Ini Bab kedua pagi ini. Bab berikutnya siang. Selamat hari minggu (◠‿・)—☆ Bab Bonus: 1/6 Bab Bab Reguler: 1/1 Bab (Komplit)
Begitu memasuki Penjara Catacomb, Ryan langsung disambut cahaya redup dan aura dingin yang menusuk. Saat kakinya menginjak lantai, puluhan niat membunuh langsung terfokus padanya. Di hadapannya terbentang lorong lebar sekitar lima sampai enam meter. Ujung lorong tak terlihat dalam kegelapan, namun samar-samar terdengar teriakan dari dalam sana. Niat membunuh yang kuat menguar dari kegelapan. Tiba-tiba tepuk tangan mengejek terdengar bersamaan dengan menyalanya lampu-lampu di sekitar. Ryan terkejut mendapati puluhan sosok memenuhi koridor, dipimpin beberapa pria tua beraura kuat. Yang paling mencolok adalah seorang lelaki tua berwajah bijak, melangkah maju menatapnya penuh minat. "Bocah kurang ajar, tahukah kau apa artinya berani menerobos Penjara Catacomb?" tanyanya dengan nada mengancam. Ryan mengamati orang-orang di hadapannya. Tak ada yang lebih mengesankan dari lelaki tua ini–jelas dialah pemimpinnya. "Siapa kau?" tanya Ryan tenang sambil mengayunkan Pedang Suci Calib
Di saat para tetua panjara Catacomb lainnya berdiskusi, Tetua Dominique Blanc mengeluarkan setetes darah dan mengaktifkan rune kehidupannya. Meski kekuatan bela diri bukan keahliannya, dia sangat mahir dalam segel, jimat dan formasi. Dia bahkan pernah berguru pada ahli jimat di Gunung Langit Biru, itulah yang membuatnya sekuat sekarang. Sepanjang hidupnya, hanya para kultivator tingkat atas yang bisa memaksanya menggunakan rune kehidupan. Ini ketiga kalinya dia menggunakannya. Dan kini dia terpaksa menggunakan teknik pamungkasnya melawan seorang kultivator Foundation Establishment! Sungguh memalukan seorang semut bisa memaksanya sejauh ini. "Aku tidak percaya kau bisa bertahan hidup!" raungnya murka. "Kau telah menyakiti putriku, jadi akan kucabik-cabik tubuhmu!" Matanya merah menyala saat lengannya bergetar hebat. Rune kehidupan melepaskan sinar pedang yang langsung melesat ke arah Ryan. Bibirnya melengkung membentuk senyum mengejek. Dalam hatinya, kematian Ryan sudah di
Ryan telah menerima banyak pengetahuan tentang Dao Jimat Spiritual dari Peter Carter. Ia paham betul efek dan risiko dari berbagai jenis jimat, termasuk efek sampingnya yang berbahaya. Namun saat ini, Ryan tidak punya pilihan lain. Energi qi nyaris habis, sementara dia harus menyelamatkan kedua orang tuanya bagaimanapun caranya.Peter Carter menghela napas panjang. Sebuah jimat spiritual berwarna hitam kemerahan melesat keluar dari jarinya dan memasuki pikiran Ryan. Seketika itu juga, kekuatan jimat iblis menyebar ke seluruh tubuh Ryan. Matanya berkilat merah dengan niat membunuh yang tak terbendung.Yamamoto Yuto merasakan perubahan aura Ryan. Dia segera mengirim transmisi suara pada tetua berjanggut di sampingnya."Ada yang tidak beres dengan anak ini. Bantu aku menghentikannya. Jika kita bisa membawa William Pendragon dan Eleanor Jorge sebagai sandera, kita masih punya kesempatan."Tetua berjang
"Kepala sipir, kau..."Sebelum William Pendragon menyelesaikan ucapannya, Yamamoto Yuto sudah melesat maju dengan kecepatan yang mustahil ditangkap mata biasa. Energi qi yang pekat menyelimuti tangannya saat dia mencengkeram leher William Pendragon dengan brutal. Amarah yang telah lama terpendam membuatnya ingin segera menghabisi nyawa pria lemah di hadapannya ini.Namun di tengah gelombang kemarahannya, secercah kesadaran masih tersisa dalam benak Yamamoto Yuto. Dia menyadari bahwa membunuh sandera bukanlah langkah yang bijak saat ini. Tanpa William Pendragon dan Eleanor Jorge, dia tidak punya cara untuk mengancam dan menekan Ryan. Dengan dengusan dingin yang penuh penghinaan, Yamamoto Yuto membanting tubuh William Pendragon ke dinding sel berkali-kali, memastikan setiap hantaman cukup menyakitkan namun tidak sampai membunuh."Uhuk! Uhuk!" William Pendragon terbatuk-batuk, darah segar mengalir dari sudut b
Sosok Ryan muncul bagai kilat, matanya merah membara dipenuhi nafsu membunuh yang belum pernah dia rasakan sebelumnya. Pedang Suci Caliburn terhunus mengancam di tangannya saat dia melesat menghadang Yamamoto Yuto dengan kecepatan yang mustahil. Wajah Yamamoto Yuto memucat seketika. Dia tidak menyangka Ryan bisa bergerak secepat itu! Berusaha menghindar, dia hendak melancarkan serangan susulan ke arah William Pendragon namun bayangan Ryan sudah menghalangi jalannya dengan sempurna. Semakin lama mereka bertukar serangan, Yamamoto Yuto semakin terkejut dan ketakutan. Darah bergolak hebat dalam tubuhnya, organ-organ dalamnya terguncang oleh tekanan qi Ryan yang jauh melampaui ekspektasinya. "Terkejut dengan kekuatanku?" suara dingin Ryan membekukan udara di sekitar mereka. "Kau tidak tahu aku telah menguasai Dao Pembantaian. Setiap tetes amarah dan darah hanya akan membuatku semakin kuat! Kau telah berani menyakiti orang tuaku–jiwamu akan kukutuk ke neraka paling dalam!" Tin
"Ayah, Ibu... aku akan membawa kalian pergi dari sini sekarang juga!" tekad membara terpancar dari mata Ryan. Ia sadar efek jimat Peter Carter akan segera habis. Saat itu terjadi, ia tidak hanya akan menerima rasa sakit luar biasa, tapi juga kehilangan sebagian besar kekuatan bertarungnya. Untuk berjaga-jaga, Ryan mengeluarkan sebuah jimat kuno yang dipenuhi ukiran kata-kata mistis. Ini adalah pemberian terakhir dari sang Guru sebelum dia meninggalkan Gunung Langit Biru–satu-satunya jimat penyelamat nyawa yang dia miliki. Setelah mempelajari Dao Jimat Spiritual, Ryan baru menyadari betapa dahsyatnya kekuatan yang terkandung dalam jimat pemberian sang lelaki tua. Kekuatannya cukup untuk menahan atau bahkan melukai seorang ahli tingkat tertinggi. "Ayah, Ibu, aku punya jimat pelindung yang bisa diaktifkan dengan setetes darah. Simpanlah untuk berjaga-jaga jika kita menghadapi bahaya mematikan nanti." William Pendragon hendak bicara namun Eleanor Jorge lebih dulu mengambil jimat
"Hei Pak Tua, bagaimana menurutmu jika kukatakan bahwa akulah yang menghancurkan artefak spiritualmu? Dan akulah yang membunuh orang-orangmu?" tantang Ryan dengan nada dingin. "Tuanku!" Yamamoto Yuto yang terluka parah berseru penuh semangat. "Hati-hati! Teknik anak ini sangat aneh. Aku yakin dia menyimpan beberapa harta karun berbahaya. Kita harus membunuhnya sekarang juga!" "Diam!" suara dingin menggelegar memenuhi sel. "Kau terlalu banyak bicara." Ryan tidak menyia-nyiakan kesempatan. Bilah angin tercipta dari energi qi-nya dan melesat menyerang! "Kau ingin membunuh orang-orangku? Bermimpilah!" Lelaki tua itu mendengus, mengibaskah lengan bajunya dengan santai untuk menghancurkan serangan Ryan. Di matanya, sungguh menggelikan melihat seekor semut berani menantangnya seperti ini. Jika dia menginginkan seseorang mati, bahkan Malaikat Maut pun tak akan bisa menyelamatkannya. Namun Ryan sama sekali tidak putus asa meski serangannya gagal. Sebaliknya, seringai aneh justru muncul
"William, ayo pergi. Kita hanya akan jadi beban Ryan kalau tetap di sini!" ajak Eleanor Jorge seraya menarik tangan suaminya setelah beberapa saat terkejut. Mereka saling menatap, melihat tekad di mata masing-masing sebelum berlari menuju jalan keluar yang dibuka Ryan. Kini hanya tinggal Ryan dan lelaki tua misterius yang tersisa. "Siapa... sebenarnya kau?" tanya lelaki tua itu setelah pulih dari keterkejutan. Dia yakin sosok di hadapannya bukanlah Ryan yang tadi. Aura dan sikapnya benar-benar berbeda. Yang lebih mengkhawatirkan, dia merasakan ancaman mematikan dari sosok ini. Ryan menyeringai dingin. "Meski kekuatanku terbatas dan tak bisa kulepas sepenuhnya, tapi kau akan membayar mahal atas semua yang telah kau lakukan!" Dalam sekejap, sosok Ryan melesat maju meninggalkan bayangan. Jimat spiritual terpadatkan di tangannya saat dia menyerang lelaki tua itu. Sang lelaki tua mengesampingkan harga dirinya dan mengerahkan seluruh kekuatan untuk melawan. Pukulan mereka beradu d
Ryan melangkah terhuyung menuju ibunya, kakinya terasa berat bagai timah. "Bu, aku punya kamar di apartemen Dosen Universitas Negeri Riversale. Ayo kita ke sana dulu untuk beristirahat." Eleanor Jorge mengangguk, segera menopang tubuh putranya dan berjalan mengikuti petunjuk arah yang diberikan. Namun baru beberapa langkah meninggalkan area danau, langkah Eleanor Jorge terhenti mendadak. Suara derap kaki terdengar mendekat dari kejauhan. Samar-samar terlihat sosok jangkung yang berjalan ke arah mereka. Eleanor Jorge langsung meningkatkan kewaspadaannya–apakah Lucas Ravenclaw kembali untuk menghancurkan keluarga mereka sepenuhnya? Telapak tangannya basah oleh keringat dingin. Di sampingnya, mata Ryan juga berkilat tajam menatap sosok dalam kegelapan, siap menyerang kapan saja. Jika situasi memburuk, dia masih punya satu batu nisan terakhir yang bisa diaktifkan. Namun ketegangan mereka segera mencair saat mengenali sosok itu–Jackson Jorge, kakak Eleanor Jorge. Jackson Jorge
Tommy Zaft melirik ke kegelapan tempat Lucas Ravenclaw menghilang, lalu menatap Eleanor Jorge dengan pandangan merendahkan. "Jadi kau tokoh utama skandal yang mengguncang dunia seni bela diri Nexopolis itu?" Pengusiran Eleanor Jorge dari Keluarga Jorge memang jadi berita besar hingga sampai ke telinga Tommy Zaft. Eleanor Jorge adalah putri kesayangan Dewa, benar-benar terpilih. Baik dalam seni bela diri maupun kultivasi, dia memiliki bakat luar biasa yang bisa membuatnya jadi jenius tak tertandingi. Namun karena keputusannya sendiri, dia menyia-nyiakan anugerah langit itu. Skandalnya tidak hanya mengguncang Nexopolis, bahkan para praktisi yang mondar-mandir antara Gunung Langit Biru pun membicarakannya. Eleanor Jorge balas menatap Tommy Zaft dengan sorot mata dingin. "Aku tak peduli siapa kau. Tapi kau akan membayar mahal untuk semua ini." "Hmph!" Tommy Zaft mendengus. "Orang yang akan mati tak berhak mengancam. Akan kupenggal kepalamu sekarang dan kupersembahkan pada Keluarga
Tanpa ragu, Eleanor Jorge mengeluarkan setetes saripati darahnya dan menaruhnya di jimat pemberian Ryan. Cahaya berkedip-kedip saat jimat itu terbakar. Dari kobaran api muncul seekor serigala ilusi raksasa yang menahan Tommy Zaft untuk beberapa saat. Eleanor Jorge segera menarik tangan suaminya. "Ayo lari!" Dia bisa melihat William Pendragon kesakitan. Dengan kaki palsu, suaminya tak bisa berlari terlalu cepat atau jauh. "William, bertahanlah!" "Sayang, pergilah duluan. Ryan membutuhkanmu..." "Jangan bicara begitu! Kita sudah melewati berbagai badai bersama, yang ini pun pasti bisa kita lalui!" Mereka terus berlari sekuat tenaga. Namun setelah belasan detik, Tommy Zaft berhasil menghancurkan serigala ilusi itu. Keringat membasahi dahinya saat dia melihat dua targetnya menjauh. Dalam sekejap mata, Tommy Zaft muncul menghadang di depan mereka. "Mencoba kabur? Mana mungkin dua semut bisa lolos dariku!" Pedang muncul di tangannya saat dia melancarkan tebasan mematikan yang dipen
Ketika jari Ryan menyentuh ujung tajam senjata spritual aneh itu, sebuah percikan api tercipta, dan mendadak senjata itu terhenti begitu saja! Seolah tenggelam dalam rawa tak kasat mata, senjata itu kehilangan seluruh kekuatannya di tengah aura mencekam yang Ryan pancarkan. Bola mata lelaki tua itu hampir copot melihat pemandangan mustahil ini. Bagaimana mungkin? Serangannya tak pernah gagal sebelumnya! "Senjatamu tak ada bedanya dengan besi rongsokan bagiku," ucap Ryan dingin. Dia meraih senjata itu dan menggunakan jimat lainnya. KRAK! Senjata spiritual yang konon tak terkalahkan itu dipelintir seperti kawat tipis dan dilempar begitu saja ke sudut ruangan. "Aku tak punya banyak waktu untuk main-main. Biar kuantar kau ke neraka." Dalam sekejap, Ryan muncul di hadapan lelaki tua itu. Telapak tangannya yang dipenuh energii qi menghantam dengan suara retakan mengerikan. Lengan lelaki tua itu hancur seketika. Darah menyembur dari luka menganga yang memperlihatkan tulang-tulang
"William, ayo pergi. Kita hanya akan jadi beban Ryan kalau tetap di sini!" ajak Eleanor Jorge seraya menarik tangan suaminya setelah beberapa saat terkejut. Mereka saling menatap, melihat tekad di mata masing-masing sebelum berlari menuju jalan keluar yang dibuka Ryan. Kini hanya tinggal Ryan dan lelaki tua misterius yang tersisa. "Siapa... sebenarnya kau?" tanya lelaki tua itu setelah pulih dari keterkejutan. Dia yakin sosok di hadapannya bukanlah Ryan yang tadi. Aura dan sikapnya benar-benar berbeda. Yang lebih mengkhawatirkan, dia merasakan ancaman mematikan dari sosok ini. Ryan menyeringai dingin. "Meski kekuatanku terbatas dan tak bisa kulepas sepenuhnya, tapi kau akan membayar mahal atas semua yang telah kau lakukan!" Dalam sekejap, sosok Ryan melesat maju meninggalkan bayangan. Jimat spiritual terpadatkan di tangannya saat dia menyerang lelaki tua itu. Sang lelaki tua mengesampingkan harga dirinya dan mengerahkan seluruh kekuatan untuk melawan. Pukulan mereka beradu d
"Hei Pak Tua, bagaimana menurutmu jika kukatakan bahwa akulah yang menghancurkan artefak spiritualmu? Dan akulah yang membunuh orang-orangmu?" tantang Ryan dengan nada dingin. "Tuanku!" Yamamoto Yuto yang terluka parah berseru penuh semangat. "Hati-hati! Teknik anak ini sangat aneh. Aku yakin dia menyimpan beberapa harta karun berbahaya. Kita harus membunuhnya sekarang juga!" "Diam!" suara dingin menggelegar memenuhi sel. "Kau terlalu banyak bicara." Ryan tidak menyia-nyiakan kesempatan. Bilah angin tercipta dari energi qi-nya dan melesat menyerang! "Kau ingin membunuh orang-orangku? Bermimpilah!" Lelaki tua itu mendengus, mengibaskah lengan bajunya dengan santai untuk menghancurkan serangan Ryan. Di matanya, sungguh menggelikan melihat seekor semut berani menantangnya seperti ini. Jika dia menginginkan seseorang mati, bahkan Malaikat Maut pun tak akan bisa menyelamatkannya. Namun Ryan sama sekali tidak putus asa meski serangannya gagal. Sebaliknya, seringai aneh justru muncul
"Ayah, Ibu... aku akan membawa kalian pergi dari sini sekarang juga!" tekad membara terpancar dari mata Ryan. Ia sadar efek jimat Peter Carter akan segera habis. Saat itu terjadi, ia tidak hanya akan menerima rasa sakit luar biasa, tapi juga kehilangan sebagian besar kekuatan bertarungnya. Untuk berjaga-jaga, Ryan mengeluarkan sebuah jimat kuno yang dipenuhi ukiran kata-kata mistis. Ini adalah pemberian terakhir dari sang Guru sebelum dia meninggalkan Gunung Langit Biru–satu-satunya jimat penyelamat nyawa yang dia miliki. Setelah mempelajari Dao Jimat Spiritual, Ryan baru menyadari betapa dahsyatnya kekuatan yang terkandung dalam jimat pemberian sang lelaki tua. Kekuatannya cukup untuk menahan atau bahkan melukai seorang ahli tingkat tertinggi. "Ayah, Ibu, aku punya jimat pelindung yang bisa diaktifkan dengan setetes darah. Simpanlah untuk berjaga-jaga jika kita menghadapi bahaya mematikan nanti." William Pendragon hendak bicara namun Eleanor Jorge lebih dulu mengambil jimat
Sosok Ryan muncul bagai kilat, matanya merah membara dipenuhi nafsu membunuh yang belum pernah dia rasakan sebelumnya. Pedang Suci Caliburn terhunus mengancam di tangannya saat dia melesat menghadang Yamamoto Yuto dengan kecepatan yang mustahil. Wajah Yamamoto Yuto memucat seketika. Dia tidak menyangka Ryan bisa bergerak secepat itu! Berusaha menghindar, dia hendak melancarkan serangan susulan ke arah William Pendragon namun bayangan Ryan sudah menghalangi jalannya dengan sempurna. Semakin lama mereka bertukar serangan, Yamamoto Yuto semakin terkejut dan ketakutan. Darah bergolak hebat dalam tubuhnya, organ-organ dalamnya terguncang oleh tekanan qi Ryan yang jauh melampaui ekspektasinya. "Terkejut dengan kekuatanku?" suara dingin Ryan membekukan udara di sekitar mereka. "Kau tidak tahu aku telah menguasai Dao Pembantaian. Setiap tetes amarah dan darah hanya akan membuatku semakin kuat! Kau telah berani menyakiti orang tuaku–jiwamu akan kukutuk ke neraka paling dalam!" Tin
"Kepala sipir, kau..."Sebelum William Pendragon menyelesaikan ucapannya, Yamamoto Yuto sudah melesat maju dengan kecepatan yang mustahil ditangkap mata biasa. Energi qi yang pekat menyelimuti tangannya saat dia mencengkeram leher William Pendragon dengan brutal. Amarah yang telah lama terpendam membuatnya ingin segera menghabisi nyawa pria lemah di hadapannya ini.Namun di tengah gelombang kemarahannya, secercah kesadaran masih tersisa dalam benak Yamamoto Yuto. Dia menyadari bahwa membunuh sandera bukanlah langkah yang bijak saat ini. Tanpa William Pendragon dan Eleanor Jorge, dia tidak punya cara untuk mengancam dan menekan Ryan. Dengan dengusan dingin yang penuh penghinaan, Yamamoto Yuto membanting tubuh William Pendragon ke dinding sel berkali-kali, memastikan setiap hantaman cukup menyakitkan namun tidak sampai membunuh."Uhuk! Uhuk!" William Pendragon terbatuk-batuk, darah segar mengalir dari sudut b