Sore semuanya <( ̄︶ ̄)> Bagaimana menurut kalian cover baru novel ini? Apakah lebih bagus yang ini, atau yanh sebelumnya? Terima Kasih Kak Dony, Kak mijn712@yahoo.co.id, Kak Zainol, Kak Irwan, Kak Jhonny, Kak Aiyub, dan Kak Yan atas dukungan Gem-nya (. ❛ ᴗ ❛.) Dengan ini, telah terakumulasi 12 Gem, yang artinya dapat 1 Bab Bonus (≧▽≦) Akumulasi Gem Bab Bonus: 26-11-2024 (sore): 2 Gem (reset) Bab Bonus Gem Hari ini: 2/3 Bab Bab Bonus Gem Antrian: 43 Selamat Membaca (◠‿・)—☆
Suara pekikan kecil terdengar diikuti oleh suara dentingan piring yang jatuh, membuat suasana pesta menjadi hening.Ryan Pendragon menoleh ke arah sumber suara dan melihat seorang gadis kecil, mungkin berusia sekitar 10 tahun, berdiri kaku dengan wajah pucat. Di depannya, seorang pria tinggi besar dengan mata tajam berdiri menjulang, jasnya yang mahal kini bernoda makanan yang tumpah."Ma-maafkan saya, Tuan," gadis kecil itu terbata-bata, air mata mulai menggenang di pelupuk matanya.Pria itu menatap gadis kecil tersebut dengan tatapan dingin yang menusuk. Tangannya terkepal erat, dan Ryan bisa melihat urat-urat di lehernya menegang karena menahan amarah.Melihat situasi yang semakin tegang, Ayah Ryan–William Pendragon bergegas menghampiri mereka. Ia berlutut di samping gadis kecil itu, mengeluarkan sapu tangan dari saku jasnya."Tidak apa-apa, Nak. Itu hanya kecelakaan," ujar William lembut sambil mencoba membersihkan noda di sepatu gadis itu. Kemudian ia berdiri dan menghadap pria
“Terima kasih,” ucap Ryan setelah turun dari taksi dan memberikan bayaran ke sopir.Beralih menatap sebuah bangunan kantor yang menjulang tinggi di hadapan, Ryan membaca lagi secarik kertas yang diberikan oleh gurunya, memastikan ini adalah tempat yang harus dia tuju.“Snowfield Group,” ulang Ryan, lalu mengangkat pandangan untuk melihat plang besar yang terpatri nyata di depan gedung. “Benar ini,” ucapnya sebelum masuk ke dalam lobi.Awalnya, Ryan berniat untuk langsung pergi ke Ibu Kota–Riverdale dan mencari Master Lucas, pria yang muncul di kediamannya lima tahun lalu dan membunuh ayahnya. Bagaimanapun, dia adalah orang yang paling ingin Ryan bunuh selama lima tahun terakhir. Namun, gurunya bersikeras agar Ryan terlebih dahulu pergi ke Golden River dan menemui seorang wanita bernama Rindy Snowfield. Oleh karena itu, di sinilah Ryan sekarang, di lobi perusahaan Snowfield Group.Mengenakan kaos, topi, dan tas selempang kusam yang tersampir di bahunya, penampilan Ryan yang sederhana
Keheningan mencekam menyelimuti lobi gedung Snowfield Group. Semua mata tertuju pada sosok pemuda yang berdiri tenang di tengah kekacauan. Dua penjaga keamanan tergeletak tak sadarkan diri di dekat pecahan kaca, sementara pemuda itu hanya berdiri diam, seolah tak terjadi apa-apa."Astaga, apa yang baru saja terjadi?" bisik salah seorang karyawan, matanya terbelalak ketakutan."Ssst! Jangan keras-keras. Kau mau jadi korban berikutnya?" balas temannya, menarik lengan si karyawan untuk menjauh.Para resepsionis muda bersembunyi di balik meja, ketakutan. Mereka bahkan tidak melihat pemuda itu menyerang. Semuanya terjadi begitu cepat, seolah-olah kedua penjaga itu tiba-tiba saja terpental dan tak sadarkan diri.Ryan melirik kedua penjaga yang tak sadarkan diri itu dan menggelengkan kepalanya dengan jengkel. Tanpa menghiraukan tatapan ketakutan dari orang-orang di sekitarnya, ia melangkah santai dan duduk di sofa. Dengan tenang, ia mengambil koran yang tergeletak di meja, mulai membacanya
Adel menghela napas lega saat melangkah keluar dari gedung Snowfield Group.Hari ini sungguh tidak terduga, tapi setidaknya situasi dengan pemuda misterius itu sudah mereda. Dia membuka pintu Mercedes-nya, bersiap untuk pergi ke pertemuan berikutnya.Tepat saat dia hendak masuk, pintu penumpang terbuka. Adel terkejut melihat Ryan meluncur masuk dengan santai."Hei! Apa yang kau lakukan?" seru Adel, matanya melebar.Ryan menatapnya dengan serius. Dia bisa melihat aura gelap menyelimuti Adel, tanda adanya bahaya yang mengintai. Teknik Matahari Surgawi-nya memperingatkan bahwa gadis ini akan menghadapi ancaman besar dalam waktu dekat."Kupikir kau mungkin butuh teman ngobrol dalam perjalanan," jawab Ryan ringan, menyembunyikan kekhawatirannya.Adel mengangkat alisnya. "Oh, benarkah? Dan sejak kapan kita jadi teman ngobrol?"Ryan tersenyum. "Sejak aku memutuskan untuk berterima kasih atas bantuanmu tadi."Adel memutar matanya, tapi ada senyum kecil di bibirnya. "Baiklah, tuan misterius.
Keheningan mencekam menyelimuti ruangan. Semua mata tertuju pada sosok Ryan yang baru saja membela Adel dengan berani. Tak seorang pun menyangka akan ada yang berani menentang Effendy Shaw, apalagi di wilayah kekuasaannya sendiri."Hei, kau!" Yohan, salah satu penjilat Effendy, berdiri dengan wajah merah padam. Dia menunjuk ke arah Ryan dengan jari gemetar, suaranya bergetar menahan amarah. "Dasar orang bodoh! Apa kau tahu siapa yang kau hadapi? Lihat pakaianmu, bahkan itu tidak sampai bernilai ratusan ribu. Beraninya orang desa sepertimu menyinggung Tuan Muda Shaw!"Ryan hanya melirik Yohan sekilas, tatapannya dingin dan menusuk. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, aura intimidasi yang dipancarkannya membuat Yohan mundur selangkah.Merasa terhina oleh sikap acuh tak acuh Ryan, Yohan melanjutkan ancamannya dengan suara bergetar, "A-aku hanya perlu menelepon, dan kau bisa mengucapkan selamat tinggal pada kehidupanmu di Golden River!"Ryan mendengus pelan, seolah menganggap ancaman it
Beberapa waktu berlalu, dan suasana di ruangan itu semakin mencekam. Adel, dengan wajah pucat, mencondongkan tubuhnya ke arah Ryan."Dengar," bisiknya, suaranya bergetar, "kau tidak tahu apa yang kau hadapi. Keluarga Shaw mungkin baru naik daun dalam lima tahun terakhir, tapi pengaruh mereka di Golden River tidak bisa diremehkan."Ryan menoleh, senyum tipis tersungging di bibirnya. "Oh ya? Ceritakan padaku."Adel menarik napas dalam-dalam, matanya menyiratkan kekhawatiran yang mendalam. "Keluarga Shaw... mereka bukan sekadar keluarga kaya biasa. Lima tahun lalu, mereka hanya pemilik beberapa properti di Golden River. Tapi sekarang? Mereka menguasai hampir setengah pasar real estate kota ini."Ryan mendengarkan dengan seksama, matanya menyipit sedikit mendengar perkembangan pesat keluarga Shaw."Bukan hanya itu," Adel melanjutkan, suaranya semakin pelan. "Mereka punya koneksi politik yang kuat. Walikota, kepala kepolisian, bahkan beberapa anggota dewan kota—semuanya berada di bawah pe
"Seekor semut, katamu?" Ryan tersenyum dingin. "Mungkin kau perlu memeriksa matamu, Pak Tua."Tetua Zimmer mendengus mendengar balasan Ryan. Dia mengambil posisi bertarung, kedua tangannya terangkat di depan dada. "Anak muda, aku akan memberimu kesempatan terakhir untuk berlutut dan memohon ampun. Jika tidak, jangan salahkan aku jika kau tidak bisa meninggalkan tempat ini dengan utuh."Ryan hanya mengangkat alisnya, ekspresinya masih tenang. "Oh? Lalu apa yang akan kau lakukan? Membunuhku dengan omong kosongmu?"Kemarahan melintas di wajah Tetua Zimmer. Tanpa peringatan lebih lanjut, dia melesat maju, telapak tangannya mengarah langsung ke dada Ryan."Teknik Telapak Angin Topan!"Serangan Tetua Zimmer begitu cepat hingga mata biasa nyaris tidak bisa mengikutinya. Angin kencang berputar di sekitar telapak tangannya, menciptakan pusaran udara yang mampu meremukkan tulang.Namun, Ryan tetap berdiri di tempatnya, tidak bergerak sedikitpun."Ryan, awas!" teriak Adel panik, tangannya menu
"Berlututlah dan letakkan tanganmu di belakang kepala! Ini peringatan kedua!" suara wanita itu terdengar lagi, kali ini dengan nada yang lebih tegas.Ryan tetap tidak bergerak. Ia hanya menatap polisi wanita itu, mengamati sosoknya yang mencolok. Wanita itu berdiri tegak dengan postur yang menunjukkan kewibawaan, tingginya sekitar 170 cm dengan tubuh ramping namun berotot. Rambut hitamnya yang panjang diikat rapi dalam sanggul tinggi, memberikan kesan profesional sekaligus feminin. Wajahnya oval dengan tulang pipi tinggi dan mata coklat gelap yang tajam. Seragam polisinya yang rapi membalut tubuhnya dengan pas, menegaskan lekuk tubuhnya yang proporsional.Saat petugas wanita itu hendak memberinya peringatan ketiga, Adel bergegas maju dan meraih tangan Ryan tanpa ragu-ragu.Dia mengangkat keduanya ke atas kepala Ryan dan memaksa Ryan untuk berlutut.Setelah melakukan semua itu, Adel berlutut di samping Ryan. Dia berbisik, "Sekarang bukan saatnya melamun. Mereka akan benar-benar memb
"Nona, Ryan ini..." Wilhem Herbald tiba-tiba bersuara, menyadarkan Juliana dari lamunannya.Menatap sosok Ryan yang masih berdiri tenang, Juliana membuat keputusan. "Mulai sekarang, Keluarga Herbald akan memasok orang ini dengan sumber daya apapun!""Nanti saat kita kembali, keluarkan bahan untuk Pedang Surgawi Excalibur dari ruang rahasia. Karena Ryan membutuhkannya, kita akan memberikannya tanpa syarat!"Wajah Wilhem Herbald seketika memucat. "Nona Muda, bahan untuk Pedang Surgawi Excalibur adalah...""Nilai Ryan lebih tinggi dari pedang," Juliana memotong tegas, "dan bahkan lebih tinggi dari leluhur kita yang menempa pedang itu!"Wilhem Herbald tak mampu berkata-kata lagi meski ekspresinya masih dipenuhi keengganan.Sementara itu, Ryan melangkah santai mendekati peti mati. Dengan tangan terlipat di belakang punggung, ia menatap Tang San yang terbaring lemah di dalamnya."Sepertinya aku memilih ukuran peti mati yang tepat untukmu," ujarnya dengan senyum dingin.Meski amarah masih be
Tang San yang hendak menyerang mendadak berhenti. Matanya terpaku pada bekas tebasan di lantai yang membelah aula perjamuan menjadi dua bagian sempurna. Kekuatan mengerikan macam apa yang mampu melakukan ini?Untuk pertama kalinya dalam hidupnya, Tang San merasakan ketakutan yang begitu nyata. Dia merasa begitu tidak berdaya menghadapi monster di hadapannya."Ini..."Juliana Herbald menatap Ryan dengan mata terbelalak tak percaya. Seolah ribuan ombak menghantam jiwanya saat ia mengalihkan pandangan ke Pedang Caliburn.Pedang itu memang ditempa oleh pandai besi terhebat Keluarga Herbald, dan memang sangat kuat. Namun bahkan dalam kondisi utuh sekalipun, pedang itu tak mungkin mampu melancarkan serangan sedahsyat ini. Apalagi dalam keadaan rusak seperti sekarang!Realisasi menghantam Juliana–kekuatan sejati ini berasal dari Ryan sendiri! Selama ini dia lebih menghargai pedang daripada orangnya. Benar-benar kesalahan fatal!'Sial!' batinnya getir. 'Aku salah besar! Ryan bernilai l
Tanpa membuang waktu, Ryan melompat ke dinding dan menekuk lututnya. Dalam satu gerakan eksplosif, ia mendorong tubuhnya ke arah tiga grandmaster yang tersisa. Pedang Suci Caliburn berpendar dingin di tangannya. Ketiga praktisi yang tersisa segera mengeluarkan senjata masing-masing. Namun sebelum mereka sempat menyerang, Ryan telah muncul di hadapan Wesly. Tak ada belas kasihan dalam gerakan Ryan saat Pedang Caliburn yang dipenuhi energi spiritual melesat membelah udara. Pedang Wesly hancur berkeping-keping oleh tebasan itu. Darah segar mengalir dari leher Wesly. Ia mencoba bicara namun tubuhnya tak lagi merespons. Dalam gerakan mulus yang mengerikan, kepalanya terpisah dari tubuh. Satu gerakan! Hanya butuh satu gerakan untuk membunuh seorang grandmaster! Seluruh ruangan menahan napas menyaksikan pembantaian itu. Juliana Herbald, Wilhem Herbald, Frederich Herbald, dan Herold Snowfield gemetar di tempat duduk mereka. Wajah mereka dipenuhi ketakutan dan ketidakpercayaa
Keheningan total menyelimuti ruangan. Keluarga Herbald yang legendaris berniat melindungi Ryan? Ini di luar dugaan semua orang! "Aku tidak mengerti mengapa Keluarga Herbald ingin melindungi pria ini..." Tang San menggeram dengan tatapan dingin. Juliana tersenyum misterius. "Karena dia memiliki sesuatu yang diinginkan Keluarga Herbald, sehingga kami merasa perlu untuk melakukannya." "Pertimbangkan kembali orang-orang di balik Keluarga Herbald-ku," lanjutnya dengan nada mengancam. "Jangan hancurkan masa depan dan kultivasimu yang hebat karena keinginan egoismu sendiri!" Wajah Tang San menggelap mendengar ancaman terselubung itu. Sementara Juliana melangkah anggun mendekati Ryan. "Aku akan membawamu pergi dengan selamat sekarang, dan kau harus memberikan benda itu kepadaku," ujarnya dengan senyum misterius. "Kesepakatan ini seharusnya memuaskan, bukan?" Juliana Herbald tersenyum penuh percaya diri. Dia yakin Ryan tidak punya pilihan! Saat ini, Keluarga Herbald adalah satu-
Salah satu dari mereka bangkit dengan wajah merah padam. Energi qi menguar dari tubuhnya saat ia membentak, "Siapa kau yang berani membuatku...!" Namun sebelum kalimatnya selesai, Ryan telah bergerak. Dalam sekejap mata, tangannya mencengkeram leher pria itu dan melemparkannya ke dinding terdekat. KRAK! Suara tulang retak memenuhi ruangan saat tubuh pria itu menghantam tembok dengan keras. Para tamu terkesiap ngeri melihat demonstrasi kekuatan itu. Tanpa menghiraukan keterkejutan di sekitarnya, Ryan membantu Jeremy duduk sebelum melangkah menghampiri Paman Wong dan Bibi Sandra. Tatapannya menggelap melihat wajah pucat keduanya. 'Organ dalam mereka terluka parah,' Ryan menganalisis dengan cepat. Amarah dingin mulai bergolak dalam dadanya. Bagaimanapun, mereka hanyalah warga biasa. Tang San keterlaluan melibatkan orang-orang tak berdosa dalam dendam pribadinya. Ryan mengeluarkan dua butir pil lagi, memberikan satu pada Wong Ren yang berdiri gemetar menahan amarah di sampi
Di salah satu meja, mata Juliana Herbald terbuka, menatap Ryan dengan rasa ingin tahu. Sudut bibirnya melengkung membentuk senyum tipis. Ini pertama kalinya dia melihat pemuda semenarik ini di Nexopolis. Sementara itu, wajah Frederick dan seluruh anggota keluarga Pierce serta Snowfield memucat. "Apa yang Tuan Ryan lakukan di sini?" Frederick berbisik putus asa. "Dia terlalu gegabah!" Ryan melangkah tenang membawa peti mati menuju Tang San. Namun lima praktisi bela diri dari Asosiasi langsung menghadangnya dengan senjata terhunus. "Ryan, beraninya kau muncul di sini! Kau cari mati!" Mata Ryan berkilat merah penuh nafsu membunuh. Ia mengangkat peti mati dari bahunya dan menggunakannya sebagai senjata. BOOM! BOOM! BOOM! Peti mati menghantam tubuh para praktisi satu per satu, membuat mereka terpental menabrak dinding dan lantai. Darah segar mengucur dari luka-luka mereka yang menganga. Namun sebelum mayat mereka menyentuh lantai, sepuluh praktisi lain telah maju menggantikan
Tatapan Tang San beralih pada Jeremy. Ia melangkah maju dan menginjak lengan orang tua itu dengan sepatu kulitnya yang mengilap. KRAK! Suara tulang patah memenuhi ruangan. "Kudengar kau punya hubungan baik dengan Ryan dan telah bekerja keras untuknya," ujar Tang San. "Apa kau pikir anak itu akan datang menyelamatkanmu?" "Karena ini ulang tahunku yang ke-60, katakan sesuatu yang baik. Mungkin aku akan memaafkanmu jika itu membuatku senang." Jeremy menahan rasa sakitnya dan mengangkat wajah, menatap Tang San dengan sorot mata dingin. "Aku baru mengenal Tuan Ryan beberapa bulan," ujarnya tegas. "Tapi ada satu hal yang pasti kuketahui–siapa pun yang menyinggungnya akan mati. Kau tidak akan jadi pengecualian!" Kalimat terakhir Jeremy teriakkan penuh amarah. ** Sementara itu di luar Paviliun Riverside, sebuah truk pikap berhenti. Di baknya terdapat sebuah peti mati. Seorang pemuda melangkah turun, tatapannya lebih dingin dari es. "Ketua Guild, Guild Round Table siap menunggu perint
Franklin Pierce, Fabian Pierce, dan Herold Snowfield duduk di meja yang sama, wajah mereka dipenuhi kekhawatiran. Tak seorang pun menyangka Ryan akan melakukan hal segila ini. "Pengaruh dan sumber daya kita tak akan mampu menyelamatkannya kali ini," bisik Franklin gelisah. "Bahkan jika orang-orang penting ingin turun tangan, situasinya terlalu rumit," Fabian menimpali. "Ini juga alasan Eagle Squad tidak muncul." Mereka hanya bisa berharap Ryan cukup bijaksana untuk tidak muncul hari ini. Di meja lain, seorang gadis cantik duduk dengan anggun, kakinya disilangkan dengan apik. Matanya yang cerah memancarkan kecerdasan, dan setiap gerak-geriknya menunjukkan keanggunan alami. Juliana Herbald–mungkin sosok paling menarik di Paviliun Riverside saat ini. Di sampingnya duduk seorang pria paruh baya–Wilhem Herbald, kepala Keluarga Herbald. Matanya terus melirik ke arah pintu dengan gelisah. "Jika Ryan benar-benar datang," bisiknya pada Juliana, "apakah kita benar-benar akan melindung
"Saya berada di peringkat 307 dalam ranking grandmaster Nexopolis," ujarnya cepat. "Saya bersedia bekerja untuk Tuan Ryan, membantu menghadapi Tang San!" Namun tanpa pikir panjang, Ryan langsung menjawab dingin, "Kau tidak layak. Mati saja!" WHAM! Kaki kanan Ryan menghantam dada Tetua Jobs dengan kekuatan penuh. Meski sang tetua bereaksi cepat, mengumpulkan energi qi ke telapak tangannya untuk bertahan... KRAK! KRAK! Organ dalamnya hancur seketika oleh tendangan mematikan itu. Tubuhnya terpental jauh, menabrak pohon besar hingga tulang belakangnya patah. "Uhuk!" Darah segar menyembur dari mulutnya sebelum kehidupan meninggalkan tubuhnya yang remuk. Hao Yuan menyaksikan semua itu dengan takjub. Namun ia tak merasa takut–ia tahu pemuda ini datang untuk menyelamatkan, bukan membunuhnya. Setelah membereskan ketiga tetua, tatapan Ryan beralih pada Selly. Dengan gerakan santai ia mengeluarkan sebatang rokok dan menyalakannya, menghisap dalam-dalam sebelum melangkah mendekati gad