat untuk menemui istri tercintanya.Ya, Nia telah membuat keputusan untuk berhenti bekerja. Nia ingin fokus menjadi ibu rumah tangga daan mengurus bayinya sendiri. Menjadi kebanggaan tersendiri ketika ia bisa mengurus keluarganya sendiri bukan ditangan seorang ART.Toh, uang Bara masih sanggup membiayai hidupnya dengan anak-anak mereka. Jadi untk maasalah keuangan Nia yakin sejauh ini tidak ada yang perlu dikhawatirkan.“Mas …!”Nia merentangkan kedua tangannya, bersiap memeluk suaminya itu. Tanpa ragu pria itu merangkak naik dan ikut berbaring di sebelah Nia. Memeluk wanita itu dari samping dan melabuhkan kecupan-kecupan di keningnya.Sekarang usia kandungan Nia sudah mendekati HPL.“Kenapa gak bangun, hmm?” tanya Bara setelah meng
“Gak kerja?”Nia mendengus sambil menatap kesal pada sang suami ketika pria itu keluar dari kamar mandi dengan handuk melilit di pinggangnya. Berjalan menuju tempat tidur untuk mendekati istrinya yang duduk bersandar di tepi tempat tidur.Kalau bukan karena kejujuran Bara kemarin mungkin Nia akan dengan senang hati berangkat kerja hari ini. Tetapi saat ini sepertinya ia belum bisa berhadapan langsung dengan penghuni rumah sakit yang pastinya akan memberondong dengan banyak pertanyaan.“Kalau saja kamu gak bil-”Ucapan Nia terhenti karena Bara mencuri kecupan pada bibir wanita itu. “Semalam sudah dibahas jadi gak perlu diulang lagi!”Semalam memang membahas tentang bagaimana Nia akan menjawab seputar hubungannya dengan Bara dan mereka berdua setuju dengan keputusan yang dibuat, cuman Nia merasa tidak yakin dengan itu.“Mas!” hardik Nia sambil memukul keras dada sang suami karena Bara kembali mencuri ciuman saat Nia akan melempar sanggahan. “Kamu tuh, bisa diem gak? Jangan sentuh-sentu
“Dokter Bara, Suster Nia pingsan di cafetaria. Saya binggung harus memberitahu siapa, mungkin Dokter bisa membantu saya karena dulu kan Suster Nia adalah asisten, Dokter.”Bara tersentak kaget mendengar serentetan kata dari salah seorang suster yang bertugas di poli UGD.“Koq bisa?” Pria itu beranjak berdiri dari meja kerjanya kemudian menghampiri Suster tersebut. Sekarang Bara sudah tidak lagi bertugas di poli UGD karena ia sudah pindah ke poli Jantung sesuai dengan spesialisnya, sedangkan Nia masih tetap menghuni poli UGD. “Sekarang masih di cafetaria?”Belum juga mendapat jawaban Dokter spesialis Jantung itu berjalan lebih dulu namun langkahnya terhenti ketika Suster tersebut menyebutkan tempat yang lain dari yang tadi.“Sekarang sudah di UGD, Dok.”Bara pada akhirnya memutar haluan untuk menuju poli UGD, karena poli tersebut berbeda arah dengan jalan yang sudah dilalui tadi.Sampai di poli UGD.Bara langsung masuk begitu saja sembari bertanya pada Dokter yang ada di sana. “Dimana
“Mas, Tina sudah melahirkan. Aku boleh jeguk kan?”Satu pertanyaan Nia berhasil mengusik konsentrasi sang suami. Pria itu sedang serius menatap layar laptop untuk membaca riwayat kesehatan pasien-pasiennya yang hendak dioperasi.“Tanya dulu apa suaminya itu ada atau tidak! Aku gak mau kamu ketemu dengan pria itu.”Bara memang sudah antipati dengan yang namanya Aldo. Ia hanya sedang menjaga miliknya agar tetap berada di batasnya.Nia mendesis kesal, suaminya itu kalau sudah cemburu seperti itu membuatnya tidak bebas. Tetapi paham juga kekhawatiran Bara. Beruntung Bara tidak tahu kalau Aldo saat itu pernah mengatakan kalau masih mencintainya. Kalau tahu, mungkin pria itu sudah melarang sepenuhnya berhubungan dengan Tina.“Ish … terus kalau Aldo di rumah suruh pergi gitu?”“Sekarang sudah di rumah?” tanya Bara memastikan.“Eh, gak tahu ya. Tina cuman bilang kalau dia sudah melahirkan, bayinya perempuan, cantik kayak dirinya,” sahut Nia tanpa mengalihkan tatapannya dari layar ponsel. “Ben
Enam bulan kemudian.Tepat pukul satu siang, Tina melahirkan anak pertamanya. Bayi berjenis kelamin perempuan itu tampak cantik sekali, perpaduan wajah Tina dan Aldo. Suara tangisnya terdengar keras sekali di ruangan persalinan. Wajah Aldo juga terlihat lega setelah menemani sang istri yang masih lemas itu.Aldo mengambil alih untuk mengumandangkan adzan di telinga putri kecilnya itu. Rasa haru dan takjub menyelimuti pria itu. Tidak menyangka ada anak yang akan memanggilnya dengan sebutan Papa di hidupnya.Beberapa menit berlalu. Pria itu menyandarkan bayi mungilnya di dada dan ia dapat merasakan hangat nafas bayi tersebut. Selama ini ia hanya mengenal Bima saja dan ketika melihat putrinya ini Aldo lebih sangat bahagia.Sedangkan, Tina sendiri hanya melihat dengan bibir yang sedikit tertarik antara bahagia dan sedih. Bahagia karena anaknya sudah lahir ke dunia, sedih karena belum ada perubahan yang lebih baik, hubungannya dengan sang suami.Meski cinta belum hadir di hati suaminya itu
“Wah, cucu Oma sudah pulang ya? Gimana acaranya seru gak?”Suara Maria sudah terdengar ketika Bara membuka pintu dengan mengendong Bima yang sudah tertidur pulas. Kebetulan hari ini akhir Minggu dan waktunya berlibur ke rumah Maria.“Eh, Bima tidur ya?” Maria melanjutkan bertanya.“Iya, Bun,” jawab Bara singkat. Suasana hatinya masih buruk sejak melihat Aldo mengenggam tangan istrinya. “Maaf, Bunda. Bima boleh tidur sama Bunda gak?”Tanpa bertanyapun, Maria setuju saja. Lagian dengan adanya Bima dia jadi tidak sendirian tidurnya.“Boleh dong, ya sudah cepat bawa ke kamar Bunda!” pinta Maria pada Bara.Kaki panjang Bara melangkah menuju kamar sang mertua. Tidak lama Nia datang dan melihat Bara yang berjalan tidak ke kamar mereka.“Lho, Bima mau dibawa ke mana, Mas?” teriaknya. Namun, Bara tidak peduli pertanyaan wanita itu. Sedangkan Maria yang sudah berjalan di depan Bara tidak mendengar ucapan putrinya itu.Kesal, lagi-lagi Bara melakukan tindakan tanpa memberitahukannya. Nia berjala
“Om Ayah!”Teriakan bocah yang mengema itu membuat Aldo tersentak kaget. Bukannya tidak suka tapi ia tidak akan menyangka kalau dipertemukan lagi dengan Bima setelah semua masalah diantara dirinya dengan Nia. Bima, bocah yang ia sayangi dan sudah dia anggap seperti anak kandungnya sendiri.Manik Aldo menyiratkan kebahagiaan. Pria itu seketika berjongkok dan merentangkan kedua tangannya ke samping agar bocah tersebut masuk ke dalam dekapannya. Benar saja, begitu melihat yang dilakukan Aldo, Bima langsung berlari kemudian membenamkan wajahnya di leher Aldo. Seolah mereka tidak bertemu puluhan tahun.“Aku kangen sama Om Ayah!” celetuk Bima yang membuat Aldo makin teriris hatinya.Aldo membisu, tidak menjawab ucapan Bima. Membiarkan indera penciumannya untuk beberapa saat menikmati aroma minyak telon yang ada di tubuh Bima.“Kata Mama, aku sudah gak boleh ganggu Om Ayah lagi! Karena Om Ayah mau punya adik bayi.”Aldo semakin menekan tubuhnya pada tubuh Bima. Detak jantungnya berpacu lebi
Di ruangan Bara.Baik Nia dan Bara terkesiap menatap isi amplop coklat pemberian Dokter Kalandra.“Mas, sepupu kamu itu ternyata diluarnya saja yang galak ya tapi dalamnya … tidak diragukan lagi,” puji Nia sambil terkikik, masih sulit mempercayai sikap Dokter Kalandra.“Dalamnya?” Bara mengulangi ucapan istrinya itu sambil menatap curiga. “Memang kamu sudah tahu dalamnya dia seperti apa, hah?”“Yee … malah sewot ini orang! Maksud aku itu kan secara yang terlihat diluar itu dia adalah pria galak, buktinya marahin OG tadi seperti punya salah besar banget padahal kan cuman terlambat saja. Itupun beberapa menit saja. Tetapi koq dia bisa-bisanya ngasih kado seperti ini. Sehingga aku mikirnya dia itu pria yang perhatian gitu lho!” Nia menjelaskan dengan panjang lebar agar Bara mengerti maksudnya.Bukannya tidak paham, Bara hanya sedikit tidak suka kata dalamnya yang diucapkan Nia seolah wanita itu tahu seperti apa sosok sang sepupu.“Iya, aku sudah tahu maksudmu!” balas Bara santai. Pria it