Malam semua, listrik di rumah othor mati nih, wkwkwkwk. di rumah kalian bagaimana? hujan deras kah di sana? Terima Kasih Kak Muhammad, Kak Zainal, Kak Mulyadi, Kak Tri, Kak Malika, Kak Rubei', Kak Daniel, Kak Yan, Kak Jon, Kak Chamimchabib, Kak Roni, Kak Aditya, Kak Syafrudin, Kak Arisman, Kak Arlizar, dan Kak Akhmaluddin atas dukungan Gem-nya (. ❛ ᴗ ❛.) Bab Bonus: 5/6 Antrian: 24 Selamat Membaca (◠‿・)—☆
Bagaimanapun, Galahad terluka parah karena menyelamatkannya. Ryan merasa berhutang setidaknya sebanyak ini padanya. "Master, saya baik-baik saja..." Galahad berusaha bangkit dengan susah payah setelah menelan pil itu. "Jangan sok kuat. Aku masih butuh bantuanmu untuk banyak hal," Ryan menggeleng tegas. "Pendarahanmu memang sudah berhenti dan pil itu akan menstabilkan lukamu. Tapi ingat, kau tidak boleh menggunakan kekuatanmu untuk sementara waktu." "Baik, Master!" Ryan beralih menatap para praktisidari Guild Round Table. "Masih ada dua sandera dari Keluarga Snowfield di villa. Kawal mereka kembali ke kediaman mereka dengan selamat. Jika ada yang mencoba menghalangi, bunuh tanpa ampun!" Ia lalu menghampiri Rindy dan menggenggam tangannya lembut. "Sudah berakhir sekarang. Ayo pulang." Hanya dengan mendengar kata 'pulang', mata Rindy memerah. Dia bisa melihat betapa lelahnya Ryan. Namun untuk pertama kalinya, dia merasakan kedamaian yang belum pernah dia rasakan sebelumnya. Sejak
'Awalnya aku berniat menggunakan kekuatan batu nisan ketiga di Villa Quins,' batin Ryan memikirkan apa yang terjadi tadi. 'Tapi untunglah gadis kecil itu muncul tepat waktu.' Kepala Ryan berdenyut memikirkan sosok misterius itu. Namanya Lina Jirk–sosok yang memiliki reputasi cukup mengerikan di Gunung Langit Biru, mirip raja iblis dalam wujud gadis kecil. Bahkan sang Guru harus berhati-hati menghadapinya. Jika bukan karena sesuatu yang terjadi padanya, gadis itu tak akan sepatuh ini. 'Mengapa dia mendadak meninggalkan Gunung Langit Biru?' Ryan bertanya-tanya. 'Mungkinkah sesuatu yang besar telah terjadi di sana?' Namun ia segera menggelengkan kepalanya. Bahkan jika sesuatu besar benar-benar terjadi, apa yang bisa ia lakukan dengan kekuatannya saat ini? Tidak ada! "Lupakan saja, aku tak ingin memikirkannya sekarang," gumamnya pelan. "Akan kupikirkan nanti." Ryan kembali memejamkan mata dan mengedarkan teknik Matahari Surgawi. Auranya melonjak drastis, diiringi raungan samar
"Ryan sayang," Adel menelan ludah sebelum bertanya dengan nada takjub, "bagaimana kau bisa mengenal gadis kecil ini? Rindy bilang dia datang mencarimu... tapi astaga, nafsu makannya luar biasa!" "Aku bahkan sudah memesan makanan cepat saji untuknya. Bagaimana perut sekecil itu bisa menampung begitu banyak makanan?" Lina Jirk mengalihkan perhatiannya dari bungkus keripik yang nyaris kosong. Dengan santai dia menjilati jari-jarinya yang berminyak sebelum menatap Ryan dengan senyum puas. "Ryan, ingat dulu kau pernah bilang makanan di luar enak? Ternyata kau tidak bohong. Kalau saja aku tidak harus kembali dalam beberapa hari, aku bisa betah tinggal di sini hanya untuk makanannya." Ryan memutar bola matanya mendengar komentar itu. "Dengan nafsu makanmu yang seperti monster begini, kau bisa membuatku bangkrut dalam seminggu!" Lina Jirk meraih sebungkus keripik kentang baru, membukanya dengan gerakan ahli. "Jangan berlebihan. Kalau bukan karena aku menghabisi kakek tua itu tadi, kau
"Aku tanya sekali lagi," desis Lina Jirk berbahaya. "Di mana makananku?" Tekanan spiritual yang mencekam membuat pria itu terhuyung mundur hingga jatuh terduduk. Sedikit darah mengalir dari sudut bibirnya–kekuatan gadis ini terlalu mengerikan! Selain dua praktisi terkuat di ranking grandmaster Nexopolis, siapa lagi yang bisa menahan tekanan spiritualnya? "A-aku tidak tahu..." jawabnya terbata. Tepat pada saat itu, seorang petugas keamanan berlari mendekat sambil membawa kantong plastik besar. Sesuai protokol, makanan pesan antar tidak boleh langsung masuk ke vila dan harus melalui pos keamanan terlebih dahulu. "Permisi, ini makanan pesanan..." belum selesai ia bicara, sosok Lina Jirk telah berubah kabur. Dalam sekejap mata kantong itu telah berpindah tangan dan gadis itu melesat kembali ke dalam vila. Petugas keamanan itu hanya bisa menatap tangannya yang kosong dengan wajah linglung. Ryan melangkah ke pintu, berniat menutupnya. Namun matanya menyipit saat mengenali pri
Atmosfer ruangan itu begitu berat hingga terasa mencekik. Fariz tahu betul tabiat tuannya–membunuh bawahan yang gagal bukanlah hal aneh bagi Rendy Zola."Jadi," suara berat Rendy Zola memecah keheningan, "Ryan belum mati?""Ya..." Fariz menelan ludah pahit, merasakan badai yang akan datang."Kau membawa begitu banyak orang, tapi tak bisa membunuh satu sampah kecil?"Nada dingin dalam suara Rendy Zola membuat bulu kuduk Fariz meremang."Ya... tapi..."BRAK!Belum selesai ia bicara, tendangan keras Rendy Zola telah menghantam dadanya."Jangan berani memberi alasan!" raung Rendy Zola murka. "Kalau menghadapi bocah ingusan saja tak mampu, lebih baik kau mati saja!"Fariz berlutut dengan wajah pucat. "Tuan, saya memang tidak berguna. Saya siap menerima hukuman apapun."Rendy Zola mendengus kasar. "Ryan punya identitas khusus. Setelah percobaan pembunuhan yang gagal, aku sudah dapat peringatan! Kita tak bisa menyerangnya terang-terangan sekarang."Otak Fariz berputar cepat mencari jalan kelu
Lancelot telah mengamankan vila dengan sempurna. Gawain Wealth, Galahad, dan beberapa ahli Guild Round Table bersiaga penuh selama 24 jam untuk melindungi Rindy dan Adel. Mereka tak ingin mengambil risiko sekecil apapun setelah kejadian terakhir. Ryan mengamati kondisi lengan Galahad yang dibalut perban tebal. Lukanya cukup parah, namun setidaknya infeksi berhasil dicegah berkat perawatan cepat. "Master..." Galahad berusaha bangkit memberi hormat, namun Ryan segera menghentikannya dengan gestur tangan. "Tetap berbaring," perintah Ryan tegas. "Lukamu terlalu parah dan lenganmu sudah dipastikan telah hancur. Akan sulit menyelamatkannya." Ia berhenti sejenak sebelum melanjutkan, "Sekarang kau punya dua pilihan. Pertama, Eagle Squad telah mengembangkan lengan bionik yang bisa dipasang ke tubuh manusia. Operasi singkat akan menyelesaikannya." "Pilihan kedua, aku bisa menggunakan kemampuan spiritual dan medis untuk meregenerasi lenganmu, tapi kau harus siap menahan rasa sakit yang
Ryan melangkah mendekat. Namun sebelum sempat bicara, Jackson Jorge telah mendahuluinya. "Terlambat tiga menit," ujar pria itu dingin. "Kalau orang lain, mereka pasti sudah jadi mayat." "Di mana ibu dan ayahku?" Ryan balas bertanya tanpa basa-basi. Jackson Jorge menyipitkan mata. "Temperamenmu mirip ibumu. Dia juga suka bicara langsung." "Hentikan omong kosong ini," desis Ryan. "Kau yang mengambil mayat ibuku saat itu. Kau pasti tahu di mana dia! Kalau tidak memberitahuku, kaulah yang akan jadi mayat!" Dalam hati Ryan bersiap mengaktifkan batu nisan ketiga kapan saja. Informasi tentang orang tuanya terlalu berharga–berapapun harga yang harus dibayar, ia siap menanggungnya. Jackson Jorge mengangkat wajahnya, menatap Ryan dengan sorot mata penuh selidik. "Aku benar-benar penasaran. Dari mana datangnya kesombonganmu ini?" ia mendengus. "Lima tahun lalu kau hanya bocah lemah dan pengecut. Apa yang membuatmu berubah sedrastis ini?" "Ditambah lagi, dari mana kekuatan ini berasal?" la
Setelah beberapa saat menimbang, Jackson Jorge akhirnya memutuskan untuk bercerita. "Semua bermula beberapa dekade lalu," ujarnya dengan nada berat. "Saat ibumu remaja, dia membangkitkan akar spiritual langka–tanda bakat dan kekuatan yang tak tertandingi. Eleanor Jorge adalah putri kesayangan surga, kebanggaan Keluarga Jorge!" Ia berhenti sejenak, matanya menerawang mengingat masa lalu. "Namun masalah muncul. Meski sangat berbakat, ibumu menolak keras berlatih seni bela diri. Setiap hari dia mencari cara untuk kabur dari latihan. Dan karena statusnya sebagai harta Keluarga Jorge, tak ada yang berani memaksanya." "Mungkin karena terlalu dimanja, ibumu menjadi tak terkendali," Jackson Jorge melanjutkan dengan nada mencemooh. "Dia bertemu ayahmu, William Pendragon, di sebuah pesta. Tanpa memikirkan konsekuensi, mereka nekat menjalin hubungan. Saat Keluarga Jorge mengetahuinya, semuanya sudah terlambat–ibumu telah hamil dan diam-diam menikah di Kota Golden River!" Api kemarahan berkob
Pagi itu, suasana Bandara Riveria tampak ramai seperti biasa. Di area keberangkatan domestik, Ryan berdiri dengan santai diapit oleh dua wanita cantik–Adel dan Rindy."Kau yakin tidak mau kami ikut?" tanya Adel dengan nada khawatir. Tangannya menggenggam lengan Ryan erat, enggan melepaskan.Ryan tersenyum tipis. "Tidak perlu. Selain itu, Galahad dan Lancelot akan menjaga kalian selama aku pergi." Ia melirik kedua pengawalnya yang berdiri tak jauh dari sana. "Lagipula, aku hanya pergi sebentar. Paling lama satu minggu.""Tapi..." Adel masih tampak ragu."Sudahlah," Rindy menyela sambil tersenyum jahil. "Biarkan saja dia pergi. Toh dia pasti akan kembali–kecuali kalau dia berani selingkuh di Ibu Kota."Ryan tertawa kecil mendengar ancaman terselubung itu. Ia mengacak rambut Rindy dengan gemas. "Mana berani aku selingkuh kalau punya dua wanita secantik kalian?""Gombal!" Rindy menepis tangan Ryan dengan wajah merona.Pengumuman keberangkatan pesawat RD8978 menggema di terminal, menanda
Ryan menepuk bahu Lancelot dengan gestur menenangkan. "Masalah ini tidak mendesak," ujarnya tenang. "Aku akan berangkat ke Ibu Kota lebih dulu. Kau dan yang lain dari Guild Round Table bisa menyusul nanti. Saat ini, fokusmu haruslah meningkatkan kekuatan.""Baik, Ketua Guild," Lancelot membungkuk hormat.Setelah berpamitan dengan kedua bawahannya, Ryan teringat sesuatu. Eagle Squad pasti memiliki pengaruh di Ibu Kota–akan lebih mudah jika mereka yang mengatur perjalanannya.Baru saja ia hendak menghubungi Sammy Lein, sebuah mobil yang terparkir di luar vila membunyikan klakson. Ryan menggeleng geli sebelum melangkah menuju kendaraan itu.Seperti dugaannya, Sammy Lein dan Patrick telah menunggu di dalam."Jangan bilang kalian menunggu di sini selama sepuluh hari," godanya sambil masuk ke dalam mobil. "Aku tak akan percaya."Sammy Lein tertawa canggung. "Tuan Ryan mungkin tidak tahu, tapi Eagle Squad telah beberapa kali mencoba menemui Anda. Nona Rindy selalu mengatakan Anda sedang b
"Muridku," suaranya bergema dalam kekosongan, "di dunia ini terdapat 3000 Dao Besar dan Dao Kecil yang tak terhitung jumlahnya! Sepanjang hidupku, aku menekuni Dao Pembantaian dan niat pedang."Pedang Suci Caliburn berdengung di tangannya, beresonansi dengan kata-katanya. "Pedang adalah raja dari segala senjata. Baik untuk menyerang maupun bertahan, tak ada yang menandinginya!""Pedang Pembelah Langit yang akan kuwariskan padamu memiliki tiga jurus. Setiap jurus mengandung hukum Dao Agung yang kusempurnakan. Jika kau memiliki kekuatan yang cukup, teknik ini mampu menghancurkan langit itu sendiri!""Itulah mengapa ia dinamakan Pedang Pembelah Langit!"Lelaki tua itu mengacungkan Caliburn tinggi-tinggi. Niat pedang yang terpancar darinya begitu pekat hingga membuat udara bergetar. Ryan bahkan bisa merasakan jantungnya berdegup kencang hanya dengan menatapnya."Jurus pertama–Naga Membelah Langit!" Pedang di tangannya bergerak bagai kilat, menciptakan bayangan naga raksasa yang meraung
Sebagai kultivator yang baru mengenal enam ranah–Body Tempering, Qi Gathering, Foundation Establishment, Golden Core, Nascent Soul, dan Heavenly Soul–Ryan paham betul besarnya kesenjangan kekuatan mereka.Setiap ranah terbagi menjadi sembilan tingkat. Dan kini, sebagai kultivator Foundation Establishment, ia harus menghadapi praktisi ranah Nascent Soul!'Bagaimana mungkin aku bisa menang?' batinnya frustrasi.Seolah membaca pikirannya, lelaki tua itu melepaskan sinar pedang ke arah kepala Ryan. Dalam sekejap ia telah muncul di hadapan pemuda itu."Kau ingin tahu mengapa aku menggunakan ranah yang jauh lebih tinggi?" suaranya dalam dan berat. "Akan kuberitahu!""Dao Pembantaian berada di ambang hidup dan mati," lelaki tua itu melanjutkan dengan nada serius. "Dengan teknik ini, kau bahkan bisa membunuh mereka yang jauh lebih kuat darimu!"Dia menghentakkan pedangnya, menciptakan gelombang tekanan yang membuat Ryan terhuyung. "Jika kau mampu bertahan dari seranganku, kelak saat menghadap
Di sebuah bangunan megah nan misterius di Ibu Kota, Lucas Ravenclaw duduk dengan tenang sembari menyeka pedangnya yang berwarna merah darah. Pedang itu berpendar dengan energi qi yang tak kalah kuat dari Pedang Suci Caliburn.Meski tak melepaskan aura apapun, kehadirannya saja sudah menciptakan tekanan berat yang membuat orang biasa kesulitan bernapas.Di hadapannya, seorang lelaki tua berambut putih berlutut dengan tubuh gemetar. "Tuan Lucas, saya telah menyelidiki orang-orang yang mengikuti Anda hari ini. Mereka berasal dari Provinsi Riveria, namun asal-usul sebenarnya masih belum jelas.""Heh," Lucas Ravenclaw mendengus dingin. "Sudah bertahun-tahun berlalu, belum ada yang berani berbuat kurang ajar seperti ini. Apakah mereka ingin mati?""Terus selidiki. Begitu tahu siapa yang mengirim mereka, bunuh semuanya. Jangan sisakan satu pun."Lelaki tua itu mengangguk patuh sebelum teringat sesuatu. "Tuan Lucas, mengapa Anda tiba-tiba kembali ke Ibu Kota kali ini?"Lucas Ravenclaw meleta
Ryan melepaskan pelukannya dari Rindy dan duduk di sofa. Ia tak ingin membuat kedua gadis itu khawatir dengan menceritakan pertarungannya melawan Sergei Anri dan Departemen Penanggulangan Bencana Supranatural."Hanya urusan bisnis biasa," jawabnya santai. "Beberapa masalah kecil yang harus diselesaikan."Meski ekspresi kedua gadis itu menunjukkan ketidakpercayaan, mereka memilih tidak mendesak lebih jauh. Jika Ryan memilih menyembunyikan sesuatu, pasti ada alasannya.Ryan bangkit untuk mengambil segelas air. Saat meneguknya, ia teringat sesuatu yang penting."Ada yang harus kuberitahu pada kalian," ujarnya serius. "Aku perlu berlatih dalam isolasi selama sepuluh hari ke depan untuk sebuah terobosan penting dalam kultivasiku."Ia meletakkan gelasnya sebelum melanjutkan, "Selama sepuluh hari ini, aku akan mengurung diri di kamar lantai tiga. Galahad dan beberapa praktisi dari Guild Round Table akan berjaga di luar. Jika kalian perlu keluar, mereka harus menemani kalian.""Pengasingan
"Tuan Ryan, kumohon lepaskan ayahku!" jeritnya serak. Jika sang ayah tewas, Keluarga Anri akan kehilangan pilar pendukungnya!Meski merasa kasihan pada temannya, Juliana tetap berkata tegas, "Tuan Ryan, Anda tidak perlu mempertimbangkan perasaan saya. Dia pantas mati."Jika Sergei Anri dibiarkan hidup, dia pasti akan mencari kesempatan membalas dendam. Dan saat itu terjadi, keluarga Herbald pasti akan terseret.Melihat Juliana tak berniat campur tangan, Riselotte semakin putus asa. "Tuan Ryan, aku bersedia melakukan apapun! Kumohon lepaskan ayahku!""Membiarkannya pergi?" tanya Ryan tenang.Mendengar nada lunak itu, harapan membuncah dalam dada Riselotte dan Sergei Anri. "Ya, ya!" Riselotte mengangguk penuh semangat.Namun detik berikutnya, kilatan dingin melesat–kepala Sergei Anri terpisah dari tubuhnya."Mengapa aku harus mendengarkanmu?" suara Ryan bergema dingin memenuhi ruangan. "Jika kulepaskan dia hari ini, siapa yang akan melepaskanku di masa depan?""Tidak membunuhmu sudah m
"Berlutut dan bersiaplah untuk mati!" Ryan meraung murka. Naga darah melesat keluar dari tubuhnya, memancarkan niat membunuh yang mencekam.BRUK!Beberapa orang langsung berlutut ketakutan. "Grandmaster Ryan, masalah hari itu..."Namun sebelum kalimat mereka selesai, beberapa bilah angin telah melesat dari tangan Ryan. Darah berceceran saat tiga kepala menggelinding ke lantai–salah satunya bahkan sampai ke kaki Sergei Anri!"Situasinya gawat!" Sergei Anri dan kepala Keluarga Liege berteriak pada anak buah mereka. "Semuanya serang bersama! Hari ini dia mati, atau kita yang mati!"Tujuh hingga delapan praktisi menyerbu Ryan serentak. Namun Ryan kini berbeda dari kemarin–ia telah menerobos dan memakan Mutiara Spirit Domain. Siapa yang bisa menghentikannya?Tanpa menghunus Caliburn, Ryan menerobos ke tengah kerumunan. Dalam hitungan detik, daging dan darah berceceran di antara teriakan dan jeritan mengerikan.Tak seorang pun mampu menahan serangannya! Ke mana pun Ryan melangkah, kema
Ryan melambaikan tangannya dan berjalan menuruni gunung. Pria tua berjubah hitam di Kuburan Pedang tidak punya banyak waktu lagi, jadi ia harus segera kembali ke Provinsi Riveria.Setelah itu, ia akan mengasingkan diri selama sepuluh hari untuk mewarisi Dao Pembantaian dari sang lelaki tua. Ryan yakin setelah itu, ia akhirnya bisa pergi ke Ibu Kota.Master Samadhi menatap sosok Ryan yang menjauh sebelum menggeleng pelan. Pintu kuil kembali tertutup rapat–siapa tahu berapa lama akan tetap begitu kali ini. Jika terbuka lagi, kemungkinan besar untuk membantu Ryan sekali lagi.Kembali ke ruang kultivasi, Master Samadhi meletakkan kotak pemberian Ryan di atas meja. Dia hendak melanjutkan kultivasinya namun entah mengapa merasa penasaran dengan isi kotak itu."Anak ini tidak mungkin memberiku ginseng biasa, kan?" gumamnya sambil mengepalkan tangan. Kotak itu melayang ke tangannya.Begitu tutupnya terbuka, aroma obat yang kuat menguar memperlihatkan enam butir pil di dalamnya. Mata Maste