Setelah melewati beberapa tahapan proses mediasi antara Indah dan Sandy dengan pemilik restoran baru itu, akhirnya Indah membuka hatinya untuk memaafkan orang tersebut.Wanita itu dan pria yang membuat pengakuan bohong itu memohon maaf dengan sepenuh hati pada Indah. Indah merasa iba dan memikirkan dampak persoalan itu pada keluarga mereka. Setelah menandatangani surat perjanjian damai, pemilik restoran itu mendekati Indah dan memegang tangannya. Segala keangkuhannya hilang dan kini berganti dengan senyum di bibirnya. "Terimakasih karena Mbak Indah mau memaafkan saya. Terimakasih juga Ini perbuatan bodoh seperti itu lagi," kata pemilik restoran itu."Iya, Mbak. Saya harap kita bisa bersaing secara sehat mulai dari saat ini." Indah tersenyum ramah. Mereka saling berpelukan dan berusaha menghilangkan rasa sakit hati yang pernah ada.Setelah ada video klarifikasi yang diedarkan melalui media sosial, restoran Indah kembali ramai. Pelanggan lama mereka mulai datang kembali."Mbak Indah,
Sandy terdiam beberapa saat, lalu menarik Indah ke pelukannya. Mereka berpelukan dan hanya diam tanpa bicara lagi. Indah mengusap-usap punggung Sandy untuk membuatnya lebih tenang.Ibu Indah, Bi Ijah, Arinna, dan Charles tiba di rumah duka itu. Bi Ijah langsung menangis saat menginjakkan kaki di rumah majikannya itu. Apalagi saat ia melihat sang tuan disemayamkan.Bi Ijah memeluk Indah dan bertanya, "Dimana Nyonya?""Di kamar, Bi. Mama baru saja jatuh pingsan," jawab Indah."Ya ampun, kasihan Nyonya. Bibi ke dalam dulu, Neng." Bi Ijah bergegas masuk ke dalam kamar.Ibu Indah menatap Sandy prihatin. "Nak Sandy, Ibu turut berdukacita.""Terimakasih, Bu." Lirih Sandy.Arinna dan Charles langsung memeluk Sandy dan Indah. Salah satu Tante Sandy mendekat dan membisikkan sesuatu pada Sandy. Mereka sangat serius membicarakan rencana pemakaman Papa Sandy.Sandy menelepon untuk meminta anak buahnya mengatur semua hal yang diperlukan. Setelah itu ia kembali memasukkan ponsel ke dalam sakunya."M
Indah berusaha menahan diri dan bersikap normal. Ia sadar tidak patut dirinya meluapkan emosi, karena sedang dalam suasana berduka. Namun Daisy semakin melekat pada Bu Ratna, bahkan beberapa kali sengaja mengajak Sandy berbincang. Sandy awalnya dingin pada Daisy, tetapi akhirnya mulai menanggapi gadis itu.Irene dan mamanya datang untuk mengucapkan belasungkawa. Melihat kehadiran Daisy, Irene memeluknya dengan erat."Kak Daisy, koq bisa di sini? Aku kangen sama Kakak, kenapa Kakak menghilang dan sama sekali gak menghubungi aku?" tanya Irene.Daisy tersenyum dan membelai wajah Irene."Maaf, Irene. Kakak waktu itu gak sempat menghubungi kamu. Wah, kamu makin cantik dan dewasa sekarang.""Terimakasih, Kak. Kak Daisy adalah inspirasiku. Aku belajar banyak hal dari Kakak," kata Irene.Irene langsung duduk di samping Daisy dan berbagi cerita. Mereka berpegangan tangan, seperti dua sahabat lama yang sedang melepas kerinduan. Indah semakin merasa Daisy sangat berarti bagi semua orang di situ.
Dua jam berlalu, Indah tetap berada di kamar dengan perasaan tak menentu. Bayangan Sandy sedang berbincang dan berpegangan tangan dengan Daisy tak pernah bisa hilang dari benaknya. Tak biasanya Sandy membiarkannya kesal dan marah seperti ini. Biasanya, Sandy akan kembali ke kamar dan memeluk Indah sampai amarahnya surut. Indah duduk sambil memeluk bantal. Sekalipun beberapa hari ia lelah dan mengantuk karena kurang tidur, ia sama sekali tidak bisa memejamkan matanya.'Apa aku yang keterlaluan? Terlalu sensitif dan cemburu di saat yang gak tepat?''Tapi bagaimana bisa Mas Sandy berbuat seperti itu padaku? Dia seolah gak menghargai perasaanku?'Indah menarik nafas dalam-dalam, ia mencuci mukanya dan berpikir untuk pulang dahulu ke rumahnya.'Seandainya Mas Sandy masih ingin menemani mama, biar saja dia di sini dulu,' pikir Indah.Indah keluar dari kamar, tak disangka, Daisy masih ada di ruang tamu dan sedang berbincang dengan Irene. Sementara Sandy sedang tertidur di lantai beralaskan
Indah mengemudi mobilnya sambil menangis. Ia tidak pernah menyangka jika hal buruk yang pernah terjadi dalam pernikahannya terdahulu akan terulang kembali. Indah meraba pipinya yang terasa sakit, ia melihat ke cermin dan menemukan tanda merah di sana. Tak henti Indah bertanya dalam hatinya, apa kegagalan kisah cintanya dengan Aryo membuatnya trauma dan sangat sensitif seperti sekarang ini?Saat berhenti di lampu merah, Indah mengambil ponselnya, ia melihat tidak ada pesan atau permintaan maaf dari Sandy padanya.'Bukannya mencegah aku pergi, dia malah berteriak dan marah seperti itu! Baiklah, aku gak akan kembali ke rumah itu!' ucap Indah dalam hatinya.Indah tak habis pikir, kenapa ada orang bermuka dua seperti Irene dan Daisy, yang terlihat sangat manis di luar, tetapi hatinya licik dan berbisa.Tanpa ia sadari, Indah tiba di depan rumah ibunya. Ia menghapus air matanya dan memakai masker untuk menutupi bekas tamparan Sandy di wajahnya. Indah mengerti, tidak mungkin ia bisa menyemb
"Argh.. kenapa pernikahanku jadi kacau seperti ini?" Sandy menjambak rambutnya sendiri dan duduk di sofa ruang tamu.Bi Ijah menatapnya prihatin dan menggelengkan kepalanya. Dalam sekejap rumah tangga yang harmonis menjadi retak dan nyaris hancur."Sabar, Nak, setiap rumah tangga harus melewati ujian. Coba tenangkan diri dan jangan mengedepankan emosi!" saran Bi Ijah."Bi, apa kurangnya aku selama ini? Aku selalu berusaha menerima, menyayangi, dan mendukung Indah. Aku juga menerima Indah apa adanya meskipun dia sudah pernah menikah dan menyayangi anak-anaknya seperti anakku sendiri. Dengan mudahnya dia pergi dari rumah saat kami ada masalah kecil seperti ini. Aku masih berduka karena papa, Bi. Pikiranku kalut, seharusnya dia bisa mengerti dan memahami aku."Bi Ijah menghela nafas panjang. "Jangan mengambil keputusan saat sedang marah, Nak! Nanti kalau emosi kalian sudah membaik, bicaralah dengan lebih tenang dan jangan saling menyalahkan!""Iya, Bi. Aku akan mencoba mengikuti saran Bi
Indah berlari keluar dari kantor itu dan masuk kembali ke mobilnya. Ia tidak menghiraukan tatapan para karyawan yang melihat reaksi dan air matanya yang terlanjur jatuh."Jahat kamu, Mas! Pantas saja kamu membela wanita itu mati-matian dan memaksa aku minta maaf padanya. Ternyata kamu masih menyimpan perasaan cinta untuknya. Lalu kamu anggap aku ini apa? Figuran? Pelampiasan?""Aku merendahkan diri, datang ke kantormu untuk membawakan makan siang dan memperbaiki hubungan kita. Tapi apa? Ternyata kamu malah menikmati waktu saat jauh dariku.""Bodoh kamu, Indah! Kenapa bisa jatuh kembali di lubang yang sama? Ternyata semua pria memang penipu!" rutuk Indah.Indah memukul-mukul setir mobilnya dan menangis. Setelah bisa sedikit menguasai diri, ia segera meninggalkan halaman kantor suaminya. 'Mas Sandy atau siapapun gak boleh melihat aku menangis. Aku gak akan menangis lagi untuk seorang pria.' Indah menghapus kasar air mata yang membasahi pipinya.Indah kembali ke restoran dan masuk ke ru
"San, dimana Indah? Kenapa beberapa hari ini Mama gak lihat dia?" tanya Bu Ratna saat sarapan pagi itu.Sandy tak langsung menjawab, ia mengunyah makanannya perlahan sembari mencari jawaban yang tepat."Dia ada di rumah ibunya, Ma. Kasihan anak-anak, sudah beberapa hari mereka harus bersama neneknya, " jawab Sandy."Kenapa? Kalian bertengkar? Tolong jujur dan jangan menyembunyikan apapun dari Mama!""Gak ada apa-apa, Ma. Mama gak perlu cemas. Sekarang Mama fokus saja sama kesehatan Mama, jangan terus larut dalam kesedihan!" Sandy berusaha tersenyum.Perbincangan mereka terhenti ketika Daisy tiba-tiba datang dan langsung duduk di samping Sandy. Tanpa ragu Daisy langsung memegang lengan Sandy dan mencium pipinya. Sandy terlihat segan, tetapi ia membiarkan tindakan Daisy itu. Bu Ratna menatap Daisy dan Sandy bergantian. Ia mulai bisa membaca situasi itu."Ma, aku bawa makanan untuk Mama dan Sandy." Daisy meletakkan kantung plastik yang cukup besar di meja makan."Gak perlu repot-repot. B