"Mela.Mela. Itu mobil Bang Roni.""Mampuslah kau, Kak."." Diam kau. Selow kau, jangan tunjukkan raut ketakutanmu."Suara klakson terdengar dari mobil Roni yang berada tepat di belakang Melda. "Minggir Mela, minggir kau bodoh," ucap Melda kembali menoyor kepala Mela. Mela meminggirkan motor butut yang sedang ia kendarai dengan perasaan jengkel. "Bang Roni." Melda memanggil seiring berhentinya motor yang mereka kendarai di pinggir jalan. "Habis dari mana kau Sayang? Kenapa keluar dari perkebunan itu?" Roni menjulurkan kepalanya dari jendela tapi buru-buru keluar saat melihat raut wajah Melda yang hendak menangis. "Huhuhuhu, itulah dia Sayang, tadi malam ga bisa tidur aku gara-gara fitnahan si Nirmala. Selepas sholat subuh aku minta anterin sama Mela kesini, aku mau i'tikaf di pondok itu, aku merenungkan semua yang telah terjadi, berdiam diri untuk mencari keridhaan Allah, ku tenang-tenangkan hatiku yang tercabik-cabik karena fitnahan Nirmala," ucap Melda tersedu "Ya Allah … istr
"Kau … berani menonjok!?" Roni menatap Raihan dengan perasaan geram, merasa terhina dirinya, lelaki miskin yang ia anggap hanya butiran debu berani menyerang dirinya, Roni meraih benda pipih yang berada dalam sakunya lalu menghubungi seseorang, Raihan juga terlihat menghubungi seseorang, terbeliak mata Roni saat melihat benda pipih bermerk apel kroak keluaran terbaru yang sedang Raihan genggam, lalu ia tersenyum sinis dan mengejek, Roni mengira itu hanya ponsel replika lalu melanjutkan percakapan dengan seseorang melalui sambungan selulernya. "Ada sok jagoan disini, turunkan semua anggota biar tau dia siapa Roni Simanjuntak yang sebenarnya, cecunguk saja belagu. Oke. Secepatnya turunkan ormas Kelapa Burung Garuda." Setelahnya Roni menutup sambungan telepon lalu menatap Raihan dengan sinis, Melda sibuk meniup-niup hidung Roni yang berdarah tapi sesekali matanya liar menatap Raihan, tidak dapat dipungkiri pesona Raihan sulit untuk diabaikan. "Kak, siapa itu, ganteng kali," ucap Mela
Mobil sudah memasuki halaman puskesmas kecamatan, mungkin karena lumayan banyak darah yang keluar, Mela terlihat pucat dan lemas. "Dul, cepat panggil perawat, ambil tandu, kasihan si Mela."Abdul mengangguk lalu gegas berlari ke dalam puskesmas. "Bang Raihan, aku mau Bang Raihan datang,"ucap Mela lemah. " Iya. Nanti Bang Raihan datang ya Mela, kamu diobati dulu." Iba juga hati Nirmala melihat Mela lemas begini tapi ada gelinya juga, masih sempat-sempatnya mikirin Raihan. Dua orang perawat datang membawa tandu, Mela dibaringkan ke atas tandu lalu dibawa ke dalam, Nirmala mengekor dan langkahnya berhenti saat Mela sudah dibawa ke dalam ruangan. Nirmala menghubungi ibunya untuk memberi kabar kalau ia pulang terlambat karena masih ada urusan, kejadian yang baru saja ia alami niatnya nanti saja dia beritahu pada ibunya. "Setelah urusan selesai langsung pulang ya Nirmala, Mamak khawatir kalau kau jam segini kau masih berada di luar sana, "ucap Bu Herlina khawatir pada anak perempuanny
Sepasang mata bulat milik Nirmala memanas, ada kalanya dirinya merasa lelah atas semua fitnahan ini. "Pak Amat, kita putar balik dan balik kerumah.""Baik, Nirmala." Lelaki setengah tua itu mencari jalan untuk putar balik, Abdul terlihat bingung. "Kak, kita balik?" "Iya Dul, tolong kabarin Bang Raihan, kalau ke notarisnya ditunda.""Tapi … kenapa Kak?""Bang Roni dan Kak Melda berulah lagi.""Ya Allah, kenapa lagi Kak?""Fitnahan lagi, rasanya Kakak ga sanggup Dul, apakah Kakak harus balik ke Jakarta saja, sepertinya disini banyak sekali masalah." Nirmala memejamkan mata mencari-cari kekuatan untuk bertahan. "Kak, Allah tidak mungkin memberikan masalah diluar batas kemampuan umatnya, Kakak berada di situasi ini semua ada alasanya, Kak Nirmala merupakan wanita yang tangguh, nantinya ada hikmah dari semua ini Kak." Abdul memberi semangat pada kakak sepupunya dan Nirmala hanya mengangguk lemah. Nirmala tetaplah Nirmala yang hanya seorang wanita berusaha untuk kokoh tegak berdiri men
Melda berkata seolah-olah ia ingin menjadi pahlawan di dalam hidup Nirmala. Berbanding terbalik dengan fakta yang sebenarnya. Nirmala berdiri dan berjalan ke arah ibunya yang sedari tadi menangis melihat perdebatan antara anak dan menantunya wanita tua itu sudah tidak kuat lagi jantung dan pikirannya melihat situasi seperti ini.Nirmala juga merasa sedih karena seharusnya di usia ibunya yang sudah sepuh hidupnya tenang melihat anaknya hidup rukun dan bahagia. Tetapi sekarang malah sebaliknya, apakah benar harta warisan bisa membawa petaka? Nirmala menggeleng lemah, harta orang tua yang ditinggalkan memang sudah selayaknya untuk anak dan pasangan yang ditinggalkan, pembagian juga sudah sesuai agama, hanya saja di dalam keluarga Nirmala, ada yang mempunyai sifat tamak lagi culas sehingga menyerobot dan mengambil hak orang lain, tidak lain dan tidak bukan adalah iparnya sendiri yaitu Melda. Nirmala mensejajarkan tubuhnya pada ibunya yang sedang duduk di sofa, wanita tua itu mengusap-us
"Koh Aliang, pembayaran uang sebanyak itu tidak mungkin cash, kan?Pasti melalui bank, cek mutasi dana keluar dan cetak rekening koran, buat bukti untuk membuat laporan." Nirmala angkat bicara."Terus saja kau memprovokasi, Nirmala!"Nirmala melihat Melda sebentar, rasa geram sudah menghinggapi sedari tadi, sejenak nafas terhenti kala mengingat akan perlakuan ipar dan abang kandungnya, kejam dan tidak punya hati. "Benar juga apa yang kau katakan, Nirmala. Tapi, saat aku melakukan pembayaran itu bukan ke rekening si Melda ini.""Ke rekening siapa?""Roni–suaminya Melda.""Bagus Koh, buat laporan saja sekalian atas nama Roni, biar sekalian abang saya tau dan terbuka matanya dengan kelakuan istrinya ini.""Diam kau, Nirmala!""Kau lah yang diam, Kak Melda! Semua orang terdiam mendengar wanita cantik bak kesuma bidadari surgawi itu menaikkan nada suaranya, wanita seindah purnama itu hampir hilang kesabaran lalu diam beberapa detik, lirih Nirmala berucap kata 'istighfar' sadar jika emosi
"Bagaimana keadaanya,Mela? Sudah siap pulang hari ini? " Suara ngebas Raihan mampu membuat Mela tersenyum riang gembira, apalagi ucapanya seolah sebuah pertanyaan bentuk perhatian, semakin yakinlah Mela kalau Raihan menyukainya. "Sudah Bang, perhatian Abang, merupakan sebuah semangat untuk Mela dan itulah yang membuat Mela cepat sembuh.""Alhamdulillah," ucap Raihan lalu berjalan ke arah Bu Inong dan salim pada wanita tua itu. "Sudah yakin pulang hari, ini?"Semakin bahagia Mela ditanya seperti itu, wanita dua puluh empat tahun itu langsung memasang wajah semenarik mungkin dan suara semerdu dan semanja mungkin. "Sudah yakin, Bwang, terima-kasih sudah datang ya Bwang, Mela yakin, Abwang pasti datang." "Iya Mela, terima-kasih ya sudah melindungiku waktu itu, " ucap Raihan lembut sambil tersenyum tipis. Aihh … semakin dag dig dug ser rasa hati Mela, berdebar jantung nya, bagaimana tidak, lelaki tampan nan rupawan itu memberinya perhatian, Mela yakin, cupid cinta pasti sudah tertanca
Namaku Melda Handayani, sudah dari kecil hidupku menderita, ibuku meninggal saat melahirkan adikku Mela, saat itu umurku baru sembilan tahun.Di saat anak yang lain bermain dan bercanda dengan teman seumurannya, tapi tidak denganku, keseharianku hanya untuk mengasuh adikku, sedangkan bapak jarang pulang, ia bekerja menjadi kernet bus antar kota antar provinsi sehingga dalam waktu satu pekan cuma sekali ia pulang. Aku begitu kesusahan mengurus adikku, sehingga ada seorang wanita, mungkin bisa dikatakan perawan tua, dia merupakan tetangga kami yang mau membantuku mengurus Mela, dia bernama Bu Inong, wanita baik hati versiku saat itu, karena dia mau mengurus kami yang notabene bukan siapa-siapanya. Saat saudara dari ibu dan ayah menjauh dan tidak sudi melihat saat tubuh kecil ini datang meminta pertolongan, tetapi Bu Inong mau mengurus kami dengan tulus. Akhirnya bapak mau menikahi Bu Inong, tetapi bukan untuk dijadikan istri dalam arti sesungguhnya, melainkan untuk mengurus aku dan ad