"Keluarga Sumargo pada dasarnya memang keturunan kultivator kuno, jadi kalian punya sedikit darah kultivator kuno. Tapi, akan sulit untuk mengubah fisik manusia biasa menjadi kultivator kuno. Beri aku waktu setengah bulan lagi untuk mengatasi kesulitan ini.""Kamu harus terus melindungiku dari Yoga. Jangan sampai dia datang ke Penjara Jahanam untuk menyelamatkan ibunya. Begitu eksperimenku berhasil, kita bisa pergi ke Pulau Neraka untuk menjadi kultivator kuno yang sesungguhnya," jelas Dewa Digdaya.Nalif membalas, "Tenang saja, Yoga nggak ada apa-apanya bagiku. Omong-omong, suruh para keturunan Keluarga Sumargo itu kembali.""Oke." Dewa Digdaya mengiakan.Nalif menatap Buana sembari berkata, "Buana, aku mengutus 10 keturunan Keluarga Sumargo yang fisiknya telah diubah menjadi fisik kultivator kuno untuk membantumu. Kamu nggak boleh gagal kali ini. Bunuh dia kalau bisa. Kalau nggak bisa, cegah dia supaya nggak bisa pergi ke Penjara Jahanam. Ngerti?"Tatapan Buana dipenuhi antusiasme. D
Siuco sontak marah. Dia bertanya, "Apa yang dia sibukkan?""Dia ... sibuk tidur," jawab Ashila.Begitu mendengarnya, orang-orang lembaga medis sontak naik pitam. Yoga lebih memilih untuk tidur daripada menjamu mereka? Benar-benar cari mati!Siuco melemparkan cangkir tehnya dan berkata dengan geram, "Lancang sekali bosmu. Kalau begitu, bawa aku temui dia.""Baiklah." Ashila membawa orang-orang lembaga medis ke ruang istirahat Yoga.Siuco menggedor pintu dengan kuat dan berujar, "Yoga, kami dari lembaga medis. Aku datang untuk menjalankan tugas resmi. Cepat keluar dan temui kami.""Ashila nggak memberitahumu kalau aku sedang tidur? Tolong segera tinggalkan tempat ini," timpal Yoga yang tidak mau mengalah.Siuco akhirnya tidak tahan lagi. Dia menendang pintu ruang istirahat, lalu menerobos masuk. Ketika melihat pintunya yang hancur, Yoga hanya bisa menghela napas. Kenapa ada begitu banyak orang bodoh di dunia ini?Yoga bangkit dari ranjangnya dengan santai, lalu berkata, "Kamu tahu apa ya
Siuco bertanya dengan sinis, "Kenapa? Kamu mau memukulku? Sini, pukul saja aku."Selesai bicara, Siuco mendekatkan wajahnya ke depan Yoga. Sementara itu, Yoga membalas, "Aku akan mengabulkan keinginanmu."Yoga melayangkan tamparannya tanpa ragu sedikit pun sehingga Siuco terpental. Saat mendarat di lantai, Siuco memuntahkan darah.Semua orang tidak menyangka Yoga berani memukul Siuco. Padahal, Siuco adalah anak dari petinggi lembaga medis. Apa Yoga benar-benar tidak takut mati? Perusahaan Farmasi Hansa dan Yoga pasti akan celaka! Kali ini, Perusahaan Farmasi Hansa pasti tidak bisa diselamatkan lagi.Siuco meludah, lalu berucap dengan geram, "Yoga, aku jamin kamu pasti celaka."Kemudian, Siuco memerintah, "Kenapa kalian masih bengong? Cepat hajar dia!""Siap!" seru para anggota lembaga medis. Mereka langsung maju dan hendak menghajar Yoga. Namun, mereka malah ditendang oleh Yoga hingga terpental sebelum menyentuh Yoga. Semua barang-barang di lantai 2 hancur lebur.Ashila dan semua karya
Siuco kebingungan. Saat menyadari Ashila menyerahkan formula vaksin, Siuco langsung antusias. Namun, dia tetap berpura-pura bersikap dingin ketika menanggapi, "Huh, sekarang kalian takut, 'kan? Sudah terlambat. Yoga telah memukul kami. Sekalipun dia menyerahkan formula vaksin, aku juga nggak akan melepaskannya. Suruh Yoga untuk berlutut di lembaga medis selama 3 hari!"Ashila segera menjelaskan, "Pak Siuco, kamu salah paham. Formula vaksin ini bukan pemberian Yoga. Kami yang mencuri formula ini dan memberikannya kepadamu. Sebenarnya kami juga punya dendam dengan Yoga. Kami sama sekali nggak memihak Yoga."Siuco berpikir sejenak sebelum menghardik, "Jangan bicara sembarangan! Bisa-bisanya kalian bilang formula ini hasil curian! Jelas-jelas lembaga medisku yang meneliti formula vaksin ini! Tentu saja, kalian memang banyak membantuku."Ashila dan lainnya langsung mengangguk, lalu menimpali, "Benar. Formula vaksin ini diteliti oleh lembaga medis, jadi sama sekali nggak ada hubungannya deng
Yoga bertanya dengan dingin, "Ashila, apa maksud kalian?"Ashila menyahut, "Yoga, semalam ada yang melaporkan bahwa kamu menyimpan dan menjual obat terlarang. Kami dari Institut Obat Nasional datang untuk memeriksa, tapi kamu malah nggak bekerja sama dan memukul anggota kami. Itulah sebabnya kami datang untuk menangkapmu. Sebaiknya kamu terima saja hukumanmu."Yoga menanggapi, "Atas dasar apa kamu menangkapku?"Ashila tersenyum bangga dan menimpali, "Atas dasar apa? Oke, aku akan memberitahumu. Alasannya karena sekarang kami bekerja di Institut Obat Nasional. Apa itu cukup?"Yoga langsung memahaminya. Dia membalas, "Kalau tebakanku nggak salah, pasti kalian yang mencuri formula vaksinku, 'kan? Setelah itu, kalian memberikan formula itu kepada Siuco dan mendapatkan kesempatan untuk bergabung dengan Institut Obat Nasional."Yoga melanjutkan, "Sebelumnya aku kasihan kepada kalian, makanya aku setuju membiarkan kalian tetap bekerja di Perusahaan Farmasi Hansa. Tapi, kalian malah membalasku
Siuco memegang wajahnya dengan ekspresi terbengong-bengong. Sejak kecil, Ridwan tidak pernah memukul Siuco. Kemudian, Siuco bertanya, "Ayah, sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa kamu memukulku?"Ridwan menyahut, "Kamu sudah membuat masalah besar!"Siuco yang gugup bertanya lagi, "Ayah, ada apa?"Ridwan menjelaskan, "Vaksin itu sudah dicoba pada manusia. Hasil eksperimennya menunjukkan bahwa vaksin menimbulkan efek samping yang kuat pada tubuh manusia. Kulit bernanah dan kerontokan rambut masih termasuk gejala yang ringan. Yang parah itu organ dalam melemah, bahkan juga berdampak pada otak. Sekarang, banyak partisipan eksperimen sedang diselamatkan di ruang ICU. Kondisi mereka sangat kritis."Siuco berseru, "Mana mungkin? Dalam penelitian pada hewan sebelumnya, sudah jelas membuktikan bahwa vaksin 100 persen efektif melawan Racun Jiwa ...."Ridwan menyergah, "Vaksin memang bisa membunuh Racun Jiwa. Tapi, vaksin itu juga merusak tubuh manusia pada saat yang sama. Tubuh hewan memang lebih
Ashila dan para karyawan Perusahaan Farmasi Hansa berkomentar."Apa? Formula vaksin itu belum sempurna? Sekarang eksperimen vaksin pada manusia juga bermasalah?""Sialan! Yoga pasti sengaja membiarkan kita mencuri formula vaksin. Benar-benar licik!""Sebelumnya Yoga begitu yakin kita akan meminta dia keluar dari penjara. Ternyata ini jebakan Yoga!""Dasar berengsek! Lebih baik aku mati daripada harus memohon kepada Yoga."Siuco berkata dengan dingin, "Kalau hari ini kalian nggak berhasil meminta Yoga keluar dari penjara, aku akan menghabisi kalian. Tenang saja, aku akan memegang janjiku."Ashila bertanya, "Pak Siuco, apa nggak ada cara lain lagi? Kami sudah mengkhianati Yoga. Kalau sekarang kami memohon kepadanya, dia pasti akan memanfaatkan kesempatan ini untuk menghabisi kami."Siuco menegur, "Kalau aku punya cara lain, untuk apa aku memohon kepada Yoga? Jangan banyak omong lagi. Kalian tetap harus meminta Yoga keluar biarpun dia mau menghabisi kalian. Kalau nggak, aku akan membunuh
"Semua ini gara-gara aku nggak mendidiknya dengan baik sampai dia melakukan hal bajingan seperti ini. Aku membawanya ke sini untuk minta maaf pada Anda.""Anak sialan, cepat minta maaf sama Pak Yoga!"Siuco dan beberapa orang lainnya membungkukkan badan dengan enggan dan meminta maaf. Yoga tersenyum sinis dan berkata, "Sudah kubilang sebelumnya, mudah untuk membuatku masuk ke sini, tapi nggak akan semudah itu menyuruhku keluar. Ingatanku kurang baik, aku sudah lupa syaratnya agar aku bisa keluar. Apa kalian masih ingat?"Siuco melampiaskan amarahnya pada Ashila dan yang lainnya. "Kenapa masih bengong saja? Cepat berlutut dan minta maaf sama Pak Yoga."Ashila dan beberapa orang lainnya berlutut dengan enggan. Namun, Yoga malah berkata, "Ashila nggak perlu berlutut lagi."Semua orang tercengang mendengar ucapannya. Kenapa Ashila adalah pengecualian? Ashila sontak bereaksi, dia mengira dirinya telah berhasil menggoda Yoga. Jangan-jangan pria ini benar-benar terpesona olehnya? Seketika, As
Tak lama kemudian, semua orang segera bergerak kembali dan mengendalikan formasinya. Kali ini, benang-benangnya bergerak dengan makin kuat dan rapat, sehingga para Pelindung Kebenaran dan orang-orang empat keluarga besar yang terbelah menjadi dua bertambah makin banyak. Mereka semua menjadi korban mengenaskan dengan tubuh berserakan dan darah mengalir di mana-mana.Bahkan para penyintas dari kejadian itu pun merinding karena ketakutan. Mereka segera melarikan diri ke segala arah karena takut menjadi korban dari formasi ini.Tak lama kemudian, medan pertempuran menjadi kosong dan hanya tersisa sepuluh tetua serta lima jenderal besar yang mengepung Yoga. Benang-benang itu juga masih terus bergerak dan terus menghantam ke arahnya.Sebuah benang yang sangat tipis melayang karena tertiup angin dan langsung menyerang ke arah kening Yoga. Namun, dia tetap tenang dan hanya bergeser sedikit ke samping.Plak!Terdengar suara keras dan sebuah jurang yang dalam pun terbentuk di samping Yoga. Ini a
Dalam sekejap, seluruh tempat itu berubah menjadi seperti neraka dengan bau amis darah dan kekejaman di mana-mana. Terlihat sangat mengerikan saat satu per satu tubuh terpotong oleh benang hitam itu. Makin banyak benang yang bergerak dengan tidak teratur dan memotong ke segala arah, tidak ada seorang pun bisa menghindar. Meskipun dewa yang datang, mereka juga akan tewas.Di salah satu deretan bangunan, Winola dan Sutrisno sedang berdiri di depan jendela dan melihat pemandangan itu dengan ketakutan. Ekspresi mereka terlihat sangat muram dan wajah mereka pucat pasi. Tidak ada yang menyangka semuanya akan menjadi begitu mengerikan.Winola tiba-tiba berkata, "Aku akhirnya mengerti kenapa Tuan Bimo menyuruh kita datang ke sini."Sutrisno menambahkan, "Ternyata dia ingin melindungi kita. Kalau kita berada di medan perang, kita pasti sudah mati."Winola kembali berkata, "Harus diakui, Tuan Bimo memang bijak. Bukan hanya memperhatikan kita, dia juga ingin melindungi kita."Sutrisno menghela na
Yoga tersenyum sinis dan menatap kerumunan orang di depannya dengan dingin, lalu mengangkat kepalanya dengan ekspresi angkuh. Jubahnya yang berkibar meskipun tidak ada angin membuatnya terkesan santai, tetapi berwibawa. Aura kuat yang misterius tiba-tiba memancar dari tubuhnya, sehingga orang-orang di sekitarnya makin waspada dan mengawasi setiap gerakannya."Bimo, jangan kira kamu sudah menang karena membawa orang untuk menyerang kami.""Kami sudah mempersiapkan tempat ini sepenuhnya untuk menghadapi kemungkinan kamu datang ke sini.""Kamu ini sama saja mencari mati sendiri. Lihat saja bagaimana kami membunuhmu."Dalam sekejap, semua orang yang berada di sana menjadi sangat bersemangat dan tertawa terbahak-bahak.Saat ini, Yoga mengernyitkan alis dan mengamati sekelilingnya. Dia menyadari ada ancaman yang terus mendekat, seolah-olah memang ada yang tidak beres."Ayo mulai aktifkan formasi!" teriak seseorang dengan lantang.Sepuluh tetua dan lima jenderal itu pun langsung bergerak. Mer
"Benda berharga yang bisa diambil? Maksudnya, kami disuruh merampok?" tanya Sutrisno dengan ekspresi yang berubah, tidak percaya dengan apa yang didengarnya."Benar, mana mungkin kami bisa melakukan hal seperti ini. Bukankah seharusnya kita bertarung melawan musuh?" kata Winola yang terlihat bingung dan sangat penasaran.Keduanya menatap Yoga dengan tajam karena ingin tahu dengan jawabannya.Namun, Yoga sebenarnya mengatakan itu hanya demi menyingkirkan keduanya, mana mungkin ada jawaban untuk pertanyaan mereka. Pada akhirnya, dia mengernyitkan alis dan berkata setelah berpikir sejenak, "Mungkin saja dia memperhatikan kalian, jadi ingin memberi kalian kesempatan untuk berprestasi."Mendengar perkataan itu, ekspresi Sutrisno dan Winola terlihat sangat terkejut. Kemungkinan untuk berprestasi ini bukannya mustahil.Winola langsung berkata, "Benar. Tuan Bimo pasti melihat potensi kita, jadi ingin membimbing kita."Sutrisno menambahkan, "Memang ada kemungkinannya. Kalau begitu, kita harus b
"Di mana Tuan Bimo sekarang?" tanya seseorang dengan segera saat Yoga memberikan perintah."Tuan Bimo selalu bertindak dengan hati-hati, teliti, dan sulit untuk ditebak. Aku juga nggak tahu dia ada di mana sekarang," jawab Yoga dengan tenang.Semua orang saling memandang dengan ekspresi tak berdaya, hanya bisa mulai bergerak.Winola bertanya, "Tuan Bimo ... kapan dia berbicara denganmu?"Sutrisno juga bertanya, "Benar. Bukankah tadi kamu selalu bersama kami?"Keduanya maju dengan ekspresi bingung dan memperhatikan Yoga. Mereka sudah bersama dengan Yoga sejak tadi, tetapi tidak terlihat sosok Bimo di sekitar."Tuan Bimo punya kemampuan transmisi suara sejauh ribuan mil, jadi wajar saja kalian nggak mendengarnya," jawab Yoga sambil menunjuk kepalanya, lalu menggelengkan kepala dengan tak berdaya. Dia merasa kedua orang ini benar-benar terlalu santai.Pada saat itu, orang-orang dari empat keluarga besar sudah berpencar dan mengelilingi Gunung Lorta. Setelah itu, mereka bergerak mendekat k
Yoga kembali menyerang. Dia langsung menghabisi dua jenderal yang tersisa. Tubuh mereka terjatuh ke tanah. Darah mengalir deras dan mewarnai tanah dengan warna merah pekat.Suasana di tempat itu berubah menjadi sangat sunyi hingga hanya keheningan yang tersisa. Semua orang menatap Yoga dengan kagum sekaligus gentar. Sorot mata mereka penuh semangat juang yang berkobar."Hidup Tuan Bimo!""Hidup Tuan Bimo!""Hidup Tuan Bimo!"Dalam sekejap, mereka dipenuhi semangat yang meluap-luap. Orang-orang itu berteriak dengan penuh kegembiraan. Semua Pelindung Kebenaran telah dihabisi tanpa tersisa.Menurut mereka, Bimo benar-benar mengubah situasi pertempuran dengan begitu mendominasi. Pada momen ini, semua orang merasakan tekanan yang sangat kuat darinya."Ayo, pergi ke Gunung Lorta! Hancurkan markas Pelindung Kebenaran!" Dengan hanya satu kalimat dari Yoga, semua orang di tempat itu menjadi sangat bersemangat. Mereka mengangguk penuh antusias dan percaya diri.Di mata mereka, Bimo begitu kuat h
Suasana di medan perang mendadak menjadi sangat sunyi. Tatapan dingin Yoga tertuju pada tiga jenderal yang tersisa. Ketiganya merasakan ketakutan yang luar biasa, seolah-olah mereka berdiri di tepi jurang maut.Mencabik tangan dan kaki? Apa Yoga berniat menyiksa mereka sampai mati? Pikiran ini membuat mereka makin cemas. Ketiga jenderal itu tidak lagi tenang. Mereka ingin berbicara, tetapi ketakutan mengunci mulut mereka."Dimulai dari kamu," ujar Yoga tiba-tiba sambil menunjuk salah satu dari mereka."Aku?" Jenderal yang ditunjuk itu gemetar hebat. Wajahnya pucat pasi, sementara bibirnya bergetar tanpa henti.Yoga menatapnya dengan ekspresi yang datar. Dia bertanya dengan nada penuh tekanan, "Katakan, di mana markas kalian?"Jenderal itu menjawab dengan suara penuh ketegangan, "Aku ... aku bakal kasih tahu kamu! Markas kami ada di dalam Gunung Lorta!""Kamu bisa-bisanya berkhianat? Cari mati!"Dua jenderal lainnya memelotot penuh amarah. Mereka sulit percaya bahwa salah satu dari mere
Saat ini, energi yang dilepaskan Yoga makin mengamuk. Kekuatan yang dia miliki terus meningkat dan mencapai level yang luar biasa. Kilatan petir tiba-tiba menyambar, seolah-olah merespons kekuatannya dan langsung menghantam tubuh Yoga.Suara ledakan yang menggema membuat semua orang secara refleks menutup telinga dan mata mereka. Serangan ini membuat mereka merasakan teror yang luar biasa. Bahkan tanah di bawah mereka bergetar hebat, seolah-olah seluruh gunung bergoncang.Dari kejauhan, Winola dan Sutrisno mengarahkan pandangan tajam mereka ke arah sana. Alis mereka berkerut dalam-dalam. Mereka berdua bisa merasakan sesuatu yang tidak biasa."Petir itu ... kenapa rasanya seperti Yoga?" tanya Winola dengan penasaran."Apa mungkin ... ini adalah ajaran dari Tuan Bimo pada Yoga?" ujar Sutrisno yang coba menebak kemungkinan lain."Mungkin saja ...." Winola akhirnya mengangguk dan menerima kemungkinan tersebut. Bagaimanapun, Bimo adalah sosok yang sangat kuat. Bukan hal aneh jika dia mengaj
Dalam sekejap, suasana di medan perang makin tegang. Rasa gelisah makin menjalar di antara semua orang. Bagaimanapun juga, tidak ada yang ingin mati.Mereka datang ke sini hanya untuk membantu Bimo membasmi para Pelindung Kebenaran. Namun sekarang, mereka justru dihadapkan pada situasi yang begitu mencekam."Bunuh!" Para Pelindung Kebenaran makin bersemangat bertarung. Semangat juang mereka sudah makin membara. Pada saat itu, hampir semua orang bisa melihat betapa brutal dan nekatnya para Pelindung Kebenaran.Yoga memandang semua itu dengan tenang. Dia menyaksikan perubahan di medan perang. Tatapannya tajam, tetapi sikapnya tetap acuh tak acuh."Bimo, kamu mulai takut, 'kan? Ini adalah Formasi Domain Darah!""Begitu formasi ini diaktifkan, bahkan kamu yang legendaris 1.000 tahun lalu pun nggak akan mampu mengatasinya!""Formasi kuno ini diciptakan khusus untuk melawan para ahli hebat seperti dirimu. Kamu nggak akan punya peluang kali ini!"Kelima jenderal itu berbicara dengan sombong.