Olivia baru saja membuka mata karena seberkas cahaya mentari pagi menyorot ke arahnya. Di saat yang bersamaan ponselnya berdering
Dengan malas dia meraih benda pipih yang berada tak jauh dari jangkauan. Matanya menyipit melihat siapa yang menghubunginya. Kepalanya masih terasa berat, belum lagi pangkal tubuhnya yang masih sakit akibat kejadian tadi malam. Namun matanya terbuka lebar saat telinganya mendengar suara berat di ujung sambungan. "Berani-beraninya kau pergi tanpa pamit!" ucap Nich menahan amarah. "Maaf Tuan Nich, semalam saya mabuk berat. Saya takut akan mengganggu istirahat Anda," jawab Olivia terbata. "Apa kau tau apa hukuman bagi karyawan yang datang tidak tepat waktu?" ucap Nich mengintimidasi. Olivia segera melempar pandangan ke samping, melihat jam dinding yang masih menunjukkan pukul enam pagi. Masih jaug dari kata terlambat bukan? "Bukankah ini masih pagi?" keluh Olivia. Olivia menghela napas kasar saat Nich memutus sambungan sepihak. Wanita itu membanting ponselnya ke lantai. Matanya mulai berkaca. Rasa amarah, kecewa dan sedih bercampur jadi satu. Jika dulu dia bisa memerintah sesuka hatinya. Tidak sekarang, dunia berputar begitu cepat. Terdengar langkah cepat menuju kamarnya. Seorang wanita membuka pintu. Wajahnya terlhat cemas. "Nona tidak apa-apa?' tanya Fika segera mengambil ponsel yang tergeletak di antai. Fika memeluk wanita yang baru saja bangun tersebut. Dia juga wanita, jadi tau persis bagaiaman perasaan Olivia sekarang. "Anton akan cari jalan lain. Pasti ada cara yang lebih masuk akal dari cara gila ini," lanjut Fika mengelus lembut rambut panjang Olivia. Olivia memeluk erat wanita paruh baya yang pernah dia usir lima tahun lalu. Dia tidak menyangka wanita yang dia lukailah yang ada di sisinya di saat seperti ini. "Jangan panggil aku Nona, tante. Maafkan aku ..." ucap Olivia di tengah tangisnya. "Sstt ... sudah jangan di pikirkan. Semua akan baik-baik saja. Aku peraya Nona akan berhasil merebut semuanya kembali," jawab Fika melepas pelukannya dan menatap dalam manik mata yang mengeluarkan air mata tersebut. "Jangan panggil aku Nona," Olivia menekan kalimatnya. "Oke baiklah. Aku janji akan memamnggilmu Olivia. Mau bantu aku menyiapkan sarapan di bawah?" Fika elempar senyum teduh. "Sepertinya itu ide bagus," jawab Olivia menghapus air matanya Olivia bangkit dari kasurnya dan mulai mengayunkan kaki. Namun rasa sakit pada bagian tengah tubuhnya membuat dirinya menghentikan langkah. "Kau baik-baik saja?" Fika segera bangkit dan memapah Olivia. "Tidak apa, cuma sedikit lecet saja," jawab Olivia dengan wajah merah. "Kau yakin?" Fika ragu untuk meninggalkan Olivia sendiri. Olivia hanya menganggukkan kepalanya pelan. Meski ragu Fika melepaskan tangannya dan keluar dari kamar. Wanita yang masih mengenakan piyama itu menghempaskan tubuhnya ke kasur. Dia tidak menyangka pria ini lebih perkasa dari mantan suaminya, Kenzo. Sepuluh menit berlalu. Fika terus menatap ujung anak tangga. Berharap kalau wanita di atas segera turun. wanita paruh baya ini sampai tidak fokus dengan menu yang dia masak pagi ini. Anton keluar kamar. Pria itu sudah siap dengan jas rapi dan aroma maskulin yang samerbak. Dia menautkan alis saat melihat istrinya menatap resah anak tangga. "Apa ada yang tidak beres?" tanya Antom menepuk pundak Fika. "Aku hanya kawatir dengan Nona Olivia. Apakah tidak ada cara lain untuk merebut hartanya kembali," ucap Fika penuh harap. "Apakah Nona Oliv ..." "Tidak, dia tetap teguh pendirian. Aku hanya merasa kasihan. Aku juga wanita dan jka aku berada di posisinya ... Aku pasti ..." Lidah Fika terasa kelu untuk melanjutkan kalimatnya. "Aku juga merasa begitu. Tapi dunia bisnis memang keras. Kalau tidak memangsa, kita akn di mangsa. Aku yakin Nona bisa melewati semua, meski terasa sulit," ucap Anton tersenyum tipis. "Kenapa begitu serius?" tanya Olivia yang melangkah menuruni tangga. Fika dan Anton segera memasang wajah cerah untukmenutupi kekhawatirann mereka. Fika menrik kursi, memberi tempat untuk sang Nona muda untuk sarapan. Meski berulangkali Olivia menolak tapi Fika tetap memperlakukan layaknya seorang majikan. Peristiwa lima tahun lalu tidak sebanding semua pertolongan yang Papa Olivia berikan pada keluarga Anton. "Terima kasih Tante. Oiya dimana dua malaikat kecilku?" tanya Olovia celingukan. "Mereka sudah berangkat dengan bis sekolah. Ada pelajaran ekstra pagi ini," jawab Fika menjelaskan. "Sayang sekali, padahal aku ingin menyapa mereka," Olivia memasang wajah sedih. "Apa Tuan Nich sulit di takhlukkan?" ucap Anton kikuk. Seketika memory panas malam tadi terulang di kepala Olivia. Jejeran otot dan pusaka itu ... "Nona," panggil Anton saat melihat Olivia tiba-tiba melamun. "Oh, tidak. Aku hanya membutuhkan waktu saja. Dia sama dengan pria lain tidak lebih," jawab Olivia singkat. *** Sebuah mobil hitam berhenti di salah satu gedung pencakar langit. Gedung tersebut adalah salah satu perusahaan yang saat ini naik daun. Soejono Grup tempat dimana Olivia memulai misi merebut hartanya kembali. Olivia membuka pintu. Terdengar helaan napas panjang. hatinya terus berdoa semoga hari ini tidak terlalu berat untuknya. Anton menginjak pedal gas dan pergi. Sebenarnya dia khawatir, akan tetapi tiak ada cara lain selain ini. Perusahaan Nicholas kali ini di puncak, banyak perusahaan yang ingin bekerja sama pada perusahaan tersebut. Tidak terecuali Kenzo, cepat atau lambat dia pasti akan kemari. Olivia membulatkan tekad dan terus berbisik kalau dia bisa melewati malaikat maut yang akan dia temui. Kali ini da memilih setelan baju kantor yang sedikit tertutup. Celana dan jas dengan warna hitam. Wanita itu mengayunkan langkah memasuki perusahaan tersebut. Beberapa karyawan berdecak kagum melihat kecantikan Olivia, selera bos mereka memang tidak pernah ecek-ecek. Olivia masuk ke dalam lift dan segera mempercepat langkah menuju ruangan Nicholas. Jantungnya berdegup kencang. Entah apa yang dia hadapi setelah membuka pintu kaca di hadapannya. "Selamat pagi Tuan Nicholas," ucap Olivia menyapa seong pria yang duduk di kursi besarnya. Nicholas melempar pandangan pada jam dinding. Jam itu menujukkan pukul delapan tepat. Untuk karyawan biasa tidak akan ada sanksi yang di terrima. Tapi tidak dengan Olivia. kali ini wanita malang ini benar-benarakan masuk ke dalam neraka yang menyiksa. "Kau telat lima belas menit." Tatapan Nicholas baga peluru yang menancap di dada Olivia, sekeika membuat sesak pernapasan. "Tapi Tuan," ucap Olivia. "Seorang sekertaris harus datang sebelum atasannya. Tapi apa yang kau perbuat? Kau membiarkanku menunggumu disini!? Dan ini terjadi pada hari pertama kau bekerja," sahut Nicholas. "Maaf Tuan, aku tidak akan mengulanginya lagi," jawab Olivia menundukkan kepala. "Buka bajumu sekarang!" ucap Nicholas tegas. "Apa?" mata OLivia mebulat sempurna. "Apa kau tuli!?"Olivia masih membatu. Dia tidak menyangka pagi ini akan di sambut kegilaan atasannya itu. Melepas baju? Ini tidak normal.Mata Olivia berkaca. Dulu dia keterlaluan pada semua bawahannya. Dia sadar hal tersebut. Tapi tidak segila ini. Ternyata benar mitos mengatakan kalau karma lebih kejam."Apa kau tuli!?" Bentak Nicholas membuat wanita yang berada di hadapannya terkejut."Maaf Tuan, tapi ..." Jawab Olivia dengan bibir bergetar.Matanya menyapu seluruh ruang. Dinding ruangan ini terbuat dari kaca yang di tutupi oleh kain tipis berwarna putih."Apa Chelsea tidak menjelaskan hal ini padamu? Bahwa kau harus siap setiap saat, jika aku ingin di layani. Tidak peduli di manapun itu." Nicholas bangkit dari kursinya dan melangkah mendekati Olivia.Kelinci malang yang terjebak di kandang singa. Begitulah nasib Olivia sekarang. Hanya menunggu ajalnya menjemput.Olivia mundur teratur saat Nicholas kian mendekat. Rasa sakit di pangkal tubuhnya belum sembuh sempurna. Akan amat menyakitkan jika haru
Dari kejauhan, Olivia bisa melihat jejeran orang memakai setelan jas formal yang sudah siap menyambut kedatangan NicholasJantungnya bergemuruh saat melihat dua orang yang amat dia benci berada di sana. Mereka berpenampilan mewah dan elegan. Olivia menarik napas dalam sebelum memutuskan untuk turun dari mobil.Wanita itu membuka pintu mobil dan mempersilahkan Tuannya turun. Nicholas turun dari mobil dan melangkah menuju pintu utama perusahaan tersebut.Dua orang berpenampilan elegan, Kenzo dan Angel. Pasangan yang berhasil merebut perusahaan Olivia dengan cara licik itu menatap kedatangan tamunya dengan mata membulat.Mereka tidak percaya wanita yang mereka buang dengan hina saat ini berani menampakkan diri di hadapannya."Selamat datang Tuan Nichlas," ucap Kenzo mengulukan tangannya. Namun tidak dengan sorot mata yang tertuju pada seorang wanita di belakang.Nicholas mengabaikan penyambutan Kenzo. Seperti yang di isukan, Dirinya tidak suka basa-basi dan manusia yang memiliki banyak t
Mobil yang membawa Nicholas dan Olivia berhenti di salah satu bar di pusat kota. Karena melewati tempat ini, Nicholas memilih untuk mampir sejenak.Karena Olivia berhasil menjadi sekertaris hebat pagi ini membuat Nicholas membebaskan dari tugas ranjangnya."Tuan yakin ingin makan di cafe ini?" Olivia tampak ragu dengan penampakan cafe di hadapannya."Jadi itu berarti kau mau aku memakanmu saja?" "Tidak Tuan, Baiklah aku akan memesan sesuatu untukmu." Olivia segera turun dari mobil dan masuk ke cafe itu.Wanita itu membuka pintu cafe yang terbuat dari kaca. Tidak ada yang menarik. Bahkan kelas karyawan biasa saja tidak akan memilih tempat ini untuk makan."Mau pesan apa Nona?" tanya salah satu pelayan.Pelayannya saja hanya memakai celemek, tida ada seragam bahkan hanya sebuah anggur merah untuk penyambutan tamu."Seperti biasa," sahut Pria yang baru saja masuk."Nich, sejak kapan kau memiliki waktu luang!?" kekeh pelayan yang segera berhamburan memeluk Nicholas.Mereka terlihat sanga
Seorang wanita dengan gaun elegan yang membalut lekukan tubuh indahnya melangkah memasuki sebuah resto mewah.Wanita itu duduk di bangku yang sudah di pesannya satu jam lalu. Di sana sudah ada seorang pria menantikan kedatangannya."Ada hal yang bisa saya bantu?" tanya pria postur tegap dan wajah yang di bingkai kumis tipis tertata rapi."Seperti biasa, ada tugas penting untukmu," ucap Angel melempar pandangan ke arah pria yang memakai kacamata hitam tersebut."Sepertinya sangat penting sampai Anda repot-repot meluangkan waktu untuk bertemu," ucap Pria bernama Maxim itu.Angel membuka tas dan mengeluarkan beberapa tumpukan kertas. Jemari lentiknya membuka kertas dari persatu dan menarik selembar foto."Habisi Dia, jangan sampai meninggalakan jejak," ucap Angel menyodorkan selembar foto yang menampakkan wajah cantik seorag wanita.Alis Max bertaut saat melihat gambar wanita di hadapannya. Memory di kepalanya mengingat sesuatu. Wajah cantik ini sepertinya tidak asing baginya.'Wanta it
Sudah jam satu malam. Nicholas baru saja menyelesaikan tugasnya. Ada banyak file yang perlu di bereskan segera. Kalau saja dia tidak menerima tantangan dari Papanya. Pasti dia tidak akan bekerja sekeras ini.Pria itu memijat pangkal hidung. Matanya cukup lelah karena beberapa jam terpapar layar laptop. Alisnya bertaut saat melihat Olivia tertidur di sofa.Nicholas menggeser kursi. Pandangannya fokus pada Olivia dan berusaha mengingat sesuatu. Entah mengapa dia seperti familiar dengan tatapan wanita itu.Bayangan seorang wanita yang sedang berlari di tengah hujan tergambar begitu samar di kepala NicholasTiba-tiba kepala Nicholas sakit saat ingatannya menghilang. Pria itu mengerang kesakitn dan membuat Oliva terbangun."Tuan," Olivia segera berlari dan menolong Nicholas.Nicholas mencengkram kepalanya kuat. Sebuah tombak seolah menancap dan menembus kepalanya. Olivia semakin panik melihat kondisi Nicholas yang berubah tiba-tiba.Untung saja di lantai bawah ada bodyguard Nicholas yang s
Olivia menyipitkan matanya, seberkas cahaya matahari memantulkan sinarnya lewat kaca di hadapannya.Wanita itu bangkit dari kasur. Kepalanya sangat berat. Baru saja dia terlelap tapi matahari sudah membuatnya terbangun.Dengan langkah malas Olivia beranjak dari kasur dan menuju kamar mandi. Dia memutar kran, perlahan kucuran air hangat menyiram tubuhnya.Rasa lelah masih menyelimuti tubuhnya. Andai saja dia tidak di bebani tanggung jawab. Pasti dirinya akan meminta cuti."Huft, aku berjanji tidak akan pernah menyuruh semua karyawanku lembur lagi," ucap Olivia melangkah keluar kamar mandi.Di saat bersamaan ponselnya berdering kencang. Matanya membulat saat melihat nama yang tertera di layar. "Astaghfirullah, cepat sekali dia sadar." Olivia menggeser tombol hijau dan menempelkan benda pipih itu di telinga kanannya."Ke rumah sakit sekarang, ada banyak tugas yang harus kau kerjakan!" ucap Nicholas tegas."Tuan sudah sembuh!?" ucap Olivia dengan nada protes."Sepertinya kau amat bahagi
Mata Olivia terbuka lebar. Perlahan dia mundur teratur saat Nicholas semakin dekat dan mencondongkan tubuhnya ke arah Olivia. "Sepertinya kau ingin bermain denganku," ucap Nicholas lirih. Olivia meneguk liurnya. Wajah Nicholas terlihat sangat jelas dan menakutkan. Terlebih saat rahangnya terlihat mengeras, seolah menahan amarah besar. "Ti-dak Tuan, Saya tidak menyembunyikan apapun." Olivia menggelengkan kepalanya. "Oiya, lalu kenapa semua orang di perusahaan Soetedjo Grup sangat menghormatimu." Jemari Nicholas mulai bermain di rambut panjang Olivia yang tergerai. Kenapa pria di hadapannya tetap menyebalkan meskipun saat sakit seperti ini? Mungkinkah dia sudah mengetahui semuanya? Hidupnya hanya menunggu detik-detik terakhir kalau memang hal itu benar. Olivia yakin Nicholas tidak akan pernah memaafkannya bila dia tau semuanya. Olivia kau terlalu percaya diri untuk membodohi pria seperti Nicholas. Nicholas menggapit janggut lancip Olivia dan menariknya mendekat. Dua pasang
Olivia mengernyitkan mata. Kepalanya masih terasa pusing. Melihat apa yang ada dihadapannya sekarang, dia tau dimana dirinya berada. Ruangan dengan nuansa putih dan aroma obat-obatan yang menusuk. Sudah pasti ini ruang rawat.Dia melempar pandangan ke samping. Di sana ada seorang pria yang masih memakai pakaian pasien sedang tertidur di sofa. Olivia meraba lehernya karena terasa perih. Sepertinya ini akibat Tuan Tempramen yang saat ini sedang tertidur pulas tanpa rasa bersalah. Mata Olivia mulai berkaca.Dia sudah mengorbankan semuanya. Merubah total penampilan bahkan sampai identitas. Hal yang paling gila adalah, menjadi budak ranjang Tuan Tempramen itu.Kenapa balas dendamnya begitu sulit, dia hanya ingin melihat Kenzo dan Jalangnya itu menderita. Kenapa hal itu sangat sulit di wujudkan?"Kau sudah bangun?" tanya Nicholas melepar pandangan ke arah Olivia.Suara isakan Olivia membuatnya terbangun. Pria itu bangkit dan melangkah mendekati sekertarisnya itu. Karena dia semua masalah j
Mata Kenzo masih membulat saat melihat dua orang beridi di hadapannya. Bagaimana ini bisa terjadi? Karena kalut dengan emosinya, dia sampai lupa kalau Nicholas sudah menikah."Siapa wanita yang kau maksud?" tanya Flora menyapa tajam."Bukankah harusnya perusahaanmu sangat sibuk sekarang?" Alis Nicholas bertaut.Tubuh Kenzo kaku tidak bisa di gerakan. Tepukan Ricky pada bahu Kenzo membuat pria itu bangun dari lamunannya. Dengan cepat dia berlutut dan meminta maaf pada wanita yang berdiri di samping Nicholas."Maafkan saya Nyonya, saya tidak tau kalau di dalam adalah Nyonya Flora." Kenzo menundukkan pandangannya.Flora mencoba merendam amarahnya. Dia tau siapa wanita yang di maksud Kenzo. Hanya saja dia tidak mau masalah ini semakin panjang hingga membuat Nicholas berubah pikiran.Tingkat perkembangan hubungan mereka semakin bagus. Belakang ini Flora juga tidak melihat Suaminya menemui prempuan itu.Lalu saat ini, dengan wajah datarnya sang suami yang tidak pernah menerima kehadirannya
Angel membuka matanya. Di hadapannya sudah terlihat pemandangan yang begitu indah. Seorang pria tampan sedang terlelap dengan tenang. Dadanya naik turun beraturan. Wanita itu menarik selimut untuk menutupi dada bidang yang terpampang nyata. Angel mendaratkan kecupan kecil di kening Kenzo dan beranjak dari kasur.Angel memunguti pakaian yang berserakan di lantai. Kamar ini begitu berantakan akibat pertarungan hebat semalam. Setelah semua beres, dia memutuskan untuk membersihkan diri di kamar mandi.Dia memutar kran dan mengisi bath up dengan air hangat. Angel masuk dan duduk di dalam bathtub. Matanya terpejam menikmati kehangatan air yang merendam tubuhnya.Ucapan Kenzo semalam masih terngiang di telinganya. Obsesi? Ini terlalu sederhana jika di katakan sebuah obsesi. Lalu cinta ini? Apakah ini juga bisa di katakan obsesi?Angel bisa melakukan apapun demi Kenzo. Merelakan semua yang dia punya, bahkan harga dirinya hanya demi mewujudkan mimpi kekasihnya tersebut.Tiga puluh menit berla
Mobil Kenzo melaju melesat melewat jalanan ramai lancar ibu kota. Ujung matanya sesekali mencuri pandang ke sebelah. Melhat keadaan seorang wanita yang sedang menahan amarahnya.Angel menatap jauh ke langit senja yang terlihat indah saat ini. Di berusaha meredam amarahnya. Dia tau bahwa Kenzo hanya bermain-main dengan mantan istrinya. Namun, entah mengapa hatinya tetap diliputi rasa cemburu."Kau masih marah padaku?" tanya Kenzo lembut."Tidak," jawab Angel singkat.Wajahnya masih menatap jendela yang memperlihatkan pemandangan mege merah. Masih terlalu sakit untuk menatap wajah pria yang amat dia cintai.Cinta ... Apakah benar cinta sesakit ini? Setelah apa yang dirinya perbuat. Apakah Kenzo akan meninggalkannya sama dengan dia meninggalkan Olivia? Pertanyaan itu kembali menghantui pikirannya. Terlebih prilaku Kenzo terhadap Olivia tadi sangat natural. Sangat jauh jika di katakan sebuah sandiwara."Maafkan aku, aku tid
Seorang wanita cantik berkulit sawo matang lengkap dengan seragam baby sister nya melangkah memasuki sebuah kamar. Wanita itu membawa nampan yang berisi sarapan pagi dan segelas susu."Ayo bangun! Kau harus menyisihkan energi dan meminum obatmu," ucap Flora yang menaruh nampan itu di meja.Seorang pria masih menikmati selimut tebalnya. Matanya masih terpejam, wajahnya begitu tenang dan hanyut dalam mimpinya.Flora menyibak rambut ikal yang menutupi sebagian wajah tampannya. Wanita itu tersenyum manis. Jemarinya membelai lembut wajah yang di bingkai kumis tipis terawat itu."Sayang, bangun! Sudah waktunya," bisik Flora.Dengan malas pria yang tertidur itu membuka mata. Dia tersenyum tipis saat melihat wanita yang amat dicintainya.Tangan kekar menarik tubuh Flora dalam dekapan pria itu dan menarik selimut untuk menutupi keduanya. Terdengar tawa canda dari balik selimut tersebut."Nicholas, kamu nakal! Ayo bangun," ucap Fl
Olivia turun dari taxi. Wanita itu segera melangkah masuk ke dalam gedung megah yang sudah siap untuk beroperasi. Setiap ruangan di pisah oleh dinding kaca tebal. Pintunya juga terbuat dari kaca sehingga Olivia bisa melihat antusias para penjual.Tanpa terasa air mata Olivia menetes. Dia tidak percaya mimpinya akan terwujud. Ingatannya kembali ke lima belas tahun yang lalu. Saat itu dia masih kecil dan nakal."Papa, besok kalau aku besar aku akan membangun mall ku sendiri," ucap Olivia sambil menjilat es krim di tangannya."Oiya, apakah kau tidak puas dengan mall ini?" tanya Tuan Soetedjo."Tidak Paa, aku tidak mau uang Papa habis karena setiap hari kita ke Mall untuk membeli es krim," jawab Olivia polos.Soetedjo tidak percaya dengan ucapan putrinya. Ternyata anak manja seperti dia juga memikirkan uang. "Kau tidak perlu membangun Mall, kita hanya perlu bekerja keras untuk mendapatkan banyak uang untuk beli es krim," jawab Soetedjo meraih tubuh mungil Olivia dan menggendongnya."Pap
Mobil yang membawa Olivia berhenti di sebuah restoran mewah bintang lima. Ricky segera turun dan membuka pintu mobil untuk sang Nona."Apakah semuanya baik-naik saja Pak?" tanya Olivia ragu."Semuanya baik-baik saja Nona, Nyonya besar hanya merindukan Anda," jawab Ricky sambil melempar senyum teduh.Olivia masih menatap pria tua itu penuh curiga. Bagaimana bisa Nyonya Nita mengadakan makan siang bersamanya, sedangkan ada orang yang lebih pantas darinya."Nona tidak perl khawatir. Saya yakin tidak akan ada hal buruk terjadi di dalam," ucap Ricky meyakinkan"Lalu Fora?" tanya Olivia ragu.Persis seperti yang di tebak. Wanita yang sok tidak peduli ini juga cemburu pada wanita yang secara tiba-tiba mengambil posisinya."Nona Flora memiliki kesibukan sendiri. Dia tidak bersama Nonya dan Tuan Nicholas," jawab Ricky.Senyum merekah mengembang di wajah cantiknya saat mendengar penjelasan Ricky. Olivia segera turun dari mobil dan merapikan penampilannya."Aku harap kau tidak berbohong padaku,"
Olivia duduk di kuris besarnya. Matanya menyapu tiap sudut ruang. Pandangannya berhenti pada sebuh foto yang di bingkai rapi pada pigura yang terbuat dari kayu.Wanita itu bangkit dan meraih foto itu. Terukir senyum tipis di wajah cantiknya. Tanpa terasa buliran bening mulai terjun dari ujung mata.Olivia sangat bahagia bisa berada di posisi ini. Bukan hanya merebut kembali perusahaan Soetedjo Grup, bahkan saat ini dia bisa membuka mall baru di ibu kota.Sayang sekali saat ini dia berada jauh dengan orang yang paling berperan dalam perusahaan ini. Nicholas, meskipun di awal pertemuan sangat menyebalkan. Akan tetapi pria itu memberikan peran yang berarti."Aku juga sangat merindukan Tuan Soetedjo, aku yakin dia sangat bangga padamu," ucap seorang pria yang tiba-tiba masuk ke ruangan Olivia."Ya, Papa dan Mama sangat bangga padaku. Aku juga percaya meraka sangat bahagia saat ini karena melihat putri kesayangannya telah lepas dari ular yang menjeratnya," jawab Olivia sinis.Wanita itu m
Mata Olivia membulat sempurna saat melihat pria dihadapannya. Ternyata benar, dia adalah pria sama yang selalu mengganggunya belakangan ini. "Nona Angel, sepertinya kau layak mendapatkan apresiasi. Kinerjamu jauh lemu baik dari atasanmu," Ardian tersenyum manis pada wanita yang duduk di hadapannya. Olivia menarik napas dalam. Sepertinya kedepannya hatinya serasa di dalam neraka. Dia tidak menyangka usahanya dari tadi malah jadi bumerang yang menusuknya. "Terima kasih atas kerja kerasmu, Angel. Karena Tuan Ardian menyukai kinerjamu, kau akan bertanggung jawab pada proyek ini. Selamat bertugas," ucap Olivia melempar senyum dan melangkah pergi. Mata Angel membulat, entah dia harus senang atau sedih. Di sisi lain dia bisa membuktikan pada dunia kalau dia bukan hanya wanita murahan. Tapi di sisi lain dia tidak rela untuk meninggalkan perusahaan ini. Ardian melempar senyum pada Angel sebelum pergi meninggalkan ruangan. Pria itu segera masuk ke dalam lift diikuti oleh enam orang lai
Olivia mengayunkan sepeda sangat cepat. Tapi sungguh tidak mungkin jika dia akan tiba tepat waktu. Butuh paling cepat tiga puluh menit untuk mencapai perusahaan.Sebuah mobil menepi, mobil itu membunyikan klakson beberapa kali. Merasa asing dengan mobil tersebut Olivia tetap mengayunkan sepedanya dan melewati mobil tersebut.Mobil itu kembali melaju dan mengikuti Olivia dati belakang. Suara klakson masih begitu bising. Sesekali anak yang di bonceng Olivia menoleh kebelakang."Kak, sepertinya pemilik mobil itu mengenalmu." Anak di bangku belakang menepuk pundak Olivia."Oiya, dia pasti orang gila yang selalu menggoda wanita di jalan," acuh Olivia."Kak, kita tidak boleh memiliki prasangka buruk dulu pada seseorang," jawab anak tersebut."Memang tidak boleh, tapi kita juga harus jaga jarak dengan orang seperti itu. Kadang orang yang terlihat baik belum tentu baik, begitu sebaliknya." Olivia melambatkan kakinya saat mengayunkan sepeda.Bayangan seorang pria terlintas di kepala Olivia. Se