Share

5. Pembuat Onar

Author: Laluna Tan
last update Last Updated: 2024-11-03 00:01:06

Akhirnya rapat selesai para petinggi perusahaan serta pemegang saham mulai undur diri meninggalkan ruangan.

Seorang pria dengan rambut yang sudah memutih menghampiri Julian dan Elena. Ia mengulurkan tangan memberi selamat.

"Selamat bergabung, Nona Elena. Saya percaya di tangan Anda perusahaan akan lebih meningkat dengan inovasi dan kreativitas yang lebih maju," imbuhnya melebarkan senyum.

Elena balas tersenyum menerima uluran pria itu. "Terimakasih, Pak. Namun saran dan kritik Bapak juga akan saya nantikan mengenai kinerja saya ke depannya."

"Ya, memang sudah seharusnya begitu," ucapnya dengan nada gurau.

Mereka terkekeh geli mendapati raut Elena yang sebelumnya menganggap hal itu serius.

"Oh, ya, perkenalkan. Ini Evan, anak saya," ujar pria itu lagi menunjuk pria yang sudah bertemu dengan Elena sebelumnya.

Evan mengulurkan tangan seraya menyunggingkan senyum menawannya.

Elena menyambut hangat uluran itu.

"Dia CEO perusahaan Adhyaksa," bisik Julian di telinga Elena.

Elena membulatkan mulutnya takjub.

Setelah basa-basi sebentar Evan dan orang tuanya pamit pulang.

Elena juga kembali ke ruangannya.

Berita soal pengangkatan Elena sebagai CEO di tayangkan di saluran televisi, juga tersebar di seluruh media sosial dan media cetak menghebohkan jagat maya.

"Anak semata wayang Wijaya Group Mountain Properti Company kembali membawa kabar baik, setelah lama tak terdengar kabarnya."

"Pertanyaan kian mencuat perihal keberadaan Elena Sarasvati selama ini."

"Kabarnya dia sudah menikah dan di talak mentah-mentah oleh suaminya tanpa belas kasih."

"Sang Pewaris kembali."

"Kabar hangat kali ini datang dari WGM, sebuah perusahaan properti terkenal yang sempat di kabarkan bangkrut beberapa bulan lalu, kembali memenangkan tender besar. Perusahaan itu di gadang-gadang akan kembali mengepakkan sayapnya, merambat ke mancanegara. Apalagi dengan kehadiran CEO baru selaku anak semata wayang berikut pewaris tunggal yang bersiap menggeluti dunia bisnis internasional."

"Elena?" Nyla yang pertama kali menyadari sosok Elena di layar kaca menyita perhatian anggota keluarga lain.

Alan menatap mantan istrinya yang terlihat lebih menawan sejak terakhir kali pertemuan mereka malam itu.

Ambar mematung di tempatnya. Wanita yang sudah ia hempas dengan keji itu menjadi CEO perusahaan ternama. Keluarga Wijaya kembali mengeluarkan taringnya sekarang.

"Ma, dia Elena yang sama kan?" tanya Nyla justru membuat Ambar semakin kesal.

"Menurutmu ada berapa banyak Elena di dunia ini?!" sinis Ambar masih tak percaya dengan berita yang ada di televisi.

"Aku hanya bertanya saja," gerutu Nyla.

"Pertanyaanmu malah membuat kepalaku sakit."

"Sayang, lebih baik kamu diam dulu," saran Baron tak ingin istrinya kena semprot.

Penyesalan menggerayangi hati Alan, namun secercah harapan membuat api semangat membara dalam dirinya. Ia harus menghampiri Elena dan meminta maaf sebelum terlambat. Ia yakin Elena akan dengan senang hati menyambutnya dan mengangkat dirinya sebagai direktur.

"Alan, temui Valerie segera!"

"Kenapa harus, Ma?"

"Alan, ikuti saja perintahku! Keluarga Valerie tak kalah kaya dengan mereka."

"Ma, bagaimana jika aku kembali pada Elena?" tanya Alan memberi pintasan.

"Jangan bodoh, Alan!" Ambar semakin geram. Gerahamnya menggertak gemas. Bagaimana mungkin keluarga Wijaya bangkit dalam waktu singkat. Ia yakin ada manipulasi di dalamnya.

Alan terpaksa patuh. Namun tak salah jika ia mencobanya nanti.

Disisi lain, Elena tersenyum puas. Keluarga Danuarta pasti sudah melihat berita tentangnya tersebar di semua media.

"Kegagalan menyakitkan, namun berlalu dengan cepat. Berbeda dengan penyesalan yang menyakitkan selamanya," desis Elena seraya menyesap kopi perlahan di atas kursi kebesarannya.

Drrrttt... Drrrttt... Drrrtt...

Elena melirik ponselnya sekilas yang menyala diatas meja menampilkan nama Alan. Ia tersenyum miring tak menghiraukan panggilan itu.

Jam istirahat makan siang, Elena memilih untuk turun mencari makan di kantin kantor.

"LEPAS!! ELENA!! KELUARLAHH, INI AKU SUAMIMU!! ARRGGHH!! Kalian akan menyesal setelah mengetahui siapa aku sebenarnya!!"

Elena menautkan alis saat gendang telinganya terganggu kegaduhan di luar.

"Ada apa ini?" tanya Elena. Sontak matanya membulat mendapati Alan sedang di tahan dua satpam berbadan tegap.

"Elena! Katakan pada mereka kalau aku suamimu! Mereka tidak mempercayaiku."

Elena terlihat berpikir sejenak. Ada baiknya ia mengobrol sebentar dengan Alan untuk menunjukkan kalau dia wanita tangguh.

"Lepaskan dia, Pak. Saya mengenalnya," ujar Elena yang langsung di patuhi mereka.

Kedua pria berbadan kekar itu lantas berlalu meninggalkan Alan dan Elena.

"Lihat? Sudah kubilang aku suaminya!" pekik Alan pada punggung mereka yang hendak menjauh.

Elena menatapnya iba. "Kamu sudah bukan suamiku, Alan."

Alan menghampiri Elena dengan raut melasnya. "Elena, maafkan aku, Sayang. Aku khilaf. Kita bisa memulai lembaran baru bukan?"

Elena mendengus. "Jangan mimpi!"

"Kamu sudah berjaya sekarang, Elena. Mama pasti akan senang menyambut mu pulang ke rumah. Bagaimana jika aku menemanimu sampai jam pulang nanti. Kita pulang bersama," bujuk Alan tanpa rasa malu.

Elena menggeleng tak habis pikir. Nyaris tak percaya kalau dia pernah tergila-gila pada sosok dihadapannya yang berujung meninggalkan keluarganya sendiri.

"Kamu lupa talakmu sudah jatuh, Alan." Elena memperingatkan.

"K-kita bisa rujuk, Sayang." Alan menatapnya penuh harap.

"Alan, sebaiknya kamu pulang. Tak ada gunanya kamu disini, hanya akan memperkeruh keadaan."

"Maksudmu?"

"Ya, kurasa aku tidak perlu mengulanginya. Kamu tidak sadar sudah membuat kerusuhan barusan?" tanya Elena sarkas.

"ELENA!! Jangan pikir karena kau seorang anak pengusaha terkenal aku tidak berani padamu!" Alan mulai naik pitam melihat respon Elena yang tak peduli.

"Lalu apa? Kenapa aku harus tunduk pada seorang pengangguran?"

"ELENA!" Alan bersiap melayangkan tamparan namun lengannya tiba-tiba berhenti di udara.

Pria dengan setelan jas abu-abu dengan sigap menghalau lengan Alan. "Jangan menjadi pengecut!!"

Alan melepas lengannya yang berada dalam cekalan pria asing itu kasar. "Siapa kamu berani ikut campur dalam urusan rumah tangga kami?!"

Evan tersenyum remeh. "Aku tidak melihat peranmu sebagai suami disini. Suami mana yang akan tega melakukan kekerasan pada istrinya?!"

Menilik dari penampilan pria itu, Alan yakin kalau dia juga bukan orang sembarangan.

"Pernikahan kami masih terdaftar secara sah di negara."

"Alan, jangan bicara omong kosong! Sebaiknya kamu pergi dan jangan muncul lagi di hadapanku!" Elena angkat bicara.

Evan memperhatikan Elena dan Alan bergantian. Ia yakin Alan bukan suami yang baik sebelumnya.

"Elena! Ikut denganku sekarang!"

Di luar dugaan Alan menarik Elena secara paksa. Dengan cekatan Evan menarik Elena dan menyembunyikannya di balik tubuh tegap miliknya.

"Pergi!" usir Evan.

Bugh.

Satu pukulan dari Alan membuat Evan terhuyung ke samping.

"Sial!" Evan tak terima ia balas menghantam rahang Alan dengan kuat.

Bugh.

Seketika Alan tersungkur ke tanah.

Elena menangkup mulut dengan kedua tangannya. Ia tak ingin adu jotos mereka berlanjut. Ia berteriak memanggil satpam.

Dua pria tegap datang memegangi kedua sisi tubuh Alan.

"Elena! Kamu berani melakukan ini padaku?!"

"Bawa dia pergi, jangan biarkan orang ini masuk lagi!!" tegas Elena pada kedua satpam itu.

"Baik, Bu!!" jawab mereka tak kalah tegas.

"Elena!! Sial!! Aku ini masih suamimu!!"

Alan terus meracau, sampai wajahnya tenggelam di tikungan.

Related chapters

  • Pembalasan Sang Pewaris   6. Mainan Pemersatu

    "Aww!" pekik Evan yang merasa perih saat Elena mengobati lukanya dengan kapas yang sudah diberi cairan antiseptik.Reflek Elena menarik lengannya. "Maaf."Luka robekan di sudut bibir Evan mengingatkan Elena pada perlakuan Alan yang diterimanya beberapa waktu lalu."Dia suami kamu?" tanya Evan hati-hati. Elena melirik Evan sekilas. "Bukan. Kami sudah bercerai."Evan mengangguk paham. Dari kejadian tadi dapat dilihat kalau pria itu masih sering mengganggu Elena, pikir Evan. Elena yang heran dengan kehadiran Evan bertanya, "Ngomong-ngomong, bukannya kamu sudah pulang? Kenapa balik lagi?"Ucapan Elena mengingatkan Evan tentang suatu hal. "Benar. Mobil mainan milik keponakanku tertinggal. Jadi aku diminta untuk mengambilnya.""Keponakanmu yang tadi?" "Ya, dia memang nakal dan manja. Dia terus saja merengek minta diambilkan. Kalau dia bukan keponakanku mungkin aku sudah menitipkannya di panti asuhan." Anehnya Evan begitu lancar berbicara pada Elena padahal mereka baru bertemu.Elena mena

    Last Updated : 2024-11-23
  • Pembalasan Sang Pewaris   7. Pesona Evan

    Tok. Tok. "Masuk," titah Elena saat mendengar pintu ruangannya di ketuk."Maaf, Bu. Ada tamu dari perusahaan Horison," ucap Yuni, Sekretaris Elena. "Baiklah, suruh langsung masuk.""Baik, Bu." Yuni menunduk hormat lalu keluar ruangan.Tak selang berapa lama, dua wanita masuk ke dalam ruangan. Elena beranjak. "Selamat datang di perusahaan kami," sambut Elena tersenyum."Terimakasih, Bu Elena.""Sepertinya, kamu sudah tahu nama saya," ucap Elena tersanjung."Tentu saja, berita tentang Bu Elena tersebar di mana-mana," terang wanita itu. "Saya, Valerie, wakil CEO perusahaan Horison. Dan ini sekretaris saya, Tiara." Tiara mengangguk sopan. "Saya kemari untuk membahas progres proyek kita yang di luar kota. Bagaimana, Bu. sudah ada pembaruan?" tanya Valerie langsung ke inti.'Valerie. Mungkinkah Valerie yang sama?' tanya Elena dalam hati. 'Sepertinya gak mungkin. Banyak orang yang bernama Valerie di dunia ini.'"Oh soal itu, ya? Pembangunan hotelnya berjalan dengan baik, sudah selesai s

    Last Updated : 2024-11-25
  • Pembalasan Sang Pewaris   8. Pertemuan yang tak terduga di area fitnes

    "Aku ganti baju dulu ya, El." Evan melenggang ke ruang ganti meninggalkan Elena yang masih terpaku ditempatnya."Elena," panggil suara bariton dari belakangnya.Deg. Tanpa melihat pun Elena sudah tahu siapa yang memanggilnya. Kenapa pria itu ada dimana-mana pikir Elena. Bukankah tadi dia melihatnya dia bersama Valerie? tanya Elena dalam hati."Elena ikut aku," Tanpa menunggu persetujuan Elena, Alan menarik wanita yang masih tercatat sebagai istrinya di negara ke tempat yang lebih sepi."Alan, lepas!" Elena berusaha melepas cekalan Alan di pergelangan tangannya yang terasa sesak. Tak menggubris gertakan Elena, sampai Alan menemukan tempat yang cocok untuk berbicara dengannya.Elena hendak berbalik dan pergi, namun Alan lebih cepat mengungkung Elena di tembok."Elena, ayo kita pulang!" ajaknya tak tahu malu.Elena berdecih. "Cih. Baru satu minggu yang lalu kamu menalakku dan kamu sudah lupa, Alan? Tampaknya kamu pikun di usia muda, ya?" tanya Elena sarkas."Rujuk denganku dan kita mul

    Last Updated : 2024-11-27
  • Pembalasan Sang Pewaris   9. Kabar baik atau buruk?

    "Kalian memang sangat cocok!" Evan menyetujui ucapan Valerie. Namun tepat setelah ia menyelesaikan ucapannya Evan mengalihkan pandangan ke lain arah."Ya, sepertinya memang begitu. Kami merupakan pasangan ideal," imbuh Alan percaya diri meraih Valerie dalam dekapannya.Elena melirik Evan sekilas. Sepertinya Evan juga tak nyaman dengan situasi ini. "Kalau begitu kami pamit, saya harap pelayanan hotel ini membuat kalian nyaman." Evan memberi kode pada Elena untuk mengikutinya.Elena membuntuti Evan, namun langkahnya terhenti sejenak di samping Alan. "Tanda tangani surat cerai yang ku kirim nanti!" bisiknya lantas berlalu.Alan mengepal kuat. Ia tak mungkin menunjukkan kekesalannya di depan Valerie. Bagaimanapun menikah dengan Valerie akan kembali mengangkat karirnya. "Sayang, kamu sudah pilih kamar?"Valerie mengibaskan sebuah kartu kunci masuk kamar hotel.Alan tersenyum lebar. Ia ingin bergerak cepat sekarang, begitu juga dengan Valerie yang tak ingin mengulur waktu. Mereka akan meng

    Last Updated : 2024-11-28
  • Pembalasan Sang Pewaris   10. Berbadan dua

    "Evan?" panggil Elena menghentikan langkahnya, setelah mereka keluar dari ruangan Dokter Aura."Ya?" Evan berbalik menatap Elena."Rahasiakan kehamilanku dari siapapun, termasuk Alan," pinta Elena. Ia berusaha menutupi kegelisahannya di hadapan Evan.Evan mengangguk tanpa menanyakan hal itu lebih jauh, ia paham betul perasaan Elena sekarang. Mereka berjalan beriringan menuju mobil Evan tanpa suara. Setelah mobil melaju Evan memerhatikan Elena yang tengah jauh dalam pikirannya. "Elena, maaf kamu mau langsung pulang?" tanya Evan hati-hati. Elena menoleh dengan wajah kusut. "Ya, sepertinya aku harus pulang." Pandangannya kembali beralih pada luar jendela. Jalanan kota yang sibuk tak membuat Elena teralihkan dari kabar yang baru menyambarnya. Bagaimana mungkin dia hamil, tapi setelah diingat-ingat lagi tanggal menstruasi Elena memang sudah terlewat. Ada rasa bahagia bercampur duka. Di satu sisi doanya selama ini untuk menginginkan seorang anak terkabul, di sisi lainnya pernikahan Elen

    Last Updated : 2024-12-01
  • Pembalasan Sang Pewaris   11. Kedatangan Ibu Alan

    Mata Elena mengerling pada map hijau di tangan. "Maaf, Sayang. Tapi ibu dan ayahmu harus berpisah," ucap Elena lagi.Elena membalikkan badannya kembali keluar ruangan. Ia menghampiri Yuni yang tengah sibuk dengan komputernya."Yun, kirimkan ke alamat rumah Danuarta, pastikan hari ini sampai," titahnya pada Yuni menyodorkan map itu.Yuni mendongak dan menerima sodoran map dari Elena. "Baik, Bu!" serunya tersenyum."Pastikan sampai hari ini, ya?!" tegas Elena."Siap, Bu. Saya akan melakukannya sesuai perintah," jawab Yuni patuh.Elena mengangguk lantas kembali ke ruangan. Ia menyalakan laptop masih harus mempelajari beberapa hal tentang perusahaan yang ia tinggal dua tahun lalu. Tok. Tok. Tok. Elena melirik pintu, ia tak merasa ada janji hari ini. "Masuk!" titahnya.Daun pintu terbuka menampilkan Yuni. "Kenapa, Yun?" tanya Elena."Maaf, Bu. Ada yang ingin bertemu dengan Ibu. Saya sudah berusaha keras melarangnya namun dia memaksa," ucap Yuni menyesal.Elena mengerutkan dahi. "Siapa?"

    Last Updated : 2024-12-02
  • Pembalasan Sang Pewaris   12. Kenyataan pahit

    Mata Elena terbuka perlahan, menampilkan beberapa orang yang tengah sibuk memeriksa kondisinya."Bu Elena sudah siuman, Dok," ucap salah satu suster yang pertama kali melihat Elena membuka mata.Dokter perempuan itu memutar badan menghampiri Elena. "Bu Elena, apa kepalanya terasa sakit?" tanya Dokter langsung."Hanya pusing," jawab Elena lemah.Sementara suster yang satu lagi mengubah kecepatan tetesan infus lebih lambat. "Baiklah kita periksa lagi, sebentar." Dokter Aura yang memeriksanya waktu itu menempelkan stetoskop ke dada Elena. Setelah selesai sang Dokter membungkus lengan atas Elena dengan alat tensi darah, keningnya mengkerut. "Tekanan darah ibu agak tinggi."Elena tak kaget lagi, setelah bertemu dengan Ambar dia memang agak tertekan. Dokter melepas alat itu lalu bertanya, "Apa Ibu akhir-akhir ini banyak pikiran?""Mungkin, Dok.""Sebaiknya Ibu istirahat yang cukup, ya. Saya akan resepkan beberapa vitamin dan penurun darah," imbuh Dokter itu lantas berbicara dengan salah s

    Last Updated : 2024-12-03
  • Pembalasan Sang Pewaris   13. Perasaan Aneh

    Sekali lagi Alan melirik map hijau yang teronggok di lantai. "SIALL!!" geramnya. Satu hentakan Alan menarik ujung sepreinya kasar hingga bantal dan guling yang berada diatasnya porak poranda di lantai. Tangannya mengepal kuat. Hatinya merasa tercabik-cabik mendapat perlakuan Elena sekarang. Wanita yang biasanya patuh itu kini berubah menjadi wanita tangguh.Alan mengusap wajahnya gusar. "Elena!! Jika ini yang kamu mau aku akan turuti!! Tapi lihat saja. Hidupmu tidak akan bahagia...!!"Dengan kasar Alan menyambar map hijau itu dan mencari bolpoin di dalam laci. Tak perlu usaha yang keras saat ia membuka laci paling atas tampak bolpoin berwarna hitam menyambutnya. Alan segera membuka map itu dan membubuhkan tanda tangan dengan rusuh. "Lihat Elena! Aku sudah menandatangani surat cerai ini," katanya entah pada siapa.***"Assalamu'alaikum!" ucap seorang pria yang baru membuka pintu kamar bangsal Elena."Waalaikumsalam," sahut Clarissa dan Elena kompak.Evan menampakkan senyum dan mengha

    Last Updated : 2024-12-04

Latest chapter

  • Pembalasan Sang Pewaris   13. Perasaan Aneh

    Sekali lagi Alan melirik map hijau yang teronggok di lantai. "SIALL!!" geramnya. Satu hentakan Alan menarik ujung sepreinya kasar hingga bantal dan guling yang berada diatasnya porak poranda di lantai. Tangannya mengepal kuat. Hatinya merasa tercabik-cabik mendapat perlakuan Elena sekarang. Wanita yang biasanya patuh itu kini berubah menjadi wanita tangguh.Alan mengusap wajahnya gusar. "Elena!! Jika ini yang kamu mau aku akan turuti!! Tapi lihat saja. Hidupmu tidak akan bahagia...!!"Dengan kasar Alan menyambar map hijau itu dan mencari bolpoin di dalam laci. Tak perlu usaha yang keras saat ia membuka laci paling atas tampak bolpoin berwarna hitam menyambutnya. Alan segera membuka map itu dan membubuhkan tanda tangan dengan rusuh. "Lihat Elena! Aku sudah menandatangani surat cerai ini," katanya entah pada siapa.***"Assalamu'alaikum!" ucap seorang pria yang baru membuka pintu kamar bangsal Elena."Waalaikumsalam," sahut Clarissa dan Elena kompak.Evan menampakkan senyum dan mengha

  • Pembalasan Sang Pewaris   12. Kenyataan pahit

    Mata Elena terbuka perlahan, menampilkan beberapa orang yang tengah sibuk memeriksa kondisinya."Bu Elena sudah siuman, Dok," ucap salah satu suster yang pertama kali melihat Elena membuka mata.Dokter perempuan itu memutar badan menghampiri Elena. "Bu Elena, apa kepalanya terasa sakit?" tanya Dokter langsung."Hanya pusing," jawab Elena lemah.Sementara suster yang satu lagi mengubah kecepatan tetesan infus lebih lambat. "Baiklah kita periksa lagi, sebentar." Dokter Aura yang memeriksanya waktu itu menempelkan stetoskop ke dada Elena. Setelah selesai sang Dokter membungkus lengan atas Elena dengan alat tensi darah, keningnya mengkerut. "Tekanan darah ibu agak tinggi."Elena tak kaget lagi, setelah bertemu dengan Ambar dia memang agak tertekan. Dokter melepas alat itu lalu bertanya, "Apa Ibu akhir-akhir ini banyak pikiran?""Mungkin, Dok.""Sebaiknya Ibu istirahat yang cukup, ya. Saya akan resepkan beberapa vitamin dan penurun darah," imbuh Dokter itu lantas berbicara dengan salah s

  • Pembalasan Sang Pewaris   11. Kedatangan Ibu Alan

    Mata Elena mengerling pada map hijau di tangan. "Maaf, Sayang. Tapi ibu dan ayahmu harus berpisah," ucap Elena lagi.Elena membalikkan badannya kembali keluar ruangan. Ia menghampiri Yuni yang tengah sibuk dengan komputernya."Yun, kirimkan ke alamat rumah Danuarta, pastikan hari ini sampai," titahnya pada Yuni menyodorkan map itu.Yuni mendongak dan menerima sodoran map dari Elena. "Baik, Bu!" serunya tersenyum."Pastikan sampai hari ini, ya?!" tegas Elena."Siap, Bu. Saya akan melakukannya sesuai perintah," jawab Yuni patuh.Elena mengangguk lantas kembali ke ruangan. Ia menyalakan laptop masih harus mempelajari beberapa hal tentang perusahaan yang ia tinggal dua tahun lalu. Tok. Tok. Tok. Elena melirik pintu, ia tak merasa ada janji hari ini. "Masuk!" titahnya.Daun pintu terbuka menampilkan Yuni. "Kenapa, Yun?" tanya Elena."Maaf, Bu. Ada yang ingin bertemu dengan Ibu. Saya sudah berusaha keras melarangnya namun dia memaksa," ucap Yuni menyesal.Elena mengerutkan dahi. "Siapa?"

  • Pembalasan Sang Pewaris   10. Berbadan dua

    "Evan?" panggil Elena menghentikan langkahnya, setelah mereka keluar dari ruangan Dokter Aura."Ya?" Evan berbalik menatap Elena."Rahasiakan kehamilanku dari siapapun, termasuk Alan," pinta Elena. Ia berusaha menutupi kegelisahannya di hadapan Evan.Evan mengangguk tanpa menanyakan hal itu lebih jauh, ia paham betul perasaan Elena sekarang. Mereka berjalan beriringan menuju mobil Evan tanpa suara. Setelah mobil melaju Evan memerhatikan Elena yang tengah jauh dalam pikirannya. "Elena, maaf kamu mau langsung pulang?" tanya Evan hati-hati. Elena menoleh dengan wajah kusut. "Ya, sepertinya aku harus pulang." Pandangannya kembali beralih pada luar jendela. Jalanan kota yang sibuk tak membuat Elena teralihkan dari kabar yang baru menyambarnya. Bagaimana mungkin dia hamil, tapi setelah diingat-ingat lagi tanggal menstruasi Elena memang sudah terlewat. Ada rasa bahagia bercampur duka. Di satu sisi doanya selama ini untuk menginginkan seorang anak terkabul, di sisi lainnya pernikahan Elen

  • Pembalasan Sang Pewaris   9. Kabar baik atau buruk?

    "Kalian memang sangat cocok!" Evan menyetujui ucapan Valerie. Namun tepat setelah ia menyelesaikan ucapannya Evan mengalihkan pandangan ke lain arah."Ya, sepertinya memang begitu. Kami merupakan pasangan ideal," imbuh Alan percaya diri meraih Valerie dalam dekapannya.Elena melirik Evan sekilas. Sepertinya Evan juga tak nyaman dengan situasi ini. "Kalau begitu kami pamit, saya harap pelayanan hotel ini membuat kalian nyaman." Evan memberi kode pada Elena untuk mengikutinya.Elena membuntuti Evan, namun langkahnya terhenti sejenak di samping Alan. "Tanda tangani surat cerai yang ku kirim nanti!" bisiknya lantas berlalu.Alan mengepal kuat. Ia tak mungkin menunjukkan kekesalannya di depan Valerie. Bagaimanapun menikah dengan Valerie akan kembali mengangkat karirnya. "Sayang, kamu sudah pilih kamar?"Valerie mengibaskan sebuah kartu kunci masuk kamar hotel.Alan tersenyum lebar. Ia ingin bergerak cepat sekarang, begitu juga dengan Valerie yang tak ingin mengulur waktu. Mereka akan meng

  • Pembalasan Sang Pewaris   8. Pertemuan yang tak terduga di area fitnes

    "Aku ganti baju dulu ya, El." Evan melenggang ke ruang ganti meninggalkan Elena yang masih terpaku ditempatnya."Elena," panggil suara bariton dari belakangnya.Deg. Tanpa melihat pun Elena sudah tahu siapa yang memanggilnya. Kenapa pria itu ada dimana-mana pikir Elena. Bukankah tadi dia melihatnya dia bersama Valerie? tanya Elena dalam hati."Elena ikut aku," Tanpa menunggu persetujuan Elena, Alan menarik wanita yang masih tercatat sebagai istrinya di negara ke tempat yang lebih sepi."Alan, lepas!" Elena berusaha melepas cekalan Alan di pergelangan tangannya yang terasa sesak. Tak menggubris gertakan Elena, sampai Alan menemukan tempat yang cocok untuk berbicara dengannya.Elena hendak berbalik dan pergi, namun Alan lebih cepat mengungkung Elena di tembok."Elena, ayo kita pulang!" ajaknya tak tahu malu.Elena berdecih. "Cih. Baru satu minggu yang lalu kamu menalakku dan kamu sudah lupa, Alan? Tampaknya kamu pikun di usia muda, ya?" tanya Elena sarkas."Rujuk denganku dan kita mul

  • Pembalasan Sang Pewaris   7. Pesona Evan

    Tok. Tok. "Masuk," titah Elena saat mendengar pintu ruangannya di ketuk."Maaf, Bu. Ada tamu dari perusahaan Horison," ucap Yuni, Sekretaris Elena. "Baiklah, suruh langsung masuk.""Baik, Bu." Yuni menunduk hormat lalu keluar ruangan.Tak selang berapa lama, dua wanita masuk ke dalam ruangan. Elena beranjak. "Selamat datang di perusahaan kami," sambut Elena tersenyum."Terimakasih, Bu Elena.""Sepertinya, kamu sudah tahu nama saya," ucap Elena tersanjung."Tentu saja, berita tentang Bu Elena tersebar di mana-mana," terang wanita itu. "Saya, Valerie, wakil CEO perusahaan Horison. Dan ini sekretaris saya, Tiara." Tiara mengangguk sopan. "Saya kemari untuk membahas progres proyek kita yang di luar kota. Bagaimana, Bu. sudah ada pembaruan?" tanya Valerie langsung ke inti.'Valerie. Mungkinkah Valerie yang sama?' tanya Elena dalam hati. 'Sepertinya gak mungkin. Banyak orang yang bernama Valerie di dunia ini.'"Oh soal itu, ya? Pembangunan hotelnya berjalan dengan baik, sudah selesai s

  • Pembalasan Sang Pewaris   6. Mainan Pemersatu

    "Aww!" pekik Evan yang merasa perih saat Elena mengobati lukanya dengan kapas yang sudah diberi cairan antiseptik.Reflek Elena menarik lengannya. "Maaf."Luka robekan di sudut bibir Evan mengingatkan Elena pada perlakuan Alan yang diterimanya beberapa waktu lalu."Dia suami kamu?" tanya Evan hati-hati. Elena melirik Evan sekilas. "Bukan. Kami sudah bercerai."Evan mengangguk paham. Dari kejadian tadi dapat dilihat kalau pria itu masih sering mengganggu Elena, pikir Evan. Elena yang heran dengan kehadiran Evan bertanya, "Ngomong-ngomong, bukannya kamu sudah pulang? Kenapa balik lagi?"Ucapan Elena mengingatkan Evan tentang suatu hal. "Benar. Mobil mainan milik keponakanku tertinggal. Jadi aku diminta untuk mengambilnya.""Keponakanmu yang tadi?" "Ya, dia memang nakal dan manja. Dia terus saja merengek minta diambilkan. Kalau dia bukan keponakanku mungkin aku sudah menitipkannya di panti asuhan." Anehnya Evan begitu lancar berbicara pada Elena padahal mereka baru bertemu.Elena mena

  • Pembalasan Sang Pewaris   5. Pembuat Onar

    Akhirnya rapat selesai para petinggi perusahaan serta pemegang saham mulai undur diri meninggalkan ruangan. Seorang pria dengan rambut yang sudah memutih menghampiri Julian dan Elena. Ia mengulurkan tangan memberi selamat."Selamat bergabung, Nona Elena. Saya percaya di tangan Anda perusahaan akan lebih meningkat dengan inovasi dan kreativitas yang lebih maju," imbuhnya melebarkan senyum.Elena balas tersenyum menerima uluran pria itu. "Terimakasih, Pak. Namun saran dan kritik Bapak juga akan saya nantikan mengenai kinerja saya ke depannya.""Ya, memang sudah seharusnya begitu," ucapnya dengan nada gurau.Mereka terkekeh geli mendapati raut Elena yang sebelumnya menganggap hal itu serius."Oh, ya, perkenalkan. Ini Evan, anak saya," ujar pria itu lagi menunjuk pria yang sudah bertemu dengan Elena sebelumnya.Evan mengulurkan tangan seraya menyunggingkan senyum menawannya.Elena menyambut hangat uluran itu."Dia CEO perusahaan Adhyaksa," bisik Julian di telinga Elena.Elena membulatkan

DMCA.com Protection Status