Luna berujar, "Artinya, Tuan Bimo nggak bermaksud membagikan hasil makam besi hitam kepada kami?" Pandangan matanya tampak sinis, tubuhnya bergetar.Baginya, ini adalah sebuah penghinaan! Bagi empat keluarga besar, ini juga penghinaan!Bimo menjawab, "Aku nggak punya alasan untuk menyerahkannya ke kalian. Pergilah!"Farel menyatukan tangannya untuk memberi hormat. "Tuan Bimo, tolong pertimbangkan jerih payah yang sudah kami lalui dan bagikan sebagian material besi hitam untuk kami." Orang-orang lain juga bersujud dan memohon padanya.Semuanya merasa tidak rela, tetapi tidak ada hal lain yang bisa mereka perbuat.Bimo berseru, "Apa orang-orang dari empat keluarga besar sudah jadi pengemis sekarang?"Ucapan ini baru terdengar, wajah semua orang dari empat keluarga besar menjadi kaku. Mereka sangat malu.Mereka paham betul bahwa kehilangan harta benda dan besi hitam itu adalah salah mereka sendiri. Bagaimanapun, mereka sendiri yang meninggalkan kesempatan dan jodoh itu.Luna berseru denga
Yoga cuma bisa terdiam. Dia tidak menyangka Sutrisno benar-benar telah menganggapnya mati!Namun, orang ini benar-benar setia kawan. Dia bahkan kepikiran untuk mengirimkan kertas bergambar wanita cantik."Simpan untuk kamu sendiri saja, aku nggak tertarik sama wanita kertas," ujar Yoga dengan tidak senang."Apa?" Sutrisno tampak kaget dan langsung berbalik.Waktu melihat Yoga, ekspresi Sutrisno tampak tercengang dan bingung. Beberapa saat kemudian, senyuman baru merekah dari wajahnya.Sutrisno menerjang ke arah Yoga untuk memeluknya. "Kamu selamat? Kamu benar-benar selamat?"Seperti sedang menghadapi musuh, Yoga lekas menghindar. "Yang tenang! Aku nggak tertarik sama pria, enyah!""Ya, ya, yang penting kamu selamat!" Sutrisno pun menghela napas lega, lalu menenangkan dirinya. Kemudian, dia melanjutkan, "Kamu ke mana? Kenapa aku nggak menemukanmu di mana-mana?"Yoga membalas, "Aku sudah kembali tadi. Setelah itu, aku terus berbincang dengan Tuan Bimo.""Baguslah kalau begitu. Tapi, apa
Yoga berucap dengan nada misterius, "Coba ulurkan tangan kalian, aku akan memperlihatkannya dan membuat kalian terkagum-kagum."Tiga orang kultivator prajurit itu saling bertatapan, lalu memutuskan untuk memercayai Sutrisno. Mereka pun mengulurkan tangan."Ini kaus kaki Tuan Bimo, sudah ada lapisan keraknya, baunya masih asli.""Ini celana dalam Tuan Bimo. Konon, yang ini sudah nggak bisa ditemukan di tempat lain. Tuan Bimo bahkan nggak memakai apa-apa sekarang.""Kalau yang ini, handuk Tuan Bimo. Belum dicuci sampai sekarang. Di atasnya masih ada bulu-bulu halus yang terlihat. Biasanya, aku nggak bakal mengeluarkannya secara sembarangan!"Sutrisno mengeluarkan satu per satu barang milik Bimo dan memperlihatkannya pada tiga kultivator prajurit itu.Ketiga orang itu tampak muram. Melihat barang-barang yang bau dan kotor in membuat amarah mereka memuncak.Apa-apaan semua ini? Jadi, ini pemberian dari Bimo? Mereka bisa menerima kalau Bimo membohongi para kultivator kuno sampah lainnya, te
"Kalian sedang mengancamku?" Winola menarik napas. Tubuhnya bergetar hebat.Pada dasarnya, ibu Winola bukanlah seorang kultivator kuno. Oleh karena itu, ibunya sering dikucilkan oleh sesama anggota Keluarga Bramasta.Kali ini, mereka bahkan meracuni ibunya demi mengancam Winola? Benar-benar sekelompok orang yang tidak punya hati nurani!"Kalian nggak punya perasaan! Kenapa kalian berbuat begini? Apa salah ibuku?" ujar Winola dengan ketus."Dunia kultivator kuno hanya mengindahkan orang kuat. Orang yang punya kemampuan, dialah empunya segalanya. Ibumu cuma melakukan hal yang pantas dia lakukan demi Keluarga Bramasta.""Nona, kamu sudah dimanjakan keluarga selama ini. Ini saatnya kamu mengupayakan yang kamu bisa demi keluarga kita!""Lagi pula, Keluarga Bramasta hampir dimusnahkan karena ancaman dari Keluarga Salim. Kalau diusut, itu karena kamu yang menyinggung Keluarga Salim!""Jadi, ada perintah lain dari keluarga. Di saat kamu melaksanakan kedua misi tadi, kamu juga harus menjalin hu
"Benar. Memangnya yang sebelumnya itu cuma kebetulan?" Nadya menatap mereka dengan marah.Ekspresi Jafar dan yang lainnya lantas menjadi kaku. Mereka tidak menyangkal. Yang dibilang Nadya memang fakta."Duh, kita ini sekeluarga, jangan berlarut-larut. Kami juga melakukannya supaya bisa memperbaiki kehidupan kelak, 'kan?" ujar Yuli sambil tersenyum tidak tulus. Kemudian, dia pun menarik Nadya untuk duduk."Langsung bilang saja, ada apa? Aku masih ada urusan." Nadya membuang muka dengan kesal."Kami dengar, empat keluarga besar itu sedang mendirikan grup. Semuanya punya keunggulan masing-masing, tapi yang paling hebat itu Grup Salim. Benar?" Yuli menarik tangan Nadya dengan penuh harap."Benar." Nadya menatap balik dengan penuh waswas.Tentu saja ibunya tahu tentang ini karena kabarnya sudah menyebar.Yuli segera berujar, "Ini kabar bagus! Kamu sudah bekerja sama dengan Keluarga Salim? Kalau belum, biar Ayah dan Ibu yang menjembataninya."Nadya membalas, "Belum dan nggak akan. Selain itu
Dalam sekejap, Yoga sudah tiba di mal.Setelah menemukan toko yang disebut, Yoga melihat Karina yang sedang menangis di tempat duduk. Begitu melihat Yoga, Karina langsung menerjang ke arahnya sambil terisak-isak."Hiks, hiks. Aku nggak tahu apa yang terjadi. Dia menghilang di kamar pas. Aku nggak menemukannya di mana-mana, dia nggak ada di mal ini!" Karina menangis tersedu-sedu di pelukan Yoga."Jangan khawatir. Aku sudah di sini, 'kan? Serahkan saja padaku." Yoga menghibur. Dia tidak percaya bahwa manusia dapat menghilang begitu saja di hadapannya."Um. Kamu harus menemukan Lili!" ujar Karina dengan merasa bersalah sambil mengusap matanya.Setelahnya, Yoga pun pergi ke kamar pas yang dimaksud dan mulai memeriksa tempat itu. Tidak ada bekas perlawanan, jadi adiknya pasti bukan diculik.Namun, Yoga merasa bingung harus memeriksanya dari mana karena kamar pas yang kosong melompong itu juga tidak memiliki kamera pengawas."Kamu sudah mencari di seluruh mal?" Yoga memastikan sekali lagi."
Yoga menginjak pria itu sambil menatapnya dengan dingin. Jika dia mengerahkan sedikit tenaganya, tubuh orang ini akan luluh lantak di tanah."Aku datang sendiri, nggak ada yang mengutusku," ucap pria itu dengan gugup."Oke, mana adikku?" tanya Yoga lagi."Di parit sana, aku nggak menyentuhnya," jelas pria itu dengan cepat.Yoga mengangkat pria itu dengan satu tangan dan melangkah menuju parit. Tak lama, dia menemukan Lili di sana dalam keadaan terikat."Uhmm ... uhm!" Mulut Lili disumpal kain. Begitu melihat Yoga, dia terlihat sangat gembira."Jangan takut. Selama aku di sini, kamu nggak akan kenapa-kenapa," hibur Yoga sambil mengambil kain yang menyumpal mulut Lili dan melepas ikatan talinya."Kak, kukira aku nggak akan pernah bertemu denganmu lagi. Huhuhu ...," kata Lili sambil berlinang air mata.Yoga membelai rambut adiknya. Matanya berkilat dingin saat dia bertanya pada pria di tanah, "Katakan, apa tujuanmu?""Aku dengar kalau Pil Ketenangan Jiwa menyimpan rahasia untuk menguasai
"Ini bukan hal baru. Dulu, ada banyak orang di dunia kultivator kuno yang menginginkan Pil Ketenangan Jiwa, tapi mereka semua mati," ucap Yoga dengan tenang."Kalau begitu, mungkin rumor itu ada benarnya. Buktinya, orang-orang sudah menginginkannya sejak dulu," kata Sutrisno sambil menggeleng dengan sentimental.Yoga memikirkan masalah ini dengan ekspresi serius. Kemudian, dia bertanya dengan dingin, "Siapa yang menyebarkan rumor itu?"Jika informasi ini tersebar ke makin banyak kultivator kuno, mereka pasti akan terus mengusik Yoga dan orang-orang di sekitarnya. Ini jelas adalah sebuah potensi ancaman."Siapa yang tahu? Tapi, rumor nggak mungkin muncul tanpa alasan. Apa Pil Ketenangan Jiwa benaran menyimpan rahasia untuk menguasai dunia?" tanya Sutrisno. Dia menatap Yoga dengan antusias, berharap bisa mendengar kebenarannya."Apa kamu pernah lihat orang yang berhasil menguasai dunia?" balas Yoga sambil memelototinya. Pertanyaan Sutrisno terasa sangat menggelikan di telinganya.Sutrisn
Yoga menunjuk ke satu arah dan berkata dengan tenang, "Sudah mati. Pergi lihat saja sendiri, sekalian ikut mati di sana.""Apa?"Farel menjadi makin marah karena dia tidak bisa menerima kenyataan itu dan memerintahkan kultivator prajurit lainnya, "Bunuh dia!"Ekspresi kultivator prajurit itu menjadi serius dan merasa sangat tegang. Dia menatap Yoga, tetapi dia tidak bisa melihat dengan jelas kekuatan lawannya itu. Seolah-olah ada lapisan kabut tipis yang menyelimuti sosok Yoga."Kamu nggak mungkin bisa membunuh mereka. Hari ini aku akan melihat sendiri apa yang sebenarnya telah terjadi," kata kultivator prajurit itu dengan dingin dan langsung menyerang Yoga. Tidak ada yang percaya Yoga memiliki kekuatan untuk melawan seorang kultivator prajurit."Huh!" Yoga tersenyum dingin dan tatapannya terlihat menyindir. Menghadapi serangan lawan, dia tidak menghindar dan hanya berdiri di tempat dengan diam. Seolah-olah, dia sengaja menunggu lawannya menyerang."Matilah!" teriak kultivator prajurit
Farel tersenyum dengan sangat sombong. Dia mengira Sutrisno dan Winola bisa datang ke sini karena melarikan diri. Sementara itu, Yoga sudah ditangkap dan dibunuh dengan kejam oleh tiga kultivator prajurit itu."Farel, aku ini tuan muda Keluarga Salim, kamu cari mati atau ingin membawa bencana bagi Keluarga Husin?" kata Sutrisno dengan nada dingin dan melangkah maju. Bagaimanapun juga, Keluarga Salim adalah keluarga nomor satu di dunia kultivator kuno, sehingga Keluarga Husin tidak bisa menandingi reputasi dan kekuatan mereka. Dia tidak percaya Farel ini berani membunuhnya."Huh! Ini adalah ruang rahasia, kenapa kalau kamu mati? Tempat ini sudah seperti dunia yang terpisah, nggak ada orang yang akan tahu kalau kamu mati. Bukan hanya kamu, Keluarga Bramasta juga begitu. Semuanya harus mati di sini," kata Farel sambil tertawa terbahak-bahak dengan sangat liar. Kata-katanya yang dingin membuat suasana di seluruh makam ini penuh dengan aura membunuh.Ekspresi Sutrisno dan Winola langsung me
"Jangan menahan diri lagi! Selama orang ini nggak mati, kita semua nggak akan tenang!"Sekejap kemudian, ketiga kultivator prajurit itu serentak menyerang Yoga dengan penuh amarah dan kebencian. Wajah mereka memancarkan kemarahan yang meluap-luap. Setiap langkah mereka dipenuhi dengan niat membunuh.Namun, kekuatan Yoga saat ini sudah mencapai puncak kultivator jenderal tahap jumantara. Dia hanya tinggal selangkah lagi untuk menembus ke tingkat kultivator raja, bahkan bisa dibilang satu kakinya sudah berada di sana. Mana mungkin ketiga kultivator prajurit ini bisa menjadi lawannya?Dengan tenang, Yoga mengangkat tinjunya yang memancarkan kilatan petir terang. Listrik memelesat ke segala arah.Hanya dengan satu pukulan, ketiganya langsung terpental keras ke tanah. Kekuatan penghancur yang dahsyat itu membuat mereka muntah darah. Tubuh mereka dipenuhi luka-luka yang begitu mengerikan hingga membuat siapa pun bergidik ngeri.Ketiga kultivator prajurit itu menatap Yoga dengan wajah penuh k
Dalam sekejap, suasana di sekitar mereka menjadi tegang dan mencekam. Udara terasa begitu berat, seperti ditindih sesuatu yang menakutkan.Yoga dan yang lainnya segera menoleh ke arah suara itu dan memandang orang-orang yang baru tiba. Begitu melihat bahwa itu adalah tiga orang kultivator prajurit, mereka langsung mengernyit."Kalian balik lagi?" Yoga dan yang lainnya terkejut. Perlu diketahui, kemunculan sisik hitam sebelumnya yang menyelamatkan mereka dari serangan para kerangka. Fakta bahwa tiga orang ini berhasil sampai di sini pasti berkaitan dengan ledakan besar barusan."Farel di mana? Kenapa dia nggak bareng kalian?" tanya Yoga sambil menatap mereka dengan tenang."Hmph! Membunuhmu cukup dengan kami bertiga. Bersiaplah untuk mati!" ucap salah satu dari mereka dengan dingin sambil langsung menyerang Yoga.Winola dan Sutrisno langsung tertegun. Raut wajah mereka menunjukkan ekspresi kaget. Mereka tidak menyangka, para kultivator prajurit ini begitu tegas dan langsung mengejar mer
Semua orang segera bergerak maju karena ingin melihat apa yang tersembunyi di depan. Pada saat yang sama, mereka menemukan sebuah lubang yang dalam di tanah. Itu tepat di lokasi tempat para kerangka tadi berada."Gawat! Mayat Yoga dan yang lainnya nggak ada!" seru Farel. Dia langsung merasakan bulu kuduknya berdiri, seolah menyadari sesuatu.Ketika yang lain melihat situasi itu, mereka juga merasa ngeri dan heran. Di momen itu juga, mereka semua menyadari bahwa Yoga pasti telah melarikan diri."Mana mungkin? Kenapa mereka nggak mati?""Apakah kerangka-kerangka itu sengaja menghindari Yoga dan yang lainnya?""Sialan! Yoga pasti sudah pergi ke tempat lain. Kita nggak boleh membiarkan dia mendapatkan harta karun itu!"Semua orang mulai panik dan marah. Kalau Yoga berhasil menemukan harta itu, siapa yang tahu apa yang akan terjadi selanjutnya?Farel segera memberi perintah sebelum berbalik dan masuk ke dalam lubang, "Kalian kejar Yoga! Aku akan masuk ke dalam lubang ini!"Para kultivator p
Yoga menatap Sutrisno dengan ekspresi yang makin aneh. Wajahnya memancarkan campuran rasa bingung dan canggung. Lukisan Masa Pijat? Apakah dua orang senior itu benar-benar melakukan hal yang sekeren itu?Dengan ekspresi muram, Winola berucap dengan nada dingin, "Itu namanya Lukisan Masa Depan! Bukan masa pijat. Lukisan Masa Pijat cuma trik pemasaran dari tempat-tempat pijat itu.""Oh, begitu ya? Aku benar-benar nggak tahu soal itu," jawab Sutrisno dengan raut rajah kebingungan."Kamu diam saja dulu!" seru Yoga yang memberi Sutrisno tatapan tajam. Dia tidak ingin mendengar lagi ucapannya."Lukisan Masa Depan adalah karya mereka berdua. Itu adalah 60 gambar yang meramalkan masa depan. Banyak di antaranya telah terbukti benar-benar terjadi," jelas Winola.Winola menambahkan, "Mereka bahkan menyatakan bahwa sejarah manusia akhirnya akan menuju dunia yang damai, di mana nggak ada lagi perbedaan antara hitam dan putih, utara dan selatan, kota dan desa, aku dan kamu. Semuanya akan bersatu dal
Aura kuat yang terpancar dari sosok itu membuat ketiga orang tersebut merasakan getaran dalam hati mereka. Orang itu berada di posisi yang jauh lebih tinggi, bahkan jauh di atas mereka semua.Yoga menatap bayangan itu dengan rasa penasaran yang makin besar. Dia mengerucutkan bibirnya, lalu menunjuk ke arah sosok tersebut dan bertanya dengan penasaran, "Ini ... bukannya ... Tuan Bimo?""Betul sekali!" Winola dan Sutrisno mengangguk bersamaan dengan ekspresi serius.Yoga tiba-tiba menyadarinya. Tidak heran sosok itu terlihat sangat familier. Ternyata, yang tergambar di lukisan itu adalah Bimo. Seribu tahun yang lalu, orang tua ini ternyata begitu terkenal?Yoga meledek, "Lihatlah, begitulah penampilanmu dalam catatan sejarah. Bikin iri deh."Bimo menimpali dengan bangga, "Sekarang, kamu baru sadar lagi berhadapan sama tokoh yang begitu luar biasa, 'kan?"Namun, Yoga langsung membalas, "Tapi ujung-ujungnya tetap kalah, 'kan?"Bimo kehabisan kata-kata. Sebuah kalimat dari Yoga langsung mem
"Apa?" tanya Yoga yang terkejut. Dia memandang kedua orang itu dengan tatapan kosong.Sutrisno membalas dengan bingung, "Kamu nggak tahu?""Apa aku seharusnya tahu?" ucap Yoga sambil mengerucutkan bibirnya. Dia merasa bingung sekaligus tak berdaya. Ini pertama kalinya dia mendengar tentang semua ini."Nggak aneh. Hal-hal ini cuma disebutkan di dunia kultivator kuno. Di dunia bela diri kuno, hanya sekte-sekte besar yang punya catatan tentangnya," jelas Winola dengan ekspresi serius dan suara berat."Coba aku lihat!" ucap Yoga. Dia menjadi tertarik dengan apa yang mereka bicarakan. Dia langsung menatap lukisan di dinding dan mulai memeriksanya. Gambar-gambar itu terpahat dengan sangat hidup, meskipun lebih menyerupai fragmen-fragmen peristiwa yang tidak saling berhubungan."Ada yang bisa menjelaskan ini?" tanya Yoga sambil menoleh ke arah keduanya."Biar aku saja!" Sutrisno segera maju, lalu menunjuk gambar pertama dan mulai menjelaskannya kepada Yoga, "Gambar pertama ini menunjukkan awa
"Apa!" Farel luar biasa terkejut. Matanya dipenuhi rasa tak percaya. Mana mungkin? Anak ini ternyata sekuat itu? Hanya dengan satu serangan?Akan tetapi, Farel tidak mau mengakui kekalahan. Tatapan dinginnya menyapu ke arah Winola dan Sutrisno. Kalau memang harus menghabisi mereka, semuanya harus mati!"Nggak akan ada yang keluar hidup-hidup dari sini hari ini!" ucap Farel dengan dingin.Seketika, Farel bergerak. Dia mengulurkan tangannya dari kejauhan. Kekuatan yang luar biasa tiba-tiba meledak, lalu langsung menarik Winola dan Sutrisno ke arahnya.Berhubung kekuatan mereka tidak cukup, keduanya dengan mudah diseret mendekat. Farel mencengkeram leher mereka dengan kuat. Meski terus meronta, mereka sama sekali tidak bisa melepaskan diri."Yoga, aku mau lihat, apa kamu akan memilih untuk menyelamatkan mereka!" ucap Farel sambil tertawa keras, lalu melemparkan keduanya dengan kasar.Winola dan Sutrisno dilemparkan ke dalam lubang besar. Mereka langsung menuju kumpulan pasukan tengkorak y