Alpha kembali pada rutinitas seperti biasa. Bangun pagi, membuat sarapan, membantu Gani bersiap-siap ke taman kanak-kanak dan terakhir merapikan semua kekacauan yang dia perbuat kala memasak sarapan. Alpha bekerja lebih ekstra. Yang biasanya hanya memasak, kini juga mencuci peralatan masak. Bukan hanya membersihkan rumah, Alpha juga harus merawat tanaman di depan rumah. Mencabuti rumput liar yang tumbuh di antara bunga, menyiram tanaman dan memanen mangga yang sudah matang. Alpha harus bangun lebih pagi agar bisa menyelesaikan semuanya tepat waktu. Belum lagi ke kantor, mengurus perusahaan dan mengurus Dermaga. Dia benar-benar sibuk.Saat ini Alpha sedang menyiram tanaman. Sudah beberapa hari tanaman itu tidak mendapat air. Sebagian bunga ada yang telah lepas dari batangnya. Ada juga daun yang layu dan beberapa tumbuhan yang mati. Alpha merasa bersalah karena melupakan tanaman kesayangannya.Pagar depan sengaja Alpha buka. Niatnya tadi biar tidak susah saat mengeluarkan mobil. Namun
Agaknya sebentar lagi Alpha benar-benar akan ditendang dari kantor tempatnya bekerja karena kembali absen tanpa keterangan. Derma telah mengirimkan banyak pesan mengenai bos mereka yang mulai naik darah. Rani juga menelvon Alpha berkali-kali dan tak satupun yang Alpha jawab. Dia bukannya tak bertanggung jawab sebagai 'budak', hanya saja untuk saat ini ada yang lebih penting dari pada posisi biasa dengan gaji standar itu.Dulu, Alpha bekerja karena gabut sekaligus menutupi identitasnya sebagai pemilik Alpha's world. Dia juga tidak jahat karena telah menjadikan Rafi sebagai CEO gadungan. Justru karena Rafi hidup sebatang kara, makanya Alpha memilih pria itu untuk menjadi pemilik abal-abal Alpha's world. Alpha hanya sedang berusaha melindungi keluarganya dari oknum tertentu."Ntar kopinya pusing kalau diaduk terus," celetuk Saras menatap Alpha. Pria itu duduk di hadapannya, mengaduk kopi yang mulai mendingin dengan tatapan yang terlihat kosong.Tadi Alpha datang dengan wajah murung. Kata
Mencari informasi mengenai Alpha sama halnya dengan mencari sebuah jarum di tumpukan jerami, sulit dan hampir mustahil untuk ditemukan. Berbagai laman berita serta artikel Eva gulir untuk menemukan seperti apa kehidupan Alpha dua tahun terakhir. Sebagai pemilik Alpha's world, Alpha pasti disorot banyak media. Seharusnya pria itu terkenal dan populer.Namun sayang sekali, Eva tak menemukan satupun artikel Alpha's world yang berkaitan dengan Alpha. Justru di artikel yang telah dia baca, CEO dari Alpha's world bukanlah Alpha melainkan seorang pria bernama Rafi. Eva tidak mengenal laki-laki itu. Eva memang tidak pernah peduli dengan orang-orang di sekitar Alpha. Dia bahkan tidak tau siapa orang kepercayaan Alpha. Karena merasa usahanya sia-sia, Eva memutuskan untuk menutup laptopnya. Dia masih berada di caffe yang sama dengan Alpha dan Saras. Dari tempatnya dia masih bisa melihat sepasang manusia itu berinteraksi. Penuh tawa dan kehangatan. Alpha tampak berbeda sekali ketika masih bersam
"Nggak nyangka gue kisah cinta lo seburuk itu," cibir Eva menatap Bastian. Mereka langsung bertemu di malam hari, membahas rencana selanjutnya mengenai kisah cinta mereka.Bastian menatap Eva dengan senyuman miring. Gelas kecil yang berada di genggamannya membawa wine di dalamnya menari-nari seirama dengan gerakan tangan Bastian. Mereka berada di klub malam milik Bastian. Pria itu meminta Eva untuk datang dan menemuinya di sana. Eva tentu tak neko-neko, dia butuh Bastian malam ini juga untuk menyelesaikan semuanya."Lo sendiri kenapa sebodoh itu? Dulu berlagak minta cerai, sekarang minta balikan." Bastian balas mencibir.Eva meneguk winenya. Dia akui, dia memang bodoh. "Namanya juga manusia kan? Semuanya bisa berubah."Bastian tertawa pelan. Wanita selalu punya jawaban atas segala tindakannya."Jadi, apa ide kamu?" Satu-satunya ide yang ada di benak Eva adalah ide yang diutarakan oleh Aderion di pertemuan pagi tadi. Mungkin itu juga akan menjadi jalan terakhir bagi mereka. Sebab sete
"Ini nomornya, Bas. Gue serahin semuanya sama lo," ujar Eva memberikan kertas nama berisi nomor Alpha.Bastian menerimanya. "Dan selanjutnya kamu yang bertugas."Eva menganggukkan kepalanya. Ada misi lain yang harus dia lakukan agar rencana ini terlaksana dengan baik."Gue jamin ini bakal berhasil," kata Eva sebelum akhirnya melangkah pergi meninggalkan kantor Bastian.***Alpha berada di apartemen Saras sejak tadi siang. Tidak ada pekerjaan pasti yang dia lakukan di sana selain membantu perempuan itu mengenang kembali masa-masa indah mereka. Perlahan-lahan, ingatan Saras mulai membaik. Ada kemajuan dan Alpha sangat mensyukuri hal itu."Lucu juga ya," ucap Saras menatap foto-foto mereka sewaktu remaja.Alpha tersenyum. Bukan karena foto yang mereka lihat, melainkan karena wajah Saras yang tampak menggemaskan. "Iya."Saras menoleh, langsung bertemu tatap dengan Alpha. Sejurus kemudian Saras mengusap wajah pria itu menggunakan telapak tangannya. "Nggak usah kayak gitu natapnya.""Apa sa
Saras menunggu kabar dari Alpha dengan resah. Dia mondar mandir di depan televisi sembari menggigiti kukunya dan tak hentinya melirik jam dinding. Sudah setengah jam sejak kepergian Alpha dan pria itu belum memberikan kabar apapun. Saras bisa saja menelpon lebih dulu, tapi dia takut mengganggu. Alhasil Saras hanya bisa menunggu dengan sabar. Semoga Gani dan Alpha baik-baik saja.Namun mau bagaimana Saras mencoba sabar, perasaan gelisahnya tak mau hilang. Dia harus melihat sendiri keadaan Gani agar dirinya bisa tenang. Lantas Saras berpikir lagi. Dia tidak ingin membantah ucapan Alpha tapi berdiam diri di tempat ini juga bukan hal yang baik. Saras mencoba menimang lagi untuk melakukan ide gilanya. Ah, tidak ada waktu lagi untuk berpikir. Toh ini juga sudah malam. Tidak akan ada yang mengenali Saras.Tanpa membuang lebih banyak waktu, Saras bersiap-siap pergi ke rumah Alpha. Dia hanya mengenakan sweater rajut dan celana panjang. Tak lupa masker untuk menutupi separuh wajahnya. Saras tid
Malam berlalu begitu saja. Tanpa sepengetahuan Alpha, Saras telah hilang. Semua kejadian itu terjadi begitu saja tanpa sepengetahuan siapapun. Hingga pagi datang, Alpha melakukan rutinitasnya seperti biasa. Bangun, menyiapkan sarapan, memandikan Gani, lalu mempersiapkan dirinya untuk ke kantor. Hari ini Alpha memutuskan mengundurkan diri dari perusahaan. Rasanya dia sudah tidak butuh perusahaan itu. "Gani ikut papa aja ya," ujar Alpha sembari mengoleskan salep di pinggang Gani. Alpha trauma meninggalkan Gani sendirian. Dia takut kejadian seperti malam tadi terulang kembali. Gani menatap Alpha. "Papa mau kemana emangnya?""Ke kantor sebentar, ke rumah sakit terus ke tempat tante Saras." Alpha mengulas senyuman. Gani turut tersenyum. Dia selalu merasa senang mendengar nama Saras. "Okee."Alpha tertawa pelan seraya mencubit pipi gembul Gani. Sebentar lagi Gani akan berusia 5 tahun. Tidak lama lagi perayaan besar-besaran akan diadakan di rumah ini. Sebagai anak tunggal dan cucu satu-sa
Rencana Alpha hancur begitu saja. Semua yang telah dia rencanakan ketika hendak meninggalkan rumah berantakan karena panggilan telpon dari Angel. Wanita itu mengatakan kondisi apartemen sedang tidak baik-baik saja. Beberapa pengawal ditemukan dalam kondisi tidak sadarkan diri di gudang basement. Angel sendiri juga tidak sadar bahwa dia tidur di sebuah mobil yang entah milik siapa dalam kondisi kurang baik. Dia meminta Alpha untuk segera datang melihat semuanya secara langsung.Di sinilah Alpha sekarang. Menatap hampa lobi yang kacaunya seperti sehabis perang. Angel berdiri di hadapannya dengan kepala tertunduk, begitu juga dengan beberapa penjaga yang tampak penuh luka di wajahnya. Alpha melirik cctv yang terpasang di setiap sudut lobi. Setidaknya pasti ada sedikit rekaman yang bisa dijadikan bukti.Namun untuk saat ini Alpha akan meminta penjelasan mereka terlebih dahulu. Apa yang terjadi pada mereka sehingga kondisinya tampak begitu memprihatinkan."Silahkan. Saya persilahkan kalian