Olivia mengayunkan sepeda sangat cepat. Tapi sungguh tidak mungkin jika dia akan tiba tepat waktu. Butuh paling cepat tiga puluh menit untuk mencapai perusahaan.Sebuah mobil menepi, mobil itu membunyikan klakson beberapa kali. Merasa asing dengan mobil tersebut Olivia tetap mengayunkan sepedanya dan melewati mobil tersebut.Mobil itu kembali melaju dan mengikuti Olivia dati belakang. Suara klakson masih begitu bising. Sesekali anak yang di bonceng Olivia menoleh kebelakang."Kak, sepertinya pemilik mobil itu mengenalmu." Anak di bangku belakang menepuk pundak Olivia."Oiya, dia pasti orang gila yang selalu menggoda wanita di jalan," acuh Olivia."Kak, kita tidak boleh memiliki prasangka buruk dulu pada seseorang," jawab anak tersebut."Memang tidak boleh, tapi kita juga harus jaga jarak dengan orang seperti itu. Kadang orang yang terlihat baik belum tentu baik, begitu sebaliknya." Olivia melambatkan kakinya saat mengayunkan sepeda.Bayangan seorang pria terlintas di kepala Olivia. Se
Mata Olivia membulat sempurna saat melihat pria dihadapannya. Ternyata benar, dia adalah pria sama yang selalu mengganggunya belakangan ini. "Nona Angel, sepertinya kau layak mendapatkan apresiasi. Kinerjamu jauh lemu baik dari atasanmu," Ardian tersenyum manis pada wanita yang duduk di hadapannya. Olivia menarik napas dalam. Sepertinya kedepannya hatinya serasa di dalam neraka. Dia tidak menyangka usahanya dari tadi malah jadi bumerang yang menusuknya. "Terima kasih atas kerja kerasmu, Angel. Karena Tuan Ardian menyukai kinerjamu, kau akan bertanggung jawab pada proyek ini. Selamat bertugas," ucap Olivia melempar senyum dan melangkah pergi. Mata Angel membulat, entah dia harus senang atau sedih. Di sisi lain dia bisa membuktikan pada dunia kalau dia bukan hanya wanita murahan. Tapi di sisi lain dia tidak rela untuk meninggalkan perusahaan ini. Ardian melempar senyum pada Angel sebelum pergi meninggalkan ruangan. Pria itu segera masuk ke dalam lift diikuti oleh enam orang lai
Olivia duduk di kuris besarnya. Matanya menyapu tiap sudut ruang. Pandangannya berhenti pada sebuh foto yang di bingkai rapi pada pigura yang terbuat dari kayu.Wanita itu bangkit dan meraih foto itu. Terukir senyum tipis di wajah cantiknya. Tanpa terasa buliran bening mulai terjun dari ujung mata.Olivia sangat bahagia bisa berada di posisi ini. Bukan hanya merebut kembali perusahaan Soetedjo Grup, bahkan saat ini dia bisa membuka mall baru di ibu kota.Sayang sekali saat ini dia berada jauh dengan orang yang paling berperan dalam perusahaan ini. Nicholas, meskipun di awal pertemuan sangat menyebalkan. Akan tetapi pria itu memberikan peran yang berarti."Aku juga sangat merindukan Tuan Soetedjo, aku yakin dia sangat bangga padamu," ucap seorang pria yang tiba-tiba masuk ke ruangan Olivia."Ya, Papa dan Mama sangat bangga padaku. Aku juga percaya meraka sangat bahagia saat ini karena melihat putri kesayangannya telah lepas dari ular yang menjeratnya," jawab Olivia sinis.Wanita itu m
Mobil yang membawa Olivia berhenti di sebuah restoran mewah bintang lima. Ricky segera turun dan membuka pintu mobil untuk sang Nona."Apakah semuanya baik-naik saja Pak?" tanya Olivia ragu."Semuanya baik-baik saja Nona, Nyonya besar hanya merindukan Anda," jawab Ricky sambil melempar senyum teduh.Olivia masih menatap pria tua itu penuh curiga. Bagaimana bisa Nyonya Nita mengadakan makan siang bersamanya, sedangkan ada orang yang lebih pantas darinya."Nona tidak perl khawatir. Saya yakin tidak akan ada hal buruk terjadi di dalam," ucap Ricky meyakinkan"Lalu Fora?" tanya Olivia ragu.Persis seperti yang di tebak. Wanita yang sok tidak peduli ini juga cemburu pada wanita yang secara tiba-tiba mengambil posisinya."Nona Flora memiliki kesibukan sendiri. Dia tidak bersama Nonya dan Tuan Nicholas," jawab Ricky.Senyum merekah mengembang di wajah cantiknya saat mendengar penjelasan Ricky. Olivia segera turun dari mobil dan merapikan penampilannya."Aku harap kau tidak berbohong padaku,"
Olivia turun dari taxi. Wanita itu segera melangkah masuk ke dalam gedung megah yang sudah siap untuk beroperasi. Setiap ruangan di pisah oleh dinding kaca tebal. Pintunya juga terbuat dari kaca sehingga Olivia bisa melihat antusias para penjual.Tanpa terasa air mata Olivia menetes. Dia tidak percaya mimpinya akan terwujud. Ingatannya kembali ke lima belas tahun yang lalu. Saat itu dia masih kecil dan nakal."Papa, besok kalau aku besar aku akan membangun mall ku sendiri," ucap Olivia sambil menjilat es krim di tangannya."Oiya, apakah kau tidak puas dengan mall ini?" tanya Tuan Soetedjo."Tidak Paa, aku tidak mau uang Papa habis karena setiap hari kita ke Mall untuk membeli es krim," jawab Olivia polos.Soetedjo tidak percaya dengan ucapan putrinya. Ternyata anak manja seperti dia juga memikirkan uang. "Kau tidak perlu membangun Mall, kita hanya perlu bekerja keras untuk mendapatkan banyak uang untuk beli es krim," jawab Soetedjo meraih tubuh mungil Olivia dan menggendongnya."Pap
Seorang wanita cantik berkulit sawo matang lengkap dengan seragam baby sister nya melangkah memasuki sebuah kamar. Wanita itu membawa nampan yang berisi sarapan pagi dan segelas susu."Ayo bangun! Kau harus menyisihkan energi dan meminum obatmu," ucap Flora yang menaruh nampan itu di meja.Seorang pria masih menikmati selimut tebalnya. Matanya masih terpejam, wajahnya begitu tenang dan hanyut dalam mimpinya.Flora menyibak rambut ikal yang menutupi sebagian wajah tampannya. Wanita itu tersenyum manis. Jemarinya membelai lembut wajah yang di bingkai kumis tipis terawat itu."Sayang, bangun! Sudah waktunya," bisik Flora.Dengan malas pria yang tertidur itu membuka mata. Dia tersenyum tipis saat melihat wanita yang amat dicintainya.Tangan kekar menarik tubuh Flora dalam dekapan pria itu dan menarik selimut untuk menutupi keduanya. Terdengar tawa canda dari balik selimut tersebut."Nicholas, kamu nakal! Ayo bangun," ucap Fl
Mobil Kenzo melaju melesat melewat jalanan ramai lancar ibu kota. Ujung matanya sesekali mencuri pandang ke sebelah. Melhat keadaan seorang wanita yang sedang menahan amarahnya.Angel menatap jauh ke langit senja yang terlihat indah saat ini. Di berusaha meredam amarahnya. Dia tau bahwa Kenzo hanya bermain-main dengan mantan istrinya. Namun, entah mengapa hatinya tetap diliputi rasa cemburu."Kau masih marah padaku?" tanya Kenzo lembut."Tidak," jawab Angel singkat.Wajahnya masih menatap jendela yang memperlihatkan pemandangan mege merah. Masih terlalu sakit untuk menatap wajah pria yang amat dia cintai.Cinta ... Apakah benar cinta sesakit ini? Setelah apa yang dirinya perbuat. Apakah Kenzo akan meninggalkannya sama dengan dia meninggalkan Olivia? Pertanyaan itu kembali menghantui pikirannya. Terlebih prilaku Kenzo terhadap Olivia tadi sangat natural. Sangat jauh jika di katakan sebuah sandiwara."Maafkan aku, aku tid
Angel membuka matanya. Di hadapannya sudah terlihat pemandangan yang begitu indah. Seorang pria tampan sedang terlelap dengan tenang. Dadanya naik turun beraturan. Wanita itu menarik selimut untuk menutupi dada bidang yang terpampang nyata. Angel mendaratkan kecupan kecil di kening Kenzo dan beranjak dari kasur.Angel memunguti pakaian yang berserakan di lantai. Kamar ini begitu berantakan akibat pertarungan hebat semalam. Setelah semua beres, dia memutuskan untuk membersihkan diri di kamar mandi.Dia memutar kran dan mengisi bath up dengan air hangat. Angel masuk dan duduk di dalam bathtub. Matanya terpejam menikmati kehangatan air yang merendam tubuhnya.Ucapan Kenzo semalam masih terngiang di telinganya. Obsesi? Ini terlalu sederhana jika di katakan sebuah obsesi. Lalu cinta ini? Apakah ini juga bisa di katakan obsesi?Angel bisa melakukan apapun demi Kenzo. Merelakan semua yang dia punya, bahkan harga dirinya hanya demi mewujudkan mimpi kekasihnya tersebut.Tiga puluh menit berla
Mata Kenzo masih membulat saat melihat dua orang beridi di hadapannya. Bagaimana ini bisa terjadi? Karena kalut dengan emosinya, dia sampai lupa kalau Nicholas sudah menikah."Siapa wanita yang kau maksud?" tanya Flora menyapa tajam."Bukankah harusnya perusahaanmu sangat sibuk sekarang?" Alis Nicholas bertaut.Tubuh Kenzo kaku tidak bisa di gerakan. Tepukan Ricky pada bahu Kenzo membuat pria itu bangun dari lamunannya. Dengan cepat dia berlutut dan meminta maaf pada wanita yang berdiri di samping Nicholas."Maafkan saya Nyonya, saya tidak tau kalau di dalam adalah Nyonya Flora." Kenzo menundukkan pandangannya.Flora mencoba merendam amarahnya. Dia tau siapa wanita yang di maksud Kenzo. Hanya saja dia tidak mau masalah ini semakin panjang hingga membuat Nicholas berubah pikiran.Tingkat perkembangan hubungan mereka semakin bagus. Belakang ini Flora juga tidak melihat Suaminya menemui prempuan itu.Lalu saat ini, dengan wajah datarnya sang suami yang tidak pernah menerima kehadirannya
Angel membuka matanya. Di hadapannya sudah terlihat pemandangan yang begitu indah. Seorang pria tampan sedang terlelap dengan tenang. Dadanya naik turun beraturan. Wanita itu menarik selimut untuk menutupi dada bidang yang terpampang nyata. Angel mendaratkan kecupan kecil di kening Kenzo dan beranjak dari kasur.Angel memunguti pakaian yang berserakan di lantai. Kamar ini begitu berantakan akibat pertarungan hebat semalam. Setelah semua beres, dia memutuskan untuk membersihkan diri di kamar mandi.Dia memutar kran dan mengisi bath up dengan air hangat. Angel masuk dan duduk di dalam bathtub. Matanya terpejam menikmati kehangatan air yang merendam tubuhnya.Ucapan Kenzo semalam masih terngiang di telinganya. Obsesi? Ini terlalu sederhana jika di katakan sebuah obsesi. Lalu cinta ini? Apakah ini juga bisa di katakan obsesi?Angel bisa melakukan apapun demi Kenzo. Merelakan semua yang dia punya, bahkan harga dirinya hanya demi mewujudkan mimpi kekasihnya tersebut.Tiga puluh menit berla
Mobil Kenzo melaju melesat melewat jalanan ramai lancar ibu kota. Ujung matanya sesekali mencuri pandang ke sebelah. Melhat keadaan seorang wanita yang sedang menahan amarahnya.Angel menatap jauh ke langit senja yang terlihat indah saat ini. Di berusaha meredam amarahnya. Dia tau bahwa Kenzo hanya bermain-main dengan mantan istrinya. Namun, entah mengapa hatinya tetap diliputi rasa cemburu."Kau masih marah padaku?" tanya Kenzo lembut."Tidak," jawab Angel singkat.Wajahnya masih menatap jendela yang memperlihatkan pemandangan mege merah. Masih terlalu sakit untuk menatap wajah pria yang amat dia cintai.Cinta ... Apakah benar cinta sesakit ini? Setelah apa yang dirinya perbuat. Apakah Kenzo akan meninggalkannya sama dengan dia meninggalkan Olivia? Pertanyaan itu kembali menghantui pikirannya. Terlebih prilaku Kenzo terhadap Olivia tadi sangat natural. Sangat jauh jika di katakan sebuah sandiwara."Maafkan aku, aku tid
Seorang wanita cantik berkulit sawo matang lengkap dengan seragam baby sister nya melangkah memasuki sebuah kamar. Wanita itu membawa nampan yang berisi sarapan pagi dan segelas susu."Ayo bangun! Kau harus menyisihkan energi dan meminum obatmu," ucap Flora yang menaruh nampan itu di meja.Seorang pria masih menikmati selimut tebalnya. Matanya masih terpejam, wajahnya begitu tenang dan hanyut dalam mimpinya.Flora menyibak rambut ikal yang menutupi sebagian wajah tampannya. Wanita itu tersenyum manis. Jemarinya membelai lembut wajah yang di bingkai kumis tipis terawat itu."Sayang, bangun! Sudah waktunya," bisik Flora.Dengan malas pria yang tertidur itu membuka mata. Dia tersenyum tipis saat melihat wanita yang amat dicintainya.Tangan kekar menarik tubuh Flora dalam dekapan pria itu dan menarik selimut untuk menutupi keduanya. Terdengar tawa canda dari balik selimut tersebut."Nicholas, kamu nakal! Ayo bangun," ucap Fl
Olivia turun dari taxi. Wanita itu segera melangkah masuk ke dalam gedung megah yang sudah siap untuk beroperasi. Setiap ruangan di pisah oleh dinding kaca tebal. Pintunya juga terbuat dari kaca sehingga Olivia bisa melihat antusias para penjual.Tanpa terasa air mata Olivia menetes. Dia tidak percaya mimpinya akan terwujud. Ingatannya kembali ke lima belas tahun yang lalu. Saat itu dia masih kecil dan nakal."Papa, besok kalau aku besar aku akan membangun mall ku sendiri," ucap Olivia sambil menjilat es krim di tangannya."Oiya, apakah kau tidak puas dengan mall ini?" tanya Tuan Soetedjo."Tidak Paa, aku tidak mau uang Papa habis karena setiap hari kita ke Mall untuk membeli es krim," jawab Olivia polos.Soetedjo tidak percaya dengan ucapan putrinya. Ternyata anak manja seperti dia juga memikirkan uang. "Kau tidak perlu membangun Mall, kita hanya perlu bekerja keras untuk mendapatkan banyak uang untuk beli es krim," jawab Soetedjo meraih tubuh mungil Olivia dan menggendongnya."Pap
Mobil yang membawa Olivia berhenti di sebuah restoran mewah bintang lima. Ricky segera turun dan membuka pintu mobil untuk sang Nona."Apakah semuanya baik-naik saja Pak?" tanya Olivia ragu."Semuanya baik-baik saja Nona, Nyonya besar hanya merindukan Anda," jawab Ricky sambil melempar senyum teduh.Olivia masih menatap pria tua itu penuh curiga. Bagaimana bisa Nyonya Nita mengadakan makan siang bersamanya, sedangkan ada orang yang lebih pantas darinya."Nona tidak perl khawatir. Saya yakin tidak akan ada hal buruk terjadi di dalam," ucap Ricky meyakinkan"Lalu Fora?" tanya Olivia ragu.Persis seperti yang di tebak. Wanita yang sok tidak peduli ini juga cemburu pada wanita yang secara tiba-tiba mengambil posisinya."Nona Flora memiliki kesibukan sendiri. Dia tidak bersama Nonya dan Tuan Nicholas," jawab Ricky.Senyum merekah mengembang di wajah cantiknya saat mendengar penjelasan Ricky. Olivia segera turun dari mobil dan merapikan penampilannya."Aku harap kau tidak berbohong padaku,"
Olivia duduk di kuris besarnya. Matanya menyapu tiap sudut ruang. Pandangannya berhenti pada sebuh foto yang di bingkai rapi pada pigura yang terbuat dari kayu.Wanita itu bangkit dan meraih foto itu. Terukir senyum tipis di wajah cantiknya. Tanpa terasa buliran bening mulai terjun dari ujung mata.Olivia sangat bahagia bisa berada di posisi ini. Bukan hanya merebut kembali perusahaan Soetedjo Grup, bahkan saat ini dia bisa membuka mall baru di ibu kota.Sayang sekali saat ini dia berada jauh dengan orang yang paling berperan dalam perusahaan ini. Nicholas, meskipun di awal pertemuan sangat menyebalkan. Akan tetapi pria itu memberikan peran yang berarti."Aku juga sangat merindukan Tuan Soetedjo, aku yakin dia sangat bangga padamu," ucap seorang pria yang tiba-tiba masuk ke ruangan Olivia."Ya, Papa dan Mama sangat bangga padaku. Aku juga percaya meraka sangat bahagia saat ini karena melihat putri kesayangannya telah lepas dari ular yang menjeratnya," jawab Olivia sinis.Wanita itu m
Mata Olivia membulat sempurna saat melihat pria dihadapannya. Ternyata benar, dia adalah pria sama yang selalu mengganggunya belakangan ini. "Nona Angel, sepertinya kau layak mendapatkan apresiasi. Kinerjamu jauh lemu baik dari atasanmu," Ardian tersenyum manis pada wanita yang duduk di hadapannya. Olivia menarik napas dalam. Sepertinya kedepannya hatinya serasa di dalam neraka. Dia tidak menyangka usahanya dari tadi malah jadi bumerang yang menusuknya. "Terima kasih atas kerja kerasmu, Angel. Karena Tuan Ardian menyukai kinerjamu, kau akan bertanggung jawab pada proyek ini. Selamat bertugas," ucap Olivia melempar senyum dan melangkah pergi. Mata Angel membulat, entah dia harus senang atau sedih. Di sisi lain dia bisa membuktikan pada dunia kalau dia bukan hanya wanita murahan. Tapi di sisi lain dia tidak rela untuk meninggalkan perusahaan ini. Ardian melempar senyum pada Angel sebelum pergi meninggalkan ruangan. Pria itu segera masuk ke dalam lift diikuti oleh enam orang lai
Olivia mengayunkan sepeda sangat cepat. Tapi sungguh tidak mungkin jika dia akan tiba tepat waktu. Butuh paling cepat tiga puluh menit untuk mencapai perusahaan.Sebuah mobil menepi, mobil itu membunyikan klakson beberapa kali. Merasa asing dengan mobil tersebut Olivia tetap mengayunkan sepedanya dan melewati mobil tersebut.Mobil itu kembali melaju dan mengikuti Olivia dati belakang. Suara klakson masih begitu bising. Sesekali anak yang di bonceng Olivia menoleh kebelakang."Kak, sepertinya pemilik mobil itu mengenalmu." Anak di bangku belakang menepuk pundak Olivia."Oiya, dia pasti orang gila yang selalu menggoda wanita di jalan," acuh Olivia."Kak, kita tidak boleh memiliki prasangka buruk dulu pada seseorang," jawab anak tersebut."Memang tidak boleh, tapi kita juga harus jaga jarak dengan orang seperti itu. Kadang orang yang terlihat baik belum tentu baik, begitu sebaliknya." Olivia melambatkan kakinya saat mengayunkan sepeda.Bayangan seorang pria terlintas di kepala Olivia. Se