Pavel berdiri di samping ranjang di mana Moritz berbaring masih belum sadarkan diri. Tatapan laki-laki itu tampak begitu sedih melihat kondisi sang adik. Sejak kecil, Pavel selalu menjadi malaikat penjaga bagi Moritz. Pavel sangat menyayangi sang adik sehingga tidak ingin siapapun menyakitinya. Karena itu ketika mendengar ada seseorang yang melukai sang adik Pavel tidak bisa menahan diri untuk tidak membalaskan dendam.Pavel menghampiri ranjang sang adik. Berhenti ketika pahanya menabrak ujung ranjang. Kemudian tangannya terulur untuk menyentuh tangan Moritz, menggenggam tangan sang adik dengan begitu posesif. Tangan sang adik lebih dingin dari biasanya. Membuat Pavel mengkhawatirkan sang adik.“Aku sudah membalas perbuatan si brengsek Matvey itu, Moritz. Karena itu tidak bisakah kamu membuka matamu, Brother? Aku pikir kamu akan senang jika mendengar aku berhasil membuat si brengsek Matvey itu mendapatkan balasaannya.” Dengan satu tangannya yang lain, Pavel mengusap matanya. Dia tida
Svetlana mengamati ponselnya berkali-kali. Pasalnya setelah mengirim pesan beberapa kali kepada Ares, laki-laki itu tidak kunjung membalas. Bahkan pesan dari gadis itu sama sekali belum dibaca.“Ada apa dengan, Ares?” gumam Svetlana cemas.“Sepertinya dari tadi kamu melihat ponselmu terus, Lana. Apakah kamu sedang ada janji dengan seseorang?” Suara Irina mengalihkan perhatian Svetlana yang sedang membersihkan meja.Gadis itu menggelengkan kepalanya. “Tidak, Bos. Aku tidak memiliki janji dengan seseorang.”“Tapi kamu kelihatan sedang mencemaskan sesuatu, Lana.”Svetlana tampak terkejut mendengar ucapan bosnya. “Apakah terlihat begitu jelas, Bos?”Irina terkekeh geli melihat ekspresi Svetlana. “Sangat jelas. Bahkan seperti tertulis di wajahmu. Jadi siapa yang kamu cemaskan? Apakah kekasih dalam game-mu?”Seketika rona merah menjalari pipi wanita itu. “Sepertinya aku tidak menutupi apapun darimu, Bos.”“Karena kamu terlalu polos, Lana. Jadi apa yang terjadi dengan kekasihmu?”Svetlana me
"Kematian yang aku maksud bukan hanya tentang kematianmu saja. Tapi juga termasuk kematian adikmu. Apakah kamu masih berani menerima hukumanmu, Pavel?"Seketika tubuh Pavel menegang mendengar ucapan Leon. Sebelumnya laki-laki itu sama sekali tidak takut dengan apa yang akan menimpa dirinya. Tapi ketika Leon menyinggung soal adiknya, seketika Pavel menjadi ketakutan. "Aku yang melukai Karl. Untuk apa kamu membawa adikku?" tanya Pavel menahan amarahnya.Leon tersenyum sinis berhasil membuat Pavel ketakutan. "Karena adikmu adalah penyebab kamu melukai putraku. Tentu saja dia juga perlu dibunuh."Pavel menggelengkan kepalanya. "Tidak. Jangan sakiti Moritz. Dia tidak sama sekali tidak salah.”“Sayangnya dia akan tetap menjadi masalah jika dia tetap hidup. Jika dia tahu alasan kamu dibunuh adalah karena Karl, maka dia hanya akan menjadi masalah besar untuk putraku. Jadi lebih baik melenyapkan kalian berdua.” Ucap Leon dengan nada serius. Dia tidak akan membiarkan putranya kembali terluka o
Tenanglah, Natasha. Jangan takut. Kamu bukanlah gadis muda yang tidak melawan. Kamu hanya perlu menunggu waktu yang tepat untuk melawan. Natasha terus mengatakan kalimat-kalimat itu untuk menenangkan dirinya. Saat ini wanita itu sudah mengganti pakaiannya dengan gaun pendek yang dipilihkan oleh Sergei. Dia tidak tahu apa yang akan dilakukan oleh pria gila itu. Tapi yang pasti Natasha harus merencanakan untuk melarikan diri dari tempat ini.Lalu tatapan Natasha tertuju pada tubuh Ivan yang masih tergeletak di atas lantai. Ingin sekali wanita itu mengecek apakah anak buah Leon itu masih hidup atau tidak. Rasanya berat meninggalkan Ivan di tempat ini. Karena Natasha sudah mengenal pria itu dengan baik."Sudah kuduga kamu tampak sangat menakjubkan mengenakan pakaian itu, Barbie Natasha ku."Suara Sergei membuat tubuh Natasha menegang. Bahkan dia tidak berani bergerak sedikit saja. Seakan Sergei akan memukulnya jika dia bergerak. Dia bisa melihat Sergei berjalan menghampiri Natasha. Dari
Natasha mempercepat langkahnya saat mendengar suara Sergei kembali. Tidak mudah bagi wanita itu untuk berjalan cepat. Pasalnya dia juga harus membantu Ivan untuk berjalan. Kemungkinan besar Sergei bisa mengejar mereka. Itulah yang paling ditakuti oleh Natasha.“Sebaiknya kamu meninggalkanku di sini, Natasha. Aku akan menghalangi pria brengsek itu. Kamu tinggal berjalan beberapa meter dan kamu akan bertemu dengan beberapa anggota Matvey yang berjaga.” Ucap Ivan yang mulai kelelahan. Pasalnya berjalan dengan kehilangan banyak darah tidaklah mudah.Natasha menggelengkan kepalanya. “Tidak, Ivan. Aku tidak akan meninggalkanmu di sini. Bagi Leon kamu sudah seperti seorang kakak. Artinya aku juga sudah menganggapmu sama. Jadi aku tidak akan meninggalkan keluargaku dalam bahaya.”“Tapi, Natasha. Bagaimana jika pria brengsek itu bisa menangkapmu.”“Aku tidak tahu. Mungkin aku akan melawannya. Tapi yang pasti aku tidak akan menuruti ucapanmu untuk meninggalkanmu di tempat ini. Tapi ada sesuatu
Tubuh Ivan menegang saat mendengar suara tembakan. Dia takut terjadi hal buruk pada Natasha. Dengan menopang kedua tangannya pada pohon, Ivan berusaha untuk berdiri. Meskipun harus menahan rasa sakit di seluruh tubuhnya, dia tetap berjuang agar bisa berdiri. Setelah berhasil, pria itu berjalan menuju ke sumber suara. Tubuhnya terasa lemah karena terluka dan kehilangan banyak darah. Sehingga dia membutuhkan bantuan pepohonan untuk menahan tubuhnya.Langkah Ivan terhenti saat mendengar suara langkah kaki mendekat. Matanya menatap sekeliling untuk melihat siapa yang datang. Ivan bernafas lega saat melihat Natasha berjalan menghampirinya. “Syukurlah kamu baik-baik saja, Natasha. Apa yang terjadi?” Natasha meraih satu tangan Ivan dan membantu pria itu untuk berjalan. “Aku berhasil menembak kepalanya. Aku berharap dia tidak akan bangun lagi. Entah berapa nyawa yang dia miliki jika dia bisa bangun.”“Jadi akhirnya semua berakhir?”Natasha menganggukkan kepalanya. “Aku berharap begitu. Aku
Zoya berjalan di lorong rumah sakit dengan membawa sekeranjang buah-buahan. Langkahnya terhenti saat keraguan melanda dirinya. Dia sebenarnya tidak ingin pergi. Dia merasa akan membuat Liev salah paham dengan kedatangannya. Tapi jika mengingat bagaimana laki-laki itu merawatnya saat sedang sakit, membuat perasaannya tidak enak. Zoya merasa dirinya harus membalas kebaikan laki-laki itu.“Mrs. Pegova?” Zoya terlonjak mendengar panggilan itu. Jantungnya seakan melompat dari tempatnya karena terlalu terkejut. Kemudian tatapan wanita itu tertuju pada Liev dan Evelina yang berdiri tidak jauh darinya dengan mengenakan piyama rumah sakit. Seketika Zoya menghampiri mereka.“Apa yang kalian lakukan di lorong rumah sakit? Bukankah kalian terluka? Kenapa justru berjalan-jalan?” panik Zoya.Evelina menyunggingkan senyuman. “Kami baru saja menjenguk ibu kamu yang juga terluka. Tapi aku baik-baik saja, Mrs. Pegova. Kamu tidak perlu mencemaskanku. Kamu hanya perlu mencemaskan Liev. Tangannya tertemb
Zoya mengulurkan sendok berisi bubur ke arah Kiev. Laki-laki yang saat ini duduk di atas ranjang itu membuka mulutnya dengan ekspresi senang. Bahkan matanya berbinar karena Zoya mau menyuapinya. "Aku pikir kamu tidak akan menjengukku, Mrs. Pegova." Ucap Liev setelah menelan bubur di dalam mulutnya. "Kamu merawatku saat aku sakit. Jadi ini anggap saja sebagai balasan karena kebaikanmu itu." Ucap Zoya terdengar dingin. "Jadi kamu tidak khawatir karena aku terluka, Mrs. Pegova?" harapan Liev yang berpikir jika wanita itu mulai memperhatikannya karena rasa suka ternyata tidak nyata. "Sedikit."Bibir Liev kembali tersenyum. "Sedikit jauh lebih baik daripada tidak sama sekali. Ada harapan jika kamu mulai menyukaiku, Mrs. Pegova.""Aku pikir kamu berharap terlalu tinggi, Liev. Aku tidak akan menyukaimu. Aku khawatir karena kamu adalah mahasiswa ku. Sehingga wajar jika aku mengkhawatirkan kamu." Zoya berusaha membunuh harapan yang timbul dalam hati Liev. "Tidak akan menyukaiku? Sepertiny