Di sebuah sel kecil jauh di dalam penjara, Eleanor Jorge mondar-mandir dengan gelisah.
Getaran tanah yang terus berlangsung membuat jantungnya berdebar kencang. Semua perabot di sel telah jatuh berantakan.William Pendragon segera menghampiri dan memeluk istrinya. "Sayang, tenanglah. Mungkin hanya gempa bumi di ibu kota yang dampaknya sampai ke sini."Eleanor Jorge menggeleng. "Bukan itu yang kukhawatirkan. Firasatku mengatakan Ryan ada di luar sana."Matanya berkaca-kaca. "Getaran ini... seperti dia sedang mengetuk pintu. Aku bahkan bisa merasakan rasa sakitnya. Apakah menurutmu dia mencoba membebaskan kita?"William Pendragon terdiam dengan ekspresi rumit.Sejak masuk penjara ini, dia mulai memahami betapa mengerikannya Penjara Catacomb.Para praktisi bela diri top Nexopolis saja tidak berdaya di sini, apalagi Ryan?Terlebih, mereka bahkan belum tahu pasti apakah Ryan masih hidup.Sebelum insidenDi arena duel ibu kota, platform yang tadinya kokoh kini nyaris hancur total. Pertarungan sengit telah berlangsung selama sehari semalam penuh di sana. Jackson Jorge akhirnya turun dari arena dengan napas terengah. Aura kekerasan masih terpancar dari tubuhnya–dia tampak seperti berada di ambang terobosan. Meski darah mengalir dari sudut bibirnya, senyum kemenangan terukir di wajahnya. "Tuan Jackson," pria kurus yang setia menunggu segera menyodorkan handuk hangat. Jackson Jorge baru hendak menyeka wajahnya ketika merasakan getaran aneh di bawah kakinya. Getaran itu semakin lama semakin kuat. "Apa yang sebenarnya terjadi di ibu kota?" tanyanya dengan dahi berkerut. Saat bertarung tadi, fokusnya terpusat penuh pada lawan hingga tak menyadari getaran ini. "Tuan Jackson," jawab si pria kurus, "Biro Inspeksi Gempa baru saja mengumumkan gempa 5,6 SR. Tapi anehnya, pusat gempa terdeteksi di..." "Di mana?" "Di Universitas Negeri Riverdale, Tuan." Mata Jackson Jorge menyipit mendeng
Peter Carter terdiam sejenak. Dia lalu melanjutkan, "Jangan tunda lebih lama. Aku merasakan kehadiran kuat yang sedang mendekat kemari." Ryan merasakan kekuatan baru mengalir deras dalam tubuhnya. Seringai dingin tersungging di bibirnya. "Aku ingin lihat siapa yang berani menghentikanku!" serunya lantang. "Bloodthirsty Slash!" Serangan mematikan melesat bagai komet di langit malam, menghantam pintu masuk tanpa ampun. BOOM! Ledakan dahsyat mengguncang area itu. Gelombang kejut yang kuat menyapu ke segala arah, mengoyak kabut darah yang menghalangi. Mata Ryan berbinar penuh tekad saat ia kembali menyerang. Meski setiap tebasan Pedang Suci Caliburn berhasil mengoyak kabut darah, formasi pertahanan itu pulih dengan cepat seolah tak terjadi apa-apa. "Hancurlah!" Ryan menggeram. Pedang di tangannya bergerak bagai kilat, melancarkan serangan bertubi-tubi. Ledakan demi ledakan menggelegar bagai guntur di langit malam. Angin kencang berputar mengelilingi danau, menciptakan pusara
Suara alarm yang bergema hingga ke sudut terdalam penjara membuat para tahanan bersemangat. Bertahun-tahun mereka terkurung di sini tanpa perubahan, hari-hari berlalu dalam kebosanan tanpa akhir. Alarm ini pertanda sesuatu besar sedang terjadi. Teriakan penuh harap bergema dari sel ke sel–mungkin ini kesempatan mereka untuk bebas! Di salah satu sel, Eleanor Jorge dan William Pendragon berpelukan dalam diam. Mereka menunggu dengan tenang, namun jantung keduanya berdebar kencang. "William," Eleanor Jorge berbisik cemas, "perasaan aneh ini semakin kuat." Air mata mengalir tanpa dia sadari. William Pendragon tersenyum lembut, kerutan di sudut matanya terlihat jelas. "Jangan khawatir, sayang. Bahkan jika langit runtuh, aku akan tetap di sini menopangmu. Ingat saat Keluarga Jorge ingin membawamu pergi? Aku melindungimu dengan nyawaku sendiri." Eleanor Jorge membalas senyumnya. "Kau memang bodoh waktu itu. Hanya orang biasa tapi berani melawan praktisi-praktisi top Keluarga Jorge." Dia
Begitu memasuki Penjara Catacomb, Ryan langsung disambut cahaya redup dan aura dingin yang menusuk. Saat kakinya menginjak lantai, puluhan niat membunuh langsung terfokus padanya. Di hadapannya terbentang lorong lebar sekitar lima sampai enam meter. Ujung lorong tak terlihat dalam kegelapan, namun samar-samar terdengar teriakan dari dalam sana. Niat membunuh yang kuat menguar dari kegelapan. Tiba-tiba tepuk tangan mengejek terdengar bersamaan dengan menyalanya lampu-lampu di sekitar. Ryan terkejut mendapati puluhan sosok memenuhi koridor, dipimpin beberapa pria tua beraura kuat. Yang paling mencolok adalah seorang lelaki tua berwajah bijak, melangkah maju menatapnya penuh minat. "Bocah kurang ajar, tahukah kau apa artinya berani menerobos Penjara Catacomb?" tanyanya dengan nada mengancam. Ryan mengamati orang-orang di hadapannya. Tak ada yang lebih mengesankan dari lelaki tua ini–jelas dialah pemimpinnya. "Siapa kau?" tanya Ryan tenang sambil mengayunkan Pedang Suci Calib
Di saat para tetua panjara Catacomb lainnya berdiskusi, Tetua Dominique Blanc mengeluarkan setetes darah dan mengaktifkan rune kehidupannya. Meski kekuatan bela diri bukan keahliannya, dia sangat mahir dalam segel, jimat dan formasi. Dia bahkan pernah berguru pada ahli jimat di Gunung Langit Biru, itulah yang membuatnya sekuat sekarang. Sepanjang hidupnya, hanya para kultivator tingkat atas yang bisa memaksanya menggunakan rune kehidupan. Ini ketiga kalinya dia menggunakannya. Dan kini dia terpaksa menggunakan teknik pamungkasnya melawan seorang kultivator Foundation Establishment! Sungguh memalukan seorang semut bisa memaksanya sejauh ini. "Aku tidak percaya kau bisa bertahan hidup!" raungnya murka. "Kau telah menyakiti putriku, jadi akan kucabik-cabik tubuhmu!" Matanya merah menyala saat lengannya bergetar hebat. Rune kehidupan melepaskan sinar pedang yang langsung melesat ke arah Ryan. Bibirnya melengkung membentuk senyum mengejek. Dalam hatinya, kematian Ryan sudah di
Ryan telah menerima banyak pengetahuan tentang Dao Jimat Spiritual dari Peter Carter. Ia paham betul efek dan risiko dari berbagai jenis jimat, termasuk efek sampingnya yang berbahaya. Namun saat ini, Ryan tidak punya pilihan lain. Energi qi nyaris habis, sementara dia harus menyelamatkan kedua orang tuanya bagaimanapun caranya.Peter Carter menghela napas panjang. Sebuah jimat spiritual berwarna hitam kemerahan melesat keluar dari jarinya dan memasuki pikiran Ryan. Seketika itu juga, kekuatan jimat iblis menyebar ke seluruh tubuh Ryan. Matanya berkilat merah dengan niat membunuh yang tak terbendung.Yamamoto Yuto merasakan perubahan aura Ryan. Dia segera mengirim transmisi suara pada tetua berjanggut di sampingnya."Ada yang tidak beres dengan anak ini. Bantu aku menghentikannya. Jika kita bisa membawa William Pendragon dan Eleanor Jorge sebagai sandera, kita masih punya kesempatan."Tetua berjang
"Kepala sipir, kau..."Sebelum William Pendragon menyelesaikan ucapannya, Yamamoto Yuto sudah melesat maju dengan kecepatan yang mustahil ditangkap mata biasa. Energi qi yang pekat menyelimuti tangannya saat dia mencengkeram leher William Pendragon dengan brutal. Amarah yang telah lama terpendam membuatnya ingin segera menghabisi nyawa pria lemah di hadapannya ini.Namun di tengah gelombang kemarahannya, secercah kesadaran masih tersisa dalam benak Yamamoto Yuto. Dia menyadari bahwa membunuh sandera bukanlah langkah yang bijak saat ini. Tanpa William Pendragon dan Eleanor Jorge, dia tidak punya cara untuk mengancam dan menekan Ryan. Dengan dengusan dingin yang penuh penghinaan, Yamamoto Yuto membanting tubuh William Pendragon ke dinding sel berkali-kali, memastikan setiap hantaman cukup menyakitkan namun tidak sampai membunuh."Uhuk! Uhuk!" William Pendragon terbatuk-batuk, darah segar mengalir dari sudut b
Sosok Ryan muncul bagai kilat, matanya merah membara dipenuhi nafsu membunuh yang belum pernah dia rasakan sebelumnya. Pedang Suci Caliburn terhunus mengancam di tangannya saat dia melesat menghadang Yamamoto Yuto dengan kecepatan yang mustahil. Wajah Yamamoto Yuto memucat seketika. Dia tidak menyangka Ryan bisa bergerak secepat itu! Berusaha menghindar, dia hendak melancarkan serangan susulan ke arah William Pendragon namun bayangan Ryan sudah menghalangi jalannya dengan sempurna. Semakin lama mereka bertukar serangan, Yamamoto Yuto semakin terkejut dan ketakutan. Darah bergolak hebat dalam tubuhnya, organ-organ dalamnya terguncang oleh tekanan qi Ryan yang jauh melampaui ekspektasinya. "Terkejut dengan kekuatanku?" suara dingin Ryan membekukan udara di sekitar mereka. "Kau tidak tahu aku telah menguasai Dao Pembantaian. Setiap tetes amarah dan darah hanya akan membuatku semakin kuat! Kau telah berani menyakiti orang tuaku–jiwamu akan kukutuk ke neraka paling dalam!" Tin
Ketika jari Ryan menyentuh ujung tajam senjata spritual aneh itu, sebuah percikan api tercipta, dan mendadak senjata itu terhenti begitu saja! Seolah tenggelam dalam rawa tak kasat mata, senjata itu kehilangan seluruh kekuatannya di tengah aura mencekam yang Ryan pancarkan. Bola mata lelaki tua itu hampir copot melihat pemandangan mustahil ini. Bagaimana mungkin? Serangannya tak pernah gagal sebelumnya! "Senjatamu tak ada bedanya dengan besi rongsokan bagiku," ucap Ryan dingin. Dia meraih senjata itu dan menggunakan jimat lainnya. KRAK! Senjata spiritual yang konon tak terkalahkan itu dipelintir seperti kawat tipis dan dilempar begitu saja ke sudut ruangan. "Aku tak punya banyak waktu untuk main-main. Biar kuantar kau ke neraka." Dalam sekejap, Ryan muncul di hadapan lelaki tua itu. Telapak tangannya yang dipenuh energii qi menghantam dengan suara retakan mengerikan. Lengan lelaki tua itu hancur seketika. Darah menyembur dari luka menganga yang memperlihatkan tulang-tulang
"William, ayo pergi. Kita hanya akan jadi beban Ryan kalau tetap di sini!" ajak Eleanor Jorge seraya menarik tangan suaminya setelah beberapa saat terkejut. Mereka saling menatap, melihat tekad di mata masing-masing sebelum berlari menuju jalan keluar yang dibuka Ryan. Kini hanya tinggal Ryan dan lelaki tua misterius yang tersisa. "Siapa... sebenarnya kau?" tanya lelaki tua itu setelah pulih dari keterkejutan. Dia yakin sosok di hadapannya bukanlah Ryan yang tadi. Aura dan sikapnya benar-benar berbeda. Yang lebih mengkhawatirkan, dia merasakan ancaman mematikan dari sosok ini. Ryan menyeringai dingin. "Meski kekuatanku terbatas dan tak bisa kulepas sepenuhnya, tapi kau akan membayar mahal atas semua yang telah kau lakukan!" Dalam sekejap, sosok Ryan melesat maju meninggalkan bayangan. Jimat spiritual terpadatkan di tangannya saat dia menyerang lelaki tua itu. Sang lelaki tua mengesampingkan harga dirinya dan mengerahkan seluruh kekuatan untuk melawan. Pukulan mereka beradu d
"Hei Pak Tua, bagaimana menurutmu jika kukatakan bahwa akulah yang menghancurkan artefak spiritualmu? Dan akulah yang membunuh orang-orangmu?" tantang Ryan dengan nada dingin. "Tuanku!" Yamamoto Yuto yang terluka parah berseru penuh semangat. "Hati-hati! Teknik anak ini sangat aneh. Aku yakin dia menyimpan beberapa harta karun berbahaya. Kita harus membunuhnya sekarang juga!" "Diam!" suara dingin menggelegar memenuhi sel. "Kau terlalu banyak bicara." Ryan tidak menyia-nyiakan kesempatan. Bilah angin tercipta dari energi qi-nya dan melesat menyerang! "Kau ingin membunuh orang-orangku? Bermimpilah!" Lelaki tua itu mendengus, mengibaskah lengan bajunya dengan santai untuk menghancurkan serangan Ryan. Di matanya, sungguh menggelikan melihat seekor semut berani menantangnya seperti ini. Jika dia menginginkan seseorang mati, bahkan Malaikat Maut pun tak akan bisa menyelamatkannya. Namun Ryan sama sekali tidak putus asa meski serangannya gagal. Sebaliknya, seringai aneh justru muncul
"Ayah, Ibu... aku akan membawa kalian pergi dari sini sekarang juga!" tekad membara terpancar dari mata Ryan. Ia sadar efek jimat Peter Carter akan segera habis. Saat itu terjadi, ia tidak hanya akan menerima rasa sakit luar biasa, tapi juga kehilangan sebagian besar kekuatan bertarungnya. Untuk berjaga-jaga, Ryan mengeluarkan sebuah jimat kuno yang dipenuhi ukiran kata-kata mistis. Ini adalah pemberian terakhir dari sang Guru sebelum dia meninggalkan Gunung Langit Biru–satu-satunya jimat penyelamat nyawa yang dia miliki. Setelah mempelajari Dao Jimat Spiritual, Ryan baru menyadari betapa dahsyatnya kekuatan yang terkandung dalam jimat pemberian sang lelaki tua. Kekuatannya cukup untuk menahan atau bahkan melukai seorang ahli tingkat tertinggi. "Ayah, Ibu, aku punya jimat pelindung yang bisa diaktifkan dengan setetes darah. Simpanlah untuk berjaga-jaga jika kita menghadapi bahaya mematikan nanti." William Pendragon hendak bicara namun Eleanor Jorge lebih dulu mengambil jimat
Sosok Ryan muncul bagai kilat, matanya merah membara dipenuhi nafsu membunuh yang belum pernah dia rasakan sebelumnya. Pedang Suci Caliburn terhunus mengancam di tangannya saat dia melesat menghadang Yamamoto Yuto dengan kecepatan yang mustahil. Wajah Yamamoto Yuto memucat seketika. Dia tidak menyangka Ryan bisa bergerak secepat itu! Berusaha menghindar, dia hendak melancarkan serangan susulan ke arah William Pendragon namun bayangan Ryan sudah menghalangi jalannya dengan sempurna. Semakin lama mereka bertukar serangan, Yamamoto Yuto semakin terkejut dan ketakutan. Darah bergolak hebat dalam tubuhnya, organ-organ dalamnya terguncang oleh tekanan qi Ryan yang jauh melampaui ekspektasinya. "Terkejut dengan kekuatanku?" suara dingin Ryan membekukan udara di sekitar mereka. "Kau tidak tahu aku telah menguasai Dao Pembantaian. Setiap tetes amarah dan darah hanya akan membuatku semakin kuat! Kau telah berani menyakiti orang tuaku–jiwamu akan kukutuk ke neraka paling dalam!" Tin
"Kepala sipir, kau..."Sebelum William Pendragon menyelesaikan ucapannya, Yamamoto Yuto sudah melesat maju dengan kecepatan yang mustahil ditangkap mata biasa. Energi qi yang pekat menyelimuti tangannya saat dia mencengkeram leher William Pendragon dengan brutal. Amarah yang telah lama terpendam membuatnya ingin segera menghabisi nyawa pria lemah di hadapannya ini.Namun di tengah gelombang kemarahannya, secercah kesadaran masih tersisa dalam benak Yamamoto Yuto. Dia menyadari bahwa membunuh sandera bukanlah langkah yang bijak saat ini. Tanpa William Pendragon dan Eleanor Jorge, dia tidak punya cara untuk mengancam dan menekan Ryan. Dengan dengusan dingin yang penuh penghinaan, Yamamoto Yuto membanting tubuh William Pendragon ke dinding sel berkali-kali, memastikan setiap hantaman cukup menyakitkan namun tidak sampai membunuh."Uhuk! Uhuk!" William Pendragon terbatuk-batuk, darah segar mengalir dari sudut b
Ryan telah menerima banyak pengetahuan tentang Dao Jimat Spiritual dari Peter Carter. Ia paham betul efek dan risiko dari berbagai jenis jimat, termasuk efek sampingnya yang berbahaya. Namun saat ini, Ryan tidak punya pilihan lain. Energi qi nyaris habis, sementara dia harus menyelamatkan kedua orang tuanya bagaimanapun caranya.Peter Carter menghela napas panjang. Sebuah jimat spiritual berwarna hitam kemerahan melesat keluar dari jarinya dan memasuki pikiran Ryan. Seketika itu juga, kekuatan jimat iblis menyebar ke seluruh tubuh Ryan. Matanya berkilat merah dengan niat membunuh yang tak terbendung.Yamamoto Yuto merasakan perubahan aura Ryan. Dia segera mengirim transmisi suara pada tetua berjanggut di sampingnya."Ada yang tidak beres dengan anak ini. Bantu aku menghentikannya. Jika kita bisa membawa William Pendragon dan Eleanor Jorge sebagai sandera, kita masih punya kesempatan."Tetua berjang
Di saat para tetua panjara Catacomb lainnya berdiskusi, Tetua Dominique Blanc mengeluarkan setetes darah dan mengaktifkan rune kehidupannya. Meski kekuatan bela diri bukan keahliannya, dia sangat mahir dalam segel, jimat dan formasi. Dia bahkan pernah berguru pada ahli jimat di Gunung Langit Biru, itulah yang membuatnya sekuat sekarang. Sepanjang hidupnya, hanya para kultivator tingkat atas yang bisa memaksanya menggunakan rune kehidupan. Ini ketiga kalinya dia menggunakannya. Dan kini dia terpaksa menggunakan teknik pamungkasnya melawan seorang kultivator Foundation Establishment! Sungguh memalukan seorang semut bisa memaksanya sejauh ini. "Aku tidak percaya kau bisa bertahan hidup!" raungnya murka. "Kau telah menyakiti putriku, jadi akan kucabik-cabik tubuhmu!" Matanya merah menyala saat lengannya bergetar hebat. Rune kehidupan melepaskan sinar pedang yang langsung melesat ke arah Ryan. Bibirnya melengkung membentuk senyum mengejek. Dalam hatinya, kematian Ryan sudah di
Begitu memasuki Penjara Catacomb, Ryan langsung disambut cahaya redup dan aura dingin yang menusuk. Saat kakinya menginjak lantai, puluhan niat membunuh langsung terfokus padanya. Di hadapannya terbentang lorong lebar sekitar lima sampai enam meter. Ujung lorong tak terlihat dalam kegelapan, namun samar-samar terdengar teriakan dari dalam sana. Niat membunuh yang kuat menguar dari kegelapan. Tiba-tiba tepuk tangan mengejek terdengar bersamaan dengan menyalanya lampu-lampu di sekitar. Ryan terkejut mendapati puluhan sosok memenuhi koridor, dipimpin beberapa pria tua beraura kuat. Yang paling mencolok adalah seorang lelaki tua berwajah bijak, melangkah maju menatapnya penuh minat. "Bocah kurang ajar, tahukah kau apa artinya berani menerobos Penjara Catacomb?" tanyanya dengan nada mengancam. Ryan mengamati orang-orang di hadapannya. Tak ada yang lebih mengesankan dari lelaki tua ini–jelas dialah pemimpinnya. "Siapa kau?" tanya Ryan tenang sambil mengayunkan Pedang Suci Calib