Terima Kasih Kak Jaz dan Kak Usman. Total akumulasi Gem hari ini menjadi 6, yang artinya bakal ada bab bonus(≧▽≦) Akumulasi Gem: 28-09-2024 (pagi) : 1 Gem (reset) Yuk 4 lagi dan dapatkan 1 bab bonus lagi(✯ᴗ✯) bab bonus akan othor UP siang, ditunggu(◠‿・)—☆
Ryan terdiam sejenak, matanya menatap Jeremy Blackwood dingin dan berkata, "Aku memberimu, keluarga Blackwood, kesempatan. Tapi kalian tidak menghargainya!" Nada suara Ryan yang dingin membuat semua orang di ruangan itu terdiam. Jeremy Blackwood, yang tadinya penuh percaya diri, kini terlihat gugup. Dia tidak menyangka Ryan akan sesulit itu untuk dibujuk dan disanjung. Dengan ragu-ragu, Jeremy berkata, "Ini salahku karena tidak mendidik anak-anakku dengan baik, Tuan Ryan. Hari ini, aku akan meminta maaf kepadamu karena sikap anakku yang memalukan itu!" Setelah mengatakan itu, Jeremy Blackwood berbalik dan berteriak kepada pria yang merajuk di sudut, "Morris! Datanglah kemari dan cepat minta maaf secara langsung kepada Tuan Ryan!" Morris, yang sedari tadi bersembunyi di sudut ruangan, keluar dengan enggan. Wajahnya merah padam, campuran antara malu dan marah. Dia berdiri di depan Ryan dengan kepala tertunduk, tidak mengatakan apa pun. "Apa yang kau tunggu?" bentak Jeremy. "Ber
Setelah Jeremy pergi, Hanna tersentak bangun dari lamunannya dan menarik tangan John. "John, apa yang harus kita lakukan..." Suara Hanna yang genit dan manja membuat John tidak tahan lagi. Dengan gerakan cepat, dia mengangkat tangannya dan menampar Hanna dengan keras, suara tamparannya bergema di seluruh ruangan. "Semua ini salahmu, JALANG!" teriak John, matanya berkilat penuh amarah. "Kaulah alasan aku kehilangan segalanya! Beraninya kau bertanya padaku apa yang harus kita lakukan selanjutnya? Kau ingin mati? Gali lubang dan kubur dirimu " "S-sayang…" Hanna mencoba berbicara, namun belum sempat eia menyelesaikan perkataannya, John mendaratkan tendangan pada tubuhnya yang masih terhuyung. "Lebih baik kau tutup mulut dan matamu yang merendahkan itu! Tidak akan ada yang bisa menyelamatkanmu selanjutnya! Minggir dari sini!" Wajah Hanna sepucat kertas, bibirnya bergetar menahan tangis. Matanya telah kehilangan cahayanya yang dulu, digantikan oleh ketakutan dan keputusasaan. Dia
Selama dua jam penuh, Ryan telah menyadari bahwa Jeremy Blackwood mengikuti mereka. Pria tua itu sering kali tampak hendak berbicara tetapi akhirnya menelan kata-katanya. Ryan tidak menghiraukannya dan membiarkan Jeremy Blackwood mengikuti mereka sesuka hatinya. Ryan yakin, seseorang yang berada di ambang kematian tidak akan mampu berbuat banyak. "Ryan," bisik Adel, mendekatkan dirinya ke Ryan. "Bukankah orang yang terus mengikuti kita itu Jeremy Blackwood?" Ryan mengangguk santai. "Ya, biarkan saja dia. Dia tidak akan mengganggu kita." Adel menatap Ryan dengan pandangan bingung. "Tapi... bukankah dia orang penting? Apa tidak apa-apa membiarkannya seperti itu?" Ryan tersenyum misterius. "Percayalah padaku, Adel. Semua akan baik-baik saja." Setelah pesta belanja mereka berakhir, Ryan dan Adel menggunakan lift ke tempat parkir. Begitu mereka menemukan mobil dan hendak meletakkan pakaian, mereka melihat Jeremy Blackwood membawa setumpuk pakaian. "Kenapa kamu di sini?" tanya
Kota Golden River, di tengah kawasan perumahan yang tenang, sebuah rumah besar bertengger di tengah danau. Bangunan megah itu berdiri kokoh, dikelilingi oleh taman yang luas dan terawat sempurna. Ini adalah kediaman salah satu keluarga paling berpengaruh di Golden River—Keluarga Hilton! Sejarah Keluarga Hilton di Kota Golden River dapat ditelusuri kembali ke zaman kuno Nexopolis, di mana leluhur Keluarga Hilton adalah seorang jenderal di kerajaan Nexopolis ratusan tahun lalu, sebelum akhirnya berubah menjadi Republik Nexopolis seperti sekarang ini. Konon, jenderal legendaris itu pernah pergi berperang sendirian dan membunuh hampir ribuan musuhnya, sebelum akhirnya berhasil mundur dari perang dengan selamat. Sejak saat itu, nama Keluarga Hilton semakin makmur dan disegani. Meski perlahan-lahan mengalami kemunduran seiring berjalannya waktu, Keluarga Hilton berhasil mempertahankan kedudukan mereka di antara Empat Keluarga Besar di Kota Golden River. Posisi mereka tetap tidak te
*Apartemen Grand City* Ryan dan Adel kembali ke apartemen dengan cukup banyak tas belanjaan. Suasana hangat menyambut mereka begitu melangkah masuk, kontras dengan keributan yang baru saja mereka alami di mal. Adel, yang masih diselimuti euforia setelah sesi belanja mereka, segera menuju dapur. "Aku akan menyiapkan makan malam spesial untuk merayakan hari ini!" serunya riang. Ryan tersenyum melihat antusiasme Adel. "Kau tidak perlu repot-repot," ujarnya, meski dalam hati ia senang dengan perhatian Adel. "Tidak apa-apa," balas Adel sambil mengeluarkan bahan-bahan dari kulkas. "Anggap saja ini ucapan terima kasihku untuk semua yang terjadi hari ini." Hampir setengah jam berlalu, aroma lezat mulai menguar dari dapur. Adel sibuk memasak, sementara Ryan duduk di meja makan, mengamati dengan takjub keterampilan Adel di dapur. Tak lama kemudian, Adel menyajikan hidangan yang membuat mata Ryan melebar: dua piring ayam panggang lada hitam, sepiring sayur capcay, dan semangkuk sup jamur.
Ryan sedikit tercengang dengan pertanyaan itu. Akan tetapi, dia langsung terkekeh setelah itu, berpura-pura memasang ekspresi garang. "Benar sekali. Sejujurnya, aku adalah pembunuh profesional kelas atas. Aku bisa melompat dari atap ke atap, serta melompati tembok. Dan aku telah membunuh banyak orang. Kau yakin masih ingin membiarkanku tinggal di apartemenmu? Kalau-kalau aku punya pikiran mesum, hehe..." Adel menghela napas lega saat mendengar jawaban Ryan. Di dunia ini, tidak ada pembunuh yang akan mengakui dirinya sebagai pembunuh begitu saja. Terlebih lagi, melihat tingkah laku Ryan, masuk akal jika dia suka menghajar seseorang, tapi membunuh? Apalagi membunuh orang-orang terkemuka di Kota Golden River? Itu terlalu jauh. "Berhentilah membual," ujar Adel, menggelengkan kepalanya. "Untuk beberapa hari ke depan, kita harus pulang lebih awal. Pembunuhnya pasti masih berada di Kota Golden River dan siapa tahu mereka akan datang mencari kita suatu hari nanti? Kau dengar aku? Jangan
Lindsay berbalik. Sambil menggoyangkan tubuhnya yang menggairahkan, dia berjalan santai ke depan Ryan. "Sepertinya aku benar, kau benar-benar Ryan yang seharusnya meninggal lima tahun lalu. Siapa mengira yang orang terkenal tidak berguna dari Keluarga Pendragon itu tidak hanya kembali, tetapi juga membawa kekuatan yang mengerikan bersamanya…" Sebelum Lindsay selesai berbicara, sepasang tangan besar mencengkeram lehernya yang jenjang dan mengangkatnya. Tiba-tiba, seluruh tubuhnya merasakan sensasi dingin yang mencekam, seolah-olah ia berada di gua es. "Apa yang ingin kamu katakan?" desis Ryan, suaranya rendah dan berbahaya. Setelah beberapa detik yang terasa seperti selamanya, Ryan melepaskan cengkeramannya dan melempar Lindsay. Dengan refleks yang terlatih, Lindsay menahan jatuhnya dengan salto ke belakang. Wajahnya tampak tercengang, tidak menyangka Ryan akan bereaksi sekeras itu. Seni bela diri kuno yang dipelajari Lindsay memang tidak terlalu kuat, tetapi juga bukan sesuatu
Setengah jam kemudian Ryan tiba di Apartemen Grand City. Ia segera membawa tanaman obat ke dapur. Adel masih tidur, jadi dia memutuskan untuk menutup pintu dapur rapat-rapat.Ryan tidak tahu bagaimana menjelaskannya kepada Adel jika dia tahu tentang alkemis. Lagi pula, ia yakin Adel tidak akan percaya padanya. Membayangkan reaksi Adel membuatnya tersenyum geli. 'Mungkin dia akan menganggapku gila,' pikirnya.Dia melirik peralatan di sekitarnya dan merasakan sakit kepala mulai datang. Sayang sekali dia tidak membawa tungku alkimia milik sang guru. Kalau tidak, semuanya akan jauh lebih mudah. Sekarang dia hanya bisa mengandalkan panci dan wajan biasa."Kota besar ternyata juga memiliki kekurangan," gumam Ryan dengan menyesal. Dia membayangkan reaksi gurunya jika melihatnya menggunakan peralatan dapur untuk membuat ramuan. Pasti akan ditertawakan habis-habisan.Tanpa basa-basi lagi, Ryan menyalakan kompor ke suhu paling panas dan memasukkan ramuan obat sesuai kebutuhan. Tujuan penggun
Mata Ryan menyipit penuh minat. "Kau cukup terus terang. Bagaimana kalau ternyata tidak seperti itu?""Saat ini sedang ada rapat keluarga, hanya anggota keluarga yang diizinkan masuk. Jadi kedatanganmu ke sana jelas menunjukkan kau butuh bantuan Keluarga Herbald."Juliana menyesap kopinya sebelum melanjutkan, "Aku selalu bersikap lugas dalam segala hal. Katakan saja apa yang kau mau. Jika aku bisa membantu, tentu akan kubantu. Demi Lindsay, aku akan melakukan yang terbaik untukmu."Melihat lawan bicaranya begitu terbuka, Ryan memutuskan tak perlu bertele-tele. "Aku tahu Keluarga Herbald pernah menjadi keluarga penempa pedang. Aku membutuhkan bahan baku untuk pedang milikku."Tak ada keterkejutan di mata Juliana. Ia meletakkan cangkirnya dengan gerakan elegan. "Memang benar keluargaku dulunya pandai besi, bahkan kami telah menempa ribuan pedang. Bahan pedang seperti apa yang kau butuhkan?"Ryan tak menjawab dengan kata-kata. Dalam sekejap, Pedang Suci Caliburn telah muncul di tangannya
Usia wanita itu sekitar dua puluh tahun, tinggi semampai dengan pembawaan yang begitu berwibawa. Setiap gerakannya mencerminkan keanggunan yang natural, bukan hasil latihan."Tuan Ryan," Angelica berbisik pelan, "Anda pasti pernah mendengar tentang tiga wanita tercantik Kota Riverpolis, bukan?"Ryan mengangguk. Rindy memang salah satu dari mereka. Entah siapa yang menciptakan gelar itu, tapi Ryan tak bisa membantah Rindy memang layak menyandangnya."Selain Nona Rindy yang Anda kenal, ada dua wanita lainnya. Dan yang baru keluar itu adalah salah satunya," Angelica melanjutkan. U"Namanya Juliana Herbald. Dalam silsilah keluarga, saya harus memanggilnya Bibi Juliana. Meski begitu, usianya mungkin hanya terpaut setahun atau dua dari Tuan Ryan.""Juliana Herbald sangat pandai menangani berbagai urusan, baik internal maupun eksternal. Namanya begitu terkenal di kalangan keluarga berpengaruh Kota Riverpolis. Terlebih, posisinya di keluarga utama sangat tinggi.""Oh." Ryan menanggapi datar,
Frederich berpikir sejenak dan berkata, "Tuan Ryan, salah satu leluhur Keluarga Herbald memang pandai besi." "Saya pernah mendengar tentang bahan pembuat pedang yang Anda sebutkan. Namun, itu dianggap sebagai harta Keluarga Herbald. Tidak mungkin itu akan diberikan kepada orang luar."Ryan mengangguk mendengarkan dengan seksama. Di tangannya, Pedang Suci Caliburn yang patah berpendar samar, seolah merespons pembicaraan tentang bahan pembuatnya."Lagipula," Frederich melanjutkan dengan nada hati-hati, "bahan itu ada di tangan kepala keluarga saat ini. Mengingat sifatnya yang pemarah, mustahil mengambil sesuatu darinya!"Frederich menatap Caliburn dengan sorot mata penuh minat sebelum melanjutkan, "Namun, karena Tuan Ryan sangat membutuhkannya, saya akan berusaha sebaik mungkin untuk menyelidiki masalah ini. Meski begitu, jika saya gagal, saya harap Tuan Ryan memaklumi."Frederich sungguh tak menyangka Ryan berani mengincar harta pusaka Keluarga Herbald. Bahan untuk menempa Pedang Suc
"Jadi kau benar-benar sang Hunter yang membuat banyak faksi di Kota Riverpolis gemetar," gumam Mordred. "Pantas saja kau membunuh anggota Ordo Hassasin tanpa ragu. Bagiku itu masalah besar, tapi bagimu mungkin hanya masalah kecil."Ryan menatap lurus Mordred tanpa ekspresi dan berkata, "sekarang setelah kau tahu, beritahu aku tentang Pedang Suci Caliburn.""Pedang Suci Caliburn?"Mordred tersadar dari lamunannya. Ia melirik pedang patah itu–rupanya nama itu adalah nama yang diberikan Ryan pada pedang tersebut."Aku mendapatkannya secara tidak sengaja saat membunuh seseorang," jelasnya. "Orang itu menyembunyikannya dengan sangat baik semasa hidup. Aku tahu pedang ini sangat berharga, jadi kusimpan. Selama bertahun-tahun aku menyelidiki asal-usulnya."Dia melirik Ryan yang menatapnya penuh minat sebelum melanjutkan, "Pedang ini ditempa oleh jenius pandai besi Heinrich Herbald 200 tahun lalu. Butuh tiga tahun penuh untuk menempanya!" "Dia mencurahkan jiwa raganya ke dalamnya. Namun saat
Tang San ragu sejenak. Dengan semua yang menimpanya bulan ini, ia khawatir akan ada berita buruk lain. Namun setelah beberapa saat, ia tetap mengangkat telepon itu."Tang San di sini. Ada apa?"Tak lama kemudian, ekspresinya berubah dingin. Bibirnya bergetar saat berkata pada bawahannya, "Sesuatu yang besar terjadi pada Keluarga Wealth."Ruangan seketika sunyi senyap. Bahkan suara napas pun tertahan saat semua orang membeku di tempat bagai patung.Mereka menarik napas tajam. Sial! Situasi semakin memburuk!Tang San menyapukan pandangannya ke sekeliling ruangan. "Mulai sekarang, cari orang itu di seluruh kota!""Dan karena kita belum tahu namanya, kita sebut saja dia Hunter!""Tapi kita lihat saja siapa yang sebenarnya akan jadi pemburu dan siapa yang diburu!"Kata-kata terakhir itu praktis diteriakkan, menggetarkan dinding ruangan yang masih utuh.**Di villa Pendragon, Ryan baru saja berbaring santai di sofa ketika ponselnya berdering. Nama Agravain tertera di layar.Sudut bibir Ryan
Tang San telah mengerahkan seluruh kekuatan untuk mencari pembunuhnya, namun hasilnya nihil. Sebenarnya beberapa orang mengenali Ryan dari foto yang beredar. Namun sebelum informasi itu sampai ke atasan mereka, pasukan khusus Guild Round Table milik Lancelot telah membungkam mereka selamanya. Meski Ryan mengatakan tak butuh perlindungan Guild Round Table, Lancelot diam-diam telah membereskan semua kekacauan yang ditinggalkan tuannya. Itulah yang seharusnya dilakukan seorang bawahan. Berkat kerja kerasnya, usaha Tang San tak membuahkan hasil. Kini Tang San nyaris gila karena frustasi. BRAK! Ia menggebrak meja dan meraung murka pada para anggota Asosiasi, "Kalian semua tidak berguna! Mencari di seluruh Provinsi Riveria tapi hanya menemukan beberapa pemuda dengan bentuk tubuh mirip?" "Aku mencari pembunuhnya! Jelas bukan mereka!" Para bawahan memucat, tak ada yang berani bersuara. Tang San menarik napas dalam menahan amarah. "Kuberi kalian waktu tiga hari lagi. Jika masih bel
Ryan menggumamkan nama itu dengan dahi berkerut. "Jackson Jorge... nama gadis Ibuku Eleanor Jorge, mereka memiliki nama keluarga yang sama dan wajah yang mirip." Ia teringat sosok lembut ibunya yang selalu tersenyum hangat. Hubungan kedua orang tuanya begitu harmonis, namun sejak kecil ada yang selalu mengganjal di benaknya. Ia tak pernah bertemu kakek-nenek dari pihak ibu, bahkan teman atau saudara ibunya. Ketika ia bertanya, sang ibu hanya tersenyum dan berkata ia berasal dari desa pegunungan yang jauh. Ayahnya selalu mengalihkan pembicaraan saat topik itu muncul, seolah keduanya tak ingin menyentuh masa lalu itu. Ryan juga sering memergoki ibunya menatap kosong ke arah utara dengan mata berkaca-kaca. Pemandangan itu selalu membuat dadanya sesak. Kini penyelidikan insiden Paviliun Riverside telah membuka sebagian rahasia keluarganya yang terpendam bertahun-tahun. Mengapa Master Lucas yang tak dikenal tiba-tiba menghancurkan Keluarga Pendragon? Mengapa jenazah orang tuanya
Ryan menyipitkan matanya penuh minat. Tanpa ragu ia mengeluarkan setetes esensi darahnya. "Apakah kau bersedia menerima ini?" tanyanya tenang. "Jika kau menerimanya, aku akan melepaskanmu. Namun, selamanya kau akan menjadi pelayanku." Lily Wealth menatap tetesan darah itu. Dia paham betul konsekuensi menerima esensi darah kultivato–dia akan terikat seumur hidup. Namun dibandingkan kematian, pilihan apa lagi yang dia miliki? "Aku bersedia!" jawabnya tegas. Sesaat kemudian, esensi darah Ryan menyembur ke dahinya, menciptakan ikatan yang tak terputuskan. Mengabaikan Lily, Ryan mengalihkan perhatiannya pada Gawain Wealth yang terluka parah. Kondisi pria itu sungguh mengenaskan–tubuhnya dipenuhi luka, wajahnya bengkak tak berbentuk, dan banyak tulangnya yang patah. Dengan kata lain, Gawain dapat dianggap lumpuh total. "Terima kasih telah membalaskan dendamku, Tuan Ryan," Gawain Wealth berkata lemah, matanya dipenuhi tekad dan kesakitan. "Tapi sepertinya aku tak bisa melayanimu lag
"Sudah kubilang berlutut," Ryan berkata acuh tak acuh, "tapi kau masih keras kepala juga." Gelombang tekanan spiritual meledak dari tubuhnya, terfokus pada sosok Castiel Wealth. Darah segar menyembur dari mulut kepala keluarga Wealth itu sebelum lututnya akhirnya menyentuh tanah. Jika Castiel Wealth masih memiliki kewarasan, mungkin dia bisa melarikan diri dan bertahan hidup. Namun melihat ayahnya dipenggal di depan mata kepalanya sendiri, telah merampas kemampuan berpikirnya. Yang tersisa hanya keputusasaan yang mencekam. Keluarga Wealth, yang dulu begitu ditakuti di Provinsi Riveria, kini berlutut di hadapan seorang pemuda. Meski telah merosot dari masa kejayaannya, tak ada yang berani mengganggu eksistensi mereka. Namun di dunia seni bela diri Nexopolis, kekuatan adalah segalanya. Tak ada yang akan mengasihani yang lemah, tak ada yang akan berkedip saat yang kuat menunjukkan taringnya. "Tuan Ryan, kami mengakui kesalahan kami!" para praktisi Keluarga Wealth berseru pani