Sandy membuka matanya yang masih mengantuk dan menatap Indah di hadapannya."A-ada apa, Sayang? Siapa yang di rumah sakit?" tanya Sandy dengan suara parau."Papa, Mas. Mama mengirim pesan dan memberi tahu kalau Papa kritis," jawab Indah."Apa?! Tunggu sebentar, aku ganti baju dulu." Sandy bergegas masuk ke kamar mandi. Indah juga mengganti pakaiannya dan mengikat rambutnya.Indah merasa kasihan melihat wajah Sandy yang lelah, ia nyaris belum beristirahat setelah melakukan perjalanan jauh."Sudah siap, Sayang?" Sandy keluar dari kamar mandi dengan terburu-buru."Sudah," jawab Indah.Indah dan Sandy keluar dari kamar."Ini masih tengah malam, aku beri tahu Bi Ijah dulu untuk menjaga anak-anak." Indah menuju kamar Bi Ijah dan mengetuk pintunya.Bi Ijah membuka pintu dengan mata yang masih mengantuk. "Ada apa, Neng?""Bi, kami harus ke rumah sakit. Papa Mas Sandy kritis. Tolong titip anak-anak, ya Bi!" kata Indah.Bi Ijah sangat terkejut dan spontan menutup mulutnya dengan kedua tangan. "
Sandy mengambil ponsel dari tangan mamanya. Tak jauh berbeda dengan respon Bu Ratna, Sandy terkejut dan menatap Indah dengan ekspresi nyaris tak percaya."Kenapa bisa jadi seperti ini, Sayang?" tanya Sandy."Aku juga sangat kaget, Mas. Ada beberapa orang datang ke restoran dan meluapkan amarah. Mereka mengatakan bahwa selama ini restoran kita memakai bahan-bahan yang gak segar dan bahkan bisa membahayakan kesehatan," jawab Indah."Lalu? Itu fitnah kan?" "Iya, Mas. Aku mengerjakan semuanya dengan sepenuh hati. Aku gak menyangka ada yang berani menyebarkan berita seperti itu. Mereka bahkan memberikan bukti, ada seorang yang masuk rumah sakit setelah makan di restoran kita." Indah merasa sangat bersalah."Tapi itu bukan berarti karena makanan kita, bisa saja orang itu memang sudah sakit sebelumnya, atau memakan makanan lain.""Aku sudah mencoba menjelaskannya, Mas. Tapi mereka marah dan meminta polisi menutup restoran kita.""Lalu kenapa kamu diam saja, gak memberi tahu Sandy atau Mama?
"Sa-saya gak ngerti apa maksud anda?" Pria itu masih berusaha mengelak. Istrinya juga mendekat karena suara keras Sandy. Wanita itu terlihat cemas, melihat suaminya yang masih sakit menerima tekanan dari Sandy."Apa-apaan ini? Kenapa Bapak memarahi suami saya? Suami saya saat ini sedang sakit," tanya wanita itu pada Sandy.Sandy membuka ponselnya dan menunjukkan sebuah gambar pada suami istri itu. Indah juga tercengang, karena ia juga belum mengerti situasi ini."Saya mendapatkan hasil pemeriksaan Bapak, bahwa Bapak kemarin menjalani operasi usus buntu, bukan keracunan makanan," ujar Sandy."Ke-keracunan? Apa yang sebenarnya terjadi?" Istri pria itu menatap suaminya dengan bingung.Pria itu menunduk dalam dan tidak langsung memberi jawaban. Indah mengambil ponsel Sandy dan melihat sebuah catatan medis yang Sandy dapatkan dari anak buahnya. Indah menggelengkan kepalanya dan tidak percaya kalau pria itu bisa menipu semua orang."Coba Bapak jelaskan dengan jujur pada saya! Satu lagi, ana
Penolakan Sandy membuat Daisy merasa sakit hati dan kecewa. Daisy merasa kesal, karena sikap Sandy yang dulu selalu memuja dirinya kini bertolak belakang. Sandy seolah menganggap tidak pernah ada kenangan berarti di antara dirinya dengan mantan kekasihnya, Daisy. Sebagai gadis muda ambisius, Daisy tidak pernah mengalami penolakan menyakitkan seperti ini dalam hidupnya.Beberapa hari lamanya Daisy tidak berselera makan dan menjadi uring-uringan. Semangat kerjanya juga hilang dan membuat asistennya merasa bingung. Daisy menunda beberapa pertemuan penting dengan klien dan hanya mengurung diri di kamar.Pagi itu Daisy teringat sesuatu dan langsung menghubungi petugas keamanan yang berjaga di gerbang rumahnya. Daisy meminta nomor ponsel Aryo yang ditinggalkannya saat menjumpai dirinya.Setelah mendapatkan nomor itu, Daisy berpikir sejenak. 'Apa aku harus menghubungi dia? Aku sangat penasaran dengan wanita yang sudah membuat Sandy jatuh cinta dan tidak lagi menginginkan diriku. Aku akan mem
Setelah melewati beberapa tahapan proses mediasi antara Indah dan Sandy dengan pemilik restoran baru itu, akhirnya Indah membuka hatinya untuk memaafkan orang tersebut.Wanita itu dan pria yang membuat pengakuan bohong itu memohon maaf dengan sepenuh hati pada Indah. Indah merasa iba dan memikirkan dampak persoalan itu pada keluarga mereka. Setelah menandatangani surat perjanjian damai, pemilik restoran itu mendekati Indah dan memegang tangannya. Segala keangkuhannya hilang dan kini berganti dengan senyum di bibirnya. "Terimakasih karena Mbak Indah mau memaafkan saya. Terimakasih juga Ini perbuatan bodoh seperti itu lagi," kata pemilik restoran itu."Iya, Mbak. Saya harap kita bisa bersaing secara sehat mulai dari saat ini." Indah tersenyum ramah. Mereka saling berpelukan dan berusaha menghilangkan rasa sakit hati yang pernah ada.Setelah ada video klarifikasi yang diedarkan melalui media sosial, restoran Indah kembali ramai. Pelanggan lama mereka mulai datang kembali."Mbak Indah,
Sandy terdiam beberapa saat, lalu menarik Indah ke pelukannya. Mereka berpelukan dan hanya diam tanpa bicara lagi. Indah mengusap-usap punggung Sandy untuk membuatnya lebih tenang.Ibu Indah, Bi Ijah, Arinna, dan Charles tiba di rumah duka itu. Bi Ijah langsung menangis saat menginjakkan kaki di rumah majikannya itu. Apalagi saat ia melihat sang tuan disemayamkan.Bi Ijah memeluk Indah dan bertanya, "Dimana Nyonya?""Di kamar, Bi. Mama baru saja jatuh pingsan," jawab Indah."Ya ampun, kasihan Nyonya. Bibi ke dalam dulu, Neng." Bi Ijah bergegas masuk ke dalam kamar.Ibu Indah menatap Sandy prihatin. "Nak Sandy, Ibu turut berdukacita.""Terimakasih, Bu." Lirih Sandy.Arinna dan Charles langsung memeluk Sandy dan Indah. Salah satu Tante Sandy mendekat dan membisikkan sesuatu pada Sandy. Mereka sangat serius membicarakan rencana pemakaman Papa Sandy.Sandy menelepon untuk meminta anak buahnya mengatur semua hal yang diperlukan. Setelah itu ia kembali memasukkan ponsel ke dalam sakunya."M
Indah berusaha menahan diri dan bersikap normal. Ia sadar tidak patut dirinya meluapkan emosi, karena sedang dalam suasana berduka. Namun Daisy semakin melekat pada Bu Ratna, bahkan beberapa kali sengaja mengajak Sandy berbincang. Sandy awalnya dingin pada Daisy, tetapi akhirnya mulai menanggapi gadis itu.Irene dan mamanya datang untuk mengucapkan belasungkawa. Melihat kehadiran Daisy, Irene memeluknya dengan erat."Kak Daisy, koq bisa di sini? Aku kangen sama Kakak, kenapa Kakak menghilang dan sama sekali gak menghubungi aku?" tanya Irene.Daisy tersenyum dan membelai wajah Irene."Maaf, Irene. Kakak waktu itu gak sempat menghubungi kamu. Wah, kamu makin cantik dan dewasa sekarang.""Terimakasih, Kak. Kak Daisy adalah inspirasiku. Aku belajar banyak hal dari Kakak," kata Irene.Irene langsung duduk di samping Daisy dan berbagi cerita. Mereka berpegangan tangan, seperti dua sahabat lama yang sedang melepas kerinduan. Indah semakin merasa Daisy sangat berarti bagi semua orang di situ.
Dua jam berlalu, Indah tetap berada di kamar dengan perasaan tak menentu. Bayangan Sandy sedang berbincang dan berpegangan tangan dengan Daisy tak pernah bisa hilang dari benaknya. Tak biasanya Sandy membiarkannya kesal dan marah seperti ini. Biasanya, Sandy akan kembali ke kamar dan memeluk Indah sampai amarahnya surut. Indah duduk sambil memeluk bantal. Sekalipun beberapa hari ia lelah dan mengantuk karena kurang tidur, ia sama sekali tidak bisa memejamkan matanya.'Apa aku yang keterlaluan? Terlalu sensitif dan cemburu di saat yang gak tepat?''Tapi bagaimana bisa Mas Sandy berbuat seperti itu padaku? Dia seolah gak menghargai perasaanku?'Indah menarik nafas dalam-dalam, ia mencuci mukanya dan berpikir untuk pulang dahulu ke rumahnya.'Seandainya Mas Sandy masih ingin menemani mama, biar saja dia di sini dulu,' pikir Indah.Indah keluar dari kamar, tak disangka, Daisy masih ada di ruang tamu dan sedang berbincang dengan Irene. Sementara Sandy sedang tertidur di lantai beralaskan