Gracio terus terbayang akan kebersamaannya dengan Clara, gadis tengil yang pantang menyerah. Jika mereka terus-terusan bersama dalam jangka waktu yang panjang dapat dipastikan kalau pertahanan Gracio akan runtuh juga. Singa tidur pun akan mengaung jika diusik ketenangannya. Sama halnya dengan perasaan Gracio yang akan berubah jika terus didesak oleh cinta membara dari Clara. Kucing mana yang akan tahan melihat ikan di depan mata, apalagi ikan tersebut masih sangat segar, tentu saja kesempatan itu tidak akan disia-siakan."Aku bisa gila jika terus seperti ini." Gumamnya merasa frustasi. Tak dapat dipungkiri bahwa Gracio merasa nyaman saat bersama dengan Clara, ada desiran aneh yang menyerang tubuhnya tatkala menatap manik mata abu-abu milik gadis tengil itu. Namun, wajah istri dan anaknya yang menangis di saat terakhir mereka bertemu berhasil menjadi benteng pertahanan di hati Gracio. Tak ingin larut dalam pikirannya, Gracio melajukan mobilnya dan menuju ke markas. Mungkin di sana ia
Pagi ini Gracio menjemput Clara di halte dekat rumahnya. Berhubung sekarang weekend, Gracio ingin mengajak Clara jalan-jalan ke pantai sebagai bentuk hadiah dari hasil kerja kerasnya dalam mendapatkan dokumen penting milik Xander. Sebentar lagi gadis itu akan kembali menjalankan perannya di hadapan Xander karena masih ada beberapa berkas penting lagi yang harus Clara dapatkan. Tentu saja Clara sangat senang karena bisa jalan berdua sama pria pujaan hatinya. Wajah Clara berbinar terang layaknya mentari pagi yang menyinari bumi. Dia berjalan riang sembari menghampiri Mama dan Papanya. "Wah, tumben sudah rapi pagi-pagi sekali. Mau ke mana, hum?" tanya Robert saat melihat putri semata wayangnya begitu ceria. "Aku mau jalan sama temen, Pa, Ma. Boleh ya?" izin Clara penuh harap. Ia bergelayut manja di lengan sang Papa, hal yang selalu dilakukannya setiap hari. "Boleh, tapi dengan siapa kamu pergi?" Robert tidak akan membiarkan putrinya pergi dengan sembarangan orang. "Sama temen kampus
"Ayo, Om, kejar aku. Hahahhahaha." Teriak Clara sambil tertawa lepas. Dia berenang lebih jauh lagi supaya dikejar oleh Gracio.Gracio seakan terpanah oleh kecantikan Clara yang meningkat berkali lipat saat tertawa begitu lepas. Seperti ada ribuan kupu-kupu yang menari di hatinya, merubah warna hidupnya yang semula abu-abu menjadi cerah hanya sekedar melihat perjuangan gadis tengil itu demi menggapai cintanya. Seolah ada kekuatan magnet di gelombang arus lautan, menarik tubuh Gracio untuk mengejar Clara ke tengah-tengahnya. Bolehkah jika Gracio egois? Melupakan sejenak masalah yang terjadi dalam rumah tangganya? Berdosa kah jika dia tergoda dengan rayuan manis Clara yang begitu memabukkan? Jika benar apa yang dilakukannya adalah sebuah dosa besar, biarkan Gracio hanyut di dalamnya walau hanya sekejap. Percikan air mengenai wajah tampannya akibat ulah Clara. Mereka seperti sepasang kekasih yang memamerkan kemesraan pada dunia. Udara pun merasa cemburu karena tak bisa melakukan hal yan
"Apa Om demam?" Clara menyentuh kening Gracio yang sama sekali tidak panas. "Ck!" Gracio berdecak kesal atas sikap Clara. Tiada hentinya dia merutuki dirinya sendiri karena bisa-bisanya berkata menjijikkan seperti tadi. Dia tidak pernah menggombali seorang wanita kecuali istrinya, lalu kenapa barusan dia malah bersikap manis terhadap Clara? Pasti ada yang salah di sini. "Sikap Om aneh banget tauk," dengus Clara akhirnya kembali pada kursi duduknya. Hingga pesanan mereka datang dan ditata rapi di atas meja. Mata Clara berbinar tatkala melihat semua menu pesanannya. Perutnya semakin lapar ketika aroma ayam goreng kecap menguar di indera penciumannya. "Selamat makan, Om." Serunya langsung mengeksekusi makanan tersebut satu persatu. Gracio menjadi tak berselera makan, karena terus kepikiran dengan ucapannya yang tadi. 'Jika Violetta tahu, pasti dia akan sangat marah." Batin Gracio dengan wajah masam. Seusai makan, Clara justru tidak mau pulang, dia merengek minta diantarkan ke mall bu
Clara turun dari kamar dengan wajah kesalnya. Bahkan penampilannya pun acak-acakan, menggunakan piyama tidur berwarna hitam dan tidak nerawang. "Selamat malam, Pak Sean," sapa Clara begitu malas. "Malam, Cla," balas Sean sedikit gugup. Ia seakan terpanah dengan penampilan Clara yang sangat indah nan cantik walaupun hanya menggunakan piyama. "Ada perlu apa ya, Pak, Anda datang kemari?" tanya Clara blak-blakan, ia tidak mau berbasa-basi karena kepalanya cukup pusing akibat memikirkan Gracio."Em," Sean menjadi salah tingkah ditanya seperti itu oleh mahasiswinya sendiri, apalagi ada kedua orang tua Clara di hadapannya, membuat Sean tak bisa bergerak bebas. "Kenapa kamu bertanya seperti itu, Clara, nggak sopan sama Dosen kamu sendiri. Mungkin ada hal penting yang ingin dibahas, kalau begitu Papa sama Mama ke belakang dulu. Kalian berbicaralah di sini," ujar Robert, langsung mengajak istrinya pergi dari sana. Hening! Tidak ada yang membuka suara di antara Clara dan Sean. Padahal sebelu
Seperti biasa, Clara dijemput oleh Gracio di halte dekat rumahnya. Nanti siang adalah jadwal pertemuan Clara bersama Xander di markasnya. Clara merasa ada yang aneh dengan sikap Gracio yang sangat dingin, memang pria itu selalu dingin, hanya saja sekarang jauh lebih dingin lagi daripada biasanya. "Om, kenapa?" tanya Clara memberanikan diri. Dia tidak lagi mengungkit soal perasaannya terhadap Gracio karena ia ingin mendengar sendiri bagaimana pria itu memutuskan pilihannya. Gracio sama sekali tidak menggubris pertanyaan gadis di sampingnya, ia masih kesal dengan pemandangan semalam yang ia lihat sendiri bagaimana Clara bermesraan dengan seorang pria yang ternyata adalah dosennya di kampus. 'Dia kenapa?' Batin Clara merasa heran. Ia menatap wajah Gracio yang sama sekali tidak meliriknya. Hingga sampai di kampus pun, tetap tidak ada yang berbicara diantara keduanya. "Kalo aku ada salah ngomong dong Om, jangan diemin aku kayak gini. Apa karena desakan aku soal kemarin? Kalo Om keberat
"Hati-hati di dalam, jika dia berbuat sesuatu segera hubungi aku," ucap Gracio mewanti-wanti sang kekasih. Yeah, dia dan Clara sudah resmi menjalin kasih sejak beberapa waktu yang lalu. Gracio sudah mantap dengan pilihannya, ia mengikuti nalurinya yang mendorongnya untuk menjadikan Clara sebagai miliknya. "Iya, Om. Aku akan menjaga diri baik-baik," jawab Clara tersenyum manis. "Ck! Om lagi, kapan panggilan itu berubah dengan yang lebih manis sedikit saja," protes Gracio memasang wajah kesalnya. "No, nggak ada nama lain kecuali panggilan Om, karena aku menyukai panggilan itu," Clara bergelayut manja di lengan Gracio sebelum akhirnya keluar dari dalam mobil dan masuk ke Markas Xander dengan sangat hati-hati. Kali ini perasaan Clara sedikit cemas, tak seperti hari-hari sebelumnya ia datang ke markas Xander. Takut, itulah yang dia rasakan. Setibanya di dalam sana, Clara melihat Xander yang sedang berkacak pinggang di depan segerombolan pria berbaju hitam. Pria tua yang sedang berdis
Belum sempat Robert memasuki mobilnya, ternyata ada sebuah mobil yang berhenti di depan gerbang rumahnya. Dia sangat hafal milik siapa mobil tersebut, maka dari itu ia bergegas menghampiri sang empunya mobil itu. "Turun kau Xander sialan!" Teriak Robert sambil menggedor pintu mobil berwarna hitam milik Xander. Dengan amarah yang membuncah, Xander pun keluar dari dalam mobil dan menatap tajam pada Robert. Kedua rekan tersebut bersikap layaknya rival yang sedang menuju ke ring pertarungan.Robert menarik kerah baju Xander lalu mendaratkan bogeman mentah di wajah atasannya tersebut. Persetan dengan kedudukannya yang jauh di bawah Xander, sebab yang paling utama sekarang adalah keselamatan sang putri tercinta. Robert takut jikalau Xander sudah berbuat hal jahat kepada Clara. "Kurang ajar kau Xander! Berani sekali menggoda putriku," teriak Robert sambil melayangkan tinjunya yang mengenai pelipis Xander. Tidak mau kalah, Xander membalas pukulan Robert dengan membabi buta. Dia yang semul
Sean berangkat pagi-pagi sekali ke rumah Clara untuk menemui wanita malang itu. Hatinya benar-benar tak tenang setelah melakukan perbuatan bejat terhadapnya, ia dihantui rasa bersalah sampai tak bisa tidur dengan nyenyak. Namun, saat sampai di halaman rumah Clara, ia berpapasan dengan Gracio yang baru turun dari dalam mobil. Pria itu juga ingin bertemu dengan Clara, ia harus menjelaskan semuanya sebelum terlambat. "Ngapain kamu di sini?" sinis Sean kepada Gracio, ia masih tidak terima jika Gracio terus mendekati Clara, wanita yang sangat dia cintai. "Bukan urusanmu," ketus Gracio langsung melengos pergi dan menekan bel rumah sang pujaan hati. Ting Tong. Tak butuh waktu lama, pintu rumah pun terbuka, menampilkan sosok Camellia, Mamanya Clara di sana. Camellia menatap kedua pria yang berdiri di hadapannya dengan tatapan tak terbaca. Terlihat jelas kedua mata wanita baya itu sangat bengkak, sepertinya dia habis menangis semalaman. "Boleh saya bertemu dengan Clara?" ucap Gracio sele
Happy Reading. Clara pulang dengan perasaan yang hancur berkeping-keping, pria yang sangat dia cintai tidak ada bedanya dengan Sean. Mereka berdua sama-sama brengs*k, tidak ada cinta yang tulus dari seorang pria. Mulai sekarang Clara benar-benar menutup hatinya dari pria mana pun. Sebelum pulang ke rumah, Clara lebih dulu menyambangi lapas untuk menemui Papanya. Dengan keterampilannya dalam menggunakan make up, Clara menutupi mata bengkaknya menggunakan peralatan make up nya agar tidak ketahuan oleh Robert jikalau dirinya habis menangis. Beruntung juga Clara selalu menyediakan pakaian ganti di dalam mobilnya sehingga ia bisa mengganti pakaiannya sehabis dinodai oleh para pria brengs*k. Mungkin Clara memang pantas dibilang wanita murahan karena sudah memberikan tubuhnya kepada Sean dan Gracio di hari yang sama walaupun pada waktu yang berbeda. Clara tersenyum lembut kepada sang Papa begitu mereke bertemu di ruang tunggu. "Kamu sendirian? Mama kamu mana, sayang?" ucap Robert setelah
Sean menyemburkan benihnya di atas perut Clara untuk menghindari sesuatu yang sangat tidak dia inginkan. Setelah ini Sean tidak akan lagi mengejar cintanya terhadap mahasiswinya tersebut, sebab Sean tidak mau mencoreng nama baiknya jika berhubungan lagi dengan seorang pelakor. Sean berdiri dan mengambil tisu di atas meja kerjanya, melemparnya tepat ke dada Clara dan hampir mengenai sesuatu yang kenyal di sana. Tentu saja hati Clara semakin terkoyak habis mendapatkan perlakuan buruk dari Sean yang menginjak harga dirinya habis-habisan. Setelah kehormatannya direnggut paksa, sekarang ia dicampakkan layaknya sampah. Apakah ini yang dinamakan cinta? Ah, persetan dengan kata cinta, mulai sekarang Clara tak mau lagi kenal dengan yang namanya cinta. "Cepat bersihkan dan keluar dari ruangan ini," titah Sean sambil lalu memungut pakaiannya yang teronggok di atas lantai. Memakainya dengan cepat tanpa membersihkan diri terlebih dahulu. Clara tersenyum kecut saat menyadari kalau Sean tak seba
Clara melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, hati sangat hancur karena mendengar ucapan Gracio tadi. Yeah, tak sengaja Clara mendengar semua percakapan antara Gracio dan istrinya. Awalnya Clara ingin menemui Gracio untuk memastikan apakah pria itu akan tetap berbohong mengenai kepulangan istrinya. Namun, siapa sangka. Niat hati ingin memberikan kejutan kepada pria itu justru dirinya sendiri yang mendapatkan kejutan luar biasa dari Gracio. Clara bisa menerima jikalau dirinya hanya akan tetap menjadi simpanan dari pria beristri, karena ia amat mencintai Gracio. Akan tetapi, Clara tidak bisa menerima kenyataan bahwa dirinya hanya dijadiin alat balas dendam oleh pria yang sangat ia cintai untuk menghacurkan kehidupan sang Papa dan temannya, Xander. Jika dipikir-pikir kemunculan Gracio dalam hidupnya memang tidak masuk akal, dan bodohnya lagi Clara justru percaya dengan semua ucapan Gracio sehingga dia terjebak dengan cinta sepihak itu. "Jahat kamu Om. Hanya karena kesalahan Papa,
Pagi hari. Violetta mengantarkan Kevin ke depan rumah yang akan berangkat ke sekolah menggunakan taksi. Taksi yang sudah menjadi langganan sekaligus kenalan Gracio, jadi mereka tak perlu cemas kalau Kevin tidak akan sampai ke sekolahan. Karena supir taksi tersebut selalu menjamin keselamatan Kevin, karena ia benar-benar orang yang sangat baik. "Hati-hati di jalan, jangan buat keributan di sekolah ya. Belajar yang rajin, Kevin kan anak pintar," ucap Violetta memberikan nasehat kepada sang putra. "Kevin, jangan pernah takut sama siapa pun. Jangan sampai kamu ditindas oleh teman-teman yang lain, Kevin kan pemberani," kali ini Gracio yang memberikan nasehat kepada putranya. "Iya, Ma, Pa," jawab Kevin tersenyum senang. Suasana inilah yang selalu Kevin rindukan saat Mama dan Papanya pisah rumah. "Pak, titip Kevin ya," kata Violetta kepada supir taksi. Ia percayakan semuanya kepada kenalan suaminya itu. "Siap, Bu," supir taksi itu pun langsung melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang
Plak! Gracio terkejut mendapatkan serangan tiba-tiba dari istrinya itu. "Ada apa, sayang, kenapa kamu menampar ku?" suara Gracio masih terdengar lembut di telinga Violetta, dan itu semakin membuatnya muak. "Sekarang sudah malam, kita bicara besok setelah Kevin berangkat ke sekolah," desis Violetta menahan amarah. Ia tidak mau bertengkar di depan putranya yang hanya akan merusak mental Kevin jika sampai melihat orang tuanya bertengkar hebat, apalagi tentang kasus perselingkuhan. Gracio tak bisa berbuat apa-apa, ia masuk ke dalam kamar dengan perasaan resah. Entah ada masalah apa hingga Violetta berani menamparnya untuk yang pertama kali. Sepertinya akan ada masalah, Gracio harus mempersiapkan diri pada esok pagi. Gracio masih bertanya-tanya ada apa dengan istrinya, kenapa sikapnya sangat dingin. Dia berubah tak seperti biasanya, apa jangan-jangan ... Dia sudah tahu akan hubungannya dengan Clara? Ah, tidak mungkin. Violetta selalu berada di rumah, jika keluar pun dia hanya menjempu
Sean terlonjak kaget saat melihat notifikasi pesan masuk yang ternyata dari Violetta. Ia menegakkan punggung serta membenarkan posisi duduknya di atas sofa sebelum membalas pesan dari wanita tersebut. "Saya akan mengirim beberapa bukti yang mengacu pada perselingkuhan suami Mbak dan seorang wanita muda yang tak lain adalah mahasiswi saya di kampus. Tapi, Mbak harus janji tidak akan melabrak wanita itu ataupun mengancamnya karena sudah menjadi selingkuhan suami Anda. Biarkan saya yang mengurus wanita itu asalkan Mbak mau berjanji kepada saya." Sean membalas pesan dari Violetta dan memberikan syarat terlebih dahulu sebelum memberikan bukti yang ia punya tentang perselingkuhan Gracio dan Clara, karena ia tidak mau wanita yang dicintainya menjadi sasaran empuk bagi Violetta, seperti yang telah terjadi di sinetron tentang istri sah yang melabrak selingkuhan suaminya, sehingga wanita itu malu dan tercoreng nama baiknya. "Yah, saya janji tidak akan melakukan hal itu. Cepat, berikan bukti
Clara duduk termenung di balkon kamarnya, ia terus kepikiran dengan perkataan Mamanya tadi siang. Ia sampai bertengkar dengan Camellia demi membela Gracio, sebab menurut Clara tidak mungkin Gracio tidak mencintainya dan hanya memanfaatkannya. "Nggak mungkin Om Gracio sejahat itu, bahkan dia sudah jujur lebih dulu kalau mempunyai istri dan anak, lantas untuk apa dia memanfaatkan ku yang nggak bisa apa-apa." Monolog Clara menolak percaya dengan perkataan Mamanya yang dia anggap membual hanya demi memisahkannya dengan Gracio. "Besok aku akan menemuinya dan bertanya langsung kepadanya untuk menghindari kesalahpahaman." Ucapnya lagi penuh tekad. Clara masih memegang teguh pendiriannya yang mencintai Gracio tanpa status. Ting! Satu pesan masuk ke dalam ponselnya, ternyata dari pria yang sejak tadi menjadi pusat pikirannya. "Selamat malam, Sayang. Apa kamu baik-baik saja? Aku sangat merindukanmu."Begitulah isi pesan yang dikirimkan Gracio kepada Clara. Malam ini pria itu sedang ada di
Sean menunggu Laura di depan gerbang TK Pelita, tanpa sengaja ia berpapasan dengan Violetta yang sedang menjemput putranya. "Mamanya Kevin 'kan?" ucap Sean kepada Violetta, mendekati wanita cantik itu dengan tujuan ingin mengutarakan kebenaran mengenai pengkhianatan Gracio."Iya, kamu Om nya Laura?" Violetta masih mengingat jelas wajah Sean saat makan siang bersama kemarin. "Mbak sibuk nggak setelah pulang dari sini?" tanya Sean berhati-hati, ia harus segera berbicara empat mata dengan wanita cantik itu karena ia kasihan dengannya yang dikhianati oleh suaminya sendiri. "Nggak, ada apa?" Violetta nampak penasaran saat melihat gelagat aneh dari pria di hadapannya. "Bisa kita bicara sebentar, saya ada perlu penting sama Mbak," kata Sean sangat tak sabaran. Violetta melihat jam yang melingkar di tangannya sebelum menyetujui permintaan Sean. "Kita ada waktu 30 menit untuk berbicara, ayo ke sebelah sana," Violetta mengajak Sean ke arah taman di samping sekolah TK tersebut. "Ada apa?"