Terima Kasih Kak Chamim Chabib atas kritikannya. (≧▽≦) Memang benar, antrian bab bonus sudah semakin tak terkendali, dan othor hampir setiap hari tersedak melihat jumlahnya yang bertambah masif. (◍•ᴗ•◍) Oleh karena itu, othor berpikir untuk menghentikan sementara program 10 Gem = 1 Bab selama satu minggu untuk mengurangi antrian yang akan dilakukan mulai sekarang (29 November 2024), sampai 06 Desember 2024. program 10G=1B akan kembali dijalankan lagi hari sabtu tanggal 07 Desember 2024. Bagaimana menurut kalian? Tapi tentu saja, bagi yang mau menyumbang Gem seperti biasa, othor persilahkan. Othor juga tetap akan mengucapkan terima kasih setiap ada yang memberikan Gem seperti biasanya. Hanya saja othor tidak akan melakukan perhitungan untuk bab bonus. Terima Kasi Kak Slebew, Kak Chamimchabib, Kak Nung, Kak Dee, Kak Hermanto, dan Kak Chian atas dukungan Gem-nya (. ❛ ᴗ ❛.) pada perhitungan bab bonus terakhir ini, telah terkumpul 29 Gem, yang artinya ada 2 Bab bonus lagi (≧▽≦) Bab Bonus: 0/3 Antrian: 63 Reguler: 2/2 Bab(komplit)
Juliana mengangguk penuh semangat. "Tuan Ryan, jangan khawatir. Tetua Helios dan saya tidak akan memberi tahu siapa pun tentang ini!" "Itu bagus." Ryan mengangguk puas sebelum berjalan keluar. Ia segera menghubungi Derick untuk menjemputnya. Tak lama kemudian, mobil mewah itu tiba di halaman Keluarga Herbald. Namun alih-alih kembali ke vila, Ryan meminta sopirnya mengantar ke kediaman Keluarga Wealth terlebih dahulu. 'Luka-luka Gawain Wealth seharusnya sudah membaik, tapi sebaiknya aku memeriksanya,' batinnya. Setibanya di sana, pemandangan mengejutkan menyambutnya. Gawain Wealth sedang berlatih keras, melancarkan kombinasi pukulan yang begitu kuat hingga menciptakan gelombang udara di sekelilingnya. "Dia pulih begitu cepat?" gumam Ryan takjub. Tampaknya efek pil penyembuhnya jauh melampaui ekspektasi. Mendengar suara tuannya, Gawain Wealth segera menghentikan latihannya dan bergegas mendekat. "Gawain Wealth memberi hormat pada Tuan Ryan," sapanya penuh hormat. "Berikan pe
Pria paruh baya itu berhenti sejenak sebelum melanjutkan dengan nada dingin, "Namun, kamu mungkin tidak akan hidup lebih dari dua hari. Kekuatan Fuze jauh melebihi kekuatanmu. Ini bukan berlebihan, tapi memang benar." "Ryan, aku akui kau sangat kuat. Kekuatanmu jauh melampaui generasi muda lainnya di Provinsi Riveria, tetapi kau tidak tahu bagaimana menahan diri. Kau terlalu sombong." "Aku telah melihat banyak orang dengan sikap seperti itu, dan pada akhirnya hanya ada satu hasil, yaitu mati muda!" "Sudah selesai?" potong Ryan bosan. "Kalau kamu di sini untuk bicara omong kosong, pergilah sebelum aku membunuhmu." "Kau..." Pria paruh baya itu akhirnya berbalik, memperlihatkan topeng hitam mengerikan yang menutupi wajahnya. Ryan menyipitkan mata melihat anak panah dengan ukiran kepala tengkorak berdarah di tangan pria itu. 'Ordo Hassasin!' batinnya waspada. "Apakah Ordo Hassasin mengirimmu untuk membunuhku?" tanya Ryan sambil melangkah maju, tangannya terlipat santai di belakang
Sebagai ahli senjata jarak jauh, pertarungan jarak dekat bukanlah spesialisasi Farid. Meski begitu, tak banyak yang mampu menandinginya dalam hal ini. Dengan gerakan mulus ia mundur sambil melancarkan pukulan balik. BOOM! Gelombang kejut dari benturan dua kekuatan itu menyapu area pertarungan. Baik Ryan maupun Farid terpental beberapa langkah ke belakang. Mereka tampak seimbang, namun Farid bisa merasakan mati rasa menjalar di lengan kanannya. 'Sialan, apakah tangan anak ini terbuat dari besi?' Belum sempat ia pulih, Ryan telah kembali menyerang. Kali ini dengan cakar yang mengincar bahunya. 'Monster macam apa anak ini?' Farid mundur panik sambil melepaskan anak panah ke arah tangan Ryan. Di luar dugaan, Ryan justru menangkap anak panah itu dengan tangan kosong! Ujung tajamnya menembus telapak tangan Ryan, membuat darah segar mengalir. Ryan melirik senjata itu dengan tatapan tertarik–sebuah anak panah spiritual! Memanfaatkan kelengahan Ryan, tinju Farid melesat bagai mer
Ryan yakin Farid Askari tidak akan berani mencari masalah dengannya jika masih ingin hidup. Namun jika pemimpin Ordo Hassasin cabang Riveria itu nekat, maka Ryan akan menghapus eksistensi organisasi pembunuh itu dari muka bumi. 'Setidaknya dia memberiku hadiah perpisahan yang menarik,' batinnya sambil mengamati anak panah spiritual di tangannya. Senjata itu akan sangat berguna untuk mengejutkan Fuze nanti. Tanpa mengatakan apapun lagi, Ryan masuk ke mobil dan memberi isyarat pada Derick untuk kembali ke vila. Dari kaca spion, ia bisa melihat Farid Askari mengepalkan tinju dengan mata memerah menatap kepergian mereka. "Ryan... Sudah lama sekali sejak seseorang menarik perhatianku seperti ini," gumam Farid pada dirinya sendiri. "Aku telah bertemu banyak jenius di Nexopolis, tetapi tidak ada satu pun yang dapat menangkap anak panahku. Aku sangat penasaran... seberapa kuat dirimu di masa depan?" Seulas senyum aneh tersungging di wajahnya. "Namun, lupakan saja tentang melarikan di
Perkataan Sammy Lein itu membuat ekspresi Ryan berubah serius. "Apa yang telah terjadi?" "Tuan Ryan, mari kita bicara langsung. Ada sebuah SUV di pintu masuk vila Anda. Saya ada di dalam mobil." "Baiklah." Ryan menutup telepon dan memberikan beberapa instruksi singkat pada Adel sebelum bergegas menuju SUV hitam yang dimaksud. Di dalam mobil, Sammy Lein duduk sendirian dengan wajah tegang. "Sesuatu terjadi pada Patrick," ujarnya dengan nada berat. "Malam ini, sepuluh anggota Eagle Squad sedang menjalankan misi khusus di perairan Nexopolis. Namun, kami kehilangan kontak dengan mereka dua jam yang lalu, dan bahkan chip pelacak yang ditanamkan di tubuh mereka tidak dapat dilacak lagi." "Patrick adalah kapten tim ini." "Berdasarkan pengalaman saya sebelumnya, mungkin saja... Mungkin..." Sammy Lein tak sanggup melanjutkan kata-katanya. Suasana mencekam menyelimuti mobil. Bahkan tangan pengemudi yang mencengkeram setir memutih, entah karena marah atau sedih. Ryan terdiam, pikirannya
Ryan terdiam, tenggelam dalam pemikirannya. Ia tahu betul Patrick dan timnya mendapat masalah ini sebagian besar karena dirinya. Asosiasi Raja Bela Diri pasti ingin membalas dendam setelah ia membunuh beberapa anggota mereka di Kota Golden River. Pesan mengancam itu adalah bukti terbaik dari dugaannya. Tiba-tiba, ponsel Ryan kembali bergetar. Kali ini sebuah tautan muncul di layar. "Tuan Ryan," Sammy Lein berkata cepat, "boleh saya menghubungkan ponsel Anda ke laptop? Saya ingin tim teknisi Eagle Squad memeriksa tautan ini terlebih dahulu." Ryan mengangguk dan menyerahkan ponselnya. Sammy Lein segera mengeluarkan kabel data dari sakunya dan menghubungkan kedua perangkat itu. Setelah beberapa saat berkomunikasi dengan tim teknisi melalui laptop, Sammy Lein akhirnya menghela napas lega. "Tautan ini aman, bukan virus atau malware." Dengan hati-hati Ryan membuka tautan tersebut. Beberapa detik kemudian, sebuah tayangan langsung muncul di layar laptop–menampilkan pemandangan y
Pembuluh darah di leher prajurit Eagle Squad itu menonjol saat dia menggertakkan gigi menahan rasa sakit yang membakar. "Asosiasi Raja Bela Diri adalah anjing-anjing sialan!" raungnya murka. "Matilah kau, dasar bajingan!" Ekspresi pria bertopeng langsung berubah total. Dengan gerakan brutal, pria bertopeng badut menendang perut prajurit itu hingga membuatnya kehabisan napas. Namun bahkan dalam kondisi sekarat, mata prajurit itu masih dipenuhi tekad membara. Dia akan membela kehormatan Nexopolis sampai tarikan napas terakhir! Ryan yang menyaksikan semua itu tak bisa lagi menahan amarahnya. Dengan satu gerakan ia meninju pintu mobil anti peluru hingga hancur berkeping-keping. Pecahan kaca berhamburan ke segala arah. "Kau benar-benar ingin mati!" geramnya berbahaya. Sammy Lein ingin menenangkan Ryan, namun ia sendiri bahkan tak mampu mengendalikan amarahnya. Siapa yang bisa tetap tenang melihat bawahannya disiksa seperti ini? Matanya menyala-nyala penuh kebencian saat be
"Kau tahu? Tubuh manusia biasanya mengandung 4,4 sampai 5,6 liter darah," Pria bertopeng badut itu melanjutkan dengan nada santai seolah sedang memberi kuliah. "Kehilangan 15% darah akan membuat detak jantung meningkat. Penderita akan mulai merasa pusing dan kedinginan." Ia berhenti sejenak untuk efek dramatis. "Dan ketika kehilangan 40% darah, aliran balik ke jantung akan terganggu. Kematian yang menyakitkan akan menyusul tak lama kemudian." Ryan bisa merasakan darahnya mendidih mendengar penjelasan klinis itu. Namun sebelum ia sempat membalas, pria bertopeng melanjutkan: "Kau punya waktu dua jam untuk menemukan tempat kami berada. Jika gagal..." dia terkekeh pelan, "aku akan melemparkan mayatnya ke laut untuk dimakan hiu." Senyumnya semakin lebar saat ia mengakhiri dengan nada ceria yang kontras dengan situasinya, "Waktunya mulai dari sekarang. Selamat bermain!" Layar mendadak menjadi hitam total. Keheningan mencekam menyelimuti interior mobil SUV. Sammy Lein yang tak mampu
Setengah jam kemudian, sebuah BMW melaju memasuki jalan kecil menuju sebuah kompleks vila. Suasana di sana sangat tenang, pepohonan rindang berjajar di sepanjang jalan memberikan kesan asri dan nyaman. Bangunan-bangunan vila tampak masih baru, dengan desain modern minimalis yang elegan.Mobil berhenti di depan salah satu vila. Ryan turun, matanya menyapu sekeliling mengamati lingkungan barunya. Udara sejuk menyapanya, membuat suasana hatinya sedikit membaik setelah perjalanan panjang yang melelahkan.Pasangan ibu dan anak itu membawa Ryan memasuki vila. Begitu pintu terbuka, mereka disambut pemandangan ruang tamu yang luas dan nyaman. Seorang pria paruh baya tengah duduk di sofa, fokus membaca koran di tangannya.Mendengar suara pintu terbuka, pria itu bertanya tanpa mengalihkan pandangan dari korannya, "Yura, bagaimana perjalananmu ke Provinsi Riveria? Apakah kamu menikmatinya?"Orang yang berbicara adalah ayah Yura Dustin, Gordon Dustin. Pria itu telah berkecimpung dalam bisnis
Ibu Yura Dustin yang tadinya tak sadarkan diri perlahan membuka mata. "Ibu! Ibu baik-baik saja?" Yura nyaris menangis bahagia. "Air... aku mau air hangat..." pinta sang ibu lemah. Semua orang terkesiap dan menoleh ke arah Ryan. Permintaan itu persis seperti yang ia prediksikan! Seorang pramugari bergegas mengambilkan air hangat. Setelah meminumnya perlahan, warna mulai kembali ke wajah ibu Yura. Wanita itu menatap Ryan dengan sorot mata penuh rasa terima kasih. Namun melihat pemuda itu sedang beristirahat, ia memilih diam. "Berkat pemuda ini aku baik-baik saja," ujarnya lembut pada kerumunan. "Semuanya silakan bubar." Sang dokter masih ingin protes, namun petugas keamanan segera membawanya pergi ke belakang. Keributan mereda, namun tatapan penasaran terus tertuju pada Ryan sepanjang sisa penerbangan. Para penumpang kelas satu yang kebanyakan pebisnis dan tokoh berpengaruh bisa merasakan ada yang istimewa dari pemuda misterius itu. Banyak yang ingin menyerahkan kartu nama,
Pramugari yang dipanggil segera membuat pengumuman mencari dokter di pesawat. Tak lama kemudian seorang dokter datang memeriksa kondisi wanita itu. "Apa penyakit ibumu?" "Dokter, ibu saya menderita CORD stadium akhir," Yura menjelaskan panik. "Selama ini bergantung pada obat, tapi sekarang obatnya hilang..." "Apa?!" sang dokter melotot. "Kenapa bepergian dengan penyakit seserius itu? Kau tidak tahu ini butuh pengobatan rutin?" Tanpa buang waktu ia memberi instruksi pada pramugari. "Cepat beritahu kapten untuk mendarat di kota terdekat! Kalau tidak, bahkan dokter ajaib pun tak akan bisa menyelamatkannya!" Tepat saat pramugari hendak berlari ke kokpit, sebuah suara tenang terdengar. "Tidak perlu mendaratkan pesawat. Aku bisa menolongnya." Semua mata tertuju pada Ryan. Yura masih panik–dia tahu betul betapa mengerikannya PPOK stadium akhir. Tanpa obat dan peralatan medis profesional, mustahil mengobatinya! Sang dokter mendengus. "Jangan bercanda! Nyawa sedang dipertaruhkan!"
Pagi itu, suasana Bandara Riveria tampak ramai seperti biasa. Di area keberangkatan domestik, Ryan berdiri dengan santai diapit oleh dua wanita cantik–Adel dan Rindy. "Kau yakin tidak mau kami ikut?" tanya Adel dengan nada khawatir. Tangannya menggenggam lengan Ryan erat, enggan melepaskan. Ryan tersenyum tipis. "Tidak perlu. Selain itu, Galahad dan Lancelot akan menjaga kalian selama aku pergi." Ia melirik kedua pengawalnya yang berdiri tak jauh dari sana. "Lagipula, aku hanya pergi sebentar. Paling lama satu minggu." "Tapi..." Adel masih tampak ragu. "Sudahlah," Rindy menyela sambil tersenyum jahil. "Biarkan saja dia pergi. Toh dia pasti akan kembali–kecuali kalau dia berani selingkuh di Ibu Kota." Ryan tertawa kecil mendengar ancaman terselubung itu. Ia mengacak rambut Rindy dengan gemas. "Mana berani aku selingkuh kalau punya dua wanita secantik kalian?" "Gombal!" Rindy menepis tangan Ryan dengan wajah merona. Pengumuman keberangkatan pesawat RD8978 menggema di terminal,
Ryan menepuk bahu Lancelot dengan gestur menenangkan. "Masalah ini tidak mendesak," ujarnya tenang. "Aku akan berangkat ke Ibu Kota lebih dulu. Kau dan yang lain dari Guild Round Table bisa menyusul nanti. Saat ini, fokusmu haruslah meningkatkan kekuatan." "Baik, Ketua Guild," Lancelot membungkuk hormat. Setelah berpamitan dengan kedua bawahannya, Ryan teringat sesuatu. Eagle Squad pasti memiliki pengaruh di Ibu Kota–akan lebih mudah jika mereka yang mengatur perjalanannya. Baru saja ia hendak menghubungi Sammy Lein, sebuah mobil yang terparkir di luar vila membunyikan klakson. Ryan menggeleng geli sebelum melangkah menuju kendaraan itu. Seperti dugaannya, Sammy Lein dan Patrick telah menunggu di dalam. "Jangan bilang kalian menunggu di sini selama sepuluh hari," godanya sambil masuk ke dalam mobil. "Aku tak akan percaya." Sammy Lein tertawa canggung. "Tuan Ryan mungkin tidak tahu, tapi Eagle Squad telah beberapa kali mencoba menemui Anda. Nona Rindy selalu mengatakan Anda
"Muridku," suaranya bergema dalam kekosongan, "di dunia ini terdapat 3000 Dao Besar dan Dao Kecil yang tak terhitung jumlahnya! Sepanjang hidupku, aku menekuni Dao Pembantaian dan niat pedang." Pedang Suci Caliburn berdengung di tangannya, beresonansi dengan kata-katanya. "Pedang adalah raja dari segala senjata. Baik untuk menyerang maupun bertahan, tak ada yang menandinginya!" "Pedang Pembelah Langit yang akan kuwariskan padamu memiliki tiga jurus. Setiap jurus mengandung hukum Dao Agung yang kusempurnakan. Jika kau memiliki kekuatan yang cukup, teknik ini mampu menghancurkan langit itu sendiri!" "Itulah mengapa ia dinamakan Pedang Pembelah Langit!" Lelaki tua itu mengacungkan Caliburn tinggi-tinggi. Niat pedang yang terpancar darinya begitu pekat hingga membuat udara bergetar. Ryan bahkan bisa merasakan jantungnya berdegup kencang hanya dengan menatapnya. "Jurus pertama–Naga Membelah Langit!" Pedang di tangannya bergerak bagai kilat, menciptakan bayangan naga raksasa yang me
Sebagai kultivator yang baru mengenal enam ranah–Body Tempering, Qi Gathering, Foundation Establishment, Golden Core, Nascent Soul, dan Heavenly Soul–Ryan paham betul besarnya kesenjangan kekuatan mereka. Setiap ranah terbagi menjadi sembilan tingkat. Dan kini, sebagai kultivator Foundation Establishment, ia harus menghadapi praktisi ranah Nascent Soul! 'Bagaimana mungkin aku bisa menang?' batinnya frustrasi. Seolah membaca pikirannya, lelaki tua itu melepaskan sinar pedang ke arah kepala Ryan. Dalam sekejap ia telah muncul di hadapan pemuda itu. "Kau ingin tahu mengapa aku menggunakan ranah yang jauh lebih tinggi?" suaranya dalam dan berat. "Akan kuberitahu!" "Dao Pembantaian berada di ambang hidup dan mati," lelaki tua itu melanjutkan dengan nada serius. "Dengan teknik ini, kau bahkan bisa membunuh mereka yang jauh lebih kuat darimu!" Dia menghentakkan pedangnya, menciptakan gelombang tekanan yang membuat Ryan terhuyung. "Jika kau mampu bertahan dari seranganku, kelak saat meng
Di sebuah bangunan megah nan misterius di Ibu Kota, Lucas Ravenclaw duduk dengan tenang sembari menyeka pedangnya yang berwarna merah darah. Pedang itu berpendar dengan energi qi yang tak kalah kuat dari Pedang Suci Caliburn. Meski tak melepaskan aura apapun, kehadirannya saja sudah menciptakan tekanan berat yang membuat orang biasa kesulitan bernapas. Di hadapannya, seorang lelaki tua berambut putih berlutut dengan tubuh gemetar. "Tuan Lucas, saya telah menyelidiki orang-orang yang mengikuti Anda hari ini. Mereka berasal dari Provinsi Riveria, namun asal-usul sebenarnya masih belum jelas." "Heh," Lucas Ravenclaw mendengus dingin. "Sudah bertahun-tahun berlalu, belum ada yang berani berbuat kurang ajar seperti ini. Apakah mereka ingin mati?" "Terus selidiki. Begitu tahu siapa yang mengirim mereka, bunuh semuanya. Jangan sisakan satu pun." Lelaki tua itu mengangguk patuh sebelum teringat sesuatu. "Tuan Lucas, mengapa Anda tiba-tiba kembali ke Ibu Kota kali ini?" Lucas Ravenclaw
Ryan melepaskan pelukannya dari Rindy dan duduk di sofa. Ia tak ingin membuat kedua gadis itu khawatir dengan menceritakan pertarungannya melawan Sergei Anri dan Departemen Penanggulangan Bencana Supranatural. "Hanya urusan bisnis biasa," jawabnya santai. "Beberapa masalah kecil yang harus diselesaikan." Meski ekspresi kedua gadis itu menunjukkan ketidakpercayaan, mereka memilih tidak mendesak lebih jauh. Jika Ryan memilih menyembunyikan sesuatu, pasti ada alasannya. Ryan bangkit untuk mengambil segelas air. Saat meneguknya, ia teringat sesuatu yang penting. "Ada yang harus kuberitahu pada kalian," ujarnya serius. "Aku perlu berlatih dalam isolasi selama sepuluh hari ke depan untuk sebuah terobosan penting dalam kultivasiku." Ia meletakkan gelasnya sebelum melanjutkan, "Selama sepuluh hari ini, aku akan mengurung diri di kamar lantai tiga. Galahad dan beberapa praktisi dari Guild Round Table akan berjaga di luar. Jika kalian perlu keluar, mereka harus menemani kalian." "Penga