Natasha mempercepat langkahnya saat mendengar suara Sergei kembali. Tidak mudah bagi wanita itu untuk berjalan cepat. Pasalnya dia juga harus membantu Ivan untuk berjalan. Kemungkinan besar Sergei bisa mengejar mereka. Itulah yang paling ditakuti oleh Natasha.“Sebaiknya kamu meninggalkanku di sini, Natasha. Aku akan menghalangi pria brengsek itu. Kamu tinggal berjalan beberapa meter dan kamu akan bertemu dengan beberapa anggota Matvey yang berjaga.” Ucap Ivan yang mulai kelelahan. Pasalnya berjalan dengan kehilangan banyak darah tidaklah mudah.Natasha menggelengkan kepalanya. “Tidak, Ivan. Aku tidak akan meninggalkanmu di sini. Bagi Leon kamu sudah seperti seorang kakak. Artinya aku juga sudah menganggapmu sama. Jadi aku tidak akan meninggalkan keluargaku dalam bahaya.”“Tapi, Natasha. Bagaimana jika pria brengsek itu bisa menangkapmu.”“Aku tidak tahu. Mungkin aku akan melawannya. Tapi yang pasti aku tidak akan menuruti ucapanmu untuk meninggalkanmu di tempat ini. Tapi ada sesuatu
Tubuh Ivan menegang saat mendengar suara tembakan. Dia takut terjadi hal buruk pada Natasha. Dengan menopang kedua tangannya pada pohon, Ivan berusaha untuk berdiri. Meskipun harus menahan rasa sakit di seluruh tubuhnya, dia tetap berjuang agar bisa berdiri. Setelah berhasil, pria itu berjalan menuju ke sumber suara. Tubuhnya terasa lemah karena terluka dan kehilangan banyak darah. Sehingga dia membutuhkan bantuan pepohonan untuk menahan tubuhnya.Langkah Ivan terhenti saat mendengar suara langkah kaki mendekat. Matanya menatap sekeliling untuk melihat siapa yang datang. Ivan bernafas lega saat melihat Natasha berjalan menghampirinya. “Syukurlah kamu baik-baik saja, Natasha. Apa yang terjadi?” Natasha meraih satu tangan Ivan dan membantu pria itu untuk berjalan. “Aku berhasil menembak kepalanya. Aku berharap dia tidak akan bangun lagi. Entah berapa nyawa yang dia miliki jika dia bisa bangun.”“Jadi akhirnya semua berakhir?”Natasha menganggukkan kepalanya. “Aku berharap begitu. Aku
Zoya berjalan di lorong rumah sakit dengan membawa sekeranjang buah-buahan. Langkahnya terhenti saat keraguan melanda dirinya. Dia sebenarnya tidak ingin pergi. Dia merasa akan membuat Liev salah paham dengan kedatangannya. Tapi jika mengingat bagaimana laki-laki itu merawatnya saat sedang sakit, membuat perasaannya tidak enak. Zoya merasa dirinya harus membalas kebaikan laki-laki itu.“Mrs. Pegova?” Zoya terlonjak mendengar panggilan itu. Jantungnya seakan melompat dari tempatnya karena terlalu terkejut. Kemudian tatapan wanita itu tertuju pada Liev dan Evelina yang berdiri tidak jauh darinya dengan mengenakan piyama rumah sakit. Seketika Zoya menghampiri mereka.“Apa yang kalian lakukan di lorong rumah sakit? Bukankah kalian terluka? Kenapa justru berjalan-jalan?” panik Zoya.Evelina menyunggingkan senyuman. “Kami baru saja menjenguk ibu kamu yang juga terluka. Tapi aku baik-baik saja, Mrs. Pegova. Kamu tidak perlu mencemaskanku. Kamu hanya perlu mencemaskan Liev. Tangannya tertemb
Zoya mengulurkan sendok berisi bubur ke arah Kiev. Laki-laki yang saat ini duduk di atas ranjang itu membuka mulutnya dengan ekspresi senang. Bahkan matanya berbinar karena Zoya mau menyuapinya. "Aku pikir kamu tidak akan menjengukku, Mrs. Pegova." Ucap Liev setelah menelan bubur di dalam mulutnya. "Kamu merawatku saat aku sakit. Jadi ini anggap saja sebagai balasan karena kebaikanmu itu." Ucap Zoya terdengar dingin. "Jadi kamu tidak khawatir karena aku terluka, Mrs. Pegova?" harapan Liev yang berpikir jika wanita itu mulai memperhatikannya karena rasa suka ternyata tidak nyata. "Sedikit."Bibir Liev kembali tersenyum. "Sedikit jauh lebih baik daripada tidak sama sekali. Ada harapan jika kamu mulai menyukaiku, Mrs. Pegova.""Aku pikir kamu berharap terlalu tinggi, Liev. Aku tidak akan menyukaimu. Aku khawatir karena kamu adalah mahasiswa ku. Sehingga wajar jika aku mengkhawatirkan kamu." Zoya berusaha membunuh harapan yang timbul dalam hati Liev. "Tidak akan menyukaiku? Sepertiny
Irina melongo karena terkejut melihat Karl langsung memeluk Svetlana tanpa adanya peringatan. Dia bisa melihat Svetlana juga terkejut dengan apa yang terjadi padanya. Gadis itu kehilangan akal sehatnya sejenak karena terkejut. Namun detik berikutnya Svetlana mendorong laki-laki itu dengan keras agar melepaskan pelukannya. Seketika ketakutan menjalari gadis itu. Terutama ketika bayangan masa lalu kembali membayanginya.Karl yang terhuyung ke belakang meringis sakit. Karena ketika Svetlana mendorong tubuhnya, wanita itu tanpa sengaja mengenai lukanya. Karl yang terlalu memaksakan diri untuk datang menemui Svetlana dengan kondisi tubuh yang pulih benar. Sehingga akhirnya Karl tak mampu menahan kesadarannya kembali dan jatuh pingsan di jalan. Svetlana dan Irina yang melihat hal itu tampak terkejut. Ditambah melihat darah yang merembes ke piyama rumah sakit yang dikenakan oleh Karl membuat Svetlana melotot kaget."Oh, tidak. Apakah aku membunuhnya, Bos? Bagaimana ini? Aku tidak siap ditang
Karl mengerang dengan mata yang masih terpejam. Dia merasa sesuatu yang basah menyentuh kulit di pipinya. Awalnya Karl berpikir mungkin itu adalah perasaannya saja, namun detik berikutnya Karl merasakan kembali bagian di pipinya basah. Akhirnya Karl membuka matanya untuk melihat apa yang terjadi. Tepat saat Karl membuka matanya, dia melihat seorang bayi duduk di sampingnya dengan senyuman lebar di wajahnya. Seketika Karl memicingkan matanya melihat bayi yang tidak dikenalnya. Segera dia menegakkan tubuhnya hingga duduk di atas kasur lantai. Namun detik berikutnya Karl meringis saat merasakan sakit di luka di perutnya. "Ah, akhirnya kamu sadar juga."Suara itu membuat Karl menoleh. Dia bisa melihat Svetlana berlari menghampirinya. "Apa yang terjadi?" tanya Karl kebingungan. Seketika wajah Svetlana berubah pucat. "Oh, tidak. Apakah kamu tidak ingat apapun? Apakah aku mendorongmu terlalu keras? Oh, tidak. Bagaimana ini? Aku tidak mau dipenjara." Panik Svetlana. Karl melongo melihat
Fokus, Lana. Kamu harus fokus. Kalimat itu terus berulang-ulang dalam pikiran Svetalan saat dia melilitkan perban di perut Karl. Pasalnya saat melilitkan perban itu, Svetlana harus memeluk Karl. Hal itu yyang membuat kedua pipi Svetlana merona merah. Biasanya Svetlana akan menjaga jarak atau bersikap kikuk di depan laki-laki. Tapi berbeda dengan Karl. Gadis itu seakan menurunkan kewaspadaannya. Svetlana berpikir mungkin hal ini terjadi karena Karl sudah menolongnya dua kali sehingga membuat gadis itu berpikir jika Karl bukanlah pria yang jahat.“Sudah selesai. Kamu bisa me ngenakan pakaianmu kembali.” Ucap Svetlana segera memberikan jarak di antara dirinya dan Karl. “Terima kasih, Lana.” Karl mengambil atasan piyama rumah sakit yang ada di atas lantai.Svetlana sedang membereskan peralatan yang dia gunakan untuk mengobati Karl sampai tatapannya tertuju pada sesuatu. Dia bisa melihat noda darah di atasan piyama laki-laki itu.“Tunggu dulu, Karl.” Ucap Svetlana menghentikan Karl yan
“Karena aku ingin bertemu denganmu.” Svetlana menatap Karl dengan terkejut. “Kamu ingin bertemu denganku? Kenapa?”“Aku pikir kamu akan merasa aneh jika mendengar alasanku.”Gadis itu memicingkan matanya menatap laki-laki di hadapannya. “Aku tidak akan menganggapmu aneh. Jadi bisakah kamu memberitahuku alasannya? Karena mengingat kita tidak dekat. Sangat aneh jika tiba-tiba kamu kabur dari rumah sakit karena ingin menemuiku.”Karl meletakkan sendoknya di atas piring. Kemudian tatapanya tertuju pada Svetlana yang memandangnya dengan tatapan serius. Sebelum mengatakan apapun, Karl mengambil gelas berisi air putih dan menegaknnya sampai setengah gelas. Setelah melegakkan tenggorokkannya, Karl kembali fokus pada Svetlana.“Baiklah, aku akan memberitahumu alasanku kabur dari rumah sakit dan menemuimu. Saat aku tidak sadarkan diri, aku bermimpi tentangmu.”Seketika Svetlana melotot kaget. “Bermimpi tentang aku?”Karl menganggukkan kepalanya. “Ya, aku bermimpi tentang kamu. Sayangnya bukanl