Malam beranjak semakin larut, Nirmala tidak berani keluar kamar, sedangkan Bu Herlina sedari tadi menangis karena memikirkan anak lelakinya yang bersikap emosional terhadap adik kandungnya, rasa kecewa bergelayut di hati Bu Herlina, anak lelaki yang di gadang-gadang sebagai pengganti almarhum suaminya dalam artian dalam melindungi dan mengembangkan bisnis keluarga,malah bersikap sebaliknya, dengan kasar menyakiti saudaranya dan pasangan anaknya aka menantunya malah menghabisi harta anak perempuannya, ketika ingin membuka fakta yang sebenarnya, malah terjadi percekcokan, Bu Herlina sangat menyadari tabiat menantunya memang kurang baik, tapi ia tidak berdaya jika menyuruh untuk bercerai karena ada Rafa–cucunya dari hasil pernikahan Roni dan melda walaupun ia tahu Rafa kesehariannya diurus oleh Sri–baby sitter cucunya. "Kak Nirmala! Kak! Uwak! Wak Herlina!" Suara Abdul terdengar memanggil, Nirmala gegas keluar kamar, lebih baik ia menyuruh Abdul agar menginap di rumah ini, ia merasa ti
Raihan berjalan mendekat ke arah Nirmala. "Nirmala, kenapa wajahmu?" Nirmala tertunduk merasa malu, ia menyesali kenapa tadi di rumah tidak memakai foundation B erl yang mampu mengcover bekas luka dan lebam di wajahnya, Nirmala tidak ingin terlalu mengumbar masalah di dalam keluarganya. "Tadi malam Nirmala jatuh Bang.""Jatuh?" Raihan seolah tidak percaya dan Nirmala semakin kikuk. "Bang, bagaimana sekolah ini, kasihan sekali anak-anak, mereka selalu bersemangat menuntut ilmu bersama abi mereka yang baik, tapi sekarang sekolahnya hancur," ucap Nirmala mengganti topik pembicaraan. "Saya akan mencari halaman warga kampung sini yang agak luas, nanti untuk sementara biar belajar di halaman kalau ada. Sekolah ini, abang akan bangun dengan beton, dengan fasilitas yang lengkap agar anak-anak nyaman sekolahnya kalau bisa abang ingin bangun pesantren mini di belakang sana masih luas dan abang sudah membeli tanah ini sekitar satu hektar sama kebun di belakang sana.""Abang mau bangun sekola
"Mela.Mela. Itu mobil Bang Roni.""Mampuslah kau, Kak."." Diam kau. Selow kau, jangan tunjukkan raut ketakutanmu."Suara klakson terdengar dari mobil Roni yang berada tepat di belakang Melda. "Minggir Mela, minggir kau bodoh," ucap Melda kembali menoyor kepala Mela. Mela meminggirkan motor butut yang sedang ia kendarai dengan perasaan jengkel. "Bang Roni." Melda memanggil seiring berhentinya motor yang mereka kendarai di pinggir jalan. "Habis dari mana kau Sayang? Kenapa keluar dari perkebunan itu?" Roni menjulurkan kepalanya dari jendela tapi buru-buru keluar saat melihat raut wajah Melda yang hendak menangis. "Huhuhuhu, itulah dia Sayang, tadi malam ga bisa tidur aku gara-gara fitnahan si Nirmala. Selepas sholat subuh aku minta anterin sama Mela kesini, aku mau i'tikaf di pondok itu, aku merenungkan semua yang telah terjadi, berdiam diri untuk mencari keridhaan Allah, ku tenang-tenangkan hatiku yang tercabik-cabik karena fitnahan Nirmala," ucap Melda tersedu "Ya Allah … istr
"Kau … berani menonjok!?" Roni menatap Raihan dengan perasaan geram, merasa terhina dirinya, lelaki miskin yang ia anggap hanya butiran debu berani menyerang dirinya, Roni meraih benda pipih yang berada dalam sakunya lalu menghubungi seseorang, Raihan juga terlihat menghubungi seseorang, terbeliak mata Roni saat melihat benda pipih bermerk apel kroak keluaran terbaru yang sedang Raihan genggam, lalu ia tersenyum sinis dan mengejek, Roni mengira itu hanya ponsel replika lalu melanjutkan percakapan dengan seseorang melalui sambungan selulernya. "Ada sok jagoan disini, turunkan semua anggota biar tau dia siapa Roni Simanjuntak yang sebenarnya, cecunguk saja belagu. Oke. Secepatnya turunkan ormas Kelapa Burung Garuda." Setelahnya Roni menutup sambungan telepon lalu menatap Raihan dengan sinis, Melda sibuk meniup-niup hidung Roni yang berdarah tapi sesekali matanya liar menatap Raihan, tidak dapat dipungkiri pesona Raihan sulit untuk diabaikan. "Kak, siapa itu, ganteng kali," ucap Mela
Mobil sudah memasuki halaman puskesmas kecamatan, mungkin karena lumayan banyak darah yang keluar, Mela terlihat pucat dan lemas. "Dul, cepat panggil perawat, ambil tandu, kasihan si Mela."Abdul mengangguk lalu gegas berlari ke dalam puskesmas. "Bang Raihan, aku mau Bang Raihan datang,"ucap Mela lemah. " Iya. Nanti Bang Raihan datang ya Mela, kamu diobati dulu." Iba juga hati Nirmala melihat Mela lemas begini tapi ada gelinya juga, masih sempat-sempatnya mikirin Raihan. Dua orang perawat datang membawa tandu, Mela dibaringkan ke atas tandu lalu dibawa ke dalam, Nirmala mengekor dan langkahnya berhenti saat Mela sudah dibawa ke dalam ruangan. Nirmala menghubungi ibunya untuk memberi kabar kalau ia pulang terlambat karena masih ada urusan, kejadian yang baru saja ia alami niatnya nanti saja dia beritahu pada ibunya. "Setelah urusan selesai langsung pulang ya Nirmala, Mamak khawatir kalau kau jam segini kau masih berada di luar sana, "ucap Bu Herlina khawatir pada anak perempuanny
Sepasang mata bulat milik Nirmala memanas, ada kalanya dirinya merasa lelah atas semua fitnahan ini. "Pak Amat, kita putar balik dan balik kerumah.""Baik, Nirmala." Lelaki setengah tua itu mencari jalan untuk putar balik, Abdul terlihat bingung. "Kak, kita balik?" "Iya Dul, tolong kabarin Bang Raihan, kalau ke notarisnya ditunda.""Tapi … kenapa Kak?""Bang Roni dan Kak Melda berulah lagi.""Ya Allah, kenapa lagi Kak?""Fitnahan lagi, rasanya Kakak ga sanggup Dul, apakah Kakak harus balik ke Jakarta saja, sepertinya disini banyak sekali masalah." Nirmala memejamkan mata mencari-cari kekuatan untuk bertahan. "Kak, Allah tidak mungkin memberikan masalah diluar batas kemampuan umatnya, Kakak berada di situasi ini semua ada alasanya, Kak Nirmala merupakan wanita yang tangguh, nantinya ada hikmah dari semua ini Kak." Abdul memberi semangat pada kakak sepupunya dan Nirmala hanya mengangguk lemah. Nirmala tetaplah Nirmala yang hanya seorang wanita berusaha untuk kokoh tegak berdiri men
Melda berkata seolah-olah ia ingin menjadi pahlawan di dalam hidup Nirmala. Berbanding terbalik dengan fakta yang sebenarnya. Nirmala berdiri dan berjalan ke arah ibunya yang sedari tadi menangis melihat perdebatan antara anak dan menantunya wanita tua itu sudah tidak kuat lagi jantung dan pikirannya melihat situasi seperti ini.Nirmala juga merasa sedih karena seharusnya di usia ibunya yang sudah sepuh hidupnya tenang melihat anaknya hidup rukun dan bahagia. Tetapi sekarang malah sebaliknya, apakah benar harta warisan bisa membawa petaka? Nirmala menggeleng lemah, harta orang tua yang ditinggalkan memang sudah selayaknya untuk anak dan pasangan yang ditinggalkan, pembagian juga sudah sesuai agama, hanya saja di dalam keluarga Nirmala, ada yang mempunyai sifat tamak lagi culas sehingga menyerobot dan mengambil hak orang lain, tidak lain dan tidak bukan adalah iparnya sendiri yaitu Melda. Nirmala mensejajarkan tubuhnya pada ibunya yang sedang duduk di sofa, wanita tua itu mengusap-us
"Koh Aliang, pembayaran uang sebanyak itu tidak mungkin cash, kan?Pasti melalui bank, cek mutasi dana keluar dan cetak rekening koran, buat bukti untuk membuat laporan." Nirmala angkat bicara."Terus saja kau memprovokasi, Nirmala!"Nirmala melihat Melda sebentar, rasa geram sudah menghinggapi sedari tadi, sejenak nafas terhenti kala mengingat akan perlakuan ipar dan abang kandungnya, kejam dan tidak punya hati. "Benar juga apa yang kau katakan, Nirmala. Tapi, saat aku melakukan pembayaran itu bukan ke rekening si Melda ini.""Ke rekening siapa?""Roni–suaminya Melda.""Bagus Koh, buat laporan saja sekalian atas nama Roni, biar sekalian abang saya tau dan terbuka matanya dengan kelakuan istrinya ini.""Diam kau, Nirmala!""Kau lah yang diam, Kak Melda! Semua orang terdiam mendengar wanita cantik bak kesuma bidadari surgawi itu menaikkan nada suaranya, wanita seindah purnama itu hampir hilang kesabaran lalu diam beberapa detik, lirih Nirmala berucap kata 'istighfar' sadar jika emosi
Sehari sebelum lamaran, Nirmala dan ibunya sudah kembali ke rumah mereka, jangan ditanya rasa hati Bu Herlina, doa yang ia langitkan di sepertiga malam untuk anaknya, diijabah sama Allah, kini, Roni sudah kembali ke jalan yang benar, bukan lagi secara membabi buta marah-marah tidak jelas tanpa mencari tahu masalahnya dari dua belah pihak, padahal selama ini Bu Herlina selalu berkata pada Roni agar bertabayyun dalam menyikapi masalah, mencari kejelasan tentang sesuatu masalah hingga jelas dan benar keadaannya, karena selama ini, Roni hanya mendengar kata istrinya. Bu Herlina senang jika rumah tangga anaknya akur dan Roni begitu menyayangi istrinya tapi lihat dulu istri yang bagaimana, jika mempunyai istri seperti Melda yang banyak mudharatnya dan yang lebih parahnya tega berselingkuh, memfitnah dan ingin menghabisi nyawa Nirmala, jadi lebih baik dilepas/dicerai."Nirmala, kalau bisa nanti setelah lamaran, jangan terlalu lama jaraknya ke acara pernikahan, kalau bisa lebih cepat lebih b
Roni tidak langsung pulang kerumah, tiba-tiba saja hatinya dilanda rasa curiga yang datang menyerang begitu saja, saat itu Roni masih berada di rutan, tepatnya di parkiran, pikirannya berkecamuk, ia juga heran, biasanya ia selalu percaya pada Melda, tapi tidak kali ini.Roni kembali masuk ke dalam bukan untuk menemui Melda tetapi menemui sipir untuk meminta ponsel Melda yang dititipkan di bagian loker, siapa tau dengan memeriksa ponsel Melda, ia menemukan titik terang tentang kecurigaan yang baru saja datang menghinggap. "Saya ingin mengambil ponsel istri saya," ucap Roni."Maaf Pak, semua barang napi diberikan saat napi selesai masa jabatannya, eh, apa nih, Pak? Oh iya, iya, bisa diatur Pak. Selow saja Bapak," ucap penjaga sambil senyum sumringah menerima sejumlah uang dari Roni. Kini, ponsel dengan logo apel terbelah berwarna gold itu berada di genggaman Roni, ia tidak memeriksa ponsel itu sekarang, melainkan nanti saat di rumah. Bagai disayat sembilu, bagai mendengar petir di s
Roni terlihat keluar dari sebuah Bank sambil menenteng tas berisi sejumlah uang, ia dikawal oleh beberapa anggota ormas kelapa burung garuda. Lelaki berdarah Batak–Melayu itu terlihat masuk ke dalam mobil fortuner berwarna dark grey menuju kediaman AKP( Ajun Komisaris Polisi) Tegar Nasution. Maksud kedatangan Roni ke tempat AKP Tegar, untuk memberi uang sogok agar istrinya– Melda dapat keluar dari jeruji besi atas kasus yang menjeratnya, tak tega rasa hati Roni melihat kondisi Melda yang semakin hari badannya semakin menyusut, kulit glowingnya kini tampak menghitam disertai munculnya beberapa flek di area pipi, padahal Roni kerap kali membawakan semua kebutuhan Melda saat berada di dalam penjara, peralatan mandi, skincare, kosmetik tapi semua nihil dan tak berhasil membuat Melda tampak cantik, yang ada semakin tak terawat dan tak sedap dipandang mata. Melda tidak serasi dengan air yang ada di rutan tersebut, apalagi di dalam rutan ia harus bekerja bahkan kerap disiksa oleh beberapa
Pov Mela. Cantik, kaya, dan mendapatkan suami tampan dan tajir plus sholeh, sudah pasti menjadi impian semua wanita, tapi stock lelaki kaya di kampungku ini amatlah sedikit maklum karena rata-rata penduduknya masih berada di bawah garis kemiskinan, entah kenapa, padahal daerahku ini penghasil sawit yang lumayan tinggi di sumatera ini, bahkan pabrik kelapa sawit juga ada di daerah ini, apa karena tingkat pendidikan rendah? Adapun lelaki kaya yaitu Bang Roni–abang iparku, tapi aku tidak seberuntung Kak Melda, kakak kandungku yang bisa mendapatkan lelaki kaya, banyak yang mengatakan jika wajah Kak Melda lebih cantik daripada aku, tapi, menurutku sama cantiknya. Kak Melda berubah jadi cantik juga setelah bekerja di Pekan baru, katanya dia bekerja di sebuah perusahaan eksport import minyak, tapi aku tak yakin, secara Kak Melda cuma tamatan SD. Syarat masuk perusahaan itu pasti harus mengantongi ijazah perguruan tinggi. Ah, tidak perlu aku permasalahkan dia bekerja apa di Pekanbaru sana
Dia lagi, dia lagi, batin Raihan kesal. "Kenapa kau menatapku seperti itu? Kau tidak suka jika aku memeluk calon suamiku, biasa aja lah melihatnya, nanti buta pulak mata kau itu karena tatapanmu kayak, setan! " Mela berbicara dengan nada judes pada Nirmala"Perasaan aku biasa saja menatapmu, kau Lah yang sinis melihatku.""Ya wajarlah aku sinis, ngapain kau dekat-dekat calon suamiku, apa selama ini kau buta, tidak bisa melihat tatapan mesra Bang Raihan padaku."Nirmala malas menanggapi Mela, wanita secantik purnama itu pun beranjak hendak pergi. "Nirmala, tunggu." Raihan mencegah. "Biarin saja dia pergi, Bang. Ada Mela disini," ujar Mela seraya bergelayut manja di lengan Raihan. "Jaga sikapmu, Mela.""Sikap apa? Sikap apa, Bang. Jangan sebut namaku Mela jika tidak bisa membuat Abang bertekuk lutut padaku!""Ya Allah!" Raihan menjerit seraya menutup wajahnya karena Mela menaburkan sesuatu ke wajahnya lalu mengenai mata. Melihat Raihan yang seperti kesakitan, cepat Nirmala berlari m
"Mela, hei! Jangan bertindak nekat, jauhkan pisau itu dari lehermu.""Enggak. Enggak mau. Sebelum Abang janji akan menikahiku, kalau perlu pakai perjanjian hitam di atas putih.""Ga mungkin Mela, menikah ga segampang itu.""Gampang kok, tinggal panggil penghulu, udah beres. ""Menikah harus dengan pasangan yang sesuai hati kita, tidak ada keterpaksaan diantara lelaki dan perempuan.""Aku ga terpaksa, aku ikhlas, Bang.""Tapi aku yang terpaksa." Mau tidak mau Raihan harus jujur, agar wanita itu mengerti, tapi yang namanya Mela, mungkin urat malunya juga sudah putus, dia malah berteriak seperti orang kesurupan. "Tidak! Tidaak! Aku akan bunuh diri sekarang.""Apalagi, cepatlah kau bunuh diri," ucap Afis dengan geram. "Diam kau, aku tidak bicara sama kau, marbot setan!""Astaghfirullah," ucap Raihan lalu mengajak Afis untuk meninggalkan tempat itu. "Bang Raihan! Bang Raihan! Baaaaanng!" Raihan terus keluar dan tidak memperdulikan Mela. Mela yang melihat Raihan keluar setelahnya mende
Mela menghubungi nomor Raihan sambil berjalan mundur agar jaraknya jauh dengan Roni. "Bang Roni, aku bukan, Kak Melda." "Melda Sayang," ucap Roni lagi dengan parau sambil tangannya berusaha menggapai tubuh Mela. Sambungan telepon tersambung. "Bang, Bang Raihan, tolong Bang! Aku hendak di nodai Bang Roni, tolong Bang!""Posisi kamu dimana?" tanya Raihan. "Di rumahnya, tolong Bang Raihan, sepertinya Bang Roni sangat menginginkanku karena kecantikanku yang pari–"Tut tut tut sambungan telepon dimatikan, sebelum Mela menyelesaikan ucapannya. Mela mendengus kesal, lalu melemparkan Roni dengan benda apapun yang bisa ia raih. Bugh. Botol parfum milik Melda berhasil mendarat dengan indah di kening Roni, lelaki setengah mabuk itu ambruk dan tergolek di lantai. "Bang. Bang." Mela memanggil, tapi Roni tanpa reaksi, lalu ia berjalan mendekat memeriksa kondisi lelaki itu, ia meraba hidung, ternyata masih ada nafas. "Huh, pake pingsan segala, padahal kan seru tuh kalau saat aku sedang din
"Ampun Mak! Ampun!" pekik Syifa. Terdengar suara tangisan Syifa memilukan hati, Nirmala mencoba untuk menolong tapi ponselnya berdering dan nama Abdul yang tertera di layar. "Assalamualaikum Dul, kamu dimana?""Kak, Kak Nirmala, tolong aku kak.""Dul, kamu dimana?""Masih mending Pak Dedi mau sama kau Syifa, kita ini orang miskin, jangan bermimpi terlalu tinggi, Mamak saja umur 15 tahun sudah menikah." Bu Salamah masih terdengar meracau sambil sesekali terdengar suara Syifa menjerit, mulut dan tangan Bu Salamah bekerja, mulut menyakiti hati, tangan menyiksa badan gadis kecil itu. Nirmala posisinya sudah di luar, karena tadi Bu Salamah sempat mendorongnya keluar dengan penuh emosi, lalu menutup pintu dengan kasar. Dalam keadaan bimbang, harus menolong siapa, Nirmala memprioritaskan Abdul terlebih dahulu, setelahnya baru dia mengurus masalah Syifa. Dengan perasaan sedih merintih, Nirmala melangkah dengan gamang meninggalkan kediamanan Syifa. "Aku tidak tau kak, tapi, disini gelap,
"Ya Allah … apalagi ini, pelakor?""Iya, kau lah pelakor, kau tau sedang makan sama siapa?" Mela berdiri dengan mengangkat dagu sambil tangan dilipat ke dada. "Sama, Bang Raihan.""Kau tau Bang Raihan itu, siapa? Nirmala memutar bola mata malas menanggapi Mela lalu mengangkat bahu, matanya fokus menatap makanan yang terhidang, ia tidak ingin berakhir sakit, sebisa mungkin ia harus makan karena kegiatannya akan padat, apa yang Raihan katakan tadi memang benar, ia tidak boleh menzalimi tubuhnya sendiri dengan tidak menjaga kesehatan, ketika rasa lapar dibiarkan, maka penyakit akan ramah menghampiri, beda konteks jika sedang berpuasa. "Heh! Aku sedang mengajak kau bicara! Jangan diam saja, sombong kali kau jadi manusia.""Mela, apa-apaan kau? Jangan mempermalukan dirimu sendiri seperti ini, lebih baik kau pulang saja." Raihan jengah juga dengan tingkah Mela yang menunjuk-nunjuk Nirmala seolah dialah nyonya besar yang sedang berbicara pada kacungnya. "Apa Bang? Abang menyuruhku pula