"Ayah, kalau ada waktu lagi, jenguk Aksa ya? Ayah datang saja, Aksa sudah bahagia," kata Aksa ketika Farhan berpamitan mau pulang. Farhan tampak memeluk Aksa cukup lama."Insyaallah, ya Nak. Kalau Ayah sehat dan ada waktu, pasti Ayah kesini lagi." Farhan berkata sambil melepaskan pelukannya. Akhirnya mereka pun pulang, tampak raut kebahagiaan terpancar di wajah Farhan. Ia sangat lega telah menjenguk Aksa dan memastikan kalau Aksa sehat dan bahagia di pesantren."Kok kesini?" tanya Liqa ketika melihat mobil Keenan berhenti di sebuah rumah makan."Kita makan dulu. Aku kan pernah janji sama kamu mau mengajakmu wisata kuliner. Disini makanannya enak-enak dan murah meriah," jawab Keenan."Ayo Om, kita makan dulu," ajak Keenan, kemudian ia keluar dari mobilnya. Farhan dan Liqa pun ikut keluar dari mobil. Mereka masuk ke rumah makan dan memesan makanan."Pindang tempoyaknya enak lho Om. Ada ikan baung juga ikan patin," kata Keenan berpromosi. "Tempoyak baung saja," jawab Farhan."Kamu pes
"Melia pernah mengancam Liqa, kalau sampai Liqa mengadukan tentang video itu, ia akan membuat hancur hidup Liqa. Tapi Liqa kan nggak bercerita sama ayah tentang video itu?" kata Liqa menjelaskan pada ayahnya."Iya, ayah tahu video itu dari teman kantor.""Bu Rosita juga pernah mengancam Liqa, katanya Liqa iri dengan Melia. Jadi menurutnya Liqa merekayasa video itu.""Ayah percaya sama kamu." Farhan berkata untuk meyakinkan Liqa.Akhirnya sampai juga di depan kost Melia, sebuah tempat kost yang dari luar tampak mewah. Seperti apartemen atau malah menyerupai hotel. Mobil Keenan pun berhenti di depan kost Liqa."Wah, kostnya Melia mewah ya? Pasti mahal bayarnya," celetuk Liqa berdecak kagum.Hati Farhan berdesir mendengar ucapan Liqa, ia merasa tertampar. Ucapan Liqa terdengar seperti menyindir Farhan, karena ia membedakan perlakuan antara Liqa dan Melia. Selama ini Melia memang selalu menjadi prioritas Farhan dibandingkan Liqa dan Aksa. Tentu saja atas desakan Rosita."Kamu mau pindah k
Mobil merah yang diikuti Keenan masuk ke dalam sebuah hotel dan berhenti di tempat parkir. Keenan pun mengikuti laju mobil merah itu, dan berhenti tidak jauh dari tempat parkir mobil merah itu. Tampak seorang perempuan keluar dari mobil merah dengan dandanan yang terlalu terbuka."Melia," gumam Farhan."Melia!" panggil Farhan dari dalam mobil dengan spontan. Ia lupa kalau teriakannya tidak bakal terdengar dari luar, karena mobil Keenan masih terkunci dari dalam."Teriakan Ayah nggak bakal di dengar Melia," kata Liqa, Farhan baru tersadar, kemudian tertawa menyadari kebodohannya. Melia tetap berjalan ke dalam hotel itu, dengan langkah yang terburu-buru, mungkin takut kalau ada yang mengenalnya. Farhan, Liqa dan Keenan segera keluar dari mobil. Mereka berusaha mengikuti Melia. Melia mulai menghilang dari pandangan mata. Keenan yang sigap segera berlari mencari jejak Melia. Tinggallah Farhan dan Liqa yang tampak kebingungan. Mereka berdua hanya duduk di kursi yang ada."Mobil tadi punya
Cekrek! Cekrek! Liqa langsung mengambil gambar Melia, seketika ia terperanjat melihat tubuh Melia polos tanpa pakaian. Farhan dengan sigap melempar pakaian yang berserakan di lantai.Keenan yang melihat kejadian ini langsung memalingkan wajahnya. Ia menjadi malu sendiri karena sempat melihat tubuh polosnya Melia."Pakai!" teriak Farhan."Hei apa-apaan ini! Kalian melanggar privasi kami," teriak Ibra sambil mendekati Farhan, tapi sudah dihadang oleh Keenan."Melia ini anakku, kamu apakah dia?" sahut Farhan."Kamu ayahnya? Makanya jadi ayah itu pandai-pandai memenuhi kebutuhan anaknya. Bukan aku yang mencari Melia, tapi Melia yang mencariku. Tanya saja sama dia, aku sudah membayarnya, jadi aku berhak melakukan apapun padanya." Ibra berkata dengan angkuhnya Farhan dan Liqa tampak shock mendengar kata-kata Ibra. Ibra segera memakai pakaiannya dan kemudian berjalan mendekati pintu dan ia berhenti sejenak di dekat Farhan."Anakmu sangat hebat di ranjang, tidak rugi aku membayar lebih padan
"Aku sudah tidak ada hubungan apa-apa dengannya." Keenan berkata dengan mata tetap fokus menatap jalan. "Kenapa? Bukannya Clara itu cantik?" tanya Liqa sambil menatap Keenan."Cantik fisik saja tidak cukup kalau tidak diimbangi cantik hati."Liqa terdiam, memang benar kata-kata Keenan tadi. Clara itu memang cantik fisik, tapi hatinya berbanding terbalik dengan fisiknya.Keenan memang sudah putus dengan Clara beberapa hari yang lalu. Selama ini kalau mereka ribut, Clara selalu mengancam minta putus. Hubungan Keenan dan Clara memang putus nyambung. Tapi ketika mereka bertengkar yang terakhir dan Clara minta putus, akhirnya Keenan benar-benar mengabulkan permintaan Clara. Ia sudah lelah dengan sikap Clara.Sekarang Keenan sudah terbebas dari Clara, karena itu ia mencoba memberanikan diri untuk mendekati Liqa. Ketika Farhan tadi memintanya untuk menjaga Liqa, semangat Keenan langsung naik. Ia tidak akan menyia-nyiakan kepercayaan Farhan.Mobil pun berhenti di depan kost Liqa. Sebenarnya
“Mas, penyesalan itu memang selalu datang terakhir. Menyesal pun tidak akan merubah keadaan, tapi membuat kita semakin berhati-hati dalam bertindak. Mu gin Mas Farhan bukanlah suami yang baik untuk Sari. Tapi Mas Farhan bisa belajar menjadi ayah yang baik untuk Liqa dan Aksa. Belum terlambat untuk dekat dengan mereka. Karena merekalah yang selalu menyebut nama Mas Farhan di dalam doanya. Bukan Mbak Rosita dan Melia. Maaf, Mas, bukannya aku sok menasehati. Tapi hanya mengingatkan saja.” Citra berkata panjang lebar. “Terima kasih sudah mengingatkanku. Maaf kalau dulu aku tidak pernah mendengarkan masukan darimu.”“Namanya juga sedang kasmaran, mana mempan diberi nasehat.” Citra tertawa."Lho, Pakde Farhan, apa kabar?" sapa Steven yang baru saja masuk bersama adiknya yang bernama Stella. Steven dan Stella adalah adiknya Clara. Steven masih SMA sedangkan Stella masih SMP."Alhamdulillah kabar baik. Dari mana?" sahut Farhan sambil menerima uluran tangan Steven. "Nganterin Stella jalan, P
"Melia, kenapa kamu nggak jujur dengan ibumu? Biar ibumu percaya. Lebih baik ia mendengar dari mulutmu sendiri, daripada mendengar di orang lain. Akan lebih menyakitkan," bujuk Citra. Melia hanya diam saja."Citra, kamu nggak usah ikut-ikutan! Mas, jangan paksa Melia mengakui hal yang tidak ia lakukan. Urus anakmu Liqa, yang kurang ajar itu. Ia akan melakukan berbagai macam cara untuk memfitnah Melia. Ia iri dengan Melia." Rosita masih saja membela Melia.Melia tersenyum dalam hati, ia tahu kalau ibunya akan membelanya mati-matian."Tentu saja Liqa iri dengan Melia. Karena segala kebutuhan Melia aku penuhi! Kost di tempat yang mahal, dibelikan mobil, uang bulanan juga besar. Siapa yang nggak iri kalau seperti itu?" sindir Farhan."Mas, sudahlah. Jangan ikut-ikutan memfitnah Melia. Ia sudah berusaha menjadi anak baik, walaupun agak manja. Nanti biar aku yang menasehati Melia," bujuk Rosita. Rosita pun mendekati Melia."Ibu tahu, kamu bukanlah orang yang seperti itu. Ibu percaya sama k
"Ayo jujur Melia? Apa yang kamu tunggu? Kalau kamu tetap tidak mau jujur, oke, Begitu Ayah keluar dari rumah ini berarti bubar sudah pernikahan Ayah dan ibumu," kata Farhan sedikit mengancam Melia.Semua mata tertuju pada Melia. Melia hanya menunduk."Karena kalian tidak bisa memenuhi semua kebutuhanku," kata Melia dengan pelan."Apa maksudmu?" tanya Farhan."Selama ini uang yang Ayah kirim tidak cukup untuk kehidupanku satu bulan. Kebutuhanku banyak, tapi Ayah dan Ibu tidak mau memahaminya. Karena itu aku menerima tawaran kemewahan dari laki-laki mapan.""Tidak cukup katamu? Memangnya kamu anak orang kaya? Kamu berteman dengan anak orang kaya jadi kamu berlagak seperti anak orang kaya. Kalau memang tidak cukup, kenapa kamu tidak minta sama ayah kandungmu? Bukan mencari dengan cara yang tidak halal. Memalukan sekali!" teriak Farhan.Melia hanya bisa menangis."Kamu tahu, sudah berapa banyak uang yang Ayah keluarkan untukmu. Dengan harapan kamu bisa membanggakan kami. Ternyata kamu mal
Farida terdiam mendengar kata-kata Liqa, tapi ia masih penasaran dengan keluarga Keenan.Tiba-tiba muncul Keenan, ia mendengar Liqa berkata dengan suara yang agak keras. Ia khawatir jika Liqa sedang marah. Ia pun mendekati Liqa, yang tampak terengah-engah karena berbicara panjang lebar.“Sabar, Sayang,” bisik Keenan. Mata Liqa sudah berkaca-kaca, ia sudah sangat kesal dengan Farida.“Ajak Liqa masuk ke kamar, biar dia tenang,” kata Sari pada Keenan.“Ayo Sayang,” ajak Keenan sambil menggandeng tangan Liqa. Mereka berdua berjalan menuju ke kamar.Sampai di kamar Liqa langsung menangis tersedu-sedu.“Kenapa Tante Farida sangat jahat pada Liqa dan Ibu? Selalu saja menghina dan mengejek kami. Nanti kalau aku buka semua aib suaminya, bisa stroke dia.” Liqa berkata dengan pelan.“Aib suaminya? Om Hendri?”Liqa mengangguk. Dengan perlahan Liqa menceritakan tentang Hendri. Ketika dulu Hendri mendekati Sari. Keenan mendengarkan dengan seksama, walaupun ia sangat terkejut dengan fakta yang ia d
Terdengar suara orang mengucapkan salam, Hendri dan Liqa langsung menoleh ke arah pintu. “Waalaikumsalam,” sahut Liqa, ia tidak terkejut karena ia hafal betul suara itu. Hendri sangat terperanjat melihat siapa yang datang, begitu juga dengan Farhan. Ia tak kalah syoknya melihat Hendri ada disini.“Kok kamu ada disini, memangnya pernah kesini ya, dengan siapa? Farida mana?” Farhan memberondong Hendri dengan beberapa pertanyaan. Farhan baru saja pulang dari menemui Rosita, diantar oleh Aksa.“Aku memang pernah kesini, mengunjungi Liqa. Farida sedang bertemu dengan teman-temannya.” Hendri menjawab pertanyaan Farhan. Ia merasa heran dengan kehadiran Farhan disini, apalagi ini rumahnya Sari. Ia ingin bertanya, tapi takut nanti malah menjadi bumerang bagi dirinya.Farhan merasa kalau ada yang aneh dengan sikap Hendri, ia pun menemani Hendri ngobrol. Kesempatan ini dimanfaatkan Liqa untuk masuk ke dalam.“Kok Hendri kamu tinggal?” tanya Pak Umar.“Ayah sudah pulang, biar ngobrol sama Ayah s
“Apa kabar Rosita,” sapa Farhan ketika mengunjungi Rosita di rumah Citra, sehari setelah Liqa menikah. Rosita dan Yana yang sedang duduk tampak kaget dengan kedatangan Farhan. Farhan datang kesini diantar oleh Aksa.“Mas Farhan.” Dengan terbata-bata Rosita memanggil nama Farhan. Farhan tampak tersenyum, walaupun dalam hatinya ia sangat terkejut melihat kondisi Rosita dan Yana. Farhan duduk di kursi yang ada di kamar itu.“Aku kesini karena Melia bercerita padaku kemarin. O ya, kemarin Liqa sudah menikah. Alhamdulillah, anak yang dulu selalu kamu anggap musuh ternyata malah bisa membanggakan orang tuanya. Aku juga bangga dengan Melia, sejak ia putus komunikasi denganmu, jalan hidupnya menjadi terarah. Lihatlah Melia sekarang, ia menjadi anak yang berbakti dan penurut. Ia menuruti semua kata-kataku, akhirnya ia bisa selesai kuliah dan bekerja.” Farhan berkata dengan bangga.Rosita hanya terdiam.“Liqa menikah? Kapan pestanya? Kenapa Sari tidak mengundangku?” Yana yang mengomentari ucapa
"Kenapa sekarang? Bukankah rencananya hari Minggu?" protes Liqa. Ia tetap berusaha tersenyum, karena semua mata tertuju padanya."Lebih cepat lebih baik, Mbak," celetuk Aksa."Pantas saja, semua kok hadir disini," gumam Liqa. Ia tidak tahu apa yang ia rasakan sekarang. Kaget, shock, terharu atau bahagia, semua menjadi satu. Akhirnya sampai juga di meja yang sudah disediakan. Sudah ada Keenan yang tampak gagah mengenakan jas berwarna gelap. Juga penghulu dan dua orang saksi. Irwan sebagai saksi dari Liqa dan papanya Salsa sebagai saksi dari pihak Keenan.Liqa pun duduk disamping Keenan. Keenan tampak tersenyum bahagia melihat Liqa yang sangat cantik hari ini. Acara pun dimulai, Farhan sempat meneteskan air mata sebelum menikahkan Liqa. Ia sangat terharu melihat Liqa yang sebentar lagi akan istri orang. Anak yang pernah ia abaikan ternyata bisa menjadi seperti sekarang ini.Dengan lancar, Keenan mengucapkan ijab kabul. Setelah saksi berkata sah, semua yang hadir tampak lega. Dilanjutk
“Seperti dulu yang pernah ia lakukan pada Ibu. Dia mencoba untuk merayu Ibu dengan iming-iming materi. Itulah sebabnya kenapa kita dulu beberapa kali pindah kontrakan, karena untuk menghindari Om Hendri.” Sari berkata dengan pelan.Liqa merasa syok mendengar kata-kata yang terucap dari mulut ibunya. Walaupun ia sudah mengira kalau Hendri akan melakukan itu.“Apakah dulu Tante Farida tahu?” “Enggak. Makanya sebelum ia tahu, Ibu berusaha untuk pindah. Sampai akhirnya Ibu memutuskan untuk menjadi TKW. Selain karena Ibu butuh biaya untuk kehidupan kita, alasan lainnya juga untuk menghindari gangguan Om Hendri.”“Kenapa jadi janda selalu dipandang sebelah mata ya?” lanjut Sari dengan mata berkaca-kaca. Hatinya sangat sedih, karena sepanjang hidupnya sering dipenuhi dengan air mata. Liqa memeluk erat ibunya.“Biarlah orang memandang Ibu dengan sebelah mata. Yang penting kita baik di mata Allah. Jangan pedulikan penilaian orang lain. Liqa pernah mengalaminya, Bu. Penghinaan dan ejekan dari
“Maaf, sebenarnya apa maumu?” tanya Sari, ia memberanikan diri untuk menatap Hendri. Hendri sangat senang melihat Sari menatap dirinya, ia pun tersenyum menggoda, membuat Sari merasa jijik dengan Hendri.Sari merasa heran, kenapa Hendri selalu tahu dimana Sari berada? Bukankah jarak kota tempat Hendri tinggal sangat jauh dengan kota dimana Sari berada? Apakah Farida tidak merasa curiga ketika suaminya sering pergi ke kota? Pertanyaan-pertanyaan itu melintas dipikiran Sari.“Seperti yang aku bilang tadi, aku hanya ingin membantu meringankan bebanmu.” “Aku tidak merasa terbebani dengan jualanku ini. Tidak perlu mengasihaniku.”“Jangan angkuh seperti itu. Bagaimanapun juga seorang perempuan itu akan butuh laki-laki sebagai pelindung. Aku siap untuk melindungi mu.”Sari sudah dapat menebak apa yang ada di pikiran Hendri.“Hendri, kamu itu sudah memiliki istri. Lindungilah keluargamu sendiri. Untuk saat ini aku bisa melindungi diriku sendiri.”Hendri tersenyum.“Nggak usah malu-malu, Sari
"Lihatlah Liqa, banyak orang yang menyayangimu dan mendukungmu. Hapuskan rasa benci dan dendam di dalam hatimu. Kalau kamu biarkan dendam itu, lama kelamaan akan menggerogoti mentalmu. Yang rugi kamu sendiri. Masa depanmu masih panjang, banyak impian yang ingin kamu raih. Bukankah kamu mau punya usaha dan menikah muda?" Sari menggenggam tangan Liqa. "Tarik nafas panjang, masukkan sugesti positif di pikiranmu. Ibu tahu kalau kamu mampu melakukan semua ini."Liqa menuruti semua kata-kata ibunya. Perlahan ia mulai bisa tenang."Ayo, kita kesana, biarkan Bu Rosita istirahat dan memikirkan semua yang telah ia lakukan." Citra mengajak Liqa keluar dari kamar Rosita. Liqa dan Sari berjalan melewati Yana yang duduk di kursi roda. Ada Clara yang mendorong kursi roda Yana. Sari pun berhenti sejenak menghampiri Yana."Apa kabar, Wak Yana?" sapa Sari sambil memegang tangan Yana."Ba-baik," sahut Yana dengan mata berkaca-kaca, sepertinya ia tadi juga mendengar kemarahan Liqa. "Alhamdulillah, semo
Hari ini Sari mengajak Liqa untuk mengunjungi Yana dan Rosita. Sari berusaha untuk tidak membenci mereka, tapi untuk memaafkan perbuatan mereka, masih butuh waktu.Rosita sudah mulai bisa duduk, kata Sita tadi. Ia sudah mulai bisa berbicara walaupun masih terbatas. "Halo Rosita, apa kabar?" sapa Sari yang masuk ke kamar Rosita bersama dengan Liqa. Tampak Melia duduk di pinggir tempat tidur ibunya sedangkan Rosita duduk bersandar. Melia kaget melihat Sari dan Liqa datang mengunjungi ibunya."Ba-baik," sahut Rosita dengan suara yang terbata-bata. Wajah Rosita lebih cerah dari waktu Sari menjenguknya.Liqa tampak terkejut melihat Rosita, ia memang baru pertama ini menjenguk Rosita. Liqa seakan tak percaya, dari tadi matanya menatap Rosita tanpa berkedip. Tadi ibunya bilang hanya menjenguk Yana, jadi Liqa benar-benar tidak tahu kondisi Rosita.Rosita tampak tertunduk, menghindari tatapan mata Liqa."Ini Bu Rosita ya, Bu. Kok lain sekali? Yang Liqa tahu Bu Rosita itu penampilannya glamor
Hari ini pertama kali warung Sari buka, butuh waktu dua Minggu untuk mempersiapkan semuanya. Sari dan Liqa tinggal di rumah sebelah warung, setelah sedikit direnovasi. Rumah dengan tiga kamar itu dicat ulang, begitu juga dengan warung makan. Dengan sentuhan Keenan, warung berubah menjadi lebih kekinian. Sebelum subuh tadi, Sari sudah menyiapkan berbagai bumbu masakan. Liqa ikut membantu karena hari ini ia tidak ke kampus. Kemarin Sari dan Dewi, karyawan Sari, belanja ke pasar untuk membeli sayuran dan bahan-bahan yang diperlukan di warung. Warung mulai sibuk, beberapa pelanggan mulai berdatangan. Mereka adalah pelanggan lama, tapi mereka tahu kalau terjadi pergantian pemilik. Liqa menunggu di meja kasir, sesekali ia membantu membuatkan minuman yang dipesan. Liqa mulai memikirkan untuk menambah minuman yang kekinian.Liqa sangat bahagia melihat ibunya tampak bersemangat menjemput rezeki. Memang ibunya hobi memasak, jadi wajar saja kalau bisnis yang dirintisnya ini berhubungan dengan