Indah dan Ika menyeberang jalan dan masuk ke restoran baru itu. Suasana restoran cukup ramai, berbanding terbalik dengan restoran milik Indah saat ini. Didi yang sedang melayani pembeli terkejut dan segera berpaling karena merasa canggung.Seorang wanita yang seusia dengan Indah menyambut mereka dengan senyum."Wah, ada tamu istimewa sepertinya. Selamat datang di restoran kami.""Pagi, apa anda pemilik restoran ini? Saya Indah, pemilik restoran di depan sana," kata Indah."Saya sudah tahu, Mbak Indah," jawabnya sambil tersenyum."Bisa kita bicara sebentar?" tanya Indah."Baik, ayo ikuti saya!" jawab wanita itu.Indah dan Ika mengikuti langkah wanita itu dan masuk ke ruangan yang digunakan sebagai kantor. Ia duduk berhadapan dengan wanita itu."Ada apa? Mbak penasaran dan mau mencoba makanan kami?" tanya pemilik restoran itu."Sebelumnya, saya senang karena ada restoran baru di sini. Saya berharap kita bisa membuat suasana lebih ramai, menyerap lebih banyak tenaga kerja, dan memberikan
Konflik antara Indah dan pemilik restoran baru itu terus berlanjut. Walaupun Indah berusaha diam dan tidak menanggapi, tapi ada saja ulah pemilik restoran atau karyawannya yang dengan sengaja memancing kemarahan Indah.Siang itu, seorang karyawan Indah masuk sambil mengomel karena kesal."Ada apa?" tanya Indah."Mbak, karyawan restoran depan itu dengan sengaja membuang sampah dan sisa makanan di depan restoran kita. Pantas saja bau busuk dan gak sedap tercium di halaman kita, ternyata di sudut ada plastik sampah mereka," jawab karyawan itu."Entah kenapa mereka sengaja mencari gara-gara dan memancing kemarahan kita. Rasanya aku juga ga sabar dengan ulah mereka," kata Indah."Iya, Mbak, itu namanya mengganggu ketertiban umum. Kalau halaman kita berbau dan kotor, pengunjung pasti semakin malas datang kemari.""Sudahlah, nanti kita cari cara untuk melawan mereka." Indah melangkah ke dapur untuk mengambil minuman.Menjelang sore, Indah dikejutkan dengan kedatangan beberapa orang. Namun da
"Sayang, aku pulang akhir pekan ini." Sandy menyampaikan berita bahagia itu pada istrinya.Namun kali ini Sandy merasa Indah tidak antusias menyambutnya. Indah hanya menjawab singkat dan mengakhiri panggilan telepon itu."Ada apa dengan istriku? Aku merasa dia berbeda, ada kesedihan mendalam yang ingin ia sembunyikan dariku. Namun aku tahu dari suara dan sorot matanya, bahwa ia sedang menahan tangisnya." Sandy berbicara sendiri setelah telepon itu ditutup.'Sayang, aku tahu kamu sedang menghadapi masalah yang gak mudah. Sabar sebentar dan tunggu aku pulang, Sayang. Aku akan menggenggam tanganmu dan gak akan melepasnya,' ucap Sandy dalam hatinya.Sandy lebih bersemangat mengerjakan semua tugasnya di Medan. Ia tahu bahwa istri dan anak-anaknya sangat membutuhkan kehadirannya. Sebaliknya, Sandy juga sangat merindukan dan membutuhkan Indah. ___Akhir pekan akhirnya tiba. Sore itu Indah mengajak Arinna dan Charles menyambut Sandy di bandara. Arinna dan Charles sangat antusias. Mereka mand
Sandy membuka matanya yang masih mengantuk dan menatap Indah di hadapannya."A-ada apa, Sayang? Siapa yang di rumah sakit?" tanya Sandy dengan suara parau."Papa, Mas. Mama mengirim pesan dan memberi tahu kalau Papa kritis," jawab Indah."Apa?! Tunggu sebentar, aku ganti baju dulu." Sandy bergegas masuk ke kamar mandi. Indah juga mengganti pakaiannya dan mengikat rambutnya.Indah merasa kasihan melihat wajah Sandy yang lelah, ia nyaris belum beristirahat setelah melakukan perjalanan jauh."Sudah siap, Sayang?" Sandy keluar dari kamar mandi dengan terburu-buru."Sudah," jawab Indah.Indah dan Sandy keluar dari kamar."Ini masih tengah malam, aku beri tahu Bi Ijah dulu untuk menjaga anak-anak." Indah menuju kamar Bi Ijah dan mengetuk pintunya.Bi Ijah membuka pintu dengan mata yang masih mengantuk. "Ada apa, Neng?""Bi, kami harus ke rumah sakit. Papa Mas Sandy kritis. Tolong titip anak-anak, ya Bi!" kata Indah.Bi Ijah sangat terkejut dan spontan menutup mulutnya dengan kedua tangan. "
Sandy mengambil ponsel dari tangan mamanya. Tak jauh berbeda dengan respon Bu Ratna, Sandy terkejut dan menatap Indah dengan ekspresi nyaris tak percaya."Kenapa bisa jadi seperti ini, Sayang?" tanya Sandy."Aku juga sangat kaget, Mas. Ada beberapa orang datang ke restoran dan meluapkan amarah. Mereka mengatakan bahwa selama ini restoran kita memakai bahan-bahan yang gak segar dan bahkan bisa membahayakan kesehatan," jawab Indah."Lalu? Itu fitnah kan?" "Iya, Mas. Aku mengerjakan semuanya dengan sepenuh hati. Aku gak menyangka ada yang berani menyebarkan berita seperti itu. Mereka bahkan memberikan bukti, ada seorang yang masuk rumah sakit setelah makan di restoran kita." Indah merasa sangat bersalah."Tapi itu bukan berarti karena makanan kita, bisa saja orang itu memang sudah sakit sebelumnya, atau memakan makanan lain.""Aku sudah mencoba menjelaskannya, Mas. Tapi mereka marah dan meminta polisi menutup restoran kita.""Lalu kenapa kamu diam saja, gak memberi tahu Sandy atau Mama?
"Sa-saya gak ngerti apa maksud anda?" Pria itu masih berusaha mengelak. Istrinya juga mendekat karena suara keras Sandy. Wanita itu terlihat cemas, melihat suaminya yang masih sakit menerima tekanan dari Sandy."Apa-apaan ini? Kenapa Bapak memarahi suami saya? Suami saya saat ini sedang sakit," tanya wanita itu pada Sandy.Sandy membuka ponselnya dan menunjukkan sebuah gambar pada suami istri itu. Indah juga tercengang, karena ia juga belum mengerti situasi ini."Saya mendapatkan hasil pemeriksaan Bapak, bahwa Bapak kemarin menjalani operasi usus buntu, bukan keracunan makanan," ujar Sandy."Ke-keracunan? Apa yang sebenarnya terjadi?" Istri pria itu menatap suaminya dengan bingung.Pria itu menunduk dalam dan tidak langsung memberi jawaban. Indah mengambil ponsel Sandy dan melihat sebuah catatan medis yang Sandy dapatkan dari anak buahnya. Indah menggelengkan kepalanya dan tidak percaya kalau pria itu bisa menipu semua orang."Coba Bapak jelaskan dengan jujur pada saya! Satu lagi, ana
Penolakan Sandy membuat Daisy merasa sakit hati dan kecewa. Daisy merasa kesal, karena sikap Sandy yang dulu selalu memuja dirinya kini bertolak belakang. Sandy seolah menganggap tidak pernah ada kenangan berarti di antara dirinya dengan mantan kekasihnya, Daisy. Sebagai gadis muda ambisius, Daisy tidak pernah mengalami penolakan menyakitkan seperti ini dalam hidupnya.Beberapa hari lamanya Daisy tidak berselera makan dan menjadi uring-uringan. Semangat kerjanya juga hilang dan membuat asistennya merasa bingung. Daisy menunda beberapa pertemuan penting dengan klien dan hanya mengurung diri di kamar.Pagi itu Daisy teringat sesuatu dan langsung menghubungi petugas keamanan yang berjaga di gerbang rumahnya. Daisy meminta nomor ponsel Aryo yang ditinggalkannya saat menjumpai dirinya.Setelah mendapatkan nomor itu, Daisy berpikir sejenak. 'Apa aku harus menghubungi dia? Aku sangat penasaran dengan wanita yang sudah membuat Sandy jatuh cinta dan tidak lagi menginginkan diriku. Aku akan mem
Setelah melewati beberapa tahapan proses mediasi antara Indah dan Sandy dengan pemilik restoran baru itu, akhirnya Indah membuka hatinya untuk memaafkan orang tersebut.Wanita itu dan pria yang membuat pengakuan bohong itu memohon maaf dengan sepenuh hati pada Indah. Indah merasa iba dan memikirkan dampak persoalan itu pada keluarga mereka. Setelah menandatangani surat perjanjian damai, pemilik restoran itu mendekati Indah dan memegang tangannya. Segala keangkuhannya hilang dan kini berganti dengan senyum di bibirnya. "Terimakasih karena Mbak Indah mau memaafkan saya. Terimakasih juga Ini perbuatan bodoh seperti itu lagi," kata pemilik restoran itu."Iya, Mbak. Saya harap kita bisa bersaing secara sehat mulai dari saat ini." Indah tersenyum ramah. Mereka saling berpelukan dan berusaha menghilangkan rasa sakit hati yang pernah ada.Setelah ada video klarifikasi yang diedarkan melalui media sosial, restoran Indah kembali ramai. Pelanggan lama mereka mulai datang kembali."Mbak Indah,
Pagi itu Indah masih meringkuk menghadap ke dinding. Kepalanya berdenyut pening jika ia mencoba bangun dari tempat tidurnya. Ia mendengar ibu membuka pintu kamar dan menghampirinya."Nak, suamimu datang. Dia menunggumu di teras.""Mau apa dia, Bu? Kalau mau membuat keributan lagi, suruh saja dia pergi," jawab Indah dengan malas."Sepertinya gak begitu, Nak. Dia tadi sudah minta maaf sama Ibu. Ada sesuatu yang penting yang harus dia sampaikan padamu. Temui saja dulu, Nak!" kata Ibu Indah."Iya, Bu." Indah bangkit dan duduk di tempat tidurnya. Indah menatap dirinya di cermin, penampilannya sangat menyedihkan karena wajahnya pucat, pipinya tirus karena porsi makan berkurang, dan hanya mengenakan daster. Indah segera mengganti pakaiannya, menyisir dan mengikat rambutnya, dan memakai lipstik agar tidak terlihat seperti mayat hidup.Setelah itu ia menarik nafas dalam-dalam dan kembali melihat dirinya di cermin. Tak lupa ia memasukkan alat tes kehamilan di sakunya. Indah berpikir, seandainy
"Masih mual, Nak? Bagaimana kalau ke dokter saja?" Ibu Indah menatap Indah yang berjalan perlahan keluar dari kamar mandi dengan cemas. Sudah lebih dari sepuluh kali Indah bolak-balik ke kamar mandi untuk memuntahkan isi perutnya. Wajahnya pucat, karena Indah tidak bisa menyantap makanan apapun. Ibu Indah sudah mencoba membuatkan sup ayam kampung kesukaan Indah. Namun baru saja Indah menyuapkan suapan kedua nasi dan sayurnya, ia kembali muntah. Begitupun dengan roti, buah, atau biskuit, Indah tidak sanggup menelannya. "Nak, apa mungkin.." kata Ibu Indah sambil berpikir."Apa, Bu?" tanya Indah.Ibu Indah menatap putrinya beberapa saat dan berkata, "Apa ini gejala hamil? Kemarin kamu juga mengalami gejala seperti ini, kan?" Mata Indah terbelalak, ia lalu mengambil ponselnya. Ia membuka kalender tempat ia mencatat tanggal terakhir datang bulannya. Ternyata memang tanggal itu sudah terlewat. Masalah yang terjadi bertubi-tubi membuat Indah lupa dan tidak curiga sama sekali pada gejala y
"Ini upah untukmu! Aktingmu cukup bagus, sampai berhasil membuat Sandy marah dan cemburu buta." Aryo menyerahkan satu amplop coklat di hadapan Hadi.Hadi membuka amplop itu dan menghitung sepintas isinya."Tambah donk, Bos! Lihat nih, aku sampai luka karena pukulan suaminya Indah itu. Aku butuh dana lebih untuk mengobati lukaku." Hadi mengelus pipinya yang masih lebam."Eh, enak saja! Itu sudah sesuai dengan perjanjian kita," tolak Aryo."Tapi kan kemarin pernjanjiannya gak ada adegan pukul-pukulan seperti ini, Bos. Kalau tahu akan luka begini, aku pasti minta tarif lebih tinggi," ujar Hadi."Sudah, terima saja dulu uangnya. Nanti aku lapor sama Nona Daisy dulu."Aryo dan Daisy sudah membuat sebuah siasat untuk membuat Sandy dan Indah salah paham. Aryo meminta Hadi untuk berpura-pura menjadi pengusaha yang ingin menjalin kerja sama dengan Indah. Hadi sebenarnya hanya seorang pengangguran yang biasa mengerjakan pekerjaan apapun, halal ataupun tidak.Setelah memberi upah untuk Hadi, Ary
"Apa?! Indah selingkuh? Itu gak mungkin, Sandy. Mama tahu Indah paling membenci perselingkuhan. Mana mungkin dia bisa melakukan itu, Nak?" seru Bu Ratna."Ma, apa yang gak mungkin di jaman sekarang ini? Indah itu sengaja membalas perlakuan Sandy. Indah menyangka Sandy sudah berselingkuh dengan Daisy. Mama lihat sendiri foto-foto ini!" Sandy menyodorkan ponselnya. "Sandy juga sudah melihat sendiri mereka sedang berduaan di rumah Ibu Indah. Hati Sandy sangat sakit melihatnya, Ma. Semua cinta dan ketulusan Sandy untuk Indah sudah gak ada artinya."Bu Ratna menatap foto-foto itu dengan mata terbelalak. "Ini gak mungkin! Mama tetap gak bisa mempercayai ini. Apa kamu sudah tanyakan baik-baik sama Indah? Siapa tahu pria itu saudaranya?""Ma, Indah saja gak menyangkal tuduhan Sandy. Dia hanya diam dan gak menjelaskan apapun. Sandy sudah mantap akan menceraikan Indah, Ma. Secepatnya Sandy akan mengurus proses perceraian ini." Sandy menatap nanar ke depan."Nak, kamu harus bicara baik-baik dan
"San, dimana Indah? Kenapa beberapa hari ini Mama gak lihat dia?" tanya Bu Ratna saat sarapan pagi itu.Sandy tak langsung menjawab, ia mengunyah makanannya perlahan sembari mencari jawaban yang tepat."Dia ada di rumah ibunya, Ma. Kasihan anak-anak, sudah beberapa hari mereka harus bersama neneknya, " jawab Sandy."Kenapa? Kalian bertengkar? Tolong jujur dan jangan menyembunyikan apapun dari Mama!""Gak ada apa-apa, Ma. Mama gak perlu cemas. Sekarang Mama fokus saja sama kesehatan Mama, jangan terus larut dalam kesedihan!" Sandy berusaha tersenyum.Perbincangan mereka terhenti ketika Daisy tiba-tiba datang dan langsung duduk di samping Sandy. Tanpa ragu Daisy langsung memegang lengan Sandy dan mencium pipinya. Sandy terlihat segan, tetapi ia membiarkan tindakan Daisy itu. Bu Ratna menatap Daisy dan Sandy bergantian. Ia mulai bisa membaca situasi itu."Ma, aku bawa makanan untuk Mama dan Sandy." Daisy meletakkan kantung plastik yang cukup besar di meja makan."Gak perlu repot-repot. B
Indah berlari keluar dari kantor itu dan masuk kembali ke mobilnya. Ia tidak menghiraukan tatapan para karyawan yang melihat reaksi dan air matanya yang terlanjur jatuh."Jahat kamu, Mas! Pantas saja kamu membela wanita itu mati-matian dan memaksa aku minta maaf padanya. Ternyata kamu masih menyimpan perasaan cinta untuknya. Lalu kamu anggap aku ini apa? Figuran? Pelampiasan?""Aku merendahkan diri, datang ke kantormu untuk membawakan makan siang dan memperbaiki hubungan kita. Tapi apa? Ternyata kamu malah menikmati waktu saat jauh dariku.""Bodoh kamu, Indah! Kenapa bisa jatuh kembali di lubang yang sama? Ternyata semua pria memang penipu!" rutuk Indah.Indah memukul-mukul setir mobilnya dan menangis. Setelah bisa sedikit menguasai diri, ia segera meninggalkan halaman kantor suaminya. 'Mas Sandy atau siapapun gak boleh melihat aku menangis. Aku gak akan menangis lagi untuk seorang pria.' Indah menghapus kasar air mata yang membasahi pipinya.Indah kembali ke restoran dan masuk ke ru
"Argh.. kenapa pernikahanku jadi kacau seperti ini?" Sandy menjambak rambutnya sendiri dan duduk di sofa ruang tamu.Bi Ijah menatapnya prihatin dan menggelengkan kepalanya. Dalam sekejap rumah tangga yang harmonis menjadi retak dan nyaris hancur."Sabar, Nak, setiap rumah tangga harus melewati ujian. Coba tenangkan diri dan jangan mengedepankan emosi!" saran Bi Ijah."Bi, apa kurangnya aku selama ini? Aku selalu berusaha menerima, menyayangi, dan mendukung Indah. Aku juga menerima Indah apa adanya meskipun dia sudah pernah menikah dan menyayangi anak-anaknya seperti anakku sendiri. Dengan mudahnya dia pergi dari rumah saat kami ada masalah kecil seperti ini. Aku masih berduka karena papa, Bi. Pikiranku kalut, seharusnya dia bisa mengerti dan memahami aku."Bi Ijah menghela nafas panjang. "Jangan mengambil keputusan saat sedang marah, Nak! Nanti kalau emosi kalian sudah membaik, bicaralah dengan lebih tenang dan jangan saling menyalahkan!""Iya, Bi. Aku akan mencoba mengikuti saran Bi
Indah mengemudi mobilnya sambil menangis. Ia tidak pernah menyangka jika hal buruk yang pernah terjadi dalam pernikahannya terdahulu akan terulang kembali. Indah meraba pipinya yang terasa sakit, ia melihat ke cermin dan menemukan tanda merah di sana. Tak henti Indah bertanya dalam hatinya, apa kegagalan kisah cintanya dengan Aryo membuatnya trauma dan sangat sensitif seperti sekarang ini?Saat berhenti di lampu merah, Indah mengambil ponselnya, ia melihat tidak ada pesan atau permintaan maaf dari Sandy padanya.'Bukannya mencegah aku pergi, dia malah berteriak dan marah seperti itu! Baiklah, aku gak akan kembali ke rumah itu!' ucap Indah dalam hatinya.Indah tak habis pikir, kenapa ada orang bermuka dua seperti Irene dan Daisy, yang terlihat sangat manis di luar, tetapi hatinya licik dan berbisa.Tanpa ia sadari, Indah tiba di depan rumah ibunya. Ia menghapus air matanya dan memakai masker untuk menutupi bekas tamparan Sandy di wajahnya. Indah mengerti, tidak mungkin ia bisa menyemb
Dua jam berlalu, Indah tetap berada di kamar dengan perasaan tak menentu. Bayangan Sandy sedang berbincang dan berpegangan tangan dengan Daisy tak pernah bisa hilang dari benaknya. Tak biasanya Sandy membiarkannya kesal dan marah seperti ini. Biasanya, Sandy akan kembali ke kamar dan memeluk Indah sampai amarahnya surut. Indah duduk sambil memeluk bantal. Sekalipun beberapa hari ia lelah dan mengantuk karena kurang tidur, ia sama sekali tidak bisa memejamkan matanya.'Apa aku yang keterlaluan? Terlalu sensitif dan cemburu di saat yang gak tepat?''Tapi bagaimana bisa Mas Sandy berbuat seperti itu padaku? Dia seolah gak menghargai perasaanku?'Indah menarik nafas dalam-dalam, ia mencuci mukanya dan berpikir untuk pulang dahulu ke rumahnya.'Seandainya Mas Sandy masih ingin menemani mama, biar saja dia di sini dulu,' pikir Indah.Indah keluar dari kamar, tak disangka, Daisy masih ada di ruang tamu dan sedang berbincang dengan Irene. Sementara Sandy sedang tertidur di lantai beralaskan