Sintia sudah kembali ke Singapura, meninggalkan tanggung jawab buat Rega. Sebenarnya wanita itu ada dan tidak ada di sisi Glenn sama saja. Sama-sama tidak ada gunanya.
Sementara Rega juga sudah lelah setiap hari harus menyeret Glenn dari club’ malam. Sahabatnya itu sudah seperti kehilangan akal sehat dan menghamburkan semua masalahnya dalam kesenangan malam. Jika siang dia tidak punya harapan hidup hanya menghabiskan waktu dengan tidur.
Sungguh Rega pusing dibuatnya.
Kondisi apartemennya pun kacau balau tidak terurus botol minuman bertebaran, dan segalanya acak-acakan.
“Maaf aku menemuimu kembali,” ucap Rega di sudut kampus Nuansa, dirinya sengaja mencari Lala. Kebetulan gadis itu sedang asyik dengan laptopnya.
Gadis itu mendongak dan cukup kaget demi melihat kedatangan Rega, “Untuk apa mencariku” tanya Lala. Gadis itu menghentikan aktivitas menulisnya, demi menghargai orang yang mengajaknya bicara.
“Aku ingin minta tolong,” ucap Rega
“Terimakasih mau membantuku, jika ada apa-apa nanti kamu bisa meneleponku, aku pasti akan membantumu, jangan khawatir,” ucap RegaLala mengangguk. Sambil menikmati perjalanan menuju apartemen Glenn, “Jadi berapa lama aku harus di sana?” tanya Lala.Rega tersenyum. “Aku yakin kamu akan berhasil dalam waktu tidak lama,” ucapnya pasti.“Jika aku tidak berhasil bagaimana?” tanya Lala.“Aku percaya padamu!” jawab Rega.Empat puluh lima menit kemudian mereka sudah sampai di pintu apartemen Glenn. Lala menata hatinya agar terlihat biasa saja nantinya di depan Glenn. Bagaimana pun dia pernah memiliki rasa yang berbeda pada laki-laki itu.Raga dan Lala mengayunkan langkah bersama terlihat Rega mengatur langkahnya menyeimbangkan dengan langkah Lala. Laki-laki ini begitu menghargai perempuan dan sangat berbeda jauh dengan Glenn.Tak berapa lama pintu terbuka, menampakan sosok laki-laki
Sepertinya mata Lala baru saja terpejam ketika keributan itu kembali terjadi, dengan malas Lala memutuskan bangun demi melihat apa yang terjadi. Jam dinding menunjukan pukul 03.00 mereka baru pulang terlihat Rega memapah Glenn yang terlihat sempoyongan dan bicara tidak jelas, sementara bau alkohol begitu kentara, laki-laki itu membawa pria itu ke dalam kamarnya. “Kamu bisa nggak berhenti merepotkan orang lain?!” Bentak Rega begitu keras. Seraya menjatuhkan tubuh besar itu ke kasur. Glenn bangkit, kemudian memukul Rega, “Jangan terlalu peduli dengan hidupku!” ucap Glenn. Rega tidak membalas percuma membalas orang di bawah pengaruh alkohol. Lala menarik Rega, “Sudah pulanglah, biar aku yang urus Glenn!” ucap Lala kemudian. Akhirnya rega menurut untuk meninggalkan mereka berdua. Rega sangat yakin jika Lala bisa diandalkan. Setelah Rega pergi, Lala mendekati Glenn, yang terus memegangi kepalanya. “Duduklah ucap Lala, apa kamu pusing?” tany
Pelan-pelan Lala memindahkan lengan besar itu dari tubuhnya, tapi sia-sia karena dia malah lebih posesif dan mengetatkan tubuhnya. Laki-laki itu tertidur tapi jika Lala bergerak secara reflek lengan itu menariknya lebih dalam. Lala mendorong tubuh itu dan segera bangkit. Bukan karena apa-apa, tetapi dia merasa pegal tidur dengan ditimpa lengan itu meskipun dirinya suka. Tindakan Lala membuat laki-laki itu terbangun. “Tolong ambilkan air dingin,” ucapnya serak sepertinya tenggorokannya begitu kering. Lala bangkit mengambil air mineral dingin kemudian memutar tutupnya dan mengulurkan pada Glenn. “Minumlah,” ucapnya pelan. Glenn meminumnya dalam sekali tenggak hingga suara air yang masuk dalam tenggorokannya terdengar begitu kentara. Kemudian memberikan botol kosong itu pada Lala. Laki-laki itu memegang kepalanya dan matanya terpejam erat seolah menahan rasa pusing yang begitu hebat. Kemudian menghempaskan tubuhnya kembali di kasur. “ Apa yang kau rasaka
“Jadi kau memang ingin melihatku hancur?” tanya Glenn bingung.“Bukankah itu yang kamu lakukan sekarang? Untuk apa pura-pura bingung? Teruskan saja selagi kamu suka!” sinis Lala sambil menyuapkan sendok terakhirnya. “Mau nambah lagi nggak makannya?” tanyanya kemudian. Gadis itu menarik selembar tisu dan membersihkan bibir Glenn.Kemudian meraih teh hangat dan menyodorkannya ke arah Glenn. “Segera diminum,” pintanya.Tubuh kecil Lala beranjak untuk mencuci mangkuk kotor di tangannya, kemudian menyimpannya dengan baik setelah selesai.Glenn memperhatikan setiap kegiatan Lala. Sampai gadis itu sudah berada di depannya kembali.“Jika tidak ada yang harus aku lakukan lagi aku mau ke kamar. Kamu pikir aku tidak punya pekerjaan yang lain?” ucap Lala.Glenn tidak menjawab dan masih menatap gadis itu.“Kalau kamu mau pergi hura-hura lagi malam ini, aku ingatkan! Mala
“Sudah jangan lama-lama,” ucap Lala, melepaskan pelukan itu. Kemudian duduk di tepi ranjang. “Jika kamu sudah mengerti sebaiknya dipercepat prosesnya, karena aku juga punya urusan sendiri!” “Proses apa?” tanya Glenn tidak mengerti. “Proses menjadi waras,” sinis Lala. “Kamu nggak ikhlas membantuku di sini?” tuduh Glenn. Lala mengernyit, kemudian membenarkan helai rambutnya ke belakang telinga. Kemudian menatap Glenn. “Apa? Ikhlas kamu bilang? Untuk apa aku ikhlas? Pada akhirnya aku juga nanti yang di maki-maki! Dikiranya aku mengincar hartamu, dikira aku suka sama kamu! Yang benar saja, seperti tidak ada laki-laki yang lebih baik,” kesal Lala. Glenn menatap tajam Lala dengan memegang kedua pundaknya, “Jadi maksudmu aku tidak baik?” geram Glenn. ”Iya,” jawab Lala pendek. “Apa maksudmu?” Glenn mencengkeram pundak Lala hingga merintih kesakitan. “Akh ... Lepaskan!” pekik Lala. Gadis itu menggoyang-goyangkan tubuhnya demi bi
“Rega?” Lala cukup kaget ketika membuka pintu dan melihat Rega membawa plastik besar. Bahkan ini masih pagi, yang benar saja dirinya sudah datang. Rega tersenyum manis, “Kamu apa kabar, La?” Jawab Rega. “Seger banget kelihatannya, nggak bangun siang lagi?!” sindir Rega menahan senyumnya. Lala sadar jika itu sindiran, meskipun kejadiannya tidak seperti itu. “Setiap hari aku bangun pagi, Ga! Hanya saja terkadang tidur lagi jika perkerjaan sudah selesai,” kilah Lala mencari pembenaran. “Oh berarti pagi itu aku salah lihat, soalnya aku melihat Glenn tidur memeluk gadis yang begitu mirip denganmu, entahlah mungkin mataku yang salah,” ucap Rega dengan senyum sedikit sambil mengulurkan plastik itu. Jangan tanyakan bagaimana kondisi pipi Lala karena menahan malu, tentu saja semburat merah itu tidak bisa di sembunyikan. Lala menunduk ke arah plastik besar itu. “Apa ini, Ga?” tanya Lala mengalihkan perhatian Rega. “Bahan makanan untuk kalian, mungkin ti
“Kita makan apa?” tanya Glenn pada Lala yang tampak sedikit melamun, dari tadi tatapannya terus menuju jalan.“Apa aja, lagi pula aku tidak terlalu lapar,” jawab Lala.“Hah tidak lapar?! Kamu belum makan apa-apa lho. Apa dengan menatap wajah gantengmu saja kamu tiba-tiba langsung kenyang?” sahut Glenn dengan tatapan terus menghadap jalan, sambil sesekali memperhatikan sisi sebelah kiri jalan barangkali saja ada warung makan yang menarik untuk didatangi.“Kamu terlalu percaya diri, aku tidak terbiasa sarapan berat. Biasanya hanya segelas susu dan sepotong roti, sudah ...”“Iya, kali ini aku yang lapar. Biasanya aku sarapan soto kwali jika bersama, Sabila. Kamu mau soto juga kan?” ucap Glenn.Sebenarnya hanya kata sederhana, tapi bagi Lala itu bagaikan pisau yang mengiris hatinya. Perih rasanya, tetapi terlalu bodoh jika cemburu dengan orang yang sudah meninggal. Lala tidak menyahut. Berusah
“Kita mau ke mana? Bahkan ini bukan jalan menuju apartemenmu!” tanya Lala sedikit bingung. Pasalnya Glenn memacu terus mobilnya bahkan sepertinya menuju luar kota.“Aku suntuk La, temani aku sebentar ya,” pinta Glenn.“Janji sebentar.”“Iya,” jawab Glenn pendek sambil terus fokus menyetir mobilnya.“Glenn apa aku boleh bertanya?” tanya Lala sedikit ragu.Glenn meliriknya sekilas. Kemudian kembali fokus ke jalan. “Apa aku pernah melarangmu bicara, tanya saja sesukamu aku pasti jawab. Jangan khawatir!”Lala memiringkan kepalanya demi melihat ekspresi Glenn, “Apa kamu masih mencintai kak Sabila?” tanya Lala.“Mengapa bertanya begitu? Dia dulu pernah jadi calon istriku. Tentu saja kamu sudah tahu jawabanku,” jawab Glenn sendu.“Sejauh apa kalian pacaran, maaf ....”“Kamu bukan orang tuaku, bukan pula orang tua Sa
Setelah acara tiup lilin dilanjut acara pemotongan kue. Seperti biasa Lala memberi potongan pertama kue itu untuk Ayahnya. Harjito menerima suapan dari putrinya itu kemudian mengucapkan kalimat selamat diikuti rentetan doa.Acara cukup sederhana tetapi meriah dan keluarga inti datang semua. Setelah potong kue sudah selesai, Adrian yang bertindak seolah-olah menjadi MC. Memberitahukan acara selanjutnya yaitu hiburan yang akan diisi oleh bintang tamu.Lala bingung. Pasti Adrian hanya bercanda. Mana ada bintang tamu? Tetapi pandangan Lala seakan terkesima. Ketika dari pintu depan yang terbuka lebar datanglah rombongan tamu. di barisan paling depan Glenn, Sintia dan Herlambang. Setelah itu nampak Wijaya-Ririn, Alan-Dewi, Rega - Winda. Mereka memasuki ruangan dengan penuh senyum.Tampak para keluarga menyalami mereka sambil tersenyum."Lala maukah kamu menjadi istriku?" tanya Glenn lugas tanpa sedikitpun keraguan di depan keluarga besarnya. Pria itu mengeluarkan kotak berisi cincin yang ak
"Jadi, kamu dari mana saja?" hardik Harjito mengetahui putrinya baru saja pulang. Bahkan Lala baru beberapa langkah masuk ke dalam rumah. "Euhm ...." "Jangan banyak alasan! Kamu pasti menemui laki-laki pengecut itu kan?" "Namanya Glenn, Yah!" sahut Lala pelan. "Bagiku dia laki-laki nggak punya nama, karena tidak berani menunjukkan nyalinya. Masuk ke dalam kamar dan mulai hari ini kamu di bawah pengawasan, Ayah!" perintah Harjito. "Tapi, Yah!" "Tidak ada tapi! Ayah sudah terlalu banyak memberimu kebebasan! Dan sekarang nggak! Orang yang kesana kemari bersamamu harus orang yang memiliki status jelas! Bukan para pengecut seperti yang sudah-sudah!" putus Harjito. Pria itu telah memantau aktifitas putrinya akhir-akhir ini dan sebagian besar waktunya habis bersama Glenn. Lala masuk ke dalam kamarnya. Dan memberi kabar Glenn bahwa beberapa hari ke depan mereka tidak bisa bertemu. Anehnya Glenn menanggapinya biasa saja. Semua pesan yang ia kirim panjang lebar hanya mendapat jawaban.
"Lala, Glenn, angin apa yang membawa kalian hingga sudi mampir ke gubug Bapak?" tanya Wijaya penuh haru seraya mengulurkan tangan pada dua tamunya.Lala segera menyambut uluran tangan Wijaya dan mencium punggung tangannya. Meskipun hubungannya dengan Alan kandas, beliau tetaplah calon mertuanya. Mengingat sekarang Lala menjalin hubungan dengan putranya yang lain.Melihat antusiasnya respon Lala dalam menyambut uluran tangan itu. Glenn pun melakukan hal yang sama. Kemudian Glenn kembali duduk seraya berucap, "Maaf jadi kedatanganku ke sini ingin memohon restu pada, Anda!" ucap Glenn kaku. Diperlakukan demikian Wijaya tidak sakit hati. Mungkin saja Glenn belum bisa mengakui jika dirinya adalah Ayah kandungnya. Wijaya yakin kedatangan putranya kali ini merupakan terbukanya jalan bagi hubungan mereka. Lambat laun pasti Glenn akan menerimanya."Ooh ... Apakah kamu akan menikahi, Lala?" tanya Wijaya. Sedikit banyak Wijaya tahu kisah cinta di antara mereka. "Benar! Saya akan melamarnya, se
Glenn mengemudikan mobilnya dengan kecepatan sedang. Dalam hatinya masih bimbang.Dia berpikir apakah keputusannya ini sudah benar? Atau dia hanya seorang robot yang mengiyakan keinginan dua orang yang sangat disayanginya, Lala dan Sintia."Kenapa wajahmu tegang sekali Glenn?" tanya Lala setelah menilik raut muka laki-laki di sampingnya yang begitu serius. Tampak banyak beban di sana sudah seperti mau mengerjakan tugas negara dan jika gagal maka hidup akan menjadi taruhan."Ehmm ... Nggak La, aku hanya bingung mau ngomong apa nanti, jika sudah sampai!" sahut Glenn."Astaga! Kita bukan ingin wawancara kerja! Juga bukan ingin presentasi proposal! Jadi jangan terlalu serius, biarlah dialog mengalir dengan sendirinya, nanti jika sudah sampai juga bakal tahu mau ngomong apa!" sahut Lala."Tapi, La! Aku nggak enak, pasalnya kemarin aku menolak mereka! Jujur saja aku kecewa pada mereka!
"Kalian curang! Aku nggak dipeluk?" Protes Glenn.Sintia melepaskan pelukannya, menatap gadis pilihan putranya itu. Gadis yang sudah mengembalikan putranya untuk lebih semangat untuk hidupnya."Ish ... Cemburu? Lihatlah nanti Mama bahkan lebih sayang sama mantu daripada sama anak sendiri!" ucap Sintia."Terserah Mama, deh! Jadi kapan kita melamar Lala, Ma?" tanya Glenn."Jadi kamu benar-benar mau kawin?!" Sintia terlihat kaget dengan keputusan Glenn."Nikah, Ma, bukan kawin!" protes Glenn."Iya maksud mama Nikah. Apa kalian tidak mau tunangan dulu mungkin. Lagipula Lala kan masih kuliah baru semester satu!" jawab Sintia.Glenn menggeleng tidak setuju dengan usul mamanya. "Nggak Ma, aku nggak yakin bisa menjaga diri!""Sudah kebelet banget ya?" goda Sintia."Bukan, Ma. Maksud ak
"Ma, nanya apaan sih!" sahut Glenn menyelamatkan keadaan. Laki-laki itu kemudian menyerahkan minuman dingin untuk Lala, Lala segera menerimanya karena memang haus."Bisa buka tutupnya nggak?"Glenn meminta kembali menyadari jika Lala sering kesulitan membuka tutup botol minuman dingin.Setelah membukanya Glenn menyerahkan kembali."EHEM!!" deheman Sintia mengusik kegiatan keduanya."Mama apa nggak ada acara pergi ke rumah nenek? Atau pergi ke mall?! Tumben betah amat?" tanya Glenn, sembari memberi kode buat mamanya agar meninggalkan mereka berdua di ruangan itu.Tetapi sayangnya kode itu tidak diterima dengan baik, "Jadi apa lagi rencana kalian setelah kemarin main pembatu-pembantuan? Apa sekarang ada ide lain untuk mengelabuhi mama agar meninggalkan kalian berdua! Ingat jika sepasang manusia berlainan jenis bersama dalam suatu ruangan maka pihak ketiga adalah setan!" Sintia menegaskan ag
"Kita mau ke mana Glenn?" tanya Lala penasaran. Benar saja, seusai kelas. Glenn sudah gerak cepat untuk menculik Lala. Lelaki itu sepertinya tidak mau hilang kesempatan lagi setelah menyadari perasaannya."Masa iya kamu lupa ini jalan ke mana?" Jawab Glenn sambil terus mengemudikan mobilnya."Ini jalan ke apartemenmu! Tapi mau apa kamu mengajakku ke sana?""Untuk membuat kesapakatan baru!""Kesepakatan apalagi Glenn?""Ingin mengontrakmu menjadi pembantu tuan tampan seumur hidupmu. Jadi maukah Aquilla Anaya Pribadi menjadi pembantu kaya tuan tampan, ha ha ...""Aku nggak mau menjadi pembantumu Glenn, itu namanya menjatuhkan harga diriku, dulu aku mau karena bertanggungjawab. Meskipun bukan sepenuhnya kesalahanku. Tapi kali ini untuk alasan apalagi?""Karena kamu telah bandel masuk dihatiku jadi kamu harus dihukum!"&nbs
Hari ini Lala masuk kuliah untuk yang pertama sejak peristiwa itu. Rasanya malas, karena mau tidak mau akan bertemu Alan dan Dewi. Jujur saja Lala masih sakit hati dengan perbuatan mereka berdua. Apalagi setelah semua itu tidak ada di antara mereka yang berinisiatif untuk datang dan minta maaf. Mungkin saja harga maaf sudah mahal, sehingga mereka tidak mau mengusahakan. Mungkin pula ini perkara harga diri atau rasa malu? Ahhh ... Sepertinya Lala tidak mau menduga-duga karena takut malah jadi prasangka buruk. "La ..." panggil seseorang dan suara itu siapa pemiliknya, bahkan Lala belum lupa. Sahabat yang sudah dianggapnya saudara sendiri sejak Lala berada di kota ini. Lala menoleh tetapi membatalkan senyumnya. "Wi, kamu pucat sekali. Apakah kamu sakit?" tanya Lala menatap wajah Dewi yang begitu pucat. "Nggak, La! Aku hanya kurang tidur," terang Dewi. "Ooh aku kira sakit,"
Lala menyelesaikan kunyahanya. Meletakkan sendok pelan-pelan kemudian meraih jus alpukat di hadapannya. Setelah selesai Lala menatap Glenn."Apa kamu menunggu jawabanku?" tanyanya kemudian."Tentu saja. Ngapain lagi aku menatapmu seperti ini jika tidak menunggu jawabanmu?" Jawab Glenn kesal."Oke, aku akan menjawab pertanyaanmu. Jadi jika ternyata kamu adalah saudara Alan itu sungguh tidak ada hubungannya dengan aku mau jadi pacarmu atau tidak," jawab Lala bijak."Mengapa demikian?""Kita lahir dari rahim siapa, kita lahir di hari apa, jam berapa, di tolongin siapa kemudian ternyata kita lahir sebagai seorang laki-laki atau perempuan dan ternyata kita adalah saudaranya si a, b dan c. Itu mutlak kuasa Allah. Jadi kita hanya bisa terima dan tidak boleh menolak!""Kesimpulannya kamu tetap mau jadi pasanganku? Meskipun aku bersaudara dengan Alan?" tanya Glenn pen