Share

Bab 3 Jijik

Author: Pena_yuni
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

"Oeekk ... oeekk ...!"

Baru saja kakiku hendak melangkah menghampiri Mas Rama, suara tangisan Raka mengurungkan niatku. Aku meninggalkan Mas Rama yang masih berdiri di depan pintu kamar Bi Mina, aku lebih memilih menenangkan Raka yang sedang kehausan.

"Selamat, Mas. Malam ini kamu berhasil. Tapi tidak untuk selanjutnya." Aku bergumam sendiri sembari menyusui Raka.

Kutatap lekat wajah mungil bayiku. Betapa teganya Mas Raka mengkhianatiku yang baru saja berjuang bertaruh nyawa untuk melahirkan darah dagingnya.

Kuusap air mata yang sudah menggenang. Aku tidak boleh menangis. Jika pun mereka benar-benar memiliki hubungan lebih dari sekedar majikan dan pembantu, mereka sendirilah yang akan merugi

Aku tidak akan kalah dan mengalah. Aku akan membalas perbuatan mereka yang menijijikkan itu.

Entah pukul berapa aku tidur semalam, pagi ini aku bangun dengan kepala yang sedikit pusing. Pusing memikirkan suamiku dengan pembantu baru itu, juga pusing karena begadang memomong Raka. Sedangkan Mas Rama, setelah puas dari kamar pembantunya, dia tidur tanpa membantuku mengurus Raka yang terus bangun malam.

Aku sudah membersihkan diri dan berganti pakaian, sedangkan suamiku masih berada di kamar mandi. Gemericik air dari kamar mandi terdengar bagaikan irama di pagi hari ini.

Namun, aku tidak terhibur. Bayangan kemesraan Mas Rama dan Bi Mina, menari-nari di pelupuk matakau. Beberapa kali aku menepis, tapi nyatanya selalu hadir dan mengganggu pikiranku.

"Sayang, kamu sudah cantik."

Kedua tangan Mas Rama menyusup ke pinggangku, memelukku dari belakang. Aku yang tengah berdiri melihat ke luar jendela, merasa sedikit kaget dengan kehadiran dia.

"Dingin, Mas." Aku membuka kedua tangan Mas Rama dari tubuhku.

"Dipeluk masa dingin?"

"Mas, kan baru saja mandi, jadi ... Mas kenapa lehermu pada merah?" tanyaku.

Tenggorokanku tercekat mengucapkan kata itu.

"Oh, ini karena ... Mas masuk angin, jadi dekerokin."

Mas Rama menjauhiku. Dia menghindari tatapanku yang mengarah pada lehernya yang putih.

Bukan, itu bukan bekas kerokan. Itu seperti bekas gigitan kecil yang mereka lakukan semalam.

Tanganku terkepal menahan gejolak dalam dadaku. Aku bukan anak kecil yang tidak paham dengan tanda itu. Aku tahu betul jika itu bekas cup**g.

"Siapa yang kerokin, Mas? Aku berasa gak kerokin kamu, lho."

Mas Rama yang tengah memakai baju kemeja, seketika menoleh dengan wajah piasnya.

"Emm, ini ... aku sendiri yang kerokin, Sayang. Aduh, Sayangnya aku sekarang jadi sensitif gini, ya?" Mas Rama menghampiriku lagi dan memelukku.

Inilah cara dia untuk menenangkanku. Tapi sedikit pun aku tidak merasa nyaman sekarang. Justru sebaliknya, aku merasa jijik dengan tubuh yang sudah memeluk wanita lain selain aku istrinya.

"Jangan cemberut terus dong, Sayang. Jangan cemburuan, ah. Kamu masih mencurigaiku dengan pembantu jelek itu?" Mas Rama menangkup wajahku dengan kedua telapak tangannya.

Jelek dia bilang?

Jelek tapi dimakan juga.

"Dah, ah aku mau mau sarapan. laper," kataku melepaskan diri dari kukungan Mas Rama.

"Jangan lupa buatin aku kopi, ya! Jangan manis-manis, ya Sayang. Karena kamu sudah sangat manis, Istriku!"

Halah, gombalan seperti itu sudah sangat bosan aku dengar. Kalau lagi baik-baik aja, pasti seneng digombalin. Tapi setelah tahu kelakuan dia yang sebenarnya, malah bikin aku muak.

Suara peralatan dapur terdengar oleh telingaku. Sudah aku pastikan, jika saat ini Bi Mina sedang berkutat dengan pekerjaannya.

Benar saja, saat aku masuk dapur, aroma makanan menyeruak menyambutku yang sudah merasakan lapar dari semalam.

"Nyonya, mau sarapan? Sudah saya siapkan, Nyonya," ujar Bi Mina sopan, tapi tidak membuatku terkesan.

Aku memperhatikan dirinya dari ujung kaki, dan mataku berhenti saat melihat kerudung yang dia gunakan sedikit basah di bagian sanggulnya.

"Bi, rambut Bibi, basah?" tanyaku dan disambut dengan tubuh Bi Mina yang tiba-tiba membeku.

"I, iya, Nyonya. Tadi, saya keramas dan belum kering. Maaf, jika Nyonya merasa jijik."

Tentu saja jawaban Bi Mina membuat aliran darahku berdesir panas. Bukan karena jijik, melainkan karena benci. Dugaanku jika semalam mereka melakukan perbuatan hina, semakin kuat dengan tanda-tanda yang ada pada mereka berdua.

"Sayang, kopi buatku mana?" Mas Rama datang dan langsung duduk di kursi meja makan. Sedangkan aku, masih berdiri dengan berpegangan pada sandaran kursi

"Ini Tuan, sudah saya buatkan."

Dengan senyum manis, Bi Minah memberikan segelas kopi kepada suamiku.

Manis sekali.

Sepertinya dia berniat menggantikanku di sini. Baiklah, akan kita lihat, siapa yang akan jadi pemenang.

"Bi, ambilkan saya buah dari kulkas," pintaku kepada wanita itu.

Bi Mina yang hendak mengambilkan nasi untuk suamiku, mengurungkan niatnya dan berjalan ke arah kulkas.

"Sepertinya saya sedang ingin makan telor ceplok, buatkan, ya Bi?"

Lagi, dia yang hendak melayani suamiku, harus kembali terganggu dengan perintah dariku.

Tidak akan aku biarkan dia semakin dekat dengan suamiku.

"Silahkan, Nyonya."

"Terima kasih. Bukakan pintu, Bi, sepertinya ada yang datang."

Dengan patuh, Bi Mina menuruti perintahku. Sedangkan suamiku berdecih sebal, tidak suka dengan apa yang aku lakukan.

Apa dia tidak terima aku menyuruh Bi Mina?

Kenapa harus tidak suka. Dia di sini memang pesuruh, 'kan?

"Hey! Kamu ngapain berada di rumah anakku?!"

Aku dan Mas Rama saling berpandangan mendengar suara dari ruang depan. Aku kenal suara itu. Itu adalah suara Mama mertuaku. Ibunya Mas Rama.

Yang menjadi pertanyaanku ialah, apa Mama mengenal Bi Mina?

Bersambung

Related chapters

  • Pembantu Baruku Ternyata ....    Bab 4 Kenapa Dia Menangis?

    "Mama, kenapa, Ma?" Aku dan Mas Rama menghampiri Mama yang tengah berkacak pinggang di depan Bi Mina. Sedangkan wanita itu, ia hanya diam tanpa melakukan apa-apa."Rama, dia kok ...."Mama tidak melanjutkan ucapannya setelah melirik ke arah suamiku. Dari ekor mata, aku bisa melihat jika Mas Rama memberikan isyarat dengan melebarkan mata kepada ibunya itu.Sepertinya Mama tahu sesuatu tentang Bi Mina ini. Jika tidak, tidak mungkin dia langsung marah-marah saat melihat Bi Mina berada di rumahku."Ekhem, aduh, kok sepertinya Mama haus, ya Mel. Kita ke dapur, yuk, Mama mau minum ini," ujar Mama dengan meraba tenggorokannya.Aku hanya mengangguk dan kembali ke dapur sesuai dengan keinginan Mama. "Mama datang ke sini, kok gak bilang-bilang. Tahu gitu, Mel akan masak banyak untuk menyambut kedatangan Mama." Aku memberikan segelas air putih untuk ibu mertuaku."Namanya juga sudah tidak sabar pengen melihat cucu, Mel. Setelah Rama memberi kabar kalau kamu dan bayimu sudah pulang, Mama langsun

  • Pembantu Baruku Ternyata ....    Bab 5 Anak Bi Mina?

    "Bi, kamu nangis?" Setelah Mas Rama berangkat ke kantor, aku pergi ke kamar Bi Mina untuk menyuruhnya memasak. Namun, saat aku sampai di depan pintu kamar Bi Mina, ternyata dia tengah menangis sesegukkan di sana."Ny–Nyonya, maaf." Bi Mina berdiri dan menghampiriku yang berdiri di luar kamarnya."Kenapa, kamu nangis?" tanyaku lagi. Bi Mina mengusap matanya. Dia menutup pintu kamarnya dari luar."Saya, cuma ingat anak saya, Nyonya."Dia punya anak? Kok bisa wanita seperti dia melahirkan. Bukannya akan sulit dengan postur tubuh yang kecil bisa melahirkan seorang bayi?"Bibi punya anak juga? Memang bisa?"Pertanyaanku memang tidak sopan, tapi aku sungguh penasaran."Bisa, Nya. Saya melahirkan dengan operasi sesar." Aku membulatkan mulut seraya menganggukkan kepala. "Lalu, sekarang anaknya dengan siapa, Bi?" tanyaku lagi.Bi Mina tak langsung menjawab, dia berjalan dan duduk di kursi meja makan."Anak saya, sekarang bersama ... "Melodi, Sayang ... kamu jangan terus naik turun tangga,

  • Pembantu Baruku Ternyata ....    Bab 6 Kak Nada dan Mas Rama

    "Assalamualaikum, Melodi!"Aku buru-buru berjalan ke depan setelah mendengar suara salam dari arah pintu utama. Sudah bisa aku pastikan, jika itu suara Mamaku."Kamu dari mana, sih? Bayimu ditinggal sendirian di sini?"Saat aku keluar dari dapur, ternyata Mama dan Papa sudah berada di ruang tv. Tentu saja Mama menegurku karena lalai sudah meninggalkan Raka sendirian."Iya, aku tadi kebelet, jadinya ditinggal sebentar," kataku berbohong.Bukan hanya Mama dan Papa yang datang. Ada juga anak serta menantu perempuannya yang ikut bersama mereka. "Aduh, Mel, gemoy banget, bayimu." Kak Naura mengelus gemas pipi bayiku. Dia adalah istri Mas Adam—Kakak tertuaku.Sedangkan Kak Nada, yang tak lain adalah kakak keduaku, ia langsung duduk dengan wajah datarnya. Entah kenapa dia sepertinya tidak terlalu bahagia dengan kelahiran putraku."Nad, kamu gak pengen pegang atau gendong keponakan barumu? Siapa tahu, kamu jadi ketularan dan ingin segera menikah setelah menggendong bayi." Papa berujar kepada

  • Pembantu Baruku Ternyata ....    Bab 7 Selalu Berpikir Buruk

    Darahku berdesir panas, apa mungkin kakakku dan suamiku ....Aku menggelengkan kepala menepis pikiran burukku. Daripada hanya menerka-nerka, lebih baik aku membuktikannya sendiri. Brakk!Aku membuka pintu kamar dengan sedikit kasar, hingga menimbulkan suara yang cukup keras. Seseorang di dalamnya terlonjak karena kaget."Apa kamu tidak bisa membuka pintu dengan pelan? Bikin orang kaget aja." Kak Nada yang tengah berbaring di atas kasur langsung bangun dengan menatapku tidak suka.Hanya ada Kak Nada di kamar ini. Bukannya tadi kata Azzam, Mas Rama ada bersama Kak Nada? Kok sekarang tidak ada?"Cari apa?" tanyanya lagi yang melihatku hanya celingukan tanpa berkata."Emmm, Mas Rama mana?" Bukannya menjawab pertanyaanku, Kak Nada malah tergelak sembari turun dari tempat tidur."Kamu ngelindur? Ngapain nanya suamimu ke aku. Ya, mana aku tahu." Kak Nada berdiri dengan bersidekap dada."Kata Azzam, dia melihat Mas Rama bersama Kakak, makanya aku nanya sama Kakak.""Anak kecil kamu percaya

  • Pembantu Baruku Ternyata ....    Bab 8 Tidak Sebaik yang Dikira

    "Bibi! Lancang kamu!"Sejurus kemudian aku langsung masuk dan mengambil bayiku dari gendongan wanita itu. Sungguh, aku benar-benar marah saat ini. Beraninya dia melanggar pesan yang sudah aku katakan sebelumnya."Maaf, Nyonya. Tadi Dedek-nya nangis, saya gak tega melihatnya," ujarnya dengan menunduk."Harusnya kamu panggil saya, bukan malah menggendongnya tanpa ijinku. Kalau dia jatuh gimana? Mau tanggung jawab kamu?!" Aku berteriak di depan wanita itu. Demi Tuhan, aku bukan jijik, melainkan takut jika dia akan merebut putraku. Aku tidak ingin dia mendekati anakku seperti dia mendekati suamiku."Ada apa, Mel?" Mama dan Mas Rama masuk ke dalam kamar. Mungkin karena mendengar suaraku yang berteriak kepada Bi Mina."Ini, lho Ma. Dia menggendong Raka, padahal sudah aku kasih tahu dia, jangan menggendong bayiku. Tapi dia lancang, masuk ke kamarku dan menggendong anakku."Mama Tuti melihat Bi Mina dengan sangat tajam. Seperti aku, Mama pun tidak suka dengan kelancangan Bi Mina."Sudahlah,

  • Pembantu Baruku Ternyata ....    Bab 9 Foto kecil

    "Aku ....""Kamu membuatku tidak betah di rumah, Mel."Belum aku menyelesaikan ucapanku, Mas Rama sudah terlebih dahulu berucap dengan kata-kata yang membuat hatiku perih.Bukan aku yang membuat dia tidak betah, tapi dia sendiri yang sudah menghadirkan duri dalam istana idamanku.Aku mendelikkan mata seraya berjalan meninggalkan dia bersama Bi Mina. Aku tidak peduli dia mau berbuat apa pun dengan pembantu itu. Perkataan Mas Rama pada orang di sebrang telepon tadi, sudah membuktikan jika suami yang aku agungkan itu memanglah bukan lelaki yang setia. Mungkin di luar sana sudah banyak wanita yang dikencaninya. Bergonta-ganti pasangan saat aku tidak bisa memberikan kepuasan untuknya. Namun, yang menjadi pertanyaanku adalah, kenapa harus ada Bi Mina, jika dia bisa mendapatkan wanita yang lebih cantik di luar rumah?Atau .... Bi Mina, bukanlah wanita simpanan Mas Rama?Apa ada hubungan lain antara mereka?Otakku dipaksa bekerja keras membongkar satu persatu masalah dalam rumah tanggaku.

  • Pembantu Baruku Ternyata ....    Bab 10 Bersandiwara

    "Nangislah dia, apalagi bisanya kalau bukan hanya menangis.""....""Ya, terus saja kamu berbuat kasar sama dia, supaya dia gak betah, dan memilih pergi dari sini. Dengan begitu, kita tidak perlu lagi berbohong untuk menutupi tentang dia kepada Melodi."Aku masih diam di ambang pintu kamarku, mendengarkan Mama Tuti yang sedang berbicara lewat sambungan telepon. Dia tidak menyadari keberadaanku, karena Mama tengah duduk di dekat ranjang Raka dengan membelakangi pintu. "Ingat Ram, Mama yang selalu ada untukmu dari dulu. Mama yang mengobati lukamu, dan Mama juga yang sudah berjuang untuk masa depanmu. Mama tidak akan suka, jika kamu kembali pada dia," pungkas Mama lalu mematikan sambungan telepon.Aku masuk setelah Mama menyelesaikan percakapannya dengan Mas Rama. Bersikap biasa seolah aku tidak mendengarkan apa-apa. "Mel, kamu, kok masuk gak ketuk pintu dulu.""Mengetuk pintu ke kamar sendiri. Haruskah?" tanyaku.Wajah Mama sedikit memucat, dia menyadari apa yang dia ucapkan tidak se

  • Pembantu Baruku Ternyata ....    Bab 11 Siapa yang Dekat?

    "Pakeeeet!"Aku yang saat ini tengah bersantai menonton tv, merasa terusik dengan teriakan seorang kurir dari depan rumah. "Mel, kamu belanja online?" tanya Mas Rama. Hari ini adalah hari minggu, dia tidak bekerja seperti hari-hari biasanya.Aku tidak langsung menjawab pertanyaan Mas Rama, dan lebih memilih mangambil ponsel mengangkat panggilan yang masuk."Lo, mau bikin gue jadi patung di sini? Buruan, lo keluar, gue udah bawa yang lo, inginkan!" Segera aku menutup sambungan telepon, melirik pada Mas Rama yang menunggu jawaban dariku."Biar aku aja yang ambil paketnya."Mas Rama berdiri hendak keluar menemui kurir yang ternyata temanku."Jangan!" "Kenapa?" tanyanya dengan menatapku heran."Kamu pegang Raka aja, aku pegel. Biar aku yang menemui kurir itu." Aku memberikan bayi dalam gendonganku kepada Mas Rama. Ia hendak menolak, tapi tidak bisa berkutik saat Raka sudah berada dalam gendongannya.Dengan cepat aku berjalan ke luar menemui seseorang yang berdiri di luar pagar rumahk

Latest chapter

  • Pembantu Baruku Ternyata ....    Bab 39 Extra part

    POV RamaTeruntuk Rama, putraku.Anakku, disaat kamu tengah membaca goresan pena ini, mungkin Ibu sudah tidak ada lagi di dunia ini. Tidak banyak yang ingin Ibu sampaikan padamu, selain kata maaf yang tak sempat terucap dari bibir ini.Maafkan ibumu ini, yang melewatkan masa-masa kecilmu. Maafkan ibumu ini, yang tidak memiliki waktu untukmu di masa dulu.Rama ... jika nanti kamu keluar dari lapas, pulanglah ke Cianjur. Ibu menyimpan sesuatu untukmu. Namun, jangan pernah kamu beritahu Tuti. Datanglah sendiri dan cari sendiri apa yang Ibu tuliskan di sini.Nak, pulanglah ke rumah kita di Cianjur. Di belakang rumah, tepatnya di bawah pohon nangka, Ibu mengubur sesuatu untukmu. Dan kunci yang ada dalam kotak itu, itu kunci untuk membuka kotak yang Ibu kubur di sana.Ingat, Rama. Datanglah seorang diri. Jangan datang bersama Tuti. Dari wanita yang telah melahirkanmu.Rumina*Kupandangi surat terakhir dari Ibu dan kotak yang telah berhasil aku keluarkan dari dalam tanah.Enam tahun sudah

  • Pembantu Baruku Ternyata ....    Bab 38 Ending

    Sesuai dengan keinginan Kak Arga dan Mama Melani, akhirnya aku memutuskan untuk tinggal di rumah Kak Arga.Awalnya, aku keberatan dan ingin tetap tinggal di rumahku sendiri. Namun, aku teringat pada Mama Melani. Jika aku dan Kak Arga tinggal di rumahku, maka Mama Melani akan tinggal seorang diri di sini. Dan hanya akan ditemani asisten rumah tangga saja.Hari ini rencananya aku akan pergi ke rumah Mama, untuk memberitahukan kepindahanku yang tidak direncanakan dari awal. "Sudah siap?" tanya Kak Arga."Hmm." Aku menjawab hanya dengan gumaman."Jangan cemberut kalau menjawab pertanyaan dari suami. Nanti kualat.""Gak akan," kataku seraya berjalan mendahuluinya.Saat akan keluar, tiba-tiba langkahku terhenti saat tali tas milikku di tarik dari belakang. Aku memutar bola mata dengan malas. Ini pasti kerjaan Kak Arga. Dia pasti tidak terima dengan jawabanku yang cuek padanya."Lepas, Kak. Gak usah jail," kataku dengan menarik-narik tasku. Tapi sayangnya masih dipegang Kak Arga.Dari belak

  • Pembantu Baruku Ternyata ....    Bab 37 Pengantin Dadakan

    "Sah.""Sah."Dua orang saksi berucap bersamaan. Rasanya aku sedang melayang tinggi hingga sulit untukku kembali menginjakkan kaki di bumi. Aku tidak menyangka, jika kedatanganku ke rumah sakit, bukan hanya untuk menjenguk orang sakit, melainkan untuk menjadi seorang pengantin.Pengantin? Ah, pengantin terpaksa.Segurat senyum terukir dari bibir pria yang tengah terbaring tak berdaya di atas tempat tidur. Matanya melihatku dan anaknya bergantian. Dengan tangan yang bergetar, ia memcoba meraih tanganku yang berada di sampingnya."Te, teri ma, ka sih, Mel." Meski terputus-putus, aku masih mendengar dan paham dengan kata yang Om Tio ucapkan. Om Tio berterima kasih padaku, karena aku telah bersedia menikah dengan putra semata wayangnya. Siapa lagi kalau bukan, Kak Arga.Ya, sekarang aku menjadi istri dari seorang Arga Winata. Anak dari Satrio Winata.Entah mimpi apa aku malam tadi, hingga aku bisa menikah hari ini di rumah sakit. ***"Mama! di mana Raka, Ma?" Setelah sampai di rum

  • Pembantu Baruku Ternyata ....    Bab 36 Menemui Mas Rama

    "Sudah, Mel, jangan nangis terus. Biarkan Bu Mina tenang dalam tidur panjangnya." Mama mengusap bahuku yang bergetar.Saat aku masuk ke ruang rawat Bu Mina tadi, dokter menyatakan kalau Bu Mina sudah meninggal dunia.Dari sana, aku tidak bisa membendung air mataku lagi. Hingga saat ini, kepergian Bu Mina masih seperti mimpi bagiku.Seandainya saja aku tidak keluar dari kamar Bu Mina, mungkin aku bisa menemani ia sampai akhir napasnya. Ada penyesalan besar yang tidak bisa aku ungkapan. Tentang pemintaan terakhir Ibu, yang tidak bisa terwujudkan. "Sudah beres, Dam?" tanya Mama pada putra sulungnya."Sudah, Mah. Sebentar lagi, kita akan membawa Bu Mina pulang." Mas Adam berkata seraya mengusap kepalaku.Saat Ibu dinyatakan meninggal, aku memang langsung menghubungi keluargaku. Tidak ada lagi yang dapat membantu Bu Mina di sini, selain keluargaku. Ibu tidak punya saudara atau kerabat di sini. Adapun Mama Tuti, tapi mana mungkin dia peduli pada Ibu."Ayo, Mel." Mama menggandeng tanganku

  • Pembantu Baruku Ternyata ....    Bab 35 Kenapa Bu Mina?

    "Ibu haus?" Bu Mina yang terbaring lemah di atas tempat tidur mengangguk.Aku mengambilkan air minum dan membantunya untuk minum.Sudah satu minggu Bu Mina berada di rumah sakit. Setiap hari aku datang untuk menemani dan merawat wanita yang tubuhnya semakin ringkih ini. Mata sayunya semakin sendu. Tidak lagi nampak wajah ceria darinya. Senyum pun sudah tidak bisa kulihat lagi dari bibirnya."Mel, Ibu ingin bertemu Rama."Aku tertegun mendengar suara lemah Bu Mina yang ingin bertemu anaknya."Ibu, sembuh dulu, ya. Nanti kita jenguk Mas Rama," kataku.Bu Mina menggelengkan kepala. "Ibu takut tidak ada umur, jika harus menunggu sembuh, Mel. Bisakah sekarang, Ibu ke sana? Ibu sangat merindukan Rama, Mel." Jangankan untuk keluar dari rumah sakit, untuk makan pun Bu Mina sudah kesulitan. Hanya ada satu cara untuk mempertemukan Bu Mina dan Mas Rama. Yaitu dengan meminta ijin kepolisian untuk membawa Mas Rama ke sini. "Tidak bisa, Bu. Keadaan Ibu belum stabil. Akan Melodi usahakan, agar

  • Pembantu Baruku Ternyata ....    Bab 34 Arga

    "Bibirnya, Mel."Sesuai dengan arahan Kak Nada, aku memoles bibir pria yang tengah terlelap itu dengan lipstik warna merah menyala milik Mama."Sekarang pake ini." Aku mengacungkan eyeshadow dan kemudian mengaplikasikannya ke wajah orang yang sama.Sesuka hatiku, aku memoles wajah Kak Arga dengan tidak beraturan dan sangat menyeramkan.Biarkan saja. Siapa suruh dia mengejekku anak ingusan. "Sudah, Mel. Nanti dia bangun," ucap Kak Nada berbisik."Kagak akan bangun, Kak. Dia, kalau tidur suka kagak sadar," ucapku pasti."Ya iyalah, namanya tidur, memang gak sadar. Gimana, sih kamu?""Eh, iya, ya? Hihihi ...." Aku tertawa cekikikan dengan tangan yang terus bermain dengan alat make up yang sengaja aku ambil dari kamar Mama.Rasa kesalku pada orang ini akan terbayarkan dengan aku mengerjainya.Masa, cuma gara-gara aku minta dia jadi pacar aku, dia sampai mengataiku ingusan. Padahal ... ya, memang kadang ingusan. Tapi kadang-kadang."Beres!" ujarku senang."Astaga, Melodi. Apa yang kamu la

  • Pembantu Baruku Ternyata ....    Bab 33 Ini Terlalu Cepat

    "Ya Allah, Rama ...."Bu Mina begitu sedih saat aku menceritakan bahwa Mas Rama putranya telah ditangkap polisi. Tubuh Bu Mina merosot. Pundak yang tadinya tegak, kini ia sandarkan ke sofa dengan wajah muramnya. Aku tahu perasaan Bu Mina. Ia pasti terpukul dan amat sedih mendengar anaknya dipenjara. Meskipun bibirnya berkata benci, tapi hati tidak bisa membohongi, jika kasih sayang seorang ibu kepada anaknya tidak akan lekang dan pupus hingga akhir hayatnya.Sudah seminggu Mas Rama mendekam di dalam jeruji besi. Tapi, aku baru mengatakan kepada Bu Mina sekarang. Dari kemarin, aku sudah ingin mengatakannya, tapi tidak tega, apalagi Bu Mina sedang dalam keadaan tidak sehat waktu itu."Maafkan, Mel, Bu. Ini mungkin membuat Ibu sangat sedih, tapi ....""Tidak, Mel. Tindakanmu sudah benar. Biarkan Rama mendapatkan balasan dari perbuatan jahatnya padamu. Ibu, tidak apa-apa." Bu Mina memaksakan tersenyum meski terlihat dipaksakan.Aku menghembuskan napas kasar. Melihat wajah Bu Mina seper

  • Pembantu Baruku Ternyata ....    Bab 32 Dijemput Polisi

    PEMBANTU BARUKU TERNYATA .... 24Mencintai orang yang salah akan berakhir dengan banyak masalah. Dan saat ini, aku tengah berada di posisi itu. Penyesalanku telah mengenal Mas Rama dan menjadikan dia pendamping hidup, adalah kesalahan terbesarku. Jika bisa, aku ingin memutar waktu ke masa di mana dia menyatakan perasaannya dulu. Akan aku tolak dia untuk jadi bagian hidupku. Namun, sayangnya semua hanya ada dalam angan. Semuanya sudah terlambat. Kini yang harus aku lakukan berjalan untuk keluar dari masalah yang Mas Rama buat.Setelah berpikir dengan kepala dingin, aku bisa menyimpulkan jika transaksi jual beli yang dilakukan Mas Rama dengan sepasang suami istri yang baru aku ketahui bernama Bu Dewi dan suaminya Pak Dery itu, ilegal. Tidak sah di mata hukum.Kenapa?Karena transaksi jual beli antara mereka tidak dilakukan di depan notaris. Dari Pak Dery, juga aku tahu jika ternyata Mas Rama baru mendapatkan sebagian uang yang mereka sepakati. Dan katanya, mereka akan membayar sisanya

  • Pembantu Baruku Ternyata ....    Bab 31 Dia Menjual Rumahku

    Tebakanku meleset. Tadinya aku mengira yang datang adalah Kak Nada dan Mas Rama, tetapi ternyata bukan. Sepasang suami istri itu terlihat sudah berumur. Perkiraan, usianya sebaya dengan kedua orang tuaku."Maaf, Ibu dan Bapak ada perlu apa?" tanyaku setelah aku duduk bersama mereka.Bukannya langsung menjawab, mereka malah mengernyitkan dahi seraya saling bertatapan satu sama lain."Justru, kami yang harusnya bertanya kepada kamu. Kenapa kamu masih ada di rumah ini?"Kini aku yang bingung dengan pertanyaan wanita paruh baya itu."Maksudnya Ibu, apa, ya? Ini memang rumah saya, dan sudah seharusnya saya berada di sini," kataku masih setenang mungkin."Jadi benar yang dikatakan suaminya, Pah." Wanita itu berkata dengan melihat pada suaminya itu.Aku semakin bingung dan tidak mengerti dengan situasi ini. "Ada apa sebenarnya, Pak, Bu? Coba dijelaskan apa maksud kedatangan Bapak dan Ibu datang ke rumah saya dan apa maksud perkataan Ibu, barusan?" tanyaku."Jadi begini, rumah ini sudah kami

DMCA.com Protection Status