Share

4. CEO baru

Author: Laluna Tan
last update Last Updated: 2024-11-01 22:17:49

Elena mematut dirinya di depan cermin, blazer merah marun dengan celana warna senada menempel sempurna di tubuh rampingnya. Rambut yang ia catok bergelombang tergerai bebas turut menyempurnakan penampilannya. Senyumnya mengembang bersiap membawa dirinya dalam versi baru.

Elena bergegas keluar kamar untuk menyapa kedua orang tuanya.

"Selamat pagi, Ma, Pa," sapa Elena dengan mata berbinar. Kehidupannya sudah kembali ke pengaturan awal, tanpa sadar ia sudah menghapus perangkat yang memberatkan beban pikiran dan hatinya.

"Pagi, Sayang," jawab mereka kompak.

"Mau makan apa, Nak?" tanya Julian lembut.

"Pancake ada?"

"Tentu, Sayang. Mama sudah buatkan spesial untuk kamu," Clarissa beranjak menyodorkan satu piring berisi dua potong pancake dengan krim vanila dan potongan stroberi di atasnya.

Elena mulai memotong kue itu dengan cantik lantas menikmati setiap suapan kue yang sudah hampir ia lupakan.

"Sayang, kamu sudah siap untuk hari ini?" tanya Julian.

"Pastinya, Pa. Aku sudah sehat dan siap berjuang lagi."

"Baiklah, Papa suka melihat semangatmu. Hari ini Papa akan memperkenalkan kamu ke kolega bisnis. Kita pergi bersama saja, ya?" tawar Julian.

Elena mengangguk patuh.

Mobil sedan hitam yang mengkilat memantulkan sinar surya menyita perhatian para karyawan kantor perusahaan di bawah naungan keluarga Wijaya.

Logo WGM terpampang jelas di atas gedung pencakar langit itu. Memiliki singkatan Wijaya Group Mountain, yang kini akan menjadi bagian cerita dari perjalanan hidup Elena.

Elena merasa terlahir kembali dengan wajah baru.

Julian turun dari mobil disusul Elena.

Sontak semua mata tertuju pada sosok wanita muda yang berdiri anggun memancarkan aura kepemimpinannya.

Julian melirik Elena, sudut bibirnya terangkat sempurna, "Siap, Sayang?"

Elena mengangguk ringan. "Tentu, Pa."

Mereka melangkah masuk ke dalam gedung bersamaan.

Beberapa karyawan menunduk sopan menyapa keduanya.

Elena balas tersenyum ramah.

"Elena, ruanganmu ada di lantai 12 kamu masih ingat kan?"

"Ya, Pa, tentu aku masih mengingatnya."

"Baiklah, Papa ada urusan lain. Setengah jam lagi kita bertemu di ruang rapat."

"Oke, Pa!" seru Elena bergegas menghadap lift. Beberapa mata melihatnya kagum dan terpana oleh kecantikan Elena.

Elena tak menggubris mereka. Ia melirik jam tangan silver yang melingkar cantik di tangannya menunjukkan pukul tujuh tiga puluh. Setengah jam lagi ia harus ke ruang rapat.

Pintu lift terbuka, Elena masuk bersama karyawan kantor yang baru datang.

Setelah sampai di lantai dua belas, Elena melangkahkan kakinya keluar, menuju ruangan bertuliskan 'Wakil Pimpinan/CEO'

Bibirnya mengukir senyum bangga.

Ia lantas mendorong daun pintu perlahan, menampakkan ruangan yang tertata dengan rapi.

Meja dan kursi kebesarannya menyambut kedatangan Elena. Aroma vanilla yang disemprotkan pengharum otomatis menyeruak menyapa indera penciumannya.

Mata Elena menyisir ruangan dengan apik, nuansa monokrom yang elegan, sesuai dengan kriteria pribadinya.

Sofa abu-abu yang berada di sudut ruangan, dengan lukisan angsa di dinding, membuat ruangan itu terkesan santai. Tananman hias juga menambah kesegaran di dalam ruangan.

Cinta itu buta bukan sebuah pepatah, Elena mengalami hal itu dengan kesadaran penuh dan kebodohan yang hakiki. Beruntung Clarissa dan Julian menyadari hal tidak beres pada keluarga Danuarta lebih cepat, hingga kenyataan menampar Elena dan membebaskannya dari belenggu yang selama ini mengekangnya dengan tidak wajar.

Perhatiannya beralih pada jendela berukuran besar tepat disisi ruangan. Langkahnya membawa Elena ke tepian, mendapati beberapa gedung pencakar langit dan pemandangan kota yang sibuk di pagi hari.

Matahari menyorot hangat, menularkan energinya.

Matanya mengerling pada jam di tangannya, sepuluh menit lagi rapat di mulai. Elena lantas keluar ruangan menuju ruang rapat.

"Aldo, berhentii!! Mama bilang berhentii!!"

Di kejauhan Elena mendapati seorang anak kecil yang berlari ke arahnya. Keningnya mengkerut keheranan. "Anak kecil?"

Anak laki-laki itu tertawa mengejek ibunya yang tak juga bisa meraihnya.

"Ayo, Bu. Lebih cepat hihi hihi," Anak itu terkekeh geli.

Sementara wanita di belakangnya menyorotnya penuh kejengkelan. "Aldoo!! Ibu bersumpah tidak akan mengajakmu lagi!!"

Bugh.

Elena terhuyung ke belakang karena anak kecil itu menghantam tubuh Elena.

"Maaf," ucap wanita itu samar-samar di telinganya.

Elena memejamkan matanya bersiap atas benturan yang akan terjadi namun-

Gep.

Tubuhnya di tahan seseorang dengan lengan kokoh.

Perlahan Elena membuka matanya mencari identitas sosok yang sudah menyergapnya. Pria tampan dengan aroma maskulin menyeruak dari tubuh tegapnya. Sontak Elena tertegun sesaat memuji ketampanan pria itu. Mata sipitnya menyorot teduh menyejukkan, disertai hidung mancung yang menyokong wajahnya, pahatan rahang tegas menambah kesan maskulin pria itu.

"Kamu tidak apa-apa?" tanya pria itu membuyatkan lamunan Elena.

Elena melepas perlahan lengan pria itu dari badannya seraya membenahi penampialannya. "Aku baik-baik saja." Seulas senyum terukir indah di wajah Elena.

"Maaf itu tadi keponakanku, dia memang agak nakal dan suka sekali menggoda ibunya. Tidak hanya ibunya, akupun sering kena imbas kenakalan bocah itu," papar lelaki itu.

Elena tersenyum kikuk, "Oh, begitu, ya. Anak-anak seusianya memang suka bermain."

"Baiklah, aku pamit lebih dulu," ujar pria itu berlalu.

Elena menggeleng pelan. Ternyata masih banyak pria tampan di luaran tapi kenapa hatinya seolah terkunci pada Alan. Benar-benar gila. Perasaannya pada Alan sungguh gila. Perlakuan kasarnya bahkan tak pantas di sebut sebagai manusia, dia hampir saja tewas di tangan pria bejat itu.

Hal wajar saat bayang-bayang Alan selalu muncul di setiap langkahnya. Trauma yang mendalam serta perlakuan keluarga Danuarta yang semena-mena, akan berdampak pada pola pikir dan penilaiannya terhadap diri sendiri.

Elena masuk ke ruang rapat yang megah. Meja besar dengan kursi yang mengelilinginya sudah mulai dipenuhi oleh beberapa orang yang berpengaruh dalam perusahaan.

Elena menangkap sosok yang familiar sedang berbincang dengan pria berbalut jas bermerek.

Tangannya melambai saat mendapati kehadiran Elena.

"Sayang, duduklah. Kita akan segera mulai." Sudut matanya berkerut saat tersenyum, menyadarkan Elena kalau ayahnya sudah tak muda lagi.

Elena menjatuhkan bokongnya di kursi kosong dekat sang ayah. Ia melempar senyum menawannya pada beberapa mata yang bertemu pandang dengannya.

Kegugupan tak terelakkan. Keringat dingin mulai terasa menyergap, namun Elena berusaha tetap tenang.

Setelah semua kursi terisi. Julian segera membuka acara.

"Baiklah, tanpa berlama-lama lagi, di pertemuan kali ini setelah melalui persetujuan dewan direksi dan para pemegang saham saya mengumumkan CEO baru untuk perusahaan WGM properti company yang akan di pegang kendali oleh anak semata wayang saya, Elena Sarasvati Wijaya."

Prok! Prok! Prok!

Elena beranjak sejenak, menunduk hormat, menunjukkan dirinya, lantas duduk kembali.

Sepasang mata hazel menatapnya kagum.

Elena terkesiap mendapati pria yang tadi bertemu dengannya hadir dalam rapat.

Seketika suara-suara di sekelilingnya menjadi samar, pandangan dan pikirannya terpaku pada sosok pria tampan itu.

Related chapters

  • Pembalasan Sang Pewaris   5. Pembuat Onar

    Akhirnya rapat selesai para petinggi perusahaan serta pemegang saham mulai undur diri meninggalkan ruangan. Seorang pria dengan rambut yang sudah memutih menghampiri Julian dan Elena. Ia mengulurkan tangan memberi selamat."Selamat bergabung, Nona Elena. Saya percaya di tangan Anda perusahaan akan lebih meningkat dengan inovasi dan kreativitas yang lebih maju," imbuhnya melebarkan senyum.Elena balas tersenyum menerima uluran pria itu. "Terimakasih, Pak. Namun saran dan kritik Bapak juga akan saya nantikan mengenai kinerja saya ke depannya.""Ya, memang sudah seharusnya begitu," ucapnya dengan nada gurau.Mereka terkekeh geli mendapati raut Elena yang sebelumnya menganggap hal itu serius."Oh, ya, perkenalkan. Ini Evan, anak saya," ujar pria itu lagi menunjuk pria yang sudah bertemu dengan Elena sebelumnya.Evan mengulurkan tangan seraya menyunggingkan senyum menawannya.Elena menyambut hangat uluran itu."Dia CEO perusahaan Adhyaksa," bisik Julian di telinga Elena.Elena membulatkan

    Last Updated : 2024-11-03
  • Pembalasan Sang Pewaris   6. Mainan Pemersatu

    "Aww!" pekik Evan yang merasa perih saat Elena mengobati lukanya dengan kapas yang sudah diberi cairan antiseptik.Reflek Elena menarik lengannya. "Maaf."Luka robekan di sudut bibir Evan mengingatkan Elena pada perlakuan Alan yang diterimanya beberapa waktu lalu."Dia suami kamu?" tanya Evan hati-hati. Elena melirik Evan sekilas. "Bukan. Kami sudah bercerai."Evan mengangguk paham. Dari kejadian tadi dapat dilihat kalau pria itu masih sering mengganggu Elena, pikir Evan. Elena yang heran dengan kehadiran Evan bertanya, "Ngomong-ngomong, bukannya kamu sudah pulang? Kenapa balik lagi?"Ucapan Elena mengingatkan Evan tentang suatu hal. "Benar. Mobil mainan milik keponakanku tertinggal. Jadi aku diminta untuk mengambilnya.""Keponakanmu yang tadi?" "Ya, dia memang nakal dan manja. Dia terus saja merengek minta diambilkan. Kalau dia bukan keponakanku mungkin aku sudah menitipkannya di panti asuhan." Anehnya Evan begitu lancar berbicara pada Elena padahal mereka baru bertemu.Elena mena

    Last Updated : 2024-11-23
  • Pembalasan Sang Pewaris   7. Pesona Evan

    Tok. Tok. "Masuk," titah Elena saat mendengar pintu ruangannya di ketuk."Maaf, Bu. Ada tamu dari perusahaan Horison," ucap Yuni, Sekretaris Elena. "Baiklah, suruh langsung masuk.""Baik, Bu." Yuni menunduk hormat lalu keluar ruangan.Tak selang berapa lama, dua wanita masuk ke dalam ruangan. Elena beranjak. "Selamat datang di perusahaan kami," sambut Elena tersenyum."Terimakasih, Bu Elena.""Sepertinya, kamu sudah tahu nama saya," ucap Elena tersanjung."Tentu saja, berita tentang Bu Elena tersebar di mana-mana," terang wanita itu. "Saya, Valerie, wakil CEO perusahaan Horison. Dan ini sekretaris saya, Tiara." Tiara mengangguk sopan. "Saya kemari untuk membahas progres proyek kita yang di luar kota. Bagaimana, Bu. sudah ada pembaruan?" tanya Valerie langsung ke inti.'Valerie. Mungkinkah Valerie yang sama?' tanya Elena dalam hati. 'Sepertinya gak mungkin. Banyak orang yang bernama Valerie di dunia ini.'"Oh soal itu, ya? Pembangunan hotelnya berjalan dengan baik, sudah selesai s

    Last Updated : 2024-11-25
  • Pembalasan Sang Pewaris   8. Pertemuan yang tak terduga di area fitnes

    "Aku ganti baju dulu ya, El." Evan melenggang ke ruang ganti meninggalkan Elena yang masih terpaku ditempatnya."Elena," panggil suara bariton dari belakangnya.Deg. Tanpa melihat pun Elena sudah tahu siapa yang memanggilnya. Kenapa pria itu ada dimana-mana pikir Elena. Bukankah tadi dia melihatnya dia bersama Valerie? tanya Elena dalam hati."Elena ikut aku," Tanpa menunggu persetujuan Elena, Alan menarik wanita yang masih tercatat sebagai istrinya di negara ke tempat yang lebih sepi."Alan, lepas!" Elena berusaha melepas cekalan Alan di pergelangan tangannya yang terasa sesak. Tak menggubris gertakan Elena, sampai Alan menemukan tempat yang cocok untuk berbicara dengannya.Elena hendak berbalik dan pergi, namun Alan lebih cepat mengungkung Elena di tembok."Elena, ayo kita pulang!" ajaknya tak tahu malu.Elena berdecih. "Cih. Baru satu minggu yang lalu kamu menalakku dan kamu sudah lupa, Alan? Tampaknya kamu pikun di usia muda, ya?" tanya Elena sarkas."Rujuk denganku dan kita mul

    Last Updated : 2024-11-27
  • Pembalasan Sang Pewaris   9. Kabar baik atau buruk?

    "Kalian memang sangat cocok!" Evan menyetujui ucapan Valerie. Namun tepat setelah ia menyelesaikan ucapannya Evan mengalihkan pandangan ke lain arah."Ya, sepertinya memang begitu. Kami merupakan pasangan ideal," imbuh Alan percaya diri meraih Valerie dalam dekapannya.Elena melirik Evan sekilas. Sepertinya Evan juga tak nyaman dengan situasi ini. "Kalau begitu kami pamit, saya harap pelayanan hotel ini membuat kalian nyaman." Evan memberi kode pada Elena untuk mengikutinya.Elena membuntuti Evan, namun langkahnya terhenti sejenak di samping Alan. "Tanda tangani surat cerai yang ku kirim nanti!" bisiknya lantas berlalu.Alan mengepal kuat. Ia tak mungkin menunjukkan kekesalannya di depan Valerie. Bagaimanapun menikah dengan Valerie akan kembali mengangkat karirnya. "Sayang, kamu sudah pilih kamar?"Valerie mengibaskan sebuah kartu kunci masuk kamar hotel.Alan tersenyum lebar. Ia ingin bergerak cepat sekarang, begitu juga dengan Valerie yang tak ingin mengulur waktu. Mereka akan meng

    Last Updated : 2024-11-28
  • Pembalasan Sang Pewaris   10. Berbadan dua

    "Evan?" panggil Elena menghentikan langkahnya, setelah mereka keluar dari ruangan Dokter Aura."Ya?" Evan berbalik menatap Elena."Rahasiakan kehamilanku dari siapapun, termasuk Alan," pinta Elena. Ia berusaha menutupi kegelisahannya di hadapan Evan.Evan mengangguk tanpa menanyakan hal itu lebih jauh, ia paham betul perasaan Elena sekarang. Mereka berjalan beriringan menuju mobil Evan tanpa suara. Setelah mobil melaju Evan memerhatikan Elena yang tengah jauh dalam pikirannya. "Elena, maaf kamu mau langsung pulang?" tanya Evan hati-hati. Elena menoleh dengan wajah kusut. "Ya, sepertinya aku harus pulang." Pandangannya kembali beralih pada luar jendela. Jalanan kota yang sibuk tak membuat Elena teralihkan dari kabar yang baru menyambarnya. Bagaimana mungkin dia hamil, tapi setelah diingat-ingat lagi tanggal menstruasi Elena memang sudah terlewat. Ada rasa bahagia bercampur duka. Di satu sisi doanya selama ini untuk menginginkan seorang anak terkabul, di sisi lainnya pernikahan Elen

    Last Updated : 2024-12-01
  • Pembalasan Sang Pewaris   11. Kedatangan Ibu Alan

    Mata Elena mengerling pada map hijau di tangan. "Maaf, Sayang. Tapi ibu dan ayahmu harus berpisah," ucap Elena lagi.Elena membalikkan badannya kembali keluar ruangan. Ia menghampiri Yuni yang tengah sibuk dengan komputernya."Yun, kirimkan ke alamat rumah Danuarta, pastikan hari ini sampai," titahnya pada Yuni menyodorkan map itu.Yuni mendongak dan menerima sodoran map dari Elena. "Baik, Bu!" serunya tersenyum."Pastikan sampai hari ini, ya?!" tegas Elena."Siap, Bu. Saya akan melakukannya sesuai perintah," jawab Yuni patuh.Elena mengangguk lantas kembali ke ruangan. Ia menyalakan laptop masih harus mempelajari beberapa hal tentang perusahaan yang ia tinggal dua tahun lalu. Tok. Tok. Tok. Elena melirik pintu, ia tak merasa ada janji hari ini. "Masuk!" titahnya.Daun pintu terbuka menampilkan Yuni. "Kenapa, Yun?" tanya Elena."Maaf, Bu. Ada yang ingin bertemu dengan Ibu. Saya sudah berusaha keras melarangnya namun dia memaksa," ucap Yuni menyesal.Elena mengerutkan dahi. "Siapa?"

    Last Updated : 2024-12-02
  • Pembalasan Sang Pewaris   12. Kenyataan pahit

    Mata Elena terbuka perlahan, menampilkan beberapa orang yang tengah sibuk memeriksa kondisinya."Bu Elena sudah siuman, Dok," ucap salah satu suster yang pertama kali melihat Elena membuka mata.Dokter perempuan itu memutar badan menghampiri Elena. "Bu Elena, apa kepalanya terasa sakit?" tanya Dokter langsung."Hanya pusing," jawab Elena lemah.Sementara suster yang satu lagi mengubah kecepatan tetesan infus lebih lambat. "Baiklah kita periksa lagi, sebentar." Dokter Aura yang memeriksanya waktu itu menempelkan stetoskop ke dada Elena. Setelah selesai sang Dokter membungkus lengan atas Elena dengan alat tensi darah, keningnya mengkerut. "Tekanan darah ibu agak tinggi."Elena tak kaget lagi, setelah bertemu dengan Ambar dia memang agak tertekan. Dokter melepas alat itu lalu bertanya, "Apa Ibu akhir-akhir ini banyak pikiran?""Mungkin, Dok.""Sebaiknya Ibu istirahat yang cukup, ya. Saya akan resepkan beberapa vitamin dan penurun darah," imbuh Dokter itu lantas berbicara dengan salah s

    Last Updated : 2024-12-03

Latest chapter

  • Pembalasan Sang Pewaris   13. Perasaan Aneh

    Sekali lagi Alan melirik map hijau yang teronggok di lantai. "SIALL!!" geramnya. Satu hentakan Alan menarik ujung sepreinya kasar hingga bantal dan guling yang berada diatasnya porak poranda di lantai. Tangannya mengepal kuat. Hatinya merasa tercabik-cabik mendapat perlakuan Elena sekarang. Wanita yang biasanya patuh itu kini berubah menjadi wanita tangguh.Alan mengusap wajahnya gusar. "Elena!! Jika ini yang kamu mau aku akan turuti!! Tapi lihat saja. Hidupmu tidak akan bahagia...!!"Dengan kasar Alan menyambar map hijau itu dan mencari bolpoin di dalam laci. Tak perlu usaha yang keras saat ia membuka laci paling atas tampak bolpoin berwarna hitam menyambutnya. Alan segera membuka map itu dan membubuhkan tanda tangan dengan rusuh. "Lihat Elena! Aku sudah menandatangani surat cerai ini," katanya entah pada siapa.***"Assalamu'alaikum!" ucap seorang pria yang baru membuka pintu kamar bangsal Elena."Waalaikumsalam," sahut Clarissa dan Elena kompak.Evan menampakkan senyum dan mengha

  • Pembalasan Sang Pewaris   12. Kenyataan pahit

    Mata Elena terbuka perlahan, menampilkan beberapa orang yang tengah sibuk memeriksa kondisinya."Bu Elena sudah siuman, Dok," ucap salah satu suster yang pertama kali melihat Elena membuka mata.Dokter perempuan itu memutar badan menghampiri Elena. "Bu Elena, apa kepalanya terasa sakit?" tanya Dokter langsung."Hanya pusing," jawab Elena lemah.Sementara suster yang satu lagi mengubah kecepatan tetesan infus lebih lambat. "Baiklah kita periksa lagi, sebentar." Dokter Aura yang memeriksanya waktu itu menempelkan stetoskop ke dada Elena. Setelah selesai sang Dokter membungkus lengan atas Elena dengan alat tensi darah, keningnya mengkerut. "Tekanan darah ibu agak tinggi."Elena tak kaget lagi, setelah bertemu dengan Ambar dia memang agak tertekan. Dokter melepas alat itu lalu bertanya, "Apa Ibu akhir-akhir ini banyak pikiran?""Mungkin, Dok.""Sebaiknya Ibu istirahat yang cukup, ya. Saya akan resepkan beberapa vitamin dan penurun darah," imbuh Dokter itu lantas berbicara dengan salah s

  • Pembalasan Sang Pewaris   11. Kedatangan Ibu Alan

    Mata Elena mengerling pada map hijau di tangan. "Maaf, Sayang. Tapi ibu dan ayahmu harus berpisah," ucap Elena lagi.Elena membalikkan badannya kembali keluar ruangan. Ia menghampiri Yuni yang tengah sibuk dengan komputernya."Yun, kirimkan ke alamat rumah Danuarta, pastikan hari ini sampai," titahnya pada Yuni menyodorkan map itu.Yuni mendongak dan menerima sodoran map dari Elena. "Baik, Bu!" serunya tersenyum."Pastikan sampai hari ini, ya?!" tegas Elena."Siap, Bu. Saya akan melakukannya sesuai perintah," jawab Yuni patuh.Elena mengangguk lantas kembali ke ruangan. Ia menyalakan laptop masih harus mempelajari beberapa hal tentang perusahaan yang ia tinggal dua tahun lalu. Tok. Tok. Tok. Elena melirik pintu, ia tak merasa ada janji hari ini. "Masuk!" titahnya.Daun pintu terbuka menampilkan Yuni. "Kenapa, Yun?" tanya Elena."Maaf, Bu. Ada yang ingin bertemu dengan Ibu. Saya sudah berusaha keras melarangnya namun dia memaksa," ucap Yuni menyesal.Elena mengerutkan dahi. "Siapa?"

  • Pembalasan Sang Pewaris   10. Berbadan dua

    "Evan?" panggil Elena menghentikan langkahnya, setelah mereka keluar dari ruangan Dokter Aura."Ya?" Evan berbalik menatap Elena."Rahasiakan kehamilanku dari siapapun, termasuk Alan," pinta Elena. Ia berusaha menutupi kegelisahannya di hadapan Evan.Evan mengangguk tanpa menanyakan hal itu lebih jauh, ia paham betul perasaan Elena sekarang. Mereka berjalan beriringan menuju mobil Evan tanpa suara. Setelah mobil melaju Evan memerhatikan Elena yang tengah jauh dalam pikirannya. "Elena, maaf kamu mau langsung pulang?" tanya Evan hati-hati. Elena menoleh dengan wajah kusut. "Ya, sepertinya aku harus pulang." Pandangannya kembali beralih pada luar jendela. Jalanan kota yang sibuk tak membuat Elena teralihkan dari kabar yang baru menyambarnya. Bagaimana mungkin dia hamil, tapi setelah diingat-ingat lagi tanggal menstruasi Elena memang sudah terlewat. Ada rasa bahagia bercampur duka. Di satu sisi doanya selama ini untuk menginginkan seorang anak terkabul, di sisi lainnya pernikahan Elen

  • Pembalasan Sang Pewaris   9. Kabar baik atau buruk?

    "Kalian memang sangat cocok!" Evan menyetujui ucapan Valerie. Namun tepat setelah ia menyelesaikan ucapannya Evan mengalihkan pandangan ke lain arah."Ya, sepertinya memang begitu. Kami merupakan pasangan ideal," imbuh Alan percaya diri meraih Valerie dalam dekapannya.Elena melirik Evan sekilas. Sepertinya Evan juga tak nyaman dengan situasi ini. "Kalau begitu kami pamit, saya harap pelayanan hotel ini membuat kalian nyaman." Evan memberi kode pada Elena untuk mengikutinya.Elena membuntuti Evan, namun langkahnya terhenti sejenak di samping Alan. "Tanda tangani surat cerai yang ku kirim nanti!" bisiknya lantas berlalu.Alan mengepal kuat. Ia tak mungkin menunjukkan kekesalannya di depan Valerie. Bagaimanapun menikah dengan Valerie akan kembali mengangkat karirnya. "Sayang, kamu sudah pilih kamar?"Valerie mengibaskan sebuah kartu kunci masuk kamar hotel.Alan tersenyum lebar. Ia ingin bergerak cepat sekarang, begitu juga dengan Valerie yang tak ingin mengulur waktu. Mereka akan meng

  • Pembalasan Sang Pewaris   8. Pertemuan yang tak terduga di area fitnes

    "Aku ganti baju dulu ya, El." Evan melenggang ke ruang ganti meninggalkan Elena yang masih terpaku ditempatnya."Elena," panggil suara bariton dari belakangnya.Deg. Tanpa melihat pun Elena sudah tahu siapa yang memanggilnya. Kenapa pria itu ada dimana-mana pikir Elena. Bukankah tadi dia melihatnya dia bersama Valerie? tanya Elena dalam hati."Elena ikut aku," Tanpa menunggu persetujuan Elena, Alan menarik wanita yang masih tercatat sebagai istrinya di negara ke tempat yang lebih sepi."Alan, lepas!" Elena berusaha melepas cekalan Alan di pergelangan tangannya yang terasa sesak. Tak menggubris gertakan Elena, sampai Alan menemukan tempat yang cocok untuk berbicara dengannya.Elena hendak berbalik dan pergi, namun Alan lebih cepat mengungkung Elena di tembok."Elena, ayo kita pulang!" ajaknya tak tahu malu.Elena berdecih. "Cih. Baru satu minggu yang lalu kamu menalakku dan kamu sudah lupa, Alan? Tampaknya kamu pikun di usia muda, ya?" tanya Elena sarkas."Rujuk denganku dan kita mul

  • Pembalasan Sang Pewaris   7. Pesona Evan

    Tok. Tok. "Masuk," titah Elena saat mendengar pintu ruangannya di ketuk."Maaf, Bu. Ada tamu dari perusahaan Horison," ucap Yuni, Sekretaris Elena. "Baiklah, suruh langsung masuk.""Baik, Bu." Yuni menunduk hormat lalu keluar ruangan.Tak selang berapa lama, dua wanita masuk ke dalam ruangan. Elena beranjak. "Selamat datang di perusahaan kami," sambut Elena tersenyum."Terimakasih, Bu Elena.""Sepertinya, kamu sudah tahu nama saya," ucap Elena tersanjung."Tentu saja, berita tentang Bu Elena tersebar di mana-mana," terang wanita itu. "Saya, Valerie, wakil CEO perusahaan Horison. Dan ini sekretaris saya, Tiara." Tiara mengangguk sopan. "Saya kemari untuk membahas progres proyek kita yang di luar kota. Bagaimana, Bu. sudah ada pembaruan?" tanya Valerie langsung ke inti.'Valerie. Mungkinkah Valerie yang sama?' tanya Elena dalam hati. 'Sepertinya gak mungkin. Banyak orang yang bernama Valerie di dunia ini.'"Oh soal itu, ya? Pembangunan hotelnya berjalan dengan baik, sudah selesai s

  • Pembalasan Sang Pewaris   6. Mainan Pemersatu

    "Aww!" pekik Evan yang merasa perih saat Elena mengobati lukanya dengan kapas yang sudah diberi cairan antiseptik.Reflek Elena menarik lengannya. "Maaf."Luka robekan di sudut bibir Evan mengingatkan Elena pada perlakuan Alan yang diterimanya beberapa waktu lalu."Dia suami kamu?" tanya Evan hati-hati. Elena melirik Evan sekilas. "Bukan. Kami sudah bercerai."Evan mengangguk paham. Dari kejadian tadi dapat dilihat kalau pria itu masih sering mengganggu Elena, pikir Evan. Elena yang heran dengan kehadiran Evan bertanya, "Ngomong-ngomong, bukannya kamu sudah pulang? Kenapa balik lagi?"Ucapan Elena mengingatkan Evan tentang suatu hal. "Benar. Mobil mainan milik keponakanku tertinggal. Jadi aku diminta untuk mengambilnya.""Keponakanmu yang tadi?" "Ya, dia memang nakal dan manja. Dia terus saja merengek minta diambilkan. Kalau dia bukan keponakanku mungkin aku sudah menitipkannya di panti asuhan." Anehnya Evan begitu lancar berbicara pada Elena padahal mereka baru bertemu.Elena mena

  • Pembalasan Sang Pewaris   5. Pembuat Onar

    Akhirnya rapat selesai para petinggi perusahaan serta pemegang saham mulai undur diri meninggalkan ruangan. Seorang pria dengan rambut yang sudah memutih menghampiri Julian dan Elena. Ia mengulurkan tangan memberi selamat."Selamat bergabung, Nona Elena. Saya percaya di tangan Anda perusahaan akan lebih meningkat dengan inovasi dan kreativitas yang lebih maju," imbuhnya melebarkan senyum.Elena balas tersenyum menerima uluran pria itu. "Terimakasih, Pak. Namun saran dan kritik Bapak juga akan saya nantikan mengenai kinerja saya ke depannya.""Ya, memang sudah seharusnya begitu," ucapnya dengan nada gurau.Mereka terkekeh geli mendapati raut Elena yang sebelumnya menganggap hal itu serius."Oh, ya, perkenalkan. Ini Evan, anak saya," ujar pria itu lagi menunjuk pria yang sudah bertemu dengan Elena sebelumnya.Evan mengulurkan tangan seraya menyunggingkan senyum menawannya.Elena menyambut hangat uluran itu."Dia CEO perusahaan Adhyaksa," bisik Julian di telinga Elena.Elena membulatkan

DMCA.com Protection Status