Mencari informasi mengenai Alpha sama halnya dengan mencari sebuah jarum di tumpukan jerami, sulit dan hampir mustahil untuk ditemukan. Berbagai laman berita serta artikel Eva gulir untuk menemukan seperti apa kehidupan Alpha dua tahun terakhir. Sebagai pemilik Alpha's world, Alpha pasti disorot banyak media. Seharusnya pria itu terkenal dan populer.Namun sayang sekali, Eva tak menemukan satupun artikel Alpha's world yang berkaitan dengan Alpha. Justru di artikel yang telah dia baca, CEO dari Alpha's world bukanlah Alpha melainkan seorang pria bernama Rafi. Eva tidak mengenal laki-laki itu. Eva memang tidak pernah peduli dengan orang-orang di sekitar Alpha. Dia bahkan tidak tau siapa orang kepercayaan Alpha. Karena merasa usahanya sia-sia, Eva memutuskan untuk menutup laptopnya. Dia masih berada di caffe yang sama dengan Alpha dan Saras. Dari tempatnya dia masih bisa melihat sepasang manusia itu berinteraksi. Penuh tawa dan kehangatan. Alpha tampak berbeda sekali ketika masih bersam
"Nggak nyangka gue kisah cinta lo seburuk itu," cibir Eva menatap Bastian. Mereka langsung bertemu di malam hari, membahas rencana selanjutnya mengenai kisah cinta mereka.Bastian menatap Eva dengan senyuman miring. Gelas kecil yang berada di genggamannya membawa wine di dalamnya menari-nari seirama dengan gerakan tangan Bastian. Mereka berada di klub malam milik Bastian. Pria itu meminta Eva untuk datang dan menemuinya di sana. Eva tentu tak neko-neko, dia butuh Bastian malam ini juga untuk menyelesaikan semuanya."Lo sendiri kenapa sebodoh itu? Dulu berlagak minta cerai, sekarang minta balikan." Bastian balas mencibir.Eva meneguk winenya. Dia akui, dia memang bodoh. "Namanya juga manusia kan? Semuanya bisa berubah."Bastian tertawa pelan. Wanita selalu punya jawaban atas segala tindakannya."Jadi, apa ide kamu?" Satu-satunya ide yang ada di benak Eva adalah ide yang diutarakan oleh Aderion di pertemuan pagi tadi. Mungkin itu juga akan menjadi jalan terakhir bagi mereka. Sebab sete
"Ini nomornya, Bas. Gue serahin semuanya sama lo," ujar Eva memberikan kertas nama berisi nomor Alpha.Bastian menerimanya. "Dan selanjutnya kamu yang bertugas."Eva menganggukkan kepalanya. Ada misi lain yang harus dia lakukan agar rencana ini terlaksana dengan baik."Gue jamin ini bakal berhasil," kata Eva sebelum akhirnya melangkah pergi meninggalkan kantor Bastian.***Alpha berada di apartemen Saras sejak tadi siang. Tidak ada pekerjaan pasti yang dia lakukan di sana selain membantu perempuan itu mengenang kembali masa-masa indah mereka. Perlahan-lahan, ingatan Saras mulai membaik. Ada kemajuan dan Alpha sangat mensyukuri hal itu."Lucu juga ya," ucap Saras menatap foto-foto mereka sewaktu remaja.Alpha tersenyum. Bukan karena foto yang mereka lihat, melainkan karena wajah Saras yang tampak menggemaskan. "Iya."Saras menoleh, langsung bertemu tatap dengan Alpha. Sejurus kemudian Saras mengusap wajah pria itu menggunakan telapak tangannya. "Nggak usah kayak gitu natapnya.""Apa sa
Saras menunggu kabar dari Alpha dengan resah. Dia mondar mandir di depan televisi sembari menggigiti kukunya dan tak hentinya melirik jam dinding. Sudah setengah jam sejak kepergian Alpha dan pria itu belum memberikan kabar apapun. Saras bisa saja menelpon lebih dulu, tapi dia takut mengganggu. Alhasil Saras hanya bisa menunggu dengan sabar. Semoga Gani dan Alpha baik-baik saja.Namun mau bagaimana Saras mencoba sabar, perasaan gelisahnya tak mau hilang. Dia harus melihat sendiri keadaan Gani agar dirinya bisa tenang. Lantas Saras berpikir lagi. Dia tidak ingin membantah ucapan Alpha tapi berdiam diri di tempat ini juga bukan hal yang baik. Saras mencoba menimang lagi untuk melakukan ide gilanya. Ah, tidak ada waktu lagi untuk berpikir. Toh ini juga sudah malam. Tidak akan ada yang mengenali Saras.Tanpa membuang lebih banyak waktu, Saras bersiap-siap pergi ke rumah Alpha. Dia hanya mengenakan sweater rajut dan celana panjang. Tak lupa masker untuk menutupi separuh wajahnya. Saras tid
Malam berlalu begitu saja. Tanpa sepengetahuan Alpha, Saras telah hilang. Semua kejadian itu terjadi begitu saja tanpa sepengetahuan siapapun. Hingga pagi datang, Alpha melakukan rutinitasnya seperti biasa. Bangun, menyiapkan sarapan, memandikan Gani, lalu mempersiapkan dirinya untuk ke kantor. Hari ini Alpha memutuskan mengundurkan diri dari perusahaan. Rasanya dia sudah tidak butuh perusahaan itu. "Gani ikut papa aja ya," ujar Alpha sembari mengoleskan salep di pinggang Gani. Alpha trauma meninggalkan Gani sendirian. Dia takut kejadian seperti malam tadi terulang kembali. Gani menatap Alpha. "Papa mau kemana emangnya?""Ke kantor sebentar, ke rumah sakit terus ke tempat tante Saras." Alpha mengulas senyuman. Gani turut tersenyum. Dia selalu merasa senang mendengar nama Saras. "Okee."Alpha tertawa pelan seraya mencubit pipi gembul Gani. Sebentar lagi Gani akan berusia 5 tahun. Tidak lama lagi perayaan besar-besaran akan diadakan di rumah ini. Sebagai anak tunggal dan cucu satu-sa
Rencana Alpha hancur begitu saja. Semua yang telah dia rencanakan ketika hendak meninggalkan rumah berantakan karena panggilan telpon dari Angel. Wanita itu mengatakan kondisi apartemen sedang tidak baik-baik saja. Beberapa pengawal ditemukan dalam kondisi tidak sadarkan diri di gudang basement. Angel sendiri juga tidak sadar bahwa dia tidur di sebuah mobil yang entah milik siapa dalam kondisi kurang baik. Dia meminta Alpha untuk segera datang melihat semuanya secara langsung.Di sinilah Alpha sekarang. Menatap hampa lobi yang kacaunya seperti sehabis perang. Angel berdiri di hadapannya dengan kepala tertunduk, begitu juga dengan beberapa penjaga yang tampak penuh luka di wajahnya. Alpha melirik cctv yang terpasang di setiap sudut lobi. Setidaknya pasti ada sedikit rekaman yang bisa dijadikan bukti.Namun untuk saat ini Alpha akan meminta penjelasan mereka terlebih dahulu. Apa yang terjadi pada mereka sehingga kondisinya tampak begitu memprihatinkan."Silahkan. Saya persilahkan kalian
"Iya, tapi untuk urusan itu aku nggak mau tau, Pha. Toh tujuan aku cuma mau dia hilang dari hidup kamu."Bicara pada orang orang gila tidak akan ada habisnya. Alpha tidak mengerti dengan rasa cinta yang sering Eva serukan. Bagaimana bisa dia mencintai seseorang dengan cara seperti itu? Mencelakakan orang lain demi perasaannya sama saja dengan dusta. Tidak akan ada yang dia dapat setelahnya selain sia-sia.Alpha meninggalkan Eva di restoran itu. Obrolan mereka berhenti di sana karena tensi Alpha sudah lebih dulu naik. Dia benar-benar akan menampar wanita itu jika memilih untuk tetap tinggal dan meladeni perasaan cintanya yang tak masuk akal. Kini Alpha sudah berada di kantor. Alpha melangkah memasuki ruangannya. Membuka pintu dengan kasar, lalu menutupnya dengan tenaga dalam. Bunyi pintu yang ditutup begitu kuat membuat Rani terperanjat kaget. Pun dengan Derma yang tertidur di meja kerjanya. Langsung terbangun dan menatap sekitar dengan separuh nyawa yang tersisa."Lo kalau nggak mau
Bastian menatap pada hamparan laut yang membentang mengelilingi tempatnya berpijak saat ini. Udara pagi yang benar-benar menyegarkan. Bastian menoleh, menatap pada sebuah rumah yang terletak tak jauh dari sana. Jendela kamar lantai dua terbuka. Bastian dapat melihat seorang perempuan duduk di sana, menghadap pantai dengan tatapan tajam. Saraswati terikat dan tak bisa kabur."Selamat pagi sayang!" seru Bastian melambaikan kedua tangannya ke arah Saras. Bastian terlihat begitu bahagia. Wajahnya berseri-seri.Sedangkan Saras, dia hanya bisa terdiam dengan mulut terkunci. Lakban itu sudah menutup mulutnya sejak semalam. Bahkan saat sadar dari pingsannya, Saras sudah dalam kondisi terikat di atas kursi. Saras tidak tau perjalanan seperti apa yang telah membawanya jauh ke tempat ini.Bastian tertawa kala tak ada sahutan dari Saras. Lalu berbalik, berjalan menyusuri pasir pantai yang menenangkan. Dia menghela napas lega. Akhirnya Bastian berada satu langkah di depan Alpha. Sesuai informasi y
Tahun berganti tanpa terasa. Satu tahun sudah usia pernikahan Saras dan Alpha. Gani yang dulunya masih suka duduk di depan tv bersama mainannya juga sudah beranjak dewasa. Tahun ini Gani mulai masuk sekolah dasar. Ada banyak perubahan yang terjadi di hidup Saras dan juga orang-orang di sekelilingnya. Ingatannya yang hilang perlahan kembali. Perlahan tapi pasti Saras dapat mengingat hubungannya dan Alpha di masa lalu. Bagaimana mereka bisa saling mengenal, lalu berakhir menjadi sepasang kekasih.Kehidupan Saras jauh lebih baik. Saras benar-benar dicintai. Alpha tidak membebani Saras dengan banyak hal. Justru pria itu ingin membantu Saras mengembalikan Oryzafood yang telah hilang. Gedung tinggi Oryzafood menjadi hadiah ulang tahun pernikahan mereka. Tepat hari ini, perusahaan itu diresmikan.Berada di tengah orang-orang penting sudah menjadi hal biasa bagi Saras. Alpha tak pernah lupa menyebut namanya saat bertemu dengan kolega dan klien. Di setiap acara di kantor tempatnya bekerja, Al
Tidak ingin membuang banyak waktu, usai ziarah ke makam ibu, Alpha dan Saras langsung kembali ke kota. Cuaca siang ini tampak tidak mendukung, takutnya ada hujan badai dan membuat perjalanan mereka terhambat. Jalan menuju desa Saras tidak semulus jalan aspal di ibu kota. Ada banyak batu, lubang dan turunan ekstrim. Belum lagi kiri-kanan jalan dipenuhi pohon besar yang bisa tumbang kapan saja. Mengantisipasi hal buruk terjadi, mereka memutuskan untuk tidak menginap di desa. Toh Saras hanya perlu mengapa ibu, tidak ada selain itu.Beruntung, perjalanan menuju rumah berjalan dengan lancar. Mereka tiba di rumah dengan selamat usai berkendara kurang lebih tiga jam. Tidak terjebak macet, tapi ban mobil sempat kempes dua kali. Maklum saja, mobil sulit beradaptasi dengan jalan yang mereka lalui.Langit sudah berubah orange kala mobil berhenti di halaman rumah. Saat membuka sealbeat, Alpha menemukan Saras tertidur di sebelahnya. Kepala perempuan itu sudah terkulai lemah. Kalau saja tubuhnya ti
Malam yang panjang dan menyenangkan.Alpha tidak menemukan Saras saat terbangun. Di sebelahnya kosong, sisa angin dan aroma parfum Saras yang melekat pada bantal. Melihat kiri-kanan, Alpha juga tidak menemukan apapun selain kondisi berantakan. Entah apa yang terjadi tadi malam, kamar yang biasanya rapi tampak seperti kapal pecah. Alpha menghela napas panjang dan kembali menjatuhkan kepalanya di atas bantal. Pandangannya tertuju pada langit-langit kamar. Diam-diam tersenyum mengingat siapa dirinya sekarang. Alpha telah resmi menjadi suami dari Saraswati Oryza, mantan kekasih yang tak pernah memutus hubungan dengannya. Perempuan itu memang masih belum bisa mengingat sepenuhnya kisah mereka di masa lalu, tapi beberapa bagian penting tentang mereka sudah ada di benak Saras. Itu jelas sudah lebih baik.Alpha melipat kedua tangannya di belakang kepala. Rasanya begitu lega saat Saras sudah resmi jadi miliknya. Mungkin selama ini yang mengganjal di ulu hatinya adalah perasaan cinta yang Alph
Keputusan Alpha dan Saras untuk menikah sudah mutlak. Tepat pada tanggal 20 Juli 2024 mereka mengadakan acara pernikahan dengan konsep sederhana sebagai bentuk rasa syukur atas segala kebahagiaan dan kesuksesan yang mereka peroleh. Tidak ada sambutan meriah atau musik-musik klasik yang memekakkan telinga. Acara yang mereka adakan hanya seputar makan, berfoto dan pulang. Alpha tidak ingin merepotkan banyak orang dan memutuskan hanya mengundang beberapa teman dan kerabat dekat. Pun dengan dekorasi yang seadanya, bernuansa hitam dan putih. Alpha benar-benar ingin meminimalisir sesuatu yang menurutnya tidak penting. Alpha tidak ingin merayakan perayaan besar bukan karena ini pernikahan yang kedua, melainkan tidak ingin berlebihan dalam berbahagia. Rasanya tidak ada gunanya juga mengadakan perayaan besar. Sederhana saja sudah cukup. Intinya mereka berbahagia.Alpha mengenakan kemeja putih dan jas hitam serta celana dengan warna senada. Dia tampak begitu tampan. Sedangkan Saras dibalut dre
Perayaan kemenangan diadakan di rumah Alpha. Usai kemelut panjang yang menguras separuh jiwa, akhirnya mereka bisa berada di titik ini. Derma memenangkan pemilihan dan akan menaungi pusat marjona sebagai wilayah kekuasaannya. Rafi tertawa bahagia karena hadiah yang Alpha berikan—satu unit apartemen. Mama akhirnya bisa solo traveling lagi tanpa cemas pada Gani yang kini sudah punya ibu yang bisa mengawasi dan menemaninya seharian penuh. Dan Alpha yang merasa senang atas pencapaian yang diraih orang-orang disekitarnya. Alpha tidak pernah menyangka akan bisa berada di titik ini. Titik dimana semuanya terasa membaik. Mungkin ini tidak akan bertahan lama sebab sejatinya hidup akan diimbangi oleh bahagia dan sedih. Tapi setidaknya, Alpha sempat merasa eforia atas kebebasan yang dia peroleh.Mereka hanya sekedar kumpul biasa sembari makan bersama. Yang hadir juga bukan tetangga kiri-kanan rumah melainkan mereka yang benar-benar menang. Malam ini adalah malam bahagia. Sebelum esok kembali be
Bastian dijebloskan ke dalam penjara. Alpha tidak tau pasti berapa lama pria itu mendekam di balik jeruji besi, yang jelas lebih dari 5 tahun. Usai penangkapan seminggu yang lalu, Alpha belum menemui Bastian. Dia masih ada janji untuk memberi manusia itu pelajaran. Kini Alpha fokus membantu Saras mengurus berkas yang akan diajukan ke pengadilan. Berkas perceraian Saras dan Bastian. Alpha akan sepenuhnya membantu hingga tidak ada lagi ikatan di antara dua manusia itu.Ulang tahun Gani yang ke lima baru saja dirayakan kemarin. Hadiah dari Alpha untuk Gani adalah Saras. Alpha mengatakan pada Gani bahwa dalam waktu dekat dia akan punya ibu baru. Dan sosok yang cocok untuk menjadi ibunya adalah Saras—wanita yang sempat membuat Gani jatuh cinta akan sikap keibuannya.Gani tak langsung menerima, sebab beberapa hari belakangan Eva berhasil mengisi hatinya. Gani mulai goyah. Tapi berkat Derma yang turut meyakinkan dan kembali membisikkan bahwa Eva adalah ibu yang jahat, Gani langsung luluh. "
Saras tidak sadarkan diri, sedangkan Alpha penuh cidera. Di belakang Alpha yang berlari, Liu berusaha menyamai langkah tuan muda yang tak mau dipapah itu. Alpha bersikeras membawa Saras dengan tangannya sendiri. Tidak peduli bahwa dirinya juga butuh di gendong agar tak oleng di lorong rumah sakit. Beruntungnya, petugas yang berjaga tanggap menyambut kedatangan Alpha yang hampir kehabisan napas. Saras diambil alih, dibawa masuk ke ruangan IGD. Sementara itu, Alpha jatuh bertekuk lutut di hadapan pintu yang tertutup rapat.Liu menatap tuannya prihatin. Seumur hidup, ini kali pertama Liu melihat Alpha sekacau itu. Mungkin lebih kacau disaat Gani jatuh dari tangga dan koma selama tiga hari. Alpha memang tidak pernah bisa diprediksi dengan mudah. Emosi yang pria itu miliki selalu menjadi kejutan bagi Liu yang jarang bertatap muka dengan Alpha."Anda juga harus diobati, pak," ujar Liu membantu Alpha berdiri tegak. Luka di bahunya mungkin sudah sangat parah. Liu khawatir terjadi infeksi pada
Pistol tersebut jatuh, bersama dengan pijakan Bastian yang melemah. Liu berhasil datang tepat waktu dan mencegah Bastian menembakkan pelurunya. Tak selang beberapa lama, Alpha muncul bersama polisi dan interpol."Angkat tangan!"Ada banyak moncong pistol yang mengarah pada mereka. Otomatis, ajudan Bastian mengangkat tangan. Semuanya, terkecuali Bastian yang masih tak mau menyerah. Dia tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan. Meraih pistol yang terjatuh, lalu melingkarkan tangannya di leher Saras. Semuanya terkejut. Bastian tersenyum kala berhasil membawa Saras jauh dari kerumunan. Ujung pistol kembali diarahkan ke kepala Saras."Mundur atau perempuan ini mati," ancamnya.Alpha terkesiap, spontan melangkah mendekat melihat Saras yang berupaya menahan sakit. Namun Liu buru-buru menahan, takut Alpha yang terkena tembakan."Tahan, pak," ucap Liu memegang lengan Alpha."Saras." Alpha menatap perempuan itu. "Dia bisa mati.""Kami akan menyelamatkannya," ujar Liu menarik Alpha menjauh. Mau ba
Aksi balapan terjadi begitu saja. Taxi yang Saras tumpangi dipaksa untuk melaju lebih cepat kala mobil Bastian mengejar di belakang. Saras ketakutan. Mobil yang mengejar bukan hanya satu, melainkan tiga. Bayangkan saja taxi butut ini harus berhadapan dengan mobil yang memiliki mesin modern yang satu pijakan gas saja setara dengan tiga pijakan gas taxi."Lebih cepat pak!" desak Saras tidak peduli si supir taxi tidak mengerti dengan ucapannya. Meski tak mengerti, supir taxi tau Saras mendesaknya untuk melaju lebih cepat. Dia menginjak habis gas, membawa mobil itu melesat dengan cepat.Sementara di belakang mereka ada mobil Bastian yang tak kalah cepat. Jalanan mulai ramai, membuat mereka kesulitan mengejar Saras."Kepung mobil itu!" titah Bastian pada dua mobil yang sudah berada di depan. Bastian dapat melihatnya. Dua rubicon berada di sisi kanan dan kiri taxi, bersiap mengapitnya. Bastian tertawa kala taxi kehilangan arah. Rubicon tersebut mempersempit gerak taxi.Jauh di belakang mo