Olivia menyipitkan matanya, seberkas cahaya matahari memantulkan sinarnya lewat kaca di hadapannya.Wanita itu bangkit dari kasur. Kepalanya sangat berat. Baru saja dia terlelap tapi matahari sudah membuatnya terbangun.Dengan langkah malas Olivia beranjak dari kasur dan menuju kamar mandi. Dia memutar kran, perlahan kucuran air hangat menyiram tubuhnya.Rasa lelah masih menyelimuti tubuhnya. Andai saja dia tidak di bebani tanggung jawab. Pasti dirinya akan meminta cuti."Huft, aku berjanji tidak akan pernah menyuruh semua karyawanku lembur lagi," ucap Olivia melangkah keluar kamar mandi.Di saat bersamaan ponselnya berdering kencang. Matanya membulat saat melihat nama yang tertera di layar. "Astaghfirullah, cepat sekali dia sadar." Olivia menggeser tombol hijau dan menempelkan benda pipih itu di telinga kanannya."Ke rumah sakit sekarang, ada banyak tugas yang harus kau kerjakan!" ucap Nicholas tegas."Tuan sudah sembuh!?" ucap Olivia dengan nada protes."Sepertinya kau amat bahagi
Mata Olivia terbuka lebar. Perlahan dia mundur teratur saat Nicholas semakin dekat dan mencondongkan tubuhnya ke arah Olivia. "Sepertinya kau ingin bermain denganku," ucap Nicholas lirih. Olivia meneguk liurnya. Wajah Nicholas terlihat sangat jelas dan menakutkan. Terlebih saat rahangnya terlihat mengeras, seolah menahan amarah besar. "Ti-dak Tuan, Saya tidak menyembunyikan apapun." Olivia menggelengkan kepalanya. "Oiya, lalu kenapa semua orang di perusahaan Soetedjo Grup sangat menghormatimu." Jemari Nicholas mulai bermain di rambut panjang Olivia yang tergerai. Kenapa pria di hadapannya tetap menyebalkan meskipun saat sakit seperti ini? Mungkinkah dia sudah mengetahui semuanya? Hidupnya hanya menunggu detik-detik terakhir kalau memang hal itu benar. Olivia yakin Nicholas tidak akan pernah memaafkannya bila dia tau semuanya. Olivia kau terlalu percaya diri untuk membodohi pria seperti Nicholas. Nicholas menggapit janggut lancip Olivia dan menariknya mendekat. Dua pasang
Olivia mengernyitkan mata. Kepalanya masih terasa pusing. Melihat apa yang ada dihadapannya sekarang, dia tau dimana dirinya berada. Ruangan dengan nuansa putih dan aroma obat-obatan yang menusuk. Sudah pasti ini ruang rawat.Dia melempar pandangan ke samping. Di sana ada seorang pria yang masih memakai pakaian pasien sedang tertidur di sofa. Olivia meraba lehernya karena terasa perih. Sepertinya ini akibat Tuan Tempramen yang saat ini sedang tertidur pulas tanpa rasa bersalah. Mata Olivia mulai berkaca.Dia sudah mengorbankan semuanya. Merubah total penampilan bahkan sampai identitas. Hal yang paling gila adalah, menjadi budak ranjang Tuan Tempramen itu.Kenapa balas dendamnya begitu sulit, dia hanya ingin melihat Kenzo dan Jalangnya itu menderita. Kenapa hal itu sangat sulit di wujudkan?"Kau sudah bangun?" tanya Nicholas melepar pandangan ke arah Olivia.Suara isakan Olivia membuatnya terbangun. Pria itu bangkit dan melangkah mendekati sekertarisnya itu. Karena dia semua masalah j
Pagi yang cerah secerah harapan Olivia. Wanita itu baru saja bangun dari tidurnya. Saat ini lehernya sudah jauh lebih baik, begitupun suaranya. Olivia sudah siap memulai harinya. Kebaikan Nicholas kemarin membuatnya siap menjalani hidup, walau hatinya merasa janggal. Mengapa pria tempramen itu mendadak memberikan proyek yang sudah di batalkan padanya.Pria itu hampir saja membunuhnya dan hanya dalam hitungan menit dia bisa merubah semuanya. Semoga akan tetap seperti ini.Olivia janji pada dirinya sendiri tidak akan pernah menutupi rahasianya lagi. Toh Bos temperamennya itu sudah mengetahui alasannya. Dia hanya perlu bersikap manis pada orang dengan mood berganti dan setiap detik itu.Setelan jas elegan berwarna coklat begitu elegan membalut tubuhnya. Dia menenteng tas dan beberapa berkas lalu turun ke bawah. Seperti biasa, di ruang makan sebuah keluarga kecil sedang menantikan ke datangnya untuk sarapan."Kak Olivia mau kerja," sapa Gendis yang sudah siap berangkat ke sekolah.Tiga p
Banyak pasang mata tertuju pada seorang wanita elegan yang melangkah memasuki kantor. Wanita lagi berjalan dengan anggun melewati beberapa karyana menuju lift."Dia kan Nona Olivia, kenapa kembali kemari?""Jangan bilang kejadian itu akan terulang lagi?""Hust, Jaga ucapan kalian. Kematian Tuan Soetedjo dan Nyonya Ningsih adalah kecelakaan,"Mendengar percakapan beberapa karyawan di belakangnya membuat Olivia sejenak menghentikan langkahnya. Sayangnya saat dia berbalik badan, karyawan itu sudah tidak ada.Olivia melanjutkan langkahnya masuk ke lift. Lift tersebut terbuka di lantai tiga, tempat di mana dia akan menghadiri rapat. Sebuah ruangan yang riuh mendadak sunyi saat Olivia membuka pintu. Mata Mereka terbelalak saat melihat kedatangan orang yang selama ini menghilang.Sebagian staff adalah orang kepercayaan keluarga Olivia yang berkhianat padanya. Hal itu membuat beberapa orang menunduk malu. Terlebih Olivia datang lima belas menit lebih awal.Bukan hanya staff, melainkan Presdi
Olivia melangkah keluar ruang rapat dengan hati berbunga-bunga. Sungguh dia sangat bahagia, tidak menyangka perjuangannya akan terbayar tuntas.Semua beban yang mengganjal di dadanya menghilang seketika. Batu besar itu hancur berkeping-keping tidak tersisa. Senyum kemenangan terpancar indah di wajah cantiknya.Pintu lift terbuka. Olivia segera masuk dan memencet tombol satu. Lift itu terbuka saat mendarat di lantai bawah. Sekelebat orang yang dia kenal lewat di hadapannya."Tunggu!" teriak Olivia.Olivia lupa dengan nama orang tersebut. Tapi dia ingat pernah bertemu beberapa kali dengannya. Wanita paruh baya dengan peralatan bersih-bersih di tangannya itu menghentikan langkahnya sejenak lalu mempercepat langkahnya lagi."Nyonya tunggu," ulang Olivia.Olivia mempercepat langkahnya, tangannya melambung mencoba meraih pundak wanita itu tapi langkahnya terlalu cepat dan tidak bisa di gapai.Wanita itu menghilang tanpa jejak. Olivia segera mencari jalan lain. Dia tahu kemana wanita itu aka
Mobil Nicholas berhenti di salah satu salon terkenal di kota tersebut. Pria dengan wajah tegas itu turun dari mobil.Olivia masih membatu melihat ini semua. Dia tidak menyangka kalau pria seperti Bosnya itu juga memperhatikan perawatan diri di salon."Turun!" suara bariton NIcholas membuyarkan lamunan Olivia.Sebelum Tuan besarnya itu semakin meledak, Olivia segera turun dan mengikuti langkah Nicholas. Mereka masuk ke ruangan dengan nuansa merah jambu tersebut.Aroma wewangian begitu memanjakan indra penciuan. Mata Olivia berbinar melihat pemandangan di hadapannya. Dulu dirinyahampir tidak pernah meletkan perawata tubuhnya.Namun sekarang ... Jangankan memikirkan perwatan badan. Untuk makan dan tidur saja a dapat dari belas kasihan seseorang.Mata berbinar itu berubah menjadi sedih mengingat betapa jauhnya roda hidup berbutar. Di kehidupan selanjutnya dia berjanji tidak akan pernah menghamburkan uang dan jahat pada orang.Dua pelayan salon menghampiri tamu yag baru saja datang. Mereka
Musik klasik terdengar begitu indah. Lampu yang tadinya terang redup. Hanya satu lampu menyala menyorot ke arah tengah ruangan.Beberapa orang mulai berdansa dengan pasangan masing-masing. Semua terlihat begitu menguasai tiap gerakannya. Olivia terpukau melihat ini. Andai dulu saat pesta dia tidak fokus dengan miras. Pasti saat ini dia juga ikut berdansa.Nicholas meraih pinggang Olivia dan melangkah menuju lantai dansa. Sebisa mungkin Olivia menolak. Namun pria dingin itu semakin memaksa."Tuan, saya tidak bisa berdansa," ucap Olivia dengan wajah pucat."Bukankah kau putri tunggal Soetedjo Grup?" mata Nicholas memicing."Menurut anda setiap putri pemilik perusahaan harus bisa membuang waktu untuk berdansa?" jawab Olivia kesal."Ini termasuk tugas, jadi jangan buat aku malu dan memaksamu untuk membayar tagihan salon," sahut Nicholas tidak kalah kesal.Keduanya masuk di lantai dansa. Nicholas mulia mengayunkan kakinya dan tanpa sengaja menginjak kaki Olivia. Sakit, tapi wanita itu tida
Suatu malam, Nicholas duduk sendirian di balkon penthouse-nya, memandangi langit yang gelap. Di tangannya ada gelas whiskey, tapi minuman itu tidak memberikan kelegaan yang dia cari.Dia memejamkan mata, membiarkan kenangan tentang Olivia membanjiri pikirannya.Dia ingat tawa Olivia, bagaimana wanita itu selalu membuatnya merasa hidup meskipun dia berada di tengah dunia yang mati. Dia ingat cara Olivia memandangnya, seolah dia bukan hanya seorang mafia, tetapi seorang pria yang layak dicintai.Namun, dia juga ingat ketakutan di mata Olivia ketika dia mengungkapkan kebenarannya. Ketakutan yang membuatnya sadar bahwa dunia mereka terlalu berbeda.“Aku bodoh,” gumam Nicholas pelan. “Aku membawa dia masuk ke dalam hidupku, padahal aku tahu itu hanya akan menghancurkannya.”Dia menggenggam gelas di tangannya lebih erat, sampai akhirnya gelas itu retak dan pecah. Pecahan kaca melukai tangannya, tapi Nicholas tidak peduli. Luka fisik itu tidak sebanding dengan rasa sakit di hatinya.Keesokan
Olivia duduk di tepi ranjangnya, menatap bulan yang mengintip malu-malu dari balik awan. Udara malam terasa dingin, tapi hatinya jauh lebih beku. Sejak Nicholas mengungkapkan siapa dirinya sebenarnya, hati Olivia seolah tenggelam dalam lautan dilema.Dia mencintai Nicholas—itu tidak bisa dia sangkal. Dia telah mencintai pria itu sejak pertama kali mereka bertemu, sejak dia hanya mengenalnya sebagai seorang CEO yang tampak kuat namun penuh perhatian. Namun kini, dia tahu kebenaran yang menghancurkan: Nicholas bukan hanya pria yang dia cintai, tetapi juga seorang pemimpin dunia gelap, seorang pria yang sudah menikah dengan wanita lain.Flora. Nama itu seperti duri di hatinya. Olivia tahu tentang pernikahan Nicholas, tapi dia selalu menganggapnya sebagai pernikahan tanpa cinta, sebuah aliansi bisnis. Namun, fakta bahwa Flora tetap istri sah Nicholas membuat Olivia merasa seperti orang asing yang mencuri sesuatu yang bukan miliknya.Malam itu, Olivia tidak bisa tidur. Di benaknya, ada per
Flora tahu sejak awal bahwa pernikahannya dengan Nicholas adalah perjanjian, bukan cinta. Pernikahan mereka adalah hasil dari aliansi antara dua keluarga mafia besar untuk menguatkan kekuasaan mereka. Flora menerimanya tanpa keluhan, dengan harapan waktu akan membawa cinta yang tulus di antara mereka. Tapi sejak hari pertama, dia menyadari bahwa hati Nicholas tidak pernah benar-benar menjadi miliknya.Ada nama yang selalu berbisik di sela-sela diam Nicholas: Olivia. Wanita itu, meski telah lama pergi, masih menjadi bayangan yang menghantui rumah mereka.Flora sering memperhatikan Nicholas duduk di ruang kerjanya, menatap gelang kecil di tangannya, barang yang dia tahu milik Olivia. Kadang, Nicholas menghabiskan malam memandangi foto lama wanita itu yang dia simpan dalam laci meja kerjanya.Flora mencoba menahan diri. Dia tahu Nicholas adalah pria yang kompleks, dan masa lalunya sulit dilupakan. Tapi semakin lama, kecemburuannya berubah menjadi luka. Setiap kali Nicholas mengucapkan na
Nicholas pikir dengan menjaga jarak dengan Olivia dan menikah dengan Flora. Membuat Olivia aman, ternyata dia salah besar. Wanita yang dia cintai juga terseret masuk ke dunia kelamnya. Dia menyesal telah mencari tau siapa dirinya sebenarnya.Sekarang, identitasnya sudah terbongkar. Entah itu Nicholas ataupun lainnya. Yang jelas musuh sekaligus pembunuhan kedua orangtuanya sudah tau kalau dirinya masih hidup.Mendengar kabar buruk tentang Olivia, dia segera menuju apartemen wanita tersebut. Tidak butuh waktu lama untuk menemukan tempat persembunyiannya.Nicholas melangkah menuju lift. Lift berhenti tepat di depan kamar Olivia. Matanya tertuju pada pintu yang sedikit terbuka. Terlihat lampu yang berkedip-kedip. Naluri tajamnya langsung menyadari ada sesuatu yang salah. Dia masuk dengan pistol ditangan.Kamar Olivia berantakan. Vas bunga pecah, tidak hanya itu. Beberapa perabotan juga berserakan. Kamar ini sangat kacau. Dan yang paling membuatnya terkejut adalah, Olivia tidak ada di sin
Mata Kenzo masih membulat saat melihat dua orang beridi di hadapannya. Bagaimana ini bisa terjadi? Karena kalut dengan emosinya, dia sampai lupa kalau Nicholas sudah menikah."Siapa wanita yang kau maksud?" tanya Flora menyapa tajam."Bukankah harusnya perusahaanmu sangat sibuk sekarang?" Alis Nicholas bertaut.Tubuh Kenzo kaku tidak bisa di gerakan. Tepukan Ricky pada bahu Kenzo membuat pria itu bangun dari lamunannya. Dengan cepat dia berlutut dan meminta maaf pada wanita yang berdiri di samping Nicholas."Maafkan saya Nyonya, saya tidak tau kalau di dalam adalah Nyonya Flora." Kenzo menundukkan pandangannya.Flora mencoba merendam amarahnya. Dia tau siapa wanita yang di maksud Kenzo. Hanya saja dia tidak mau masalah ini semakin panjang hingga membuat Nicholas berubah pikiran.Tingkat perkembangan hubungan mereka semakin bagus. Belakang ini Flora juga tidak melihat Suaminya menemui prempuan itu.Lalu saat ini, dengan wajah datarnya sang suami yang tidak pernah menerima kehadirannya
Angel membuka matanya. Di hadapannya sudah terlihat pemandangan yang begitu indah. Seorang pria tampan sedang terlelap dengan tenang. Dadanya naik turun beraturan. Wanita itu menarik selimut untuk menutupi dada bidang yang terpampang nyata. Angel mendaratkan kecupan kecil di kening Kenzo dan beranjak dari kasur.Angel memunguti pakaian yang berserakan di lantai. Kamar ini begitu berantakan akibat pertarungan hebat semalam. Setelah semua beres, dia memutuskan untuk membersihkan diri di kamar mandi.Dia memutar kran dan mengisi bath up dengan air hangat. Angel masuk dan duduk di dalam bathtub. Matanya terpejam menikmati kehangatan air yang merendam tubuhnya.Ucapan Kenzo semalam masih terngiang di telinganya. Obsesi? Ini terlalu sederhana jika di katakan sebuah obsesi. Lalu cinta ini? Apakah ini juga bisa di katakan obsesi?Angel bisa melakukan apapun demi Kenzo. Merelakan semua yang dia punya, bahkan harga dirinya hanya demi mewujudkan mimpi kekasihnya tersebut.Tiga puluh menit berla
Mobil Kenzo melaju melesat melewat jalanan ramai lancar ibu kota. Ujung matanya sesekali mencuri pandang ke sebelah. Melhat keadaan seorang wanita yang sedang menahan amarahnya.Angel menatap jauh ke langit senja yang terlihat indah saat ini. Di berusaha meredam amarahnya. Dia tau bahwa Kenzo hanya bermain-main dengan mantan istrinya. Namun, entah mengapa hatinya tetap diliputi rasa cemburu."Kau masih marah padaku?" tanya Kenzo lembut."Tidak," jawab Angel singkat.Wajahnya masih menatap jendela yang memperlihatkan pemandangan mege merah. Masih terlalu sakit untuk menatap wajah pria yang amat dia cintai.Cinta ... Apakah benar cinta sesakit ini? Setelah apa yang dirinya perbuat. Apakah Kenzo akan meninggalkannya sama dengan dia meninggalkan Olivia? Pertanyaan itu kembali menghantui pikirannya. Terlebih prilaku Kenzo terhadap Olivia tadi sangat natural. Sangat jauh jika di katakan sebuah sandiwara."Maafkan aku, aku tid
Seorang wanita cantik berkulit sawo matang lengkap dengan seragam baby sister nya melangkah memasuki sebuah kamar. Wanita itu membawa nampan yang berisi sarapan pagi dan segelas susu."Ayo bangun! Kau harus menyisihkan energi dan meminum obatmu," ucap Flora yang menaruh nampan itu di meja.Seorang pria masih menikmati selimut tebalnya. Matanya masih terpejam, wajahnya begitu tenang dan hanyut dalam mimpinya.Flora menyibak rambut ikal yang menutupi sebagian wajah tampannya. Wanita itu tersenyum manis. Jemarinya membelai lembut wajah yang di bingkai kumis tipis terawat itu."Sayang, bangun! Sudah waktunya," bisik Flora.Dengan malas pria yang tertidur itu membuka mata. Dia tersenyum tipis saat melihat wanita yang amat dicintainya.Tangan kekar menarik tubuh Flora dalam dekapan pria itu dan menarik selimut untuk menutupi keduanya. Terdengar tawa canda dari balik selimut tersebut."Nicholas, kamu nakal! Ayo bangun," ucap Fl
Olivia turun dari taxi. Wanita itu segera melangkah masuk ke dalam gedung megah yang sudah siap untuk beroperasi. Setiap ruangan di pisah oleh dinding kaca tebal. Pintunya juga terbuat dari kaca sehingga Olivia bisa melihat antusias para penjual.Tanpa terasa air mata Olivia menetes. Dia tidak percaya mimpinya akan terwujud. Ingatannya kembali ke lima belas tahun yang lalu. Saat itu dia masih kecil dan nakal."Papa, besok kalau aku besar aku akan membangun mall ku sendiri," ucap Olivia sambil menjilat es krim di tangannya."Oiya, apakah kau tidak puas dengan mall ini?" tanya Tuan Soetedjo."Tidak Paa, aku tidak mau uang Papa habis karena setiap hari kita ke Mall untuk membeli es krim," jawab Olivia polos.Soetedjo tidak percaya dengan ucapan putrinya. Ternyata anak manja seperti dia juga memikirkan uang. "Kau tidak perlu membangun Mall, kita hanya perlu bekerja keras untuk mendapatkan banyak uang untuk beli es krim," jawab Soetedjo meraih tubuh mungil Olivia dan menggendongnya."Pap