Beranda / Pernikahan / Pembantu Baruku Ternyata .... / Bab 7 Selalu Berpikir Buruk

Share

Bab 7 Selalu Berpikir Buruk

Penulis: Pena_yuni
last update Terakhir Diperbarui: 2024-02-01 12:39:00

Darahku berdesir panas, apa mungkin kakakku dan suamiku ....

Aku menggelengkan kepala menepis pikiran burukku.

Daripada hanya menerka-nerka, lebih baik aku membuktikannya sendiri.

Brakk!

Aku membuka pintu kamar dengan sedikit kasar, hingga menimbulkan suara yang cukup keras. Seseorang di dalamnya terlonjak karena kaget.

"Apa kamu tidak bisa membuka pintu dengan pelan? Bikin orang kaget aja." Kak Nada yang tengah berbaring di atas kasur langsung bangun dengan menatapku tidak suka.

Hanya ada Kak Nada di kamar ini. Bukannya tadi kata Azzam, Mas Rama ada bersama Kak Nada? Kok sekarang tidak ada?

"Cari apa?" tanyanya lagi yang melihatku hanya celingukan tanpa berkata.

"Emmm, Mas Rama mana?"

Bukannya menjawab pertanyaanku, Kak Nada malah tergelak sembari turun dari tempat tidur.

"Kamu ngelindur? Ngapain nanya suamimu ke aku. Ya, mana aku tahu." Kak Nada berdiri dengan bersidekap dada.

"Kata Azzam, dia melihat Mas Rama bersama Kakak, makanya aku nanya sama Kakak."

"Anak kecil kamu percaya. Ya, buktinya mana, kalau suamimu bersamaku, Mel. Gak ada Rama di sini."

Tidak mungkin Azzam bohong. Mereka masih polos dan akan berkata apa adanya. Jika Azzam jujur, berarti yang bohong ... Kakakku.

Tanpa memperdulikan wajah jutek dan kata-kata pedas dari bibir Kak Nada, aku masuk ke kamar dan mencari keberadaan Mas Rama. Kalau tidak di kamar mandi, pasti di dalam lemari.

"Mau ke mana, Mel? Sudah dibilangin gak ada suamimu di sini!" Kak Nada mengikutiku ke mana kakiku melangkah.

Semua kamar di rumah ini memiliki kamar mandi di dalam. Kecuali kamar pembantu yang letaknya di belakang. Dan sekarang aku berjalan ke arah kamar mandi. Aku membuka pintu dan masuk ke dalam sana, tapi tak aku temukan suamiku di sana.

"Melodi, kamu menuduh aku berbuat mesum dengan suamimu?" Kak Nada mencekal lenganku.

"Gak gitu, Kak. Aku hanya ...."

"Hanya, apa? Kalau tingkahmu seperti ini, ini sama saja kamu menuduh Kakakmu sendiri, Mel. Keterlaluan kamu!"

Kak Nada menghempaskan tanganku sedikit kasar membuat tubuhku terguncang. Lalu dia mengambil tasnya hendak pergi dari kamar ini. Namun, belum dia keluar, langkahnya sudah terhenti saat ada seseorang yang datang dari luar.

Mas Rama. Laki-laki yang aku cari keberadaannya, kini ia masuk ke kamar di mana aku dan Kak Nada berada saat ini.

"Ada apa? Sepertinya tadi aku mendengar ada yang ribut?" tanya Mas Rama melihatku dan Kak Nada bergantian.

"Tanya saja sama istrimu itu. Sepertinya dia mengalami baby blues," ujar Kak Nada dengan ketus lalu pergi meninggalkan aku dan Mas Rama.

Mata Mas Rama kini beralih padaku. Dengan kedua tangan yang ia masukkan ke dalam saku celana, dia berjalan dengan tatapan yang tajam.

"Kenapa Kak Nada sampai marah seperti itu, Mel? Jangan bilang, jika kamu mencurigaiku dengan Kak Nada, seperti kamu mencurigaiku dengan pembantu itu. Iya, Mel?"

"Enggak. Aku hanya bertanya saja. Emang kamu dari mana, sih Mas? Katanya ke kamar mandi, tapi kok lama banget?"

Aku duduk di ranjang yang tadi ditempati Kak Nada.

"Aku memang dari kamar mandi, kok."

"Tapi, aku cari kamu ke kamar mandi dapur sama kamar kita, kamu gak ada, Mas," kataku tak mau kalah dengan jawaban Mas Rama.

Mas Rama menghampiriku dan ikut duduk di sampingku.

"Aku dari kamar mandi yang ada di kamar sebelah. Mau ke atas, tapi ada Mama kamu, sama pengasuhnya si kembar. Makanya aku memilih kamar mandi yang dibawah. Pas udah, eh Mama minta dipijitin badannya. Katanya pegal, akibat perjalanan jauh."

Aku diam mendengarkan penjelasan Mas Rama.

"Kamu gak lagi bohong, 'kan Mas?" Aku menatap matanya lekat, mencari kejujuran dari sorot matanya.

"Tidak, Sayang. Aku tidak bohong, kamunya aja yang selalu berpikiran buruk padaku. Tidak mungkin aku mengkhianati kamu, Mel."

Mas Rama menarikku ke dalam pelukannya. Menenggelamkan kepalaku di dadanya yang bidang. Mengusap pelan punggungku dengan sangat lembut.

Untuk beberapa saat aku merasa nyaman berada dalam dekapan suamiku. Tapi, aku menarik tubuhku dari rengkuhannya saat aku mulai mengingat kembali kejadian dia bersama Bi Mina. Datang ke kamar Bi Mina di malam hari, tanda merah di leher, serta rambut basah Bi Mina di pagi hari membuatku kembali menaruh curiga pada suamiku.

Mungkin dengan Kak Nada, itu hanya pikiran burukku. Tapi dengan Bi Mina, aku yakin bukan hanya halusinansiku. Dan, ucapan Bi Mina yang katanya ingin tinggal bersama putranya, membuat otakku harus bekerja dengan sangat keras. Tidak mungkin jika Raka adalah anak Bi Mina. Jelas-jelas aku yang melahirkan dia dengan sangat susah payah dan berdarah-darah.

"Mungkin kamu sedang lelah, jadi pikiranmu selalu buruk padaku. Tak apa, aku bisa maklum, kok." Mas Rama mengusap kepalaku yang tertutup hijab.

Aku dan Mas Rama pun keluar dari kamar itu, karena mendapatkan panggilan dari Mama. Katanya keluargaku akan pulang sekarang.

"Aku kira kalian akan menginap malam ini, Ma. Taunya malah pulang." Aku mengerucutkan bibir masih dalam dekapan Mas Rama.

"Maunya gitu, tapi besok pagi Mama sama Papa ada meeting pagi. Gak bisa kalau berangkat dari sini, Mel. Gak papa, ya kita pulang, kan ada Mama Tuti yang menemani kalian," ujar Mama.

Aku mengangguk lesu. Ingin rasanya aku berlari dan menumpahkan kegundahan hatiku pada Mama, tapi rasanya tidak mungkin kulakukan itu selama aku belum menemukan bukti yang pasti.

Semua keluargaku pamit pulang, tak terkecuali Kak Nada yang hanya diam dengan wajah tidak ramahnya. Mungkin Kak Nada masih marah padaku soal tadi.

"Kak, maaf untuk yang tadi." Aku mengejar Kakak perempuanku yang hendak masuk mobil itu.

Bagaimanapun dia adalah kakakku. Aku tidak ingin hubungan yang renggang malah semakin memburuk dengan adanya insiden tidak menyenangkan tadi.

Kak Nada berbalik melihatku. "Tak apa," ujarnya singkat dengan mengelus pundakku. Kemudian dia masuk dan menutup pintu mobil.

Huft!

Itu terlalu singkat untuk perpisahan seorang kakak dan adik.

Semuanya melambaikan tangan tanda perpisahan.

Meski jarak rumah mereka tidak terlalu jauh, tapi rasanya berat juga berpisah dengan keluargaku. Sekarang rumahku jadi sepi lagi. Hanya tangisan Raka yang akan menjadi penghangat di rumahku ini.

"Masuk, Mel sudah malam." Mama Tuti menegurku yang masih berdiri di teras rumah.

"Ayo, Sayang." Kini Mas Rama yang membujukku.

Kami pun masuk ke dalam rumah bersama. Saat Mas Rama dan Mama mertua memilih duduk santai di depan tv, aku lebih memilih pergi ke kamarku untuk menemui bayi kecilku.

"Sayang, tampan sekali kamu, Nak. Kamu begitu mirip dengan ayahmu."

Deg!

Saat aku berada di ujung tangga, aku mendengar ada suara dari dalam kamarku yang berada beberapa langkah saja dari ujung tangga.

Aku mempercepat langkah kakiku dan langsung masuk ke dalam.

Saat aku lihat, Bi Mina, dia tengah menggendong bayiku.

"Bibi! Lancang kamu!"

Bersambung

Bab terkait

  • Pembantu Baruku Ternyata ....    Bab 8 Tidak Sebaik yang Dikira

    "Bibi! Lancang kamu!"Sejurus kemudian aku langsung masuk dan mengambil bayiku dari gendongan wanita itu. Sungguh, aku benar-benar marah saat ini. Beraninya dia melanggar pesan yang sudah aku katakan sebelumnya."Maaf, Nyonya. Tadi Dedek-nya nangis, saya gak tega melihatnya," ujarnya dengan menunduk."Harusnya kamu panggil saya, bukan malah menggendongnya tanpa ijinku. Kalau dia jatuh gimana? Mau tanggung jawab kamu?!" Aku berteriak di depan wanita itu. Demi Tuhan, aku bukan jijik, melainkan takut jika dia akan merebut putraku. Aku tidak ingin dia mendekati anakku seperti dia mendekati suamiku."Ada apa, Mel?" Mama dan Mas Rama masuk ke dalam kamar. Mungkin karena mendengar suaraku yang berteriak kepada Bi Mina."Ini, lho Ma. Dia menggendong Raka, padahal sudah aku kasih tahu dia, jangan menggendong bayiku. Tapi dia lancang, masuk ke kamarku dan menggendong anakku."Mama Tuti melihat Bi Mina dengan sangat tajam. Seperti aku, Mama pun tidak suka dengan kelancangan Bi Mina."Sudahlah,

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-13
  • Pembantu Baruku Ternyata ....    Bab 9 Foto kecil

    "Aku ....""Kamu membuatku tidak betah di rumah, Mel."Belum aku menyelesaikan ucapanku, Mas Rama sudah terlebih dahulu berucap dengan kata-kata yang membuat hatiku perih.Bukan aku yang membuat dia tidak betah, tapi dia sendiri yang sudah menghadirkan duri dalam istana idamanku.Aku mendelikkan mata seraya berjalan meninggalkan dia bersama Bi Mina. Aku tidak peduli dia mau berbuat apa pun dengan pembantu itu. Perkataan Mas Rama pada orang di sebrang telepon tadi, sudah membuktikan jika suami yang aku agungkan itu memanglah bukan lelaki yang setia. Mungkin di luar sana sudah banyak wanita yang dikencaninya. Bergonta-ganti pasangan saat aku tidak bisa memberikan kepuasan untuknya. Namun, yang menjadi pertanyaanku adalah, kenapa harus ada Bi Mina, jika dia bisa mendapatkan wanita yang lebih cantik di luar rumah?Atau .... Bi Mina, bukanlah wanita simpanan Mas Rama?Apa ada hubungan lain antara mereka?Otakku dipaksa bekerja keras membongkar satu persatu masalah dalam rumah tanggaku.

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-15
  • Pembantu Baruku Ternyata ....    Bab 10 Bersandiwara

    "Nangislah dia, apalagi bisanya kalau bukan hanya menangis.""....""Ya, terus saja kamu berbuat kasar sama dia, supaya dia gak betah, dan memilih pergi dari sini. Dengan begitu, kita tidak perlu lagi berbohong untuk menutupi tentang dia kepada Melodi."Aku masih diam di ambang pintu kamarku, mendengarkan Mama Tuti yang sedang berbicara lewat sambungan telepon. Dia tidak menyadari keberadaanku, karena Mama tengah duduk di dekat ranjang Raka dengan membelakangi pintu. "Ingat Ram, Mama yang selalu ada untukmu dari dulu. Mama yang mengobati lukamu, dan Mama juga yang sudah berjuang untuk masa depanmu. Mama tidak akan suka, jika kamu kembali pada dia," pungkas Mama lalu mematikan sambungan telepon.Aku masuk setelah Mama menyelesaikan percakapannya dengan Mas Rama. Bersikap biasa seolah aku tidak mendengarkan apa-apa. "Mel, kamu, kok masuk gak ketuk pintu dulu.""Mengetuk pintu ke kamar sendiri. Haruskah?" tanyaku.Wajah Mama sedikit memucat, dia menyadari apa yang dia ucapkan tidak se

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-16
  • Pembantu Baruku Ternyata ....    Bab 11 Siapa yang Dekat?

    "Pakeeeet!"Aku yang saat ini tengah bersantai menonton tv, merasa terusik dengan teriakan seorang kurir dari depan rumah. "Mel, kamu belanja online?" tanya Mas Rama. Hari ini adalah hari minggu, dia tidak bekerja seperti hari-hari biasanya.Aku tidak langsung menjawab pertanyaan Mas Rama, dan lebih memilih mangambil ponsel mengangkat panggilan yang masuk."Lo, mau bikin gue jadi patung di sini? Buruan, lo keluar, gue udah bawa yang lo, inginkan!" Segera aku menutup sambungan telepon, melirik pada Mas Rama yang menunggu jawaban dariku."Biar aku aja yang ambil paketnya."Mas Rama berdiri hendak keluar menemui kurir yang ternyata temanku."Jangan!" "Kenapa?" tanyanya dengan menatapku heran."Kamu pegang Raka aja, aku pegel. Biar aku yang menemui kurir itu." Aku memberikan bayi dalam gendonganku kepada Mas Rama. Ia hendak menolak, tapi tidak bisa berkutik saat Raka sudah berada dalam gendongannya.Dengan cepat aku berjalan ke luar menemui seseorang yang berdiri di luar pagar rumahk

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-17
  • Pembantu Baruku Ternyata ....    Bab 12 Ibu, Bukan Bibi

    "Ekhem!"Mas Rama datang dan menghentikan ucapan Bi Mina. "Sayang, kita jalan-jalan ke luar, yuk. Sudah lama rasanya kita tidak pergi berdua. Kamu juga pasti sumpek di rumah terus. Iya, kan?"Aku mengernyitkan kening, heran dengan sikap Mas Rama yang sering berubah-ubah. Sedikit baik, sedikit jutek. Kadang cuek, kadang romantis."Ayo, Sayang," ajaknya lagi dengan nada yang lebih lembut."Aku lagi mau makan buah, Mas. Lagipula, kalau aku pergi, siapa yang jaga Raka. Gimana kalau dia minta ASI?" kataku dengan terus memotong buah apel."Nanti lagi makan buahnya. Aku kangen banget, lho jalan-jalan sama kamu. Dan Raka, bisa dititip sama Mama, sebentar." Semakin aku menolak, Mas Rama malah semakin membujukku.Kini tangannya sudah berpindah ke tanganku. Menggenggam pergelangan tangan dengan sedikit menariknya."Yaudah, deh iya. Aku ganti baju dulu." Aku bangkit dari dudukku. Memasukkan potongan buah apel yang belum sempat aku makan ke dalam kulkas. Saat masuk ke kamarku, ternyata sudah ada

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-18
  • Pembantu Baruku Ternyata ....    Bab 13 Resiko yang Numpang

    "Eh, Mama udah pulang?" tanyaku, sedangkan tanganku sibuk menggeser foto-foto Mas Rama agar berjatuhan ke tanah."Sudah, makanya sekarang Mama ada di sini. Kamu ngapain dengan pembantu itu? Terus, siapa yang tadi kamu bilang durhaka?" Pertanyaan demi pertanyaan Mama berikan padaku.Setelah memastikan tidak ada satu lembar foto yang tersisa, aku bangkit dan menghampiri Mama. Menggandeng tangan Mama Tuti untuk masuk, meninggalkan Bu Mina.Ya, setelah aku tahu jika wanita yang kusebut pembantu itu adalah ibu kandung Mas Rama, aku memutuskan untuk memanggilnya dengan sebutan Ibu."Itu, tadi Bi Mina menceritakan tentang sinetron yang dia tonton sebelum tidur. Katanya, ceritanya tentang anak yang durhaka kepada ibunya gitu, Ma." Aku menjelaskan dengan kebohongan."Halah, si Mina kamu percaya, Mel. Palingan juga dia ngada-ngada, mencari perhatianmu agar dekat denganmu," tutur Mama tidak suka.Aku tidak lagi menjawab. Hanya berjalan beriringan menemui suamiku. Di sofa, suamiku tengah duduk

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-20
  • Pembantu Baruku Ternyata ....    Bab 14 Baby sitter plus-plus

    Langkah demi langkah, aku menuruni tangga untuk sampai di lantai bawah. Senyum manis aku ukir sebagai sambutan untuk wanita yang kini berdiri dengan memegangi tas besarnya.Tatapan heran diperlihatkan suamiku kepadaku saat aku sudah berada di antara mereka."Mel, jadi benar kamu yang menghubungi yayasan untuk meminta dikirim baby sitter?" tanya Mas Rama lagi."Iya, Mas." Aku melangkah semakin mendekati wanita itu."Kamar kamu bersebelahan dengan kamar saya di lantai atas. Kamu boleh masuk ke sana sekarang. Nanti saya akan menemuimu," ujarku sambil mengedipkan mata.Wanita itu mengangguk patuh. Dengan sangat sopan, ia pamit dan naik ke lantai dua rumahku."Mel, kamu ini apa-apaan, sih. Kamu sudah tidak patuh sama aku? Kamu mau tetap kerja, iya?" cecar Mas Rama membuat telingaku berdengung.Tidak lama kemudian keluarlah Mama Tuti dan Kak Nada dari kamar mereka. Menghampiriku yang sedang diintrogasi oleh Mas Rama.Dengan masih sangat santai, aku menjatuhkan bokongku pada sofa. "Ada apa,

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-24
  • Pembantu Baruku Ternyata ....    Bab 15 Menyusun Rencana

    "Waktu Ibu, datang untuk pertama kalinya ke sini, Rama pernah membawa Nada ke sini. Bahkan, dia menginap di sini selama dua malam," tutur Bu Mina membuatku tertegun."Saat aku di rumah sakit?""Iya."Aku menutup mulutku tidak percaya."Terus, waktu pertama kamu pulang dari rumah sakit, Nada pun ke sini lagi, tapi dengan sembunyi-sembunyi. Dia menginap, dan pulang sebelum subuh."Astaga, ternyata tanda merah yang aku lihat di leher suamiku, adalah jejak bibir dari kakakku sendiri."Maaf, Ibu baru bisa bilang saat ini, karena waktu itu kamu tidak akan percaya sama Ibu. Dan Ibu pun mendapatkan ancaman dari Rama. Maaf, Nak."Aku tidak bisa berkata-kata lagi. Kecurigaanku tentang kedua orang itu ternyata memang benar adanya. Mereka telah mengkhianatiku.Dengan langkah lebar aku meninggalkan Bu Mina, aku langsung berjalan dan berdiri tepat di depan pintu kamar kakakku itu. Ingin rasanya aku membuka dan melihat sedang apa mereka di dalam sana. Namun, apa aku akan kuat melihat kenyataan merek

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-24

Bab terbaru

  • Pembantu Baruku Ternyata ....    Bab 39 Extra part

    POV RamaTeruntuk Rama, putraku.Anakku, disaat kamu tengah membaca goresan pena ini, mungkin Ibu sudah tidak ada lagi di dunia ini. Tidak banyak yang ingin Ibu sampaikan padamu, selain kata maaf yang tak sempat terucap dari bibir ini.Maafkan ibumu ini, yang melewatkan masa-masa kecilmu. Maafkan ibumu ini, yang tidak memiliki waktu untukmu di masa dulu.Rama ... jika nanti kamu keluar dari lapas, pulanglah ke Cianjur. Ibu menyimpan sesuatu untukmu. Namun, jangan pernah kamu beritahu Tuti. Datanglah sendiri dan cari sendiri apa yang Ibu tuliskan di sini.Nak, pulanglah ke rumah kita di Cianjur. Di belakang rumah, tepatnya di bawah pohon nangka, Ibu mengubur sesuatu untukmu. Dan kunci yang ada dalam kotak itu, itu kunci untuk membuka kotak yang Ibu kubur di sana.Ingat, Rama. Datanglah seorang diri. Jangan datang bersama Tuti. Dari wanita yang telah melahirkanmu.Rumina*Kupandangi surat terakhir dari Ibu dan kotak yang telah berhasil aku keluarkan dari dalam tanah.Enam tahun sudah

  • Pembantu Baruku Ternyata ....    Bab 38 Ending

    Sesuai dengan keinginan Kak Arga dan Mama Melani, akhirnya aku memutuskan untuk tinggal di rumah Kak Arga.Awalnya, aku keberatan dan ingin tetap tinggal di rumahku sendiri. Namun, aku teringat pada Mama Melani. Jika aku dan Kak Arga tinggal di rumahku, maka Mama Melani akan tinggal seorang diri di sini. Dan hanya akan ditemani asisten rumah tangga saja.Hari ini rencananya aku akan pergi ke rumah Mama, untuk memberitahukan kepindahanku yang tidak direncanakan dari awal. "Sudah siap?" tanya Kak Arga."Hmm." Aku menjawab hanya dengan gumaman."Jangan cemberut kalau menjawab pertanyaan dari suami. Nanti kualat.""Gak akan," kataku seraya berjalan mendahuluinya.Saat akan keluar, tiba-tiba langkahku terhenti saat tali tas milikku di tarik dari belakang. Aku memutar bola mata dengan malas. Ini pasti kerjaan Kak Arga. Dia pasti tidak terima dengan jawabanku yang cuek padanya."Lepas, Kak. Gak usah jail," kataku dengan menarik-narik tasku. Tapi sayangnya masih dipegang Kak Arga.Dari belak

  • Pembantu Baruku Ternyata ....    Bab 37 Pengantin Dadakan

    "Sah.""Sah."Dua orang saksi berucap bersamaan. Rasanya aku sedang melayang tinggi hingga sulit untukku kembali menginjakkan kaki di bumi. Aku tidak menyangka, jika kedatanganku ke rumah sakit, bukan hanya untuk menjenguk orang sakit, melainkan untuk menjadi seorang pengantin.Pengantin? Ah, pengantin terpaksa.Segurat senyum terukir dari bibir pria yang tengah terbaring tak berdaya di atas tempat tidur. Matanya melihatku dan anaknya bergantian. Dengan tangan yang bergetar, ia memcoba meraih tanganku yang berada di sampingnya."Te, teri ma, ka sih, Mel." Meski terputus-putus, aku masih mendengar dan paham dengan kata yang Om Tio ucapkan. Om Tio berterima kasih padaku, karena aku telah bersedia menikah dengan putra semata wayangnya. Siapa lagi kalau bukan, Kak Arga.Ya, sekarang aku menjadi istri dari seorang Arga Winata. Anak dari Satrio Winata.Entah mimpi apa aku malam tadi, hingga aku bisa menikah hari ini di rumah sakit. ***"Mama! di mana Raka, Ma?" Setelah sampai di rum

  • Pembantu Baruku Ternyata ....    Bab 36 Menemui Mas Rama

    "Sudah, Mel, jangan nangis terus. Biarkan Bu Mina tenang dalam tidur panjangnya." Mama mengusap bahuku yang bergetar.Saat aku masuk ke ruang rawat Bu Mina tadi, dokter menyatakan kalau Bu Mina sudah meninggal dunia.Dari sana, aku tidak bisa membendung air mataku lagi. Hingga saat ini, kepergian Bu Mina masih seperti mimpi bagiku.Seandainya saja aku tidak keluar dari kamar Bu Mina, mungkin aku bisa menemani ia sampai akhir napasnya. Ada penyesalan besar yang tidak bisa aku ungkapan. Tentang pemintaan terakhir Ibu, yang tidak bisa terwujudkan. "Sudah beres, Dam?" tanya Mama pada putra sulungnya."Sudah, Mah. Sebentar lagi, kita akan membawa Bu Mina pulang." Mas Adam berkata seraya mengusap kepalaku.Saat Ibu dinyatakan meninggal, aku memang langsung menghubungi keluargaku. Tidak ada lagi yang dapat membantu Bu Mina di sini, selain keluargaku. Ibu tidak punya saudara atau kerabat di sini. Adapun Mama Tuti, tapi mana mungkin dia peduli pada Ibu."Ayo, Mel." Mama menggandeng tanganku

  • Pembantu Baruku Ternyata ....    Bab 35 Kenapa Bu Mina?

    "Ibu haus?" Bu Mina yang terbaring lemah di atas tempat tidur mengangguk.Aku mengambilkan air minum dan membantunya untuk minum.Sudah satu minggu Bu Mina berada di rumah sakit. Setiap hari aku datang untuk menemani dan merawat wanita yang tubuhnya semakin ringkih ini. Mata sayunya semakin sendu. Tidak lagi nampak wajah ceria darinya. Senyum pun sudah tidak bisa kulihat lagi dari bibirnya."Mel, Ibu ingin bertemu Rama."Aku tertegun mendengar suara lemah Bu Mina yang ingin bertemu anaknya."Ibu, sembuh dulu, ya. Nanti kita jenguk Mas Rama," kataku.Bu Mina menggelengkan kepala. "Ibu takut tidak ada umur, jika harus menunggu sembuh, Mel. Bisakah sekarang, Ibu ke sana? Ibu sangat merindukan Rama, Mel." Jangankan untuk keluar dari rumah sakit, untuk makan pun Bu Mina sudah kesulitan. Hanya ada satu cara untuk mempertemukan Bu Mina dan Mas Rama. Yaitu dengan meminta ijin kepolisian untuk membawa Mas Rama ke sini. "Tidak bisa, Bu. Keadaan Ibu belum stabil. Akan Melodi usahakan, agar

  • Pembantu Baruku Ternyata ....    Bab 34 Arga

    "Bibirnya, Mel."Sesuai dengan arahan Kak Nada, aku memoles bibir pria yang tengah terlelap itu dengan lipstik warna merah menyala milik Mama."Sekarang pake ini." Aku mengacungkan eyeshadow dan kemudian mengaplikasikannya ke wajah orang yang sama.Sesuka hatiku, aku memoles wajah Kak Arga dengan tidak beraturan dan sangat menyeramkan.Biarkan saja. Siapa suruh dia mengejekku anak ingusan. "Sudah, Mel. Nanti dia bangun," ucap Kak Nada berbisik."Kagak akan bangun, Kak. Dia, kalau tidur suka kagak sadar," ucapku pasti."Ya iyalah, namanya tidur, memang gak sadar. Gimana, sih kamu?""Eh, iya, ya? Hihihi ...." Aku tertawa cekikikan dengan tangan yang terus bermain dengan alat make up yang sengaja aku ambil dari kamar Mama.Rasa kesalku pada orang ini akan terbayarkan dengan aku mengerjainya.Masa, cuma gara-gara aku minta dia jadi pacar aku, dia sampai mengataiku ingusan. Padahal ... ya, memang kadang ingusan. Tapi kadang-kadang."Beres!" ujarku senang."Astaga, Melodi. Apa yang kamu la

  • Pembantu Baruku Ternyata ....    Bab 33 Ini Terlalu Cepat

    "Ya Allah, Rama ...."Bu Mina begitu sedih saat aku menceritakan bahwa Mas Rama putranya telah ditangkap polisi. Tubuh Bu Mina merosot. Pundak yang tadinya tegak, kini ia sandarkan ke sofa dengan wajah muramnya. Aku tahu perasaan Bu Mina. Ia pasti terpukul dan amat sedih mendengar anaknya dipenjara. Meskipun bibirnya berkata benci, tapi hati tidak bisa membohongi, jika kasih sayang seorang ibu kepada anaknya tidak akan lekang dan pupus hingga akhir hayatnya.Sudah seminggu Mas Rama mendekam di dalam jeruji besi. Tapi, aku baru mengatakan kepada Bu Mina sekarang. Dari kemarin, aku sudah ingin mengatakannya, tapi tidak tega, apalagi Bu Mina sedang dalam keadaan tidak sehat waktu itu."Maafkan, Mel, Bu. Ini mungkin membuat Ibu sangat sedih, tapi ....""Tidak, Mel. Tindakanmu sudah benar. Biarkan Rama mendapatkan balasan dari perbuatan jahatnya padamu. Ibu, tidak apa-apa." Bu Mina memaksakan tersenyum meski terlihat dipaksakan.Aku menghembuskan napas kasar. Melihat wajah Bu Mina seper

  • Pembantu Baruku Ternyata ....    Bab 32 Dijemput Polisi

    PEMBANTU BARUKU TERNYATA .... 24Mencintai orang yang salah akan berakhir dengan banyak masalah. Dan saat ini, aku tengah berada di posisi itu. Penyesalanku telah mengenal Mas Rama dan menjadikan dia pendamping hidup, adalah kesalahan terbesarku. Jika bisa, aku ingin memutar waktu ke masa di mana dia menyatakan perasaannya dulu. Akan aku tolak dia untuk jadi bagian hidupku. Namun, sayangnya semua hanya ada dalam angan. Semuanya sudah terlambat. Kini yang harus aku lakukan berjalan untuk keluar dari masalah yang Mas Rama buat.Setelah berpikir dengan kepala dingin, aku bisa menyimpulkan jika transaksi jual beli yang dilakukan Mas Rama dengan sepasang suami istri yang baru aku ketahui bernama Bu Dewi dan suaminya Pak Dery itu, ilegal. Tidak sah di mata hukum.Kenapa?Karena transaksi jual beli antara mereka tidak dilakukan di depan notaris. Dari Pak Dery, juga aku tahu jika ternyata Mas Rama baru mendapatkan sebagian uang yang mereka sepakati. Dan katanya, mereka akan membayar sisanya

  • Pembantu Baruku Ternyata ....    Bab 31 Dia Menjual Rumahku

    Tebakanku meleset. Tadinya aku mengira yang datang adalah Kak Nada dan Mas Rama, tetapi ternyata bukan. Sepasang suami istri itu terlihat sudah berumur. Perkiraan, usianya sebaya dengan kedua orang tuaku."Maaf, Ibu dan Bapak ada perlu apa?" tanyaku setelah aku duduk bersama mereka.Bukannya langsung menjawab, mereka malah mengernyitkan dahi seraya saling bertatapan satu sama lain."Justru, kami yang harusnya bertanya kepada kamu. Kenapa kamu masih ada di rumah ini?"Kini aku yang bingung dengan pertanyaan wanita paruh baya itu."Maksudnya Ibu, apa, ya? Ini memang rumah saya, dan sudah seharusnya saya berada di sini," kataku masih setenang mungkin."Jadi benar yang dikatakan suaminya, Pah." Wanita itu berkata dengan melihat pada suaminya itu.Aku semakin bingung dan tidak mengerti dengan situasi ini. "Ada apa sebenarnya, Pak, Bu? Coba dijelaskan apa maksud kedatangan Bapak dan Ibu datang ke rumah saya dan apa maksud perkataan Ibu, barusan?" tanyaku."Jadi begini, rumah ini sudah kami

DMCA.com Protection Status