Ini adalah bab bonus hari senin.(. ❛ ᴗ ❛.) akumulasi Gem: 30-09-2024 (Siang) : 0 Gem Yuk tambah 5 Gem lagi agar dapat bonus bab lagi, hehehehehe Untuk bab bonus Gem hari ini, sore akan othor UP. Othor sudah selesai menulisnya, tinggal UP saja.(✯ᴗ✯) Ngomong-ngomong, novel ini hampir mencapai 1000 view nih. Ketika Novel ini benar-benar mencapai 1000 view, othor akan kasih 1 bab bonus sebagai perayaan 1000 view pertama. Othor juga akan memberi bab bonus tiap kelipatan 1000 view. Kalau othor lupa belum kasih bab bonus, tolong ingatkan ya. Silahkan Ditunggu(◠‿・)—☆
"Apa yang kamu lakukan di dapur sendirian?" tanya Adel, matanya menyipit curiga. "Apakah kamu sedang masturbasi? Kau tidak mencuri pakaian dalamku dan menggunakannya di dapur kan? Jika kau tidak melakukannya, mengapa ada begitu banyak suara? Huh, bau apa ini?"Ryan tidak bisa menahan senyumnya mendengar pertanyaan Adel yang bertubi-tubi. "Tidak apa-apa, aku hanya sedang membuat obat herbal untuk diminum…" jawabnya santai, menghalangi pintu agar Adel tidak bisa melihat ke dalam.Adel menatap Ryan dari ujung kepala sampai ujung kaki dan bertanya dengan khawatir, "Apakah kamu sakit? Atau kau sedang terluka? Kapan itu terjadi?"Setelah berkata demikian, dia menunduk dan berjalan menuju dapur, mengabaikan usaha Ryan untuk menghalanginya.Ketika dia melihat situasi di dapur, Adel terdiam membeku. Apakah dia sedang membuat obat? Tapi mengapa dapurnya tampak seperti bekas medan perang? Bahkan ada lubang di dasar panci!Meskipun Adel belum pernah memasak obat apa pun sebelumnya, tapi Adel tahu
Setelah Ryan pergi, Adel kembali melihat sisa pil yang ada di telapak tangannya. Dia baru saja berpikir untuk membuangnya, tetapi entah mengapa, ia memutuskan untuk tidak melakukannya. Jemarinya perlahan menutup, menggenggam erat sisa pil misterius itu. "Pria itu tidak akan menggunakan benda semacam ini untuk menipu orang, kan?" gumam Adel, keningnya berkerut dalam. Ia menghela napas panjang, "Tidak, sebaiknya aku meminta bagian R&D untuk mengujinya pada hari Senin. Akan lebih bagus jika benda ini tidak beracun. Jika beracun..." Adel menggelengkan kepalanya, "...aku harus meyakinkan Ryan untuk tidak membuat benda ini lagi." Dengan langkah gontai, Adel beranjak ke dapur. Matanya menyapu keadaan dapur yang tampak seperti medan perang mini. Panci berlubang, kompor yang nyaris hangus, dan bau aneh yang masih menguar di udara. Adel menggelengkan kepalanya lagi, kali ini dengan senyum geli yang tak bisa ia tahan. "Dasar pria aneh," gumamnya sambil mulai membersihkan kekacauan itu. S
Setengah jam kemudian, di rumah keluarga Blackwood.Mobil Aston Martin DBX 707 meluncur mulus memasuki halaman luas kediaman Blackwood. Ryan turun dari mobil dengan santai, sementara Melanie bergegas membukakan pintu untuknya. Begitu kakinya menginjak tanah, Ryan menyadari bahwa hampir seluruh anggota keluarga Blackwood telah berkumpul untuk menyambutnya.Jeremy Blackwood, sang kepala keluarga, melangkah maju dengan wajah penuh harap. Matanya yang berkantung menunjukkan bahwa ia memang tidak tidur semalaman. "Tuan Ryan, Anda akhirnya datang juga," ujarnya dengan suara bergetar. "Saya tidak tidur sama sekali tadi malam. Saya takut ini akan menjadi jam-jam terakhir saya! Jika Anda terlambat beberapa jam, saya mungkin sudah bersiap-siap untuk pemakaman..."Ryan hanya mengangguk pelan, ekspresinya tetap tenang meski ia bisa merasakan keputusasaan dalam suara Jeremy.Seorang wanita anggun, yang Ryan kenal sebagai ibu Melanie, maju dan berkata dengan sopan, "Tuan Ryan, apakah Anda sudah s
Lambat laun, Jeremy bahkan menyadari bahwa rasa sakit yang telah ia derita selama bertahun-tahun telah hilang! Hilang sepenuhnya! Ia membuka matanya dan mendapati seluruh dunia sangat terang, seolah-olah dirinya telah terlahir kembali! "Ini... ini..." Jeremy tergagap, matanya berkaca-kaca. Tidak ada yang tahu seberapa kuat perasaan yang bergejolak di hatinya saat ini. Tanpa pikir panjang, Jeremy mengulurkan tangannya dan menggenggam erat tangan Ryan. Tangannya bergetar, antara takjub dan tidak percaya. Ia tidak tahu apa yang diberikan Ryan kepadanya, tetapi obat itu memiliki efek yang luar biasa pada tubuhnya. Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa itu adalah ramuan keabadian! Tak kuasa menahan emosinya, Jeremy tiba-tiba berlutut di depan Ryan. Air mata mengalir deras di pipinya yang keriput. "Tuan Ryan," ujarnya dengan suara parau, "terimalah penghormatan dariku. Mulai hari ini, Anda adalah penyelamatku!" Kesombongan dan martabat Jeremy yang selama ini ia jaga dengan susa
Setelah Ryan pergi, Melanie langsung datang ke sisi Jeremy. Dia menarik pakaian ayahnya dan cemberut, wajahnya menunjukkan campuran antara kebingungan dan kekesalan. "Ayah," ujarnya dengan nada sedikit menuntut, "mengapa aku merasa bahwa Ayah sengaja menjodohkanku dengan Ryan? Kenapa aku harus memberikan nomor teleponku dan mengapa aku harus mengantarnya pulang? Ayah tidak perlu mendorongku seperti itu hanya karena dia menyembuhkan Ayah. Kita sudah membayarnya, bukan?" Melanie awalnya mengira dia bisa lolos dari klise perjodohan yang sering terjadi di kalangan keluarga kaya. Jeremy juga pernah berjanji padanya bahwa dia tidak akan ikut campur dalam urusan pernikahannya. Tapi sekarang, kemunculan Ryan seolah telah mengguncang janji itu! "Bagaimana mungkin aku tidak mengerti maksud Ayah?" lanjut Melanie, suaranya semakin tinggi. "Ini terlalu jelas!" Jeremy, yang masih menatap ke arah Ryan pergi, hanya diam. Kedua tangannya terlipat di belakang punggung, gestur yang sering ia la
Paviliun Kejayaan menjulang angkuh di depan Ryan, bangunannya yang bergaya tradisional tampak mencolok di antara gedung-gedung modern Kota Golden River. Ryan turun dari taksi dengan langkah santai, matanya menyapu sekilas arsitektur megah toko herbal itu. Belum sempat kakinya menginjak tangga depan, sebuah suara familiar menyapanya."Tuan Ryan, Anda akhirnya datang!" Frederick Herbald berseru dari ambang pintu, wajahnya dihiasi senyum lebar. "Saya khawatir Anda lupa, mengingat Anda tidak meninggalkan nomor telepon waktu itu."Ryan mengangkat alisnya, sedikit terkejut melihat antusiasme Frederick. "Ah, maaf soal itu," balasnya santai.Frederick bergegas menuruni tangga, hendak menyambut Ryan lebih dekat. Namun langkahnya terhenti ketika menyadari sesuatu. "Tuan Ryan, Anda... tidak membawa kendaraan?"Pertanyaan itu membuat Ryan tersenyum geli. "Apa, kau mengharapkan aku datang dengan limusin?" godanya.Frederick terlihat salah tingkah. "Ah, bukan begitu. Hanya saja, mengingat... kemamp
Ryan melambaikan tangannya di depan wajah Frederick yang tampak melamun. "Frederick? Apa kau masih mendengarkanku?" tanyanya dengan nada geli.Frederick tersentak, kembali ke realitas. Ia berdeham, berusaha menyembunyikan rasa malunya. "Ah, maafkan saya, Tuan Ryan. Saya hanya... sedang memikirkan sesuatu."Ryan tersenyum tipis. "Pasti sesuatu yang sangat menarik, eh? Sampai membuatmu lupa ada orang di depanmu."Frederick tertawa canggung. "Bukan apa-apa, Tuan Ryan. Hanya... urusan bisnis biasa." Ia lalu mengalihkan pembicaraan, "Jadi, tentang tungku alkemis yang Anda cari. Jika Anda hanya ingin mengoleksi, saya sarankan Anda mencoba peruntungan di pasar barang antik. Kota Golden River memiliki pasar barang antik terbesar di Jalan Antique River."Ryan mengangguk, pura-pura tertarik. "Ah, begitu. Tapi bukankah barang antik sering kali palsu?"Meski Ryan memiliki cara untuk melihat apakah barang tersebut asli atau palsu, tapi hampir 90% barang di pasar barang antik adalah barang palsu. Me
Setengah jam kemudian, Angelica masuk ke Paviliun Kejayaan bersama seorang lelaki tua. Gadis itu mengenakan pakaian olahraga merah muda yang, meski terlihat longgar, tetap tidak bisa menyembunyikan lekuk tubuhnya yang indah. Rambut panjangnya yang biasanya tergerai kini diikat tinggi dalam ekor kuda, menampakkan leher jenjangnya yang berkilau oleh keringat. Lelaki tua di sampingnya mengenakan satu set pakaian olahraga abu-abu dan sepasang sepatu hitam. Tubuhnya kurus, namun posturnya setegak pensil. Matanya yang tajam namun penuh belas kasih bersinar di bawah alisnya yang tipis, memberikan kesan bijaksana sekaligus waspada. Frederick, yang sedang merapikan beberapa tanaman obat di konter, langsung menyambut mereka dengan senyum lebar. "Ah, Killua! Lagi-lagi kau membawa Angelica berlatih hari ini," sapanya ramah. Lalu dengan nada menggoda, ia menambahkan, "Gadis usil ini pasti membuatmu repot, kan?" Angelica langsung cemberut mendengar komentar kakeknya. "Apa maksudmu, Kakek?"
Di saat kritis itu, aliran udara mendadak berputar kencang hingga membalikkan meja. Angin tajam itu bahkan menggores pipi Juliana.Namun yang lebih mengejutkan, sebuah tangan telah muncul di depan dahinya!Tangan Ryan!Segalanya terjadi begitu cepat hingga pikiran Juliana seolah membeku.TING!Ryan membuka telapak tangannya, memperlihatkan peluru yang kini tergeletak di atas meja terbalik.Juliana akhirnya tersadar dari keterkejutannya. Seseorang benar-benar mencoba membunuhnya! Jika bukan karena Ryan, ia pasti sudah mati!Ryan bahkan mampu menangkap peluru senapan runduk dengan tangan kosong!Bagaimana mungkin?Seorang praktisi bela diri hebat memang bisa menangkap peluru, tapi tak semudah yang Ryan lakukan. Terlebih jarak mereka hanya beberapa meter!Rasa takut merayap di hatinya–bukan karena percobaan pembunuhan itu, tapi karena sosok angkuh dan misterius di hadapannya!Tanpa membuang waktu, Juliana mengeluarkan ponselnya dan menghubungi seseorang. Matanya berkilat dingin saat
Mata Ryan menyipit penuh minat. "Kau cukup terus terang. Bagaimana kalau ternyata tidak seperti itu?""Saat ini sedang ada rapat keluarga, hanya anggota keluarga yang diizinkan masuk. Jadi kedatanganmu ke sana jelas menunjukkan kau butuh bantuan Keluarga Herbald."Juliana menyesap kopinya sebelum melanjutkan, "Aku selalu bersikap lugas dalam segala hal. Katakan saja apa yang kau mau. Jika aku bisa membantu, tentu akan kubantu. Demi Lindsay, aku akan melakukan yang terbaik untukmu."Melihat lawan bicaranya begitu terbuka, Ryan memutuskan tak perlu bertele-tele. "Aku tahu Keluarga Herbald pernah menjadi keluarga penempa pedang. Aku membutuhkan bahan baku untuk pedang milikku."Tak ada keterkejutan di mata Juliana. Ia meletakkan cangkirnya dengan gerakan elegan. "Memang benar keluargaku dulunya pandai besi, bahkan kami telah menempa ribuan pedang. Bahan pedang seperti apa yang kau butuhkan?"Ryan tak menjawab dengan kata-kata. Dalam sekejap, Pedang Suci Caliburn telah muncul di tangannya
Usia wanita itu sekitar dua puluh tahun, tinggi semampai dengan pembawaan yang begitu berwibawa. Setiap gerakannya mencerminkan keanggunan yang natural, bukan hasil latihan."Tuan Ryan," Angelica berbisik pelan, "Anda pasti pernah mendengar tentang tiga wanita tercantik Kota Riverpolis, bukan?"Ryan mengangguk. Rindy memang salah satu dari mereka. Entah siapa yang menciptakan gelar itu, tapi Ryan tak bisa membantah Rindy memang layak menyandangnya."Selain Nona Rindy yang Anda kenal, ada dua wanita lainnya. Dan yang baru keluar itu adalah salah satunya," Angelica melanjutkan. U"Namanya Juliana Herbald. Dalam silsilah keluarga, saya harus memanggilnya Bibi Juliana. Meski begitu, usianya mungkin hanya terpaut setahun atau dua dari Tuan Ryan.""Juliana Herbald sangat pandai menangani berbagai urusan, baik internal maupun eksternal. Namanya begitu terkenal di kalangan keluarga berpengaruh Kota Riverpolis. Terlebih, posisinya di keluarga utama sangat tinggi.""Oh." Ryan menanggapi datar,
Frederich berpikir sejenak dan berkata, "Tuan Ryan, salah satu leluhur Keluarga Herbald memang pandai besi." "Saya pernah mendengar tentang bahan pembuat pedang yang Anda sebutkan. Namun, itu dianggap sebagai harta Keluarga Herbald. Tidak mungkin itu akan diberikan kepada orang luar."Ryan mengangguk mendengarkan dengan seksama. Di tangannya, Pedang Suci Caliburn yang patah berpendar samar, seolah merespons pembicaraan tentang bahan pembuatnya."Lagipula," Frederich melanjutkan dengan nada hati-hati, "bahan itu ada di tangan kepala keluarga saat ini. Mengingat sifatnya yang pemarah, mustahil mengambil sesuatu darinya!"Frederich menatap Caliburn dengan sorot mata penuh minat sebelum melanjutkan, "Namun, karena Tuan Ryan sangat membutuhkannya, saya akan berusaha sebaik mungkin untuk menyelidiki masalah ini. Meski begitu, jika saya gagal, saya harap Tuan Ryan memaklumi."Frederich sungguh tak menyangka Ryan berani mengincar harta pusaka Keluarga Herbald. Bahan untuk menempa Pedang Suc
"Jadi kau benar-benar sang Hunter yang membuat banyak faksi di Kota Riverpolis gemetar," gumam Mordred. "Pantas saja kau membunuh anggota Ordo Hassasin tanpa ragu. Bagiku itu masalah besar, tapi bagimu mungkin hanya masalah kecil."Ryan menatap lurus Mordred tanpa ekspresi dan berkata, "sekarang setelah kau tahu, beritahu aku tentang Pedang Suci Caliburn.""Pedang Suci Caliburn?"Mordred tersadar dari lamunannya. Ia melirik pedang patah itu–rupanya nama itu adalah nama yang diberikan Ryan pada pedang tersebut."Aku mendapatkannya secara tidak sengaja saat membunuh seseorang," jelasnya. "Orang itu menyembunyikannya dengan sangat baik semasa hidup. Aku tahu pedang ini sangat berharga, jadi kusimpan. Selama bertahun-tahun aku menyelidiki asal-usulnya."Dia melirik Ryan yang menatapnya penuh minat sebelum melanjutkan, "Pedang ini ditempa oleh jenius pandai besi Heinrich Herbald 200 tahun lalu. Butuh tiga tahun penuh untuk menempanya!" "Dia mencurahkan jiwa raganya ke dalamnya. Namun saat
Tang San ragu sejenak. Dengan semua yang menimpanya bulan ini, ia khawatir akan ada berita buruk lain. Namun setelah beberapa saat, ia tetap mengangkat telepon itu."Tang San di sini. Ada apa?"Tak lama kemudian, ekspresinya berubah dingin. Bibirnya bergetar saat berkata pada bawahannya, "Sesuatu yang besar terjadi pada Keluarga Wealth."Ruangan seketika sunyi senyap. Bahkan suara napas pun tertahan saat semua orang membeku di tempat bagai patung.Mereka menarik napas tajam. Sial! Situasi semakin memburuk!Tang San menyapukan pandangannya ke sekeliling ruangan. "Mulai sekarang, cari orang itu di seluruh kota!""Dan karena kita belum tahu namanya, kita sebut saja dia Hunter!""Tapi kita lihat saja siapa yang sebenarnya akan jadi pemburu dan siapa yang diburu!"Kata-kata terakhir itu praktis diteriakkan, menggetarkan dinding ruangan yang masih utuh.**Di villa Pendragon, Ryan baru saja berbaring santai di sofa ketika ponselnya berdering. Nama Agravain tertera di layar.Sudut bibir Ryan
Tang San telah mengerahkan seluruh kekuatan untuk mencari pembunuhnya, namun hasilnya nihil. Sebenarnya beberapa orang mengenali Ryan dari foto yang beredar. Namun sebelum informasi itu sampai ke atasan mereka, pasukan khusus Guild Round Table milik Lancelot telah membungkam mereka selamanya. Meski Ryan mengatakan tak butuh perlindungan Guild Round Table, Lancelot diam-diam telah membereskan semua kekacauan yang ditinggalkan tuannya. Itulah yang seharusnya dilakukan seorang bawahan. Berkat kerja kerasnya, usaha Tang San tak membuahkan hasil. Kini Tang San nyaris gila karena frustasi. BRAK! Ia menggebrak meja dan meraung murka pada para anggota Asosiasi, "Kalian semua tidak berguna! Mencari di seluruh Provinsi Riveria tapi hanya menemukan beberapa pemuda dengan bentuk tubuh mirip?" "Aku mencari pembunuhnya! Jelas bukan mereka!" Para bawahan memucat, tak ada yang berani bersuara. Tang San menarik napas dalam menahan amarah. "Kuberi kalian waktu tiga hari lagi. Jika masih bel
Ryan menggumamkan nama itu dengan dahi berkerut. "Jackson Jorge... nama gadis Ibuku Eleanor Jorge, mereka memiliki nama keluarga yang sama dan wajah yang mirip." Ia teringat sosok lembut ibunya yang selalu tersenyum hangat. Hubungan kedua orang tuanya begitu harmonis, namun sejak kecil ada yang selalu mengganjal di benaknya. Ia tak pernah bertemu kakek-nenek dari pihak ibu, bahkan teman atau saudara ibunya. Ketika ia bertanya, sang ibu hanya tersenyum dan berkata ia berasal dari desa pegunungan yang jauh. Ayahnya selalu mengalihkan pembicaraan saat topik itu muncul, seolah keduanya tak ingin menyentuh masa lalu itu. Ryan juga sering memergoki ibunya menatap kosong ke arah utara dengan mata berkaca-kaca. Pemandangan itu selalu membuat dadanya sesak. Kini penyelidikan insiden Paviliun Riverside telah membuka sebagian rahasia keluarganya yang terpendam bertahun-tahun. Mengapa Master Lucas yang tak dikenal tiba-tiba menghancurkan Keluarga Pendragon? Mengapa jenazah orang tuanya
Ryan menyipitkan matanya penuh minat. Tanpa ragu ia mengeluarkan setetes esensi darahnya. "Apakah kau bersedia menerima ini?" tanyanya tenang. "Jika kau menerimanya, aku akan melepaskanmu. Namun, selamanya kau akan menjadi pelayanku." Lily Wealth menatap tetesan darah itu. Dia paham betul konsekuensi menerima esensi darah kultivato–dia akan terikat seumur hidup. Namun dibandingkan kematian, pilihan apa lagi yang dia miliki? "Aku bersedia!" jawabnya tegas. Sesaat kemudian, esensi darah Ryan menyembur ke dahinya, menciptakan ikatan yang tak terputuskan. Mengabaikan Lily, Ryan mengalihkan perhatiannya pada Gawain Wealth yang terluka parah. Kondisi pria itu sungguh mengenaskan–tubuhnya dipenuhi luka, wajahnya bengkak tak berbentuk, dan banyak tulangnya yang patah. Dengan kata lain, Gawain dapat dianggap lumpuh total. "Terima kasih telah membalaskan dendamku, Tuan Ryan," Gawain Wealth berkata lemah, matanya dipenuhi tekad dan kesakitan. "Tapi sepertinya aku tak bisa melayanimu lag