Sore semuanya. begitu othor bangun, langsung othor rilis bab ini, hehehehe. Bab Bonus: 3/6 Antrian: 24 oh ya, ada yang mau koin gratis tidak? kalau ada yang mau, silakan komen nanti di bab 423. Terserah komen apa, yang penting jelas, dan sertakan nomor ID kalian di komen tersebut, agar ketika terpilih, othor bisa memberikan nomor tersebut ke GoodNovel untuk di top-up koinnya. contoh komen: Thor, haremnya Ryan kurang Hot, tambahin thor. ID 123455 atau juga bisa: thor, ayo tambahin babnya lagi ID 123345. kalau ada pertanyaan dan masih bingung, bisa komen di bab ini. ingat, komen event ini ada di bab 423 ya, bab terakhir malam ini. Terima Kasih (。•̀ᴗ-)✧
Ryan tidak akan menunjukkan belas kasihan kepada musuh-musuhnya. Ini adalah prinsipnya. Sejak kembali dari Gunung Langit Biru, ia telah memutuskan untuk menghabisi siapapun yang berani menyinggungnya tanpa ampun. "BERANINYA KAU MEMBUNUH ANAKKU!" Raungan murka Karl Quins memecah keheningan. Dia tahu betul kekuatan Ryan belum pulih sepenuhnya setelah pertarungan dengan Marco Luigi. Tanpa pikir panjang, dia meraih pedang dan menyerang maju bagai orang kesetanan. Kilatan dingin memenuhi udara saat Karl Quins menusukkan pedangnya ke arah Ryan dengan kecepatan mengerikan. "Apakah kamu butuh bantuan?" tanya gadis kecil itu dengan nada riang. "Tidak," Ryan menggeleng sambil memasukkan beberapa pil pengumpul qi ke dalam mulutnya. Senyum dingin tersungging di bibirnya saat ia melesat maju menghadapi serangan itu. Dalam sekejap mata kedua pihak telah berada dalam jarak serang. "BAJINGAN KECIL, MATI SAJA!" Karl Quins berniat menusuk kepala Ryan untuk membalas kematian Oliver. Meski l
Ryan sedang terluka, dan bahkan berdiri saja membuatnya merasa tidak nyaman sekarang. Namun Ryan tetap mempertahankan sikap acuhnya, mengeluarkan sebatang rokok dan menyalakannya dengan gerakan santai. "Kalian benar-benar efisien ya?" ujarnya sambil menghembuskan asap rokok ke udara. "Apa kalian sengaja menunggu momen ini? Mengapa kalian harus bersusah payah hanya untuk berhadapan denganku?" Ekspresi Fariz membeku mendengar nada mengejek itu. "Jika kami tidak datang tepat waktu, kau pasti akan membunuh semua orang di sini untuk membungkam mereka," desisnya dingin. "Kami tidak akan membiarkan kekejaman seperti itu terjadi di bawah pengawasan kami!" Ryan tersenyum tipis sambil mematikan rokoknya. "Aku tidak suka membunuh orang, dan aku tidak membunuh orang yang tidak bersalah." 'Tidak suka membunuh orang?' Sudut mulut Fariz berkedut menahan amarah. "Aku akan memberimu dua pilihan," ujarnya tak sabar. "Pertama, ikut dengan kami dan beri penjelasan tentang apa yang terjadi. Atau ked
Bagaimanapun, Galahad terluka parah karena menyelamatkannya. Ryan merasa berhutang setidaknya sebanyak ini padanya. "Master, saya baik-baik saja..." Galahad berusaha bangkit dengan susah payah setelah menelan pil itu. "Jangan sok kuat. Aku masih butuh bantuanmu untuk banyak hal," Ryan menggeleng tegas. "Pendarahanmu memang sudah berhenti dan pil itu akan menstabilkan lukamu. Tapi ingat, kau tidak boleh menggunakan kekuatanmu untuk sementara waktu." "Baik, Master!" Ryan beralih menatap para praktisidari Guild Round Table. "Masih ada dua sandera dari Keluarga Snowfield di villa. Kawal mereka kembali ke kediaman mereka dengan selamat. Jika ada yang mencoba menghalangi, bunuh tanpa ampun!" Ia lalu menghampiri Rindy dan menggenggam tangannya lembut. "Sudah berakhir sekarang. Ayo pulang." Hanya dengan mendengar kata 'pulang', mata Rindy memerah. Dia bisa melihat betapa lelahnya Ryan. Namun untuk pertama kalinya, dia merasakan kedamaian yang belum pernah dia rasakan sebelumnya. Sejak
'Awalnya aku berniat menggunakan kekuatan batu nisan ketiga di Villa Quins,' batin Ryan memikirkan apa yang terjadi tadi. 'Tapi untunglah gadis kecil itu muncul tepat waktu.' Kepala Ryan berdenyut memikirkan sosok misterius itu. Namanya Lina Jirk–sosok yang memiliki reputasi cukup mengerikan di Gunung Langit Biru, mirip raja iblis dalam wujud gadis kecil. Bahkan sang Guru harus berhati-hati menghadapinya. Jika bukan karena sesuatu yang terjadi padanya, gadis itu tak akan sepatuh ini. 'Mengapa dia mendadak meninggalkan Gunung Langit Biru?' Ryan bertanya-tanya. 'Mungkinkah sesuatu yang besar telah terjadi di sana?' Namun ia segera menggelengkan kepalanya. Bahkan jika sesuatu besar benar-benar terjadi, apa yang bisa ia lakukan dengan kekuatannya saat ini? Tidak ada! "Lupakan saja, aku tak ingin memikirkannya sekarang," gumamnya pelan. "Akan kupikirkan nanti." Ryan kembali memejamkan mata dan mengedarkan teknik Matahari Surgawi. Auranya melonjak drastis, diiringi raungan samar
"Ryan sayang," Adel menelan ludah sebelum bertanya dengan nada takjub, "bagaimana kau bisa mengenal gadis kecil ini? Rindy bilang dia datang mencarimu... tapi astaga, nafsu makannya luar biasa!" "Aku bahkan sudah memesan makanan cepat saji untuknya. Bagaimana perut sekecil itu bisa menampung begitu banyak makanan?" Lina Jirk mengalihkan perhatiannya dari bungkus keripik yang nyaris kosong. Dengan santai dia menjilati jari-jarinya yang berminyak sebelum menatap Ryan dengan senyum puas. "Ryan, ingat dulu kau pernah bilang makanan di luar enak? Ternyata kau tidak bohong. Kalau saja aku tidak harus kembali dalam beberapa hari, aku bisa betah tinggal di sini hanya untuk makanannya." Ryan memutar bola matanya mendengar komentar itu. "Dengan nafsu makanmu yang seperti monster begini, kau bisa membuatku bangkrut dalam seminggu!" Lina Jirk meraih sebungkus keripik kentang baru, membukanya dengan gerakan ahli. "Jangan berlebihan. Kalau bukan karena aku menghabisi kakek tua itu tadi, kau
"Aku tanya sekali lagi," desis Lina Jirk berbahaya. "Di mana makananku?" Tekanan spiritual yang mencekam membuat pria itu terhuyung mundur hingga jatuh terduduk. Sedikit darah mengalir dari sudut bibirnya–kekuatan gadis ini terlalu mengerikan! Selain dua praktisi terkuat di ranking grandmaster Nexopolis, siapa lagi yang bisa menahan tekanan spiritualnya? "A-aku tidak tahu..." jawabnya terbata. Tepat pada saat itu, seorang petugas keamanan berlari mendekat sambil membawa kantong plastik besar. Sesuai protokol, makanan pesan antar tidak boleh langsung masuk ke vila dan harus melalui pos keamanan terlebih dahulu. "Permisi, ini makanan pesanan..." belum selesai ia bicara, sosok Lina Jirk telah berubah kabur. Dalam sekejap mata kantong itu telah berpindah tangan dan gadis itu melesat kembali ke dalam vila. Petugas keamanan itu hanya bisa menatap tangannya yang kosong dengan wajah linglung. Ryan melangkah ke pintu, berniat menutupnya. Namun matanya menyipit saat mengenali pri
Atmosfer ruangan itu begitu berat hingga terasa mencekik. Fariz tahu betul tabiat tuannya–membunuh bawahan yang gagal bukanlah hal aneh bagi Rendy Zola."Jadi," suara berat Rendy Zola memecah keheningan, "Ryan belum mati?""Ya..." Fariz menelan ludah pahit, merasakan badai yang akan datang."Kau membawa begitu banyak orang, tapi tak bisa membunuh satu sampah kecil?"Nada dingin dalam suara Rendy Zola membuat bulu kuduk Fariz meremang."Ya... tapi..."BRAK!Belum selesai ia bicara, tendangan keras Rendy Zola telah menghantam dadanya."Jangan berani memberi alasan!" raung Rendy Zola murka. "Kalau menghadapi bocah ingusan saja tak mampu, lebih baik kau mati saja!"Fariz berlutut dengan wajah pucat. "Tuan, saya memang tidak berguna. Saya siap menerima hukuman apapun."Rendy Zola mendengus kasar. "Ryan punya identitas khusus. Setelah percobaan pembunuhan yang gagal, aku sudah dapat peringatan! Kita tak bisa menyerangnya terang-terangan sekarang."Otak Fariz berputar cepat mencari jalan kelu
Lancelot telah mengamankan vila dengan sempurna. Gawain Wealth, Galahad, dan beberapa ahli Guild Round Table bersiaga penuh selama 24 jam untuk melindungi Rindy dan Adel. Mereka tak ingin mengambil risiko sekecil apapun setelah kejadian terakhir. Ryan mengamati kondisi lengan Galahad yang dibalut perban tebal. Lukanya cukup parah, namun setidaknya infeksi berhasil dicegah berkat perawatan cepat. "Master..." Galahad berusaha bangkit memberi hormat, namun Ryan segera menghentikannya dengan gestur tangan. "Tetap berbaring," perintah Ryan tegas. "Lukamu terlalu parah dan lenganmu sudah dipastikan telah hancur. Akan sulit menyelamatkannya." Ia berhenti sejenak sebelum melanjutkan, "Sekarang kau punya dua pilihan. Pertama, Eagle Squad telah mengembangkan lengan bionik yang bisa dipasang ke tubuh manusia. Operasi singkat akan menyelesaikannya." "Pilihan kedua, aku bisa menggunakan kemampuan spiritual dan medis untuk meregenerasi lenganmu, tapi kau harus siap menahan rasa sakit yang
Melihat Ryan mendekat, Slaughter Lord segera berlutut dan bersujud tanpa mempedulikan harga dirinya lagi. "Tuanku, semua ini terjadi karena ketua sekte Dao mengancamku! Aku sama sekali tidak ingin menyerangmu."Suaranya penuh keputusasaan saat dia melanjutkan, "Kekuatanku tidak buruk, dan aku bersedia melakukan apa pun untukmu. Aku bahkan dapat melindungi orang-orang di sekitarmu, Tuanku. Tolong beri aku kesempatan."Ryan menatapnya dengan ekspresi datar. "Jika Monica tidak ada di dekatku, apakah kamu akan memberiku kesempatan?" tanyanya dengan senyum dingin."Ya, tentu saja..." Slaughter Lord menjawab dengan suara gemetar, kebohongan terdengar jelas di setiap kata.Ryan mendengus dan melanjutkan, "Aku akan memberimu kesempatan. Ceritakan semua yang kau ketahui tentang Sekte Dao!""Baik, Tuanku. Aku akan menceritakan semuanya padamu!" Slaughter Lord buru-buru menjawab, takut kesempatan hidup akan terlepas dari tangannya. "Ketua sekte Dao saat ini sedang terluka dan kekuatannya telah
Gelombang suara dari teriakannya beriak keluar dan berubah menjadi garis-garis energi tak kasatmata yang menghantam penghalang. Krak! Retakan langsung muncul pada penghalang merah darah yang dibentuk oleh ketiga kultivator Sekte Dao. Mulanya hanya sebesar ujung jari, namun dengan cepat retakan itu menyebar seperti jaring laba-laba. Dalam hitungan detik, pedang-pedang es hitam menghujani penghalang yang sudah melemah, dan seluruhnya pun hancur berkeping-keping. Ketiga kultivator itu memuntahkan darah segar secara bersamaan. Wajah mereka pucat pasi, kengerian terpancar jelas dari mata mereka. Bagaimana mungkin teknik pelindung terbaik Sekte Dao—yang bahkan mampu menahan serangan kultivator Ranah Dao Origin—bisa dihancurkan semudah menghempaskan debu? "Ini mustahil!" teriak kultivator berelemen petir dengan suara bergetar. Tangannya gemetar tak terkendali saat mencoba membentuk segel pertahanan kedua. Para kultivator Sekte Dao kini sepenuhnya menyadari bahwa mereka tak seband
Ryan maju selangkah, mengabaikan tiga serangan mematikan yang semakin mendekat. "Karena kamu akan segera meninggal, sebaiknya aku memberitahumu sebuah rahasia." "Aku tidak sendirian." Suaranya berubah, tidak lagi tenang dan dingin, tetapi dipenuhi kepastian yang menggetarkan. "Monica, aku serahkan sisanya padamu! Bunuh ketiga orang ini dan aku akan menyetujui syaratmu!" Begitu kalimat itu terucap, segalanya menjadi sunyi. Mata Slaughter Lord membesar ketika dia memandang sekeliling yang kosong. Dia tidak percaya perkataan Ryan—bagaimana mungkin seseorang bisa menyelinap ke dalam formasi mereka tanpa terdeteksi? Namun tepat ketika tiga serangan elemental akan melahap Ryan, seberkas cahaya merah menyala muncul dari udara kosong! Sesosok wanita cantik melayang turun, seolah-olah baru saja turun dari surga. Jubah merah berkilau miliknya berkibar diterpa angin malam, menciptakan pemandangan yang memukau sekaligus mengerikan. Ujung kakinya bertumpu anggun pada sebilah pedang yan
Tubuhnya jatuh tanpa ampun ke tanah, mendarat di kaki tiga kultivator dari Sekte Dao. Sebagian besar tulang di tubuhnya tampak patah. Sang Slaughter Lord terbatuk, memuntahkan darah segar yang mengalir di sudut bibirnya. Rasa sakit tak tertahankan menjalar ke seluruh tubuhnya, membuatnya nyaris tak mampu bergerak. Pandangannya kabur, namun cukup jelas untuk melihat sosok bertopeng yang masih berdiri tegak di kejauhan. Ryan sendiri sedang tidak dalam kondisi terbaiknya. Ini pertama kalinya dia menggunakan Godsbreaker di dunia luar sejak mempelajarinya dari Lin Qingxun. Meski teknik itu terbukti sangat kuat, energi qi dalam dantiannya kini hampir sepenuhnya terkuras. Tubuhnya mencapai batas kelelahan, lengannya hampir sepenuhnya mati rasa. "Sial, menggunakan Godsbreaker hampir melampaui beban maksimum yang bisa ditanggung tubuhku," batin Ryan, merasakan tremor kecil di tangan kanannya. Namun tak ada yang bisa mendeteksi kelelahan di balik topeng Arthur Pendragon. Dengan l
Memanfaatkan keunggulannya, Slaughter Lord melancarkan serangan telapak tangan ganas ke arah Ryan. "Kau tidak akan bisa bertahan kali ini!" teriaknya penuh keyakinan. Pedang darahnya hancur berkeping-keping, berubah menjadi pecahan-pecahan tajam yang menempel pada serangan telapak tangan, siap mencabik-cabik tubuh Ryan. Serangan kombinasi yang seharusnya mampu mengakhiri pertarungan! ‘Belum lagi Arthur Pendragon, bahkan Xiao Yan di puncak kekuatannya pun tidak mungkin menghentikan serangan ini!’ batin Slaughter Lord penuh keyakinan. Boom! Wajah Ryan mengeras melihat bahaya yang mendekat. Dia mundur selangkah, dengan cepat membentuk segel tangan dan mengeluarkan setetes esensi darah. Penghalang pelindung langsung terbentuk di depannya. "Kau pikir benteng kecilmu bisa menghentikan seranganku?" ejek Slaughter Lord. Pada saat yang sama, naga darah melesat turun dari langit, menambah lapisan pertahanan kedua. Namun serangan Slaughter Lord terlalu kuat. Penghalang Ryan hancur s
Slaughter Lord berbalik menghadap ketiga pemuda identik, memberi perintah dengan nada mendesak, "Cepat, gunakan teknik yang diberikan oleh ketua sekte kepada kita! Kita tidak bisa membiarkan anak ini lolos!" Ketiga pemuda mengangguk serempak, dan dengan gerakan identik, mereka membentuk segel tangan rumit dengan jari-jari mereka. Tiga tetes esensi darah dipaksa keluar dari ujung jari mereka, langsung mengembun menjadi rune hitam di langit malam. Kabut hitam yang menakutkan muncul dari rune-rune tersebut, perlahan naik dan mulai menyapu area sekitar. Ryan merasakan penghalang hitam yang perlahan terbentuk di sekitarnya! Aura yang dipancarkan penghalang itu sangat familiar. Itu persis sama dengan teknik jahat kuno yang menyegel dantian Xiao Yan! Saat itulah semua kepingan puzzle tersusun dengan sempurna dalam benak Ryan. 'Sekte Dao!' batinnya, ekspresinya mengeras di balik topeng. Tampaknya identitasnya telah terungkap ketika dia menghancurkan segel di dantian gurunya. Meski
Ryan mengamati lebih teliti, berusaha merasakan detail yang mungkin terlewat. Memang ada sesuatu yang berbeda dari aura ketiga pemuda itu, seolah mereka bukan tiga orang terpisah, melainkan satu entitas yang telah terbagi. "Rune kehidupan mereka masih tersembunyi, jadi ini masih dugaan," lanjut Monica, "tapi tampaknya siapa pun yang berada di balik ini memiliki cara yang luar biasa. Kau harus berhati-hati." Ryan memikirkan situasinya dengan cermat. Slaughter Lord saja sudah merupakan lawan yang tangguh, ditambah tiga kultivator misterius ini, tantangannya sangat besar. Namun dia tak bisa mundur—keempat orang ini jelas menargetkan White Tower, tempat orang-orang yang dicintainya berada. "Dengan kekuatanku saat ini, seberapa besar peluangku untuk menang melawan keempat orang ini?" tanya Ryan, suaranya tenang meski situasinya serius. Monica memutar matanya, ekspresinya campuran antara kagum dan kesal. "Kamu setidaknya punya nyali, tapi kalau bicara peluang menang…" Dia berhenti
Slaughter Lord membuka matanya dan melirik kabut hitam dengan ekspresi bosan. Hari ini mereka sudah mengamati berjam-jam, dan tidak ada tanda-tanda dari Arthur Pendragon maupun Xiao Yan. "Wajar jika orang-orang datang dan pergi dari White Tower," ucapnya dengan nada acuh tak acuh. "Baru saja, beberapa murid White Tower turun gunung. Sayangnya, para murid itu tutup mulut dan lebih suka menghancurkan diri sendiri daripada mengungkapkan informasi tentang apa yang terjadi di dalam." Dia berhenti sejenak, melihat ketiga pemuda itu masih waspada. "Jangan terlalu terkejut. Beristirahatlah dengan baik. Tidak akan terlambat untuk bertindak begitu ketua sekte mengirim kepala sekte White Tower pergi. Target kita adalah Arthur Pendragon dan Xiao Yan!" Setelah mengucapkan beberapa patah kata, Slaughter Lord menutup matanya dan bersiap untuk meneruskan kultivasinya. Namun, baru saja dia memejamkan mata, ketiga pemuda di sampingnya tiba-tiba berdiri serempak, tubuh mereka menegang dengan aur
Monica duduk di tempat tidur dan meregangkan tubuhnya dengan gerakan anggun. Senyum tipis menghiasi bibirnya yang berwarna merah delima. "Karena kita adalah orang yang sama," jawabnya dengan suara lembut. "Di zaman dahulu, aku juga pernah disiksa oleh kebingungan yang sama. Aku tahu apa yang sedang dialaminya." Dia berhenti sejenak dan menatap langsung ke mata Ryan. "Ah, benar, aku adalah host dari Fisik Dingin Ekstrim Seribu dari Sepuluh Fisik Bencana Besar." "Meski begitu, meskipun kami berdua memiliki tubuh beratribut es, ada perbedaan besar di antara kami berdua. Aku harus menahan lebih banyak rasa sakit daripada dia." Ryan tidak menduga hal ini. Fisik Dingin Ekstrem Seribu tidak dapat dibandingkan dengan Fisik Iblis Berdarah Dingin milik Wendy dalam hal kepekaan terhadap atribut es, tetapi memiliki kemampuan yang lebih mengerikan—kemampuan untuk menyerap dan menyatu dengan sebagian kekuatan orang lain! Ryan hendak menanyakan detail lebih lanjut ketika Monica tiba-tiba bangk