"Kamu baik-baik saja?" tanyanya setelah memastikan keadaan aman. "Iya, aku baik-baik saja. Terima kasih." Tiara menatap gadis tomboi dihadapnya. "Hati-hati di jalan. Lebih baik kalau pergi ditemani seseorang. Banyak penjahat di daerah ini." Seketika itu juga, Tiara memiliki ide yang luar biasa. Semoga saja wanita itu mau ikut bersamanya. "Aku Tiara aku punya tawaran bagus untukmu," tawar Tiara dengan mata penuh arti dan makna. "Aku Lola. Tawaran apa?" tanyanya memicingkan mata. Terlihat penampilan Tiara begitu berkelas. Tentu saja tatapan Lola membuat Tiara terbang ke angan. "Datanglah ke kantorku. Ini alamatnya." Memberikan kartu nama Tiara. "Datanglah, aku yakin kamu pasti butuh uang.""Uang?" Pikiran Lola menerawang jauh. Ini yang ia butuhkan bekerja di tempat Tiara. "Baiklah, aku akan datang Nona." "Aku tunggu. Aku pastikan kamu tak akan menyesal." "Apapun soal uang aku mau." "Good Lola." Tiara menghubungi supirnya untuk menjemput di lokasi saat ini. Tak lama kemudian m
Bab 58 Tiara menatap wanita di sampingnya. Tentu saja ia masih ingat wanita itu. "Hai, Nona Tiara. Apa kamu masih ingat aku?" tanyanya sok akrab dan dekat. "Oh kamu." Tiara tak memedulikan sosok yang kini ikut merapikan makeup. Ia melirik sekilas dan melihat peralatan yang dimiliki oleh Angelica. Semua sama persis dari warna dan merk yang dipakai mereka. Seperti pinang dibagi dua. Semua makeup dan tas sama persis dengan miliknya. Apakah Angelica adalah salah satu penggemarnya atau sebaliknya. "Menyebalkan. Mengapa selalu ada wanit penggoda itu. Lihatlah, semuanya sama seperti milikku. Dasar pencuri." Monolog Tiara dalam hati. Tiara bergegas merapikan alat makeup dan segera keluar tanpa pamit. Angelica tersenyum sinis ketika raut wajah Tiara telihat marah. Langkah kaki jenjang Tiara mendekati meja yang sempat ia tinggal beberapa menit saja untuk ke toilet. Kini, meja itu sudah rapi dan berganti menu. "Aku pesan dessert untukmu." Sebastian menarik kursi ketika Tiara hendak duduk
"Ups, sorry. Aku gak sengaja." Tiara sengaja menyenggol cake Angelica hingga terjatuh ke lantai. Sebagain cake mengenai pakaiannya. "Astaga, Nona Tiara!" Angelica bangkit menatap pakaiannya. Sebastian memberikan tisu kepada Angelica. Ia segera menghapus noda di pakaiannya. "Maaf, Nona Angelica." Sebastian merasa bersalah karena pelakunya adalah kekasihnya. "Aduh!" Tiara menyentuh keningnya. Hingga kedua mata elang menatap ke arahnya."Tiara kamu kenapa?" tanyanya panik."Kepalaku pusing. Aku ingin pulang. Pusing sekali kepalaku." "Tapi ....""Aduh! Tolong aku." Tiara duduk menyadarkan tubuh dan memijat keningnya. Ia memejamkan mata agar Sebastian memerhatikanya. "Kita ke dokter!" Sebastian melihat wajah Tiara yang berbeda tak segar seperti biasanya. "Nona Angelica saya pamit dulu." "Iya saya mengerti. Bawalah ia ke dokter atau rumah sakit agar penyakitnya lekas sembuh." Angelica berusaha untuk tersenyum walau hatinya kesal. Sebastian mengalihkan perhatiannya ke Tiara. "Aduh,
"Apa yang mau kamu lakukan, ah?" Tiara membulatkan mata. Ia tak suka pria itu berada di rumahnya. "Kamu melupakanku Tiara. Aku sedang banyak waktu. " Dokter muda tampan dan memesona tak menyangka akan mendapat sambutan yang tak hangat dari kekasihnya. "Bukan melupakanmu. Tapi aku sudah berulang kali. Untuk sementara jangan datang ke rumah ini. Kamu tahu kan hal itu." Suara Tiara merendah. Ia tak ingin kekasih hatinya tersingung. Hanya saja terkejut dengan kedatangan tiba-tiba kekasih gelapnya. "Ehm, sepertinya aku datang di saat tak tepat.""Belum waktunya kamu datang kesini bisa saja pihak ansuransi melihatmu berlama-lama di sini. Please tolong kalau ke sini hubungi aku atau aku akan datang ke apartema, bisa juga ke rumah sakit. Please jangan datang k sini. Tanpa sepengetahuanku." "Memang kenapa kalau aku datang ke sini bilang saja ada pekerjaan yang harus aku lakukan di sini lagian sebentar lagi kita akan menjadi suami istri. bukankah begitu.""Tidak, belum saatnya. mereka pas
Tiara sudah berada di dalam waduk, ia ingin berenang tetapi tak mampu. Tubuhnya sulit untuk digerakkan. Hingga seorang laki-laki berdiri jauh dari waduk. Tiara meminta tolong tetapi pria itu diam hanya memandang Tiara dengan senyum menyeringai. "Tolong! Tolong!" Tubuh Tiara terasa tengelam hingga ia masuk ke air lebih dalam lagi. Kedua kaki Tiara sulit untuk digerakkan seperti ada yang mencegah untuk bergerak. Bugh! Tubuh Tiara terjatuh dari ranjang, ia merintih kesakitan. Mengusap-usap pinggul terbentur lantai marmer. "Ah, sial hanya mimpi. Mimpi aneh dan menyembalkan." Mengacak rambut pirangnya dengan kesal. Tiara bangkit dari lantai putih yang menghiasi kamarnya. Ia menatap pantulan diri dari cermin besar. Tangan lentik wanita itu menyentuh kulit wajah lembutnya. "Mengapa aku bisa bermimpi aneh itu dan suara mereka mirip sekali dengan aslinya. Seperti nyata sekali." Tiara berbicara dengan dirinya sendiri seolah-olah di depan dirinya ada orang lain. Justru hal seperti ini
Bab 61 Perlahan tubuh Lola menghadap pria yang kini berdiri gagah tepat di depannya. Wajah pria dan tubuh pria itu berwibawa. "Selamat malam," sapanya sopan. "Selamat ma-malam." Lola tak bisa menahan dirinya agar tak gugup. Tatapan tajam menusuk ke hati Lola hingga ia sulit untuk bernapas. "Apa yang Anda lakukan di sini Nona?" tanya seorang penjaga keamanan berseragam coklat dari kejauhan memperhatikan Lola gelisah sejak tadi hingga ia terlihat mencurigakan. "Menunggu seseorang." "Apa tak ada tempat lain selain di sini? Penerangan di tempat ini kurang bagus. Saya khawatir Anda bisa menjadi korban kejahatan." "Iya, terima kasih atas tegurannya." "Lebih baik Anda pergi saja." "Baik, Pak. Permisi."Lola bernapas lega setidaknya ia tak dibawa ke kantor polisi. Lola menghampiri Tiara yang menunggu di tempat lain tepatnya di dalam mobil. Tangan gadis itu membuka pintu dan hendak masuk ke dalam mobil. "Kenapa kamu ke sini?" Tiara menatap tak suka gadis tomboi itu. "Ada polisi sa
Tubuh Tiara diikat di kursi kayu. Tubuhnya melemas tak berdaya. Dua orang menatap Tiara, tak ada rasa iba dari keduanya. Wajah mereka terlihat bahagia. "Siram tubuhnya!" ucap salah satu dari mereka menatap ember besar yang sengaja di siapkan"Silahkan kamu saja." Memberikan ember berisi air dengan campuran batu es yang sudah mencair. BYUR!Tubuh Tiara tersentak ketika air dingin menguyur ke seluruh tubunya. Rasa dingin menembus ke tulang. Air dalam wadah begitu dingin hingga kulit Tiara terlihat mengigil.Tiara membuka mata perlahan, ia menatap dua orang bertopeng. Suara tawa mengema di ruangan kosong itu, Tiara berusaha memejamkan mata dan membuka kembali memastikan kalau ini bukan mimpi. "Siapa kalian!"Tiara membuka mata lebar-lebar. Air terus mengalir ke seluruh tubuh. "Kamu taj usah tahu siapa kami. Cukup duduk manis dan menikmati permaiana dari kami."Suara wanita terdengar di balik topeng, Tiara tak pernah mendengar suara itu."Kamu siapa?" tanyanya tanpa mau menurunkan kes
"Nona Tiara!" Seorang wanita Menghampiri Tiara dan memberikan penerangan. "Lola itu kamu. Ya Tuhan akhirnya, kamu datang." Lola membuka ikatan tali di tangan Tiara. Wajah wanita cantik itu berubah pucat. Tiara hendak berdiri tetapi tubuhnya tak kuat menahan berat badan. Untung saja Lola menahannya. "Nona, apa Anda baik-baik saja?" "Menurutmu bagaimana? Kakiku lemas." "Aku akan suruh orang untuk menggendongmu." "Tidak, aku tak mau. Kita harus keluar dari sini atau mereka akan kembali lagi." "Baiklah, ayo kita segera pergi." Lola membantu Tiara untuk melangkahkan kaki. Tubuh Tiara tak terlalu berat. Tiara bernapas lega ketika melihat cahaya bulan dan bintang malam itu. Ia berpikir hidupnya akan tamat seperti saudara kembarnya atau pelayan itu, Mimi. Tiara pernah melakukan hal seperti tadi. Ternyata ia merasakan seperti korbannya juga apakah ini karma atau balas dendam. "Ya Tuhan, hari yang sangat lelah. Hari sial untukku," lirih Tiara menyandarkan tubuhnya setelah pintu mobil