Lala tidak percaya demi melihat siapa yang datang, Glenn, Rega dan Sintia mereka bertiga memasuki rumahnya.
‘Astaga benarkah mereka datang demi menyaksikan pertunangannya dengan Alan?’ tiba-tiba tangan Lala bergetar dan refleks menyentuh telapak tangan Intan yang ada di sampingnya.
Intan cukup peka untuk menggenggam tangan itu, dia tahu keponakannya panik dan gelisah.
Harjito menatap para tamunya satu persatu dan dirinya tidak merasa mengundang mereka dalam acara ini. Satu wajah yang tidak asing baginya tapi untuk apa dia datang ke sini? Dalam kebingungannya Harjito tetap memperlakukan dengan baik mereka, bagaimanapun mereka adalah tamu.
“Walaikumsalam,” jawab Harijito kemudian mempersilahkan masuk dan duduk terlebih dahulu. Suasana pun sangat kaku. Fokus tatapan Harjito jatuh pada wajah Glenn.
Sementara Iriani dan Edo sudah tahu, siapakah mereka. Hanya saja diam demi menunggu reaksi Harjito.
“Maaf om jika kehadiran kami menggang
Sintia terus mempercepat langkahnya tanpa menoleh lagi. Mereka masuk mobil dan meninggalkan kediaman Harjito.“Ada apa Ma? Mengapa Mama malah pergi. Bukannya memperjuangkan menantu Mama?” tanya Glenn, sambil tetap fokus memutar setir mobilnya.“Carilah wanita lain, selain Lala!”“Maksud mama apa?” Glenn meminggirkan mobilnya, dan kemudian berhenti.“Apa kamu tidak lihat Glenn! Dia sudah punya calon, di mana harga dirimu sebagai laki-laki dengan mengemis cinta pada mereka?”“Tapi, Ma! Aku tidak bisa membiarkan Lala bersama Alan! Aku yakin Alan itu hanya pria licik!”“Jika hanya itu alasanmu! Kamu tidak perlu melamar Lala! Kamu tidak bisa menentukan pasanganmu hanya berdasar atas rasa tidak rela, Glenn!” bentak Sintia gusar.“Sebaiknya kita pulang dulu, biar aku yang bawa mobil. Nanti kita bicarakan semuanya di rumah!” usul Rega. Lelaki itu kemudian memb
Hari ini Glenn berjanji pada dirinya sendiri untuk memisahkan Alan dari Lala. Banyak sekali kesalahan Alan yang membuatnya tidak percaya laki-laki itu bisa menjaga Lala dengan baik. Yang pertama dia pernah meninggalkan Lala pingsan seorang diri di tepi danau dan yang kedua Glenn yakin jika Alan telah menggunakan cara lagi licik dengan menghasut keluarga Lala.Glenn ke luar dari Apartemennya sambil terus berpikir apa yang akan dilakukannya. Tentu saja Glenn butuh orang yang bisa mengawasi gerak-gerik Alan dan mengumpulkan bukti. Dirinya harus bermain rapi.Glenn memutar mobilnya, tiba-tiba dia ingin mendatangi makam Sabila. Entah mengapa ada keinginan yang kuat untuk datang ke sana meskipun letaknya tidak searah dengan kantor. Tiga puluh menit kemudian dirinya sudah sampai. Dia memarkir mobilnya dan turun.Tampak tanah masih basah sisa-sisa hujan semalam. Glenn menapakan langkahnya mendekati makam itu. Tapi langkahnya menelan dan tiba-tiba harus berhenti.
“Mengapa kamu menolak? Biasanya kamu mau kan?” tanya Glenn seraya menatap Lala bingung.Lala memutar bola matanya kemudian menatap lelaki di depannya itu, “Ceritanya sudah lain Glenn. Aku tidak sama seperti dulu lagi. Lihatlah cincin yang melingkar di jari ini. Aku sudah resmi jadi tunangan Alan sekarang!” ucap Lala seraya menunjukkan cincin yang melingkar di jarinya.“Sudah berapa kali aku bilang, jangan sebut nama Alan jika sedang bersamaku!” protes Glenn.“Itu fakta Glenn! Setelah lulus kami akan menikah!” ucap Lala dengan penuh penekanan.“Kamu yakin kalian akan sampai jenjang pernikahan?” tanya Glenn meremehkan.“Tentu saja, aku sangat yakin!”“Selama aku masih hidup, jangan harap hubungan kalian bertahan lama!” ucap Glenn kemudian turun dari mobilnya. Setelah menutup pintu, Glenn beralih membuka pintu untuk Lala.“Turunlah!” perintah
Setelah mengirim pesan untuk Alan, Lala mengunci pintu dan meletakan kuncinya di atas meja dekat laptop. Lala sudah tidak peduli lagi dengan rentetan tugas yang sudah diberikan Glenn.Gadis itu berbaring dan menunggui pesan balasan dari Alan. Benar saja tak lama kemudian ponselnya bergetar. Lala tersenyum ketika mengetahui Alan membalas pesannya.[Maaf baru balas, aku baru sampai kos La, besok pagi aku jemput ya?][Nggak usah Al, aku sudah langganan ojek purple kok, Lagi pula kalau sampai ketahuan Glenn, bisa tambah marah nanti majikanmu itu]_ balas Lala.[Majikanmu itu sudah keterlaluan La. Aku takut kamu tertekan atau dia Cuma memanfaatkan, mending kamu keluar saja cari pekerjaan lain, nanti kubantu]_Alan.[Nggak Al, lagian aku cuma dua ratus hari dan kesepakatan itu sudah hampir selesai]_Lala.[Oh ya]_Alan.[Iya, Al. Dua bulan lagi aku sudah bebas]_Lala[Syukurlah, ya sudah kamu banyak-banyak sabar, sepertinya majikanmu itu
“Hari ini apa sakit? Mengapa bolos?” tanya Alan seraya menatap begitu dalam wajah datar tunangannya itu.Seusai kuliahnya, Alan mendatangi kediaman Lala. Dia begitu khawatir mengingat Lala bolos kuliah dan tidak mengabarinya. Bahkan ponselnya pun mati dan tidak bisa dihubungi.Mendengar pertanyaan tunangannya itu Lala menggelengkan kepalanya pelan dan membalas tatapan Alan.“Aku tidak sakit,” jawab Lala pendek.“Lalu mengapa kamu bolos?” desak Alan.“Enggak apa-apa, eum aku dikejar deadline untuk naskah novelku! Jadi aku tadi nulis,” dusta Lala.“Jadi hanya karena pekerjaanmu yang hasilnya tidak seberapa itu? Mengganggu jadwal kuliahmu?!” ucap Alan marah.Lala tersentak demi mendengar pernyataan Alan. Bahkan dirinya tidak menyangka sama sekali jika kata-kata itu bakal keluar dari mulut orang yang telah menjadi tunangannya.“Jangan ngomong sembarangan kamu Alan! J
“Apa kamu mengundangnya juga?!” seru Alan menggema. Suaranya penuh amarah dan seakan tidak terima karena tiba-tiba orang yang paling dia benci tiba-tiba datang ke sini. Bukankah dirinya sudah memenangkan kepercayaan keluarga Lala? Tetapi mengapa pula Glenn masih saja membayanginya.“Sungguh demi apa pun aku tidak mengundang Glenn ke sini? Apa kau tidak dengar tadi? Dia ada urusan dengan Bi Narti?!”“Jangan mau dibodohi, La! Asal kamu tahu dia itu ada maksud tertentu datang ke sini, mungkin saja berniat menghancurkan hubungan kita!”Langkah Glenn terhenti, darahnya sudah nyaris mendidih mendengar percakapan Lala dan Alan. Glenn sudah hampir membalikkan badan dan ingin meremukkan semua tulang Alan. Hanya saja Narti cukup peka dengan kondisi ini. Wanita itu menarik lengan Glenn mengajaknya ke dapur.Ya. Sebenarnya Narti sangat jengkel dan kecewa dengan perlakuan Alan. Bahkan Narti cukup memahami situasi saat ini, mengingat
“Alan kamu kenapa?” tanya Dewi mendapati raut wajah yang ditekuk ketika Alan datang. Padahal Dewi sudah menunggunya sejak tadi.Sementara Alan hanya melirik Dewi sesaat dan tidak berniat menjawab pertanyaannya. Dewi masih saja menginap di kost, lantaran belum dapat uang kiriman dari orang tuanya.“Dari mana saja? Tadi selesai kelas aku mencarimu kemana-mana, tetapi tidak menemukanmu. Ponselmu juga mati. Jangan membuatku bingung,” tanya Dewi begitu khawatir.Sekali lagi Alan meliriknya.“Pertanyaanmu sudah seperti seorang istri yang mencurigai suaminya. Kurangi pertanyaanmu! Banyaknya bertanya itu tidak baik. Apa kamu sengaja ingin membuat kepalaku pecah?” ucap Alan tanpa perasaan dan laki-laki itu memilih melenggang pergi meninggalkan Dewi dengan semua pertanyaannya.Alan duduk di kursi depan kost. Sekejap kemudian dirinya sudah menikmati aktifitas menghisap dan membuang asap dari mulutnya. Sesekali bermain-main
Pagi ini Alan begitu bingung, bagaimana cara mengatakannya pada Lala. Tetapi jika permintaan Dewi tidak dituruti dia akan terus-terusan mengganggunya. Jika Dewi terus menginap di kos itu tidak baik, apalagi jika Lala sampai tahu. Semalam gadis itu sudah berani menyusul dan memeluknya saat tidur. Apa yang terjadi jika itu dibiarkan terus-menerus?Alan menatap wajah gadis di depannya yang begitu tenang dan fokus dengan makanannya. Gadis ini teramat polos dan apa adanya meskipun dia anak orang kaya.“La aku ingin ngomong sesuatu,” ucap Alan.“Iya ngomong saja,” jawab Lala santai. Mereka berdua sedang berada di kantin kampus“Nggak jadi,” ucap Alan tanpa berani menatap wajah Lala.“Harus jadi,” sentak Lala.“Mengapa begitu?” tanya Alan bingung.“Jadi cowok itu harus tegas. Jika mau ngomong langsung saja to the point. Jangan banyak basa-basi aku nggak suka,” ucap Lala