Home / Rumah Tangga / Pembalasan Rita / Chapter 4 Dejavu

Share

Chapter 4 Dejavu

last update Last Updated: 2022-07-02 17:26:27

Rita mengunci mulutnya rapat-rapat sejak pengumuman yang diberikan oleh Arka tadi. Ia masih kebingungan menelaah semua yang sedang terjadi di depannya saat ini. Pria yang menjadi alasan dirinya menerima pinangan Apriyanto Suhardiman kembali hadir. Lebih tampan, matang dan jelas rupawan dari gambaran terakhir yang masih diingat oleh Rita.

Benci pun rasanya mustahil dilakukan olehnya, karir yang susah payah ia bangun bisa berakhir saat ini juga dirinya bereaksi berlebihan. Rita tidak mungkin akan melakukan hal tersebut, karir ini adalah satu-satunya pegangan untuknya agar tetap berpikir waras dan menjadi penghiburannya.

Arka sebagai pimpinan pemilik perusahaan tempatnya bekerja, jelas tidak diketahui. CEO yang selama ini menjabat bukanlah pria itu apalagi ayahnya. Bisma Chandara selama ini juga tidak pernah terlihat di kantor pusat. Itulah yang membuat Rita berasumsi tempatnya bekerja tidak ada hubungannya dengan keluarga Chandara. Matanya mengerjap panik baru mengingat bahwa di mobil yang di kendarai oleh pria dari masa lalunya tersebut tidak ada Anton di dalamnya.

Rita berdeham berusaha membasahi kerongkongannya yang masih tercekat. “Pak Anton ke mana ya?”

Erni yang duduk di sebelahnya menjawab, “Anton sudah pulang lebih dulu. Kamu masa tidak sadar saat Tante menggandengmu menuju mobil tadi? Kaget ya, ketemu Arka kembali? Sudah berapa lama ya sepuluh tahun ya?”

Celotehan yang diutarakan oleh Erni sedikit mencairkan suasana mobil yang rasanya hening sejak awal tadi, pikir Rita. Atau mungkin dirinya terlalu asyik melamun hingga tidak menyadari suasana di sekelilingnya.

Seraya menetralkan detak jantung ia kemudian bertanya kembali. “Di mana CEO yang dulu?”

“Oh … Efendi?” Suara Bisma yang mengudara sementara Arka saat ini bertukar pandang dengannya melalui kaca spion yang berada di dalam mobil tersebut.

“Iya.”

“Dia sekarang pindah di perusahaan konstruksi milikku.”

Rita menelan salivanya lagi seolah kerongkongannya cukup kering hingga mengganggu pita suaranya, tanpa sadar ia mencondongkan tubuh ke arah Bisma yang duduk di kursi penumpang di bagian depan. “Jadi Pimpinan yang tidak jadi pindah ke cabang apakah Kak Arka? Eh, maksud Bapak Arka?”

“Anak cerdas,” jawab Bisma seraya terkekeh yang ditimpali seulas senyum dari Erni.

“Jangan terlalu formal begitu Rita. Seolah kita baru berkenalan. Kita akan makan malam, jadi bersikap santailah. Urusan pekerjaan bicarakan saat jam kerja saja,” tambah Bisma.

“Tapi, saya ke kota bersama dengan Pak Anton karena ada dinas.”

“Iya tentu. Rapat proyek baru itu akan dilaksanakan besok. Tapi, yang paling utama adalah kamu ikut makan malam bersama dengan kami,” jawab Erni kali ini.

Rita kemudian bungkam kembali dan menyandarkan punggungnya di jok kursi. Ia bukannya merasa puas dan lega karena ucapan kedua bosnya ini, bisa dibilang demikian tetapi rasanya ada sesuatu yang lain yang terjadi.

“Santailah, Nak. Nikmati makan malam kita. Tuh yuk,” ajak Erni yang kini sibuk melepaskan sabuk pengaman.

Rita hanya mengangguk dan kemudian mendongak takjub pada bangunan restoran yang seperti kastil abad pertengahan di Eropa sana begitu dirinya berdiri di halaman parkir yang luas tersebut.

“Maaf kita tidak turun di lobi. Tempat parkir VVIP sedang penuh,” ujar Arka yang kini sudah melepaskan jas kantornya dan menggulung lengan kemeja berwarna biru dongker sebatas siku.

Mata Rita menyipit, ingatannya kembali terlempar sebelas tahun yang lalu saat pria itu juga memakai kemeja dengan warna yang sama dan menggaulinya yang saat itu di bawah pengaruh alkohol alias mabuk. Rasanya sesak di dada bertambah nyeri mengingat hal itu dan udara di sekitarnya seperti menyusut drastis. Rita mengusap-usap dadanya yang saat ini memakai kemeja berbahan sifon lembut berwarna biru langit. Mereka tampak seperti pasangan serasi untuk yang tidak kenal mereka secara pribadi. Seperti saat ini, beberapa pasang mata melihat ke arah mereka dan pasti berpikir mereka sengaja janjian untuk memakai pakaian dengan warna yang hampir sama. Padahal dalam kenyataannya tidaklah demikian.

“Apa kamu sudah sangat lapar? Jalanmu lambat sekali,” kata Arka yang mendekat ke arahnya.

Rita yang semula menunduk karena merasa terganggu dengan tatapan orang-orang lantas mendongak dengan dada berdebar saat jaraknya dengan Arka hanya setengah meter. Bahkan dari jarak ini, Rita bisa mencium bau harum yang menguar dari tubuh pria tampan tersebut.

“Tidak bukan begitu." Jawabnya lirih.

“Lalu kenapa? Kamu takut ada yang memergokimu dan melaporkan pada suamimu?”

Sepintas ide untuk membohongi Arka tercetus dan ia mengiyakan dugaan Arka tersebut. Siapa tahu dengan demikian pria yang menjadi atasannya ini akan tahu batas dan tidak lagi berbuat seenaknya dengan mengajaknya makan malam bersama dengan orang tua pria itu seperti saat ini. Bukannya Rita kegeeran tapi misinya ke kota adalah untuk bekerja bukan untuk bernostalgia.

“Iya. Anda tahu Mas Apri sering ke kota siapa tahu ada kenalannya yang mengenali saya. Tidak elok rasanya jika mereka melihat saya bersama dengan keluarga Bapak.”

“Aku lebih suka kamu memanggilku Kakak saat berdua seperti ini,” bisik Arka tepat di samping telinga Rita.

Rita mengusap dahinya, ia tampak putus asa dan sadar karena seperti terlena karena tidak menyadari kapan pria itu menjadi begitu dekat dan bahkan hembusan hangat napas pria itu menerpa wajahnya yang sudah dipastikan memerah saat ini.

“Itu tidak elok, Pak. Lebih baik seperti ini sampai selamanya.”

Arka tersenyum tipis dengan salah satu sudut bibirnya terangkat. “Benarkah? Kita lihat sampai kapan kamu bertahan untuk ber-saya, Anda denganku.”

“Kita harus professional bukan?”

“Ya, jika di kantor. Tapi sekarang adalah jam bebas. Jadi sepertinya lebih baik kamu bisa memanggilku seperti saat kita bertemu tadi. Kamu ingin bernostalgia?”

Rita mengerutkan kening dan sedikit kaget dengan kalimat tanya yang terakhir dilontarkan oleh Arka, seolah pria tersebut bisa membaca pikirannya. “Tidak.” Jawabnya singkat.

“Sudah kuduga. Ayo kita segera menyusul Ayah dan Bunda. Kamu tak ingin mereka curiga dengan apa yang kita lakukan bukan? Walaupun aku sendiri tidak keberatan jika sampai mereka curiga sekalipun.”

Rita tampak tidak menghiraukan perkataan Arka karena saat ini ia mengedarkan ke sana kemari seperti kambing congek mencari keberadaan orang tua bosnya tersebut.

“Aku sudah sangat lapar Rita. Ayo jangan membuat orang tuaku menunggu itu tidak sopan,” tegur Arka yang kini sudah meraih siku kanannya dan menuntunnya memasuki lobi restoran.

Rita mematuhi pria itu dan memilih tetap diam seraya berusaha mengendalikan degup jantungnya yang tak terkendali hanya karena kata lapar yang meluncur dari bibir pria itu dan sentuhan di sikunya yang menghantarkan sengatan tak kasat mata menghantarkan memori kelam yang sangat ingin ia kubur.

'Jangan mesum Rita. Please, jangan sekarang. Ingat suamimu.'

“Wajahmu merah sekali. Jika saja situasi berbeda pasti aku akan mengartikan jika kamu ingin kita bercinta,” bisik Arka.

Rita mendongak dengan gugup ke arah pria itu. Tatapan mata keduanya bertemu sepersekian detik sebelum akhirnya Arka yang memutus pandangan terlebih dahulu karena mereka telah tiba di ruangan khusus yang telah di pesan. Rita menarik napas lega, setidaknya kebersamaan saat makan malam berlangsung di balik bilik tersebut tidak akan diketahui oleh siapapun.

Acara makan malam cukup hangat.

Pembicaraan malam ini malah berpusat pada usaha baru yang telah membeli beberapa hektar tanah untuk membangun hotel di kawasan Bali dan Jawa Barat. Arka bahkan mengantarkan dirinya kembali ke penginapan yang kali ini berbeda dengan yang biasa ia pesan.

“Sepertinya salah jalan. Bukan tempat ini yang saya pesan kemarin?”

“Aku yang merubah pesananmu. Jadi, selamat istirahat. Mimpi yang nyenyak,” kata Arka seraya berjalan beriringan dengan Rita menuju resepsionis.

“Bapak tidak perlu mengantar saya sampai di sini. Toh, saya tadi sudah berpamitan.”

“Tidak masalah. Orang tuaku bisa menunggu, mereka juga tidak keberatan. Aku hanya memastikan jika kamu mendapatkan sesuai dengan yang sudah aku pesan.”

Rita rasanya menangkap maksud lain dari perkataan Arka tetapi jelas ia berusaha menepisnya. Bahkan pria itu mengantarnya sampai ke depan lift yang akan mengantarnya ke lantai 5.

“Sekali lagi tidur yang nyenyak Rita, sampai bertemu besok. Aku tidak bisa menjemputmu jadi pak Ilham yang akan ke sini.”

Rita mengerutkan dahinya dan membuka mulutnya untuk bertanya kenapa sopir keluarga mereka yang akan menjemputnya alih-alih supir dari kantor tetapi ia urungkan karena pintu lift sudah terbuka lebar. Tanpa menyahut Rita masuk dan saat yang bersamaan pria itu berbalik dan punggung lebar nan gagahnya berjalan pergi. Rita kembali merasakan dejavu sampai-sampai ia sekali lagi tak sadar melangkah mundur dan punggung membentur dinding lift. Ia mencengkram pegangan tangan guna menopang tubuhnya yang rasanya ingin merosot dan terkulai.

tbc

Related chapters

  • Pembalasan Rita    Chapter 5 Ada Apa?

    Rita membaringkan tubuh lelahnya begitu saja di atas ranjang, bahkan kedua kakinya masih tergantung di tepi ranjang. Ia tidak menyangka pertemuan dengan Arka hari ini walau cukup hangat ternyata menyedot banyak energinya. Beban di pundaknya seolah menguap dan itu membuat fisiknya merasakan kelelahan yang sangat. Rita tahu pasti bahwa selama ini ia sudah berusaha sangat keras untuk mengisi waktu dengan bekerja.Hanya ini hiburan untuknya, sampai ia baru menyadari berjauhan dari suaminya dalam waktu yang lama terasa biasa saja. Rita membuka matanya lebar-lebar dan terduduk dengan cepatnya. Jantungnya berdetak kencang saat memikirkan sang suami tetapi tak merasakan getar kerinduan itu. Berbeda saat sosok tinggi nan gagah itu yang berjalan menjauh. “Gila. Kenapa harus dia sih?” omel Rita kesal dengan apa yang terjadi hari ini dan juga perasaannya. Rita lantas membersihkan diri dan dengan memakai jubah mandi segera menggapai ponselnya yang terlihat bergetar. Ia pun menyunggingkan senyum,

    Last Updated : 2022-07-02
  • Pembalasan Rita    Chapter 6 Pilu

    Matahari sudah condong ke ufuk barat saat Rita menginjakkan kaki di halaman rumah mertuanya. Dahinya mengkerut semakin dalam saat ia melihat dengan gagah mobil suaminya sudah bertengger di dalam rumah. Lebih mengherankan lagi adalah suara gelak tawa yang terdengar dari ibu mertuanya. Tidak ada bayi di rumah ini, lalu anak siapa yang sedang ditimang ibu mertuanya saat ini?"Sebentar lagi Bundamu pulang. Dia pasti senang menyambutmu," ujar Rakmi kepada bayi dalam pelukannya."Bu, anak siapa itu?" tanya Rita dengan nada yang ia usahakan tampak baik-baik saja. Menutupi desiran tidak menyenangkan yang seketika membebani hatinya.Rakmi membalikkan badan dan tersenyum dengan ceria ke arah Rita. Kali ini benar dugaannya ada sesuatu yang tidak beres. Pasalnya selama dirinya menjadi menantu di keluarga ini, tidak pernah sekalipun ibu mertuanya tersebut tersenyum lebar seperti ini kepadanya. Bahkan dulu saat ia hamil, ibu mertuanya tidak tampak antusias dan saat ia keguguran pun tidak ada kalima

    Last Updated : 2022-07-03
  • Pembalasan Rita    Chapter 7 Talak Aku

    Rita kini terduduk di lantai bersandar pada pintu kamarnya yang terkunci rapat. Sementara itu, Aprianto dari luar kamarnya tak henti-hentinya mengetuk pintu dan merayunya agar meluluh.Tak termaafkan, Rita sudah tak sanggup lagi. Pernikahan yang sudah berlangsung selama sepuluh tahun harus kandas saat ini juga. Rita jelas tak ingin dimadu, terlebih dengan saudara tirinya. Ia sungguh tak habis pikir apa yang terjadi dengan isi pikiran suaminya?“Apri, apa yang kamu lakukan. Bisa rusak itu pintu kamu gedor begitu. Nggak kasihan anakmu kebisingan? Udahlah biarin aja, nanti juga kalau lapar dia buka pintunya.” Suara Rakmi sukses membungkam suara gedoran. Rita sama sekali tak mendengar Apriyanto membuka mulut memberikan balasan kepada sang ibu.“Sayang, buka yuk pintunya? Jangan seperti anak kecil. Ayo semua bisa kita bicarakan,” bujuk Apriyanto dengan nada lembut merayu.Rita memejamkan mata seraya kedua tangannya mengepal keras di sini tubuhnya

    Last Updated : 2022-07-05
  • Pembalasan Rita    Chapter 8 Bunda Pergi

    “Ada apa Apri!” bentak Rakmi yang bergegas menuju teras. Tatapan melotot marah ia layangkan pada anak lelakinya itu. Lihat saja penampilan Apri yang hanya berbalut handuk sebatas pinggang tanpa sehelai baju melekat pada tubuhnya.Apriyanto memang baru saja selesai mandi tetapi melihat wajahnya yang kalut dengan rambut basah yang acak-acakan. Rakmi tahu jika Apriyanto masih berselisih paham dengan Rita.“Ada apa denganmu?” tanyanya kini dengan nada rendah, “ngapain sih di sini? Pakai baju saja. Nggak malu kalau sampai dilihat tetangga?”“Rita pergi Bu.”“Apa maksudnya pergi?”“Dia memintaku menalaknya. Dia jelas tidak mau dimadu.”“Ceraikan saja dia,” jawab Rakmi enteng.Apriyanto menatap ibunya dengan tidak percaya. “Maksud Ibu apa? Bukankah Ibu sudah setuju jika aku menikah lagi dan memberikan cucu. Aku masih boleh mempertahankan Rita?”“Itu ‘kan kalau dia mau. Nyatanya sekarang dia pergi ‘kan? Itu menanda

    Last Updated : 2022-07-06
  • Pembalasan Rita    Chapter 9 Membuatmu Jatuh Cinta

    Setelah menempuh perjalanan kurang lebih lima jam. Akhirnya mereka sampai di sebuah Villa bercat putih dari gerbang sampai bangunan utama. Udara segar langsung menyambut paru-paru Rita yang penuh kesesakan. Rasanya sudah sangat lama ia tidak menghirup aroma kesegaran asli seperti ini. Tanpa polusi dan dinginnya angin dini hari tengah menyapa. Ia mengetatkan jaket yang terpakai dan selimut tebal yang Rita tak tahu dari mana datangnya. Eli sepertinya yang memakaikannya selama dirinya ketiduran dalam mobil tadi. Lampu dalam villa seketika menyala terang dan seorang pria gagah rupawan membukakan pintu dan berdiri di teras.“Kenalkan ini anak saya, Wahyu,” ujar Eli sementara Yuda sibuk membawa masuk barang bawaan mereka.“Saya Wahyu, pemilik vila.” Uluran tangan dari Wahyu disambut oleh Rita sesaat. “Sepertinya Bu Rita memang sudah sangat capek. Mari masuk, saya sudah siapkan wedang jahe sebelum kita semua melanjutkan tidur.”Rita masih

    Last Updated : 2022-07-07
  • Pembalasan Rita    Chapter 10 Kamu di Sini

    Rita terbangun saat sinar matahari mulai memasuki kamar dari jendela yang terbuka. Tirainya berkibar tertiup angin pagi dari luar. Rita merapikan tempat tidur lalu berjalan menuju jendela dan hendak menutupnya tetapi segera ia urungkan. Ia memicingkan matanya memperjelas apa yang ia lihat saat ini. Rita mengucek matanya, melotot menajamkan pandangan pada sosok yang sedang mengobrol akrab dengan Yuda.“Ngapain dia di sini?” gumam Rita.“Bu, sudah bangun?”Rita merapatkan tirai tebal hingga cahaya dari luar terhalang dan berbalik menghadap Eli yang melongokkan kepala dari ambang pintu.“Sudah. Masuklah.”“Kenapa di tutup tirainya, Bu?”“Silau.”“Sudah dirapikan juga rupanya. Ini kan bukan di rumah Bu Rakmi. Ibu bisa menyuruh saya membereskan tempat tidur.”“Tak lagi memiliki pasangan atau mertua bukan berarti aku harus bermalas-malasan. Jika memang aku bisa mengerjakan tidak masalah bukan? Toh, jika aku sedang tidak di rumah semua pekerjaan menjadi

    Last Updated : 2022-07-08
  • Pembalasan Rita    Chapter 11 Kasihan Arka

    "Kamu sudah menalak, Rita?" tanya Rakmi begitu bertemu dengan Apriyanto yang keluar dari kamar tidurnya bersama Rita."Tidak akan.""Kenapa tidak? Kamu harus segera menceraikan dia. Dia sudah memilih pergi, itu tandanya dia tidak benar-benar mencintaimu. Bisa jadi dia sudah bersama dengan pria lain. Orang ya, kalau susah punya anak. Main sama siapa aja, nggak akan ambil pusing. Siapa tahu sekarang dia emang udah mandul."Apriyanto mengepalkan kedua tangan di sisi tubuhnya dengan rahang yang mengeras. Jika tidak mengingat yang melontarkan setiap patah kata itu adalah ibunya sendiri. Rasanya Apriyanto sudah akan mematahkan batang leher Rakmi."Aku tidak akan pernah menceraikan Rita. Dia akan segera kembali.""Ke rumah ini? Ke desa ini? Jangan harap! Ibu sudah mengatakan kepada semua orang di sini dan mereka menganggap Rita sebuah aib. Tidak ada dalam sejarah desa ini memiliki menantu yang mandul.""Omong kosong," ujar Apriyant

    Last Updated : 2022-07-09
  • Pembalasan Rita    Chapter 12 Tersudutkan

    "Pa, yuk sarapan,"ajak Fardan dari ambang pintu.Hendarto yang sedang mengeringkan rambut dengan handuk menoleh ke arah Fardan. "Di taman ya, Pa," lanjut Fardan."Ada apa sekarang? Ada tamu yang menginap?" Hendarto sangat hafal jika sampai anak dan istrinya mengajak makan di taman pasti ada seseorang yang sedang mereka hindari di meja makan.Fardan menyunggingkan senyum miring. Ia paham, papanya baru dini hari kembali dari perjalanan ke Kalimantan jadi pasti belum tahu apa yang terjadi di rumah ini. Mungkin Fardan akan menunjukkan sesuatu dulu sebelum mereka sarapan supaya tidak ada 'tema' yang merusak suasana mereka makan nanti."Papa pasti kaget deh. Mungkin ya, karena kalau mama aja kenal sudah pasti Papa juga kenal atau tahu mungkin.""Maksudnya apa sih, Kak? Keluarga jauh?""Setahun Fardan yang udah dua puluh tahun tinggal di rumah ini sih. Tahunya dia bukan anggota keluarga inti, sampai kemarin lusa tepatnya.

    Last Updated : 2022-07-10

Latest chapter

  • Pembalasan Rita    PEMBALASAN RITA

    Arka terdiam di dalam mobil saat sebuah mobil polisi berhenti di belakangnya. Dadanya bergemuruh hebat, ia sungguh yakin tidak ada seorangpun yang menghubungi polisi. Nathan juga tadi sudah tidur di kamar tamu. Sorot senter mengenai kaca mobil hingga membuat matanya silau. Arka berusaha mengangkat kedua tangannya guna menghalau sinar senter tersebut agar bisa melihat siapa orang yang berada di luar sana.Kunci pintu terbuka tiba-tiba secara otomatis bersamaan dengan pintu belakang mobilnya terbuka tiba-tiba dan sosok serba hitam menjerat lehernya dengan kabel ulir.Arka berusaha meronta dan menghalau kabel tersebut, menahan dengan tangannya seraya tangannya yang lain berusaha meraih sosok yang berada di belakang. Saat ia berusaha meloloskan diri, tak berselang lama terdengar suara tembakan dari belakang mobilnya. Orang yang memegang senter menyilaukan itu roboh dan suara langkah tergesa yang sangat dikenalnya mendekat ke arah mobilnya."Lepaskan jerat itu atau a

  • Pembalasan Rita    KEBAKARAN PANTI

    "Engh … engh … engh …!" Deru napas Ambro menggebu dengan geliat tubuh yang terbatas. Ambro tahu ada suara mendesis hewan melata tak jauh darinya.'Jangan biarkan ularnya dekat-dekat Ambro, Tuhan! Ambro takut digigit!'Kaki dan tangan anak itu dalam keadaan telanjang dan menggigil terikat di sebuah kursi dengan mulut pun juga terikat. Ia tak bisa berteriak karena juga tak tahu di mana kini berada. Hanya terdengar tetes suara air dari keran yang tak tertutup rapat dan suasana di sini senyap, gelap dan sangat dingin, serta badan pun terasa nyeri ditambah lagi ia haus dan lapar.Sejak ia sadarkan diri lima jam yang lalu, dirinya sendirian. Takut pasti, tapi bagaimana lagi. Ia tahu sang ibu dan saudara-saudaranya pasti tak ada di sini.'Tuhan, Ambro takut. Mamak mana, Tuhan? Ambro nggak mau mati. Kasihan Mamak.'Sementara itu di luar bangunan gudang terbengkalai itu. Narto duduk di bawah pohon menatap kosong ke arah langit malam. Ra

  • Pembalasan Rita    DOA AMBRO

    Pengintaian di beberapa titik dan rumah yang sering disinggahi oleh Narto masih tidak membuahkan hasil. Pria itu seperti tertelan bumi bersama dengan Ambro si bocah kecil."Bagaimana apa terlihat pergerakan di dalam rumah?" tanya Michael Alsaki pada anak buahnya."Tidak ada, Ndan. Sudah pasti anak itu dibawa pergi.""Geledah rumahnya.""Siap, laksanakan."🌺Arka duduk termenung di teras belakang rumah Daya. Malam semakin menua, seharian ini ia hanya di rumah menemani kekasih hati yang terguncang hebat. Selain Ambro yang belum diketahui keberadaannya, Arka juga harus menahan diri untuk mencari Narto yang sampai detik ini belum menghubungi entah apa maunya, sementara Entin dan anak-anaknya sekarang berkumpul di sini. Biarkanlah polisi yang bekerja walau hatinya tak tenang.Ingin ikut membantu pun, hati tak tega meninggalkan Rita dan Eshan yang sangat terpukul. Putranya tampak sangat kehilangan sang sahabat. Eshan mengurung diri di kama

  • Pembalasan Rita    AKHIR DARI RAKMI

    "Kamu tidak mengerti, tidak akan pernah bisa mengerti karena apa? Karena otakmu yang kecil itu hanya berisi tentang bule bangsat itu. Bisa-bisanya kamu masih memikirkan dia setelah jadi istriku. Kamu pikir aku nggak tahu, jika kamu sering menyebut namanya selama kita menyatu?! Hah!Jawab aku Rakmi! Kamu pikir aku nggak tahu kamu nggak pernah setia! Buktikan kalau aku salah. Aku yang sudah terzolimi di sini maka dari itu aku harus memiliki semuanya, aku sudah bekerja sangat keras untuk memajukan perkebunan ini. Dia hanya pemilik tanah. Kamu dengar itu Rakmi, laki-laki pujaanmu itu hanya pemilik tanah, aku akan hancurkan dia bahkan Daya dan anak keturunannya tidak akan mendapatkan apapun," tukas Yusuf Suhardiman."Mas, jangan begitu. Kasian dia, Mas.""Halah … sok aja kamu hanya mencoba menarik simpatinya saja. Dia tidak akan pernah berpaling kepadamu. Kalau bukan aku yang menikahi kamu, nggak ada orang yang mau sama kamu. Das

  • Pembalasan Rita    MATI DITANGANKU

    Satu hari sebelumnya"Aku mau kamu membawa pergi jauh Ambro. Jangan sampai Rita menemukan anak itu. Kalau perlu kamu matikan saja dia."Percakapan Rakmi yang membelakangi Apriyanto membuat pria itu yang awalnya melamun tentang penyesalan kedatangan Rita dan bagaimana akhir dari wanita yang dicintai malah berseteru dengan sang ibunda sadar dari lamunannya."Iya habisi saja dia. Seharusnya kamu sudah lakukan itu sejak dulu. Aku tidak mau punya cucu penerus dari rahim Rita.""Ibu apa maksudnya itu?" tanya Apriyanto yang kini duduk di bangku, "apa aku masih punya anak? Bukankah anakku sudah mati?""Iya anakmu sudah mati," jawab Rakmi tenang seraya menyimpan kembali ponselnya."Ibu bohong! Aku tahu anakku masih hidup. Maka dari itu aku akan membuat perjanjian dengan Rita.""Kamu sudah gila!" bentak Rakmi dengan mata melotot ke arah Apriyanto."Ibu yang gila," balas Apriyanto dengan gerakan."Lancang kamu Apri

  • Pembalasan Rita    PENCULIKAN

    Rita bersedekap duduk di kursi anyaman rotan yang berada di dalam kamar Arka. Pikirannya mengembara pada kejadian seharian kemarin yang sangat menguras fisik dan mentalnya sekaligus mengguncang batinnya dengan segala peristiwa yang terjadi. Perseteruan dengan Rakmi sampai pada pengakuan Yesi yang sudah ia perkirakan dan tetap membuat dirinya sangat kecewa serta berita baik yang membuktikan bahwa Ambro adalah buah hatinya dengan Apriyanto.Lalu kembalinya Arka dengan raut wajah letih walau terbalut dengan senyum tetapi hal itu tidak bisa menutupi kepekaan Rita, ia sudah berjanji untuk memberikan perhatian untuk pria tercintanya. Rita tak bisa tidur nyenyak, bahkan semalam ia hanya bisa memejamkan mata selama 3 jam setelah kembalinya Arka pada pukul 1 dini hari karena itulah pada jam 4 pagi ini ia duduk menyendiri di kamar Arka."Apa yang kamu lakukan di sini, Sayang? Kamu nggak tidur?" Suara serak Arka, ciri khas bangun tidurnya memenuhi malam yang hening.Rita y

  • Pembalasan Rita    RUMAH DAYA

    "Jika kamu memang masih ingin membantu Yesi dan anak-anaknya, tolong jauhkan mereka dari cucuku. Mama nggak mau sampai Eshan terpengaruh omongan yang tidak-tidak. Bagaimanapun ada gen Rakmi di tubuh mereka," tegur Daya begitu Rita selesai menemani Eshan tidur siang.“Cucuku masih sangat polos untuk direcoki urusan orang dewasa. Sebaiknya kamu pindahkan mereka atau Mama yang mencarikan tempat tinggal lainnya,” tambah Daya.Rita melirik ke arah dapur tempat Yesi berada sedang bercengkrama dengan Eli dan pengurus rumah tangga sebelum meraih tangan Daya dan mengajaknya masuk ke kamar mamanya.“Ma, sebelum Rita menjawab hal itu sebetulnya ada apa? Kenapa Mama meminta kami ke sini?”“Janu yang menyuruh.”“Abang Janu? Kenapa?”“Kamu tahu tidak di mana Arka?”“Sedang meninjau gudang yang terbakar bersama Abang Kenzo.”“Itulah sebabnya, Janu meminta kalian ke

  • Pembalasan Rita    KUMPUL KEBO

    "Brengsek! Bisa-bisanya Apri menuduhku sengaja kecelakaan. Otaknya memang sudah tidak beres," sungut Rita dalam perjalanan pulang dengan Erwin.Erwin tak mengucapkan sepatah katapun melihat sendiri kondisi Apriyanto memang bisa dikatakan demikian. Bisa jadi pria itu memang sudah mengalami depresi mendalam. Apalagi ada ibunya tadi datang, Apri sempat mematung tidak percaya jika sang ibu akan kembali berhadapan dengan Rita dan juga Rita yang ia ketahui selama ini sebagai wanita pengalah bisa begitu berani membalas Rakmi.“Apa yang akan kamu lakukan pada mertuamu itu?”“Kami masih mengumpulkan bukti dan sepertinya nanti Mama dan Abang yang akan turun tangan langsung.”Erwin mengangguk. “Ya, sebaiknya kamu berkonsentrasi dulu untuk masalah perceraian dan anak. Oh ya, bagaimana hubunganmu dengan si Arka?”Rita mendesah dan menunjukkan raut wajah bersalah. “Jujur aku sampai lupa waktu membangun kemesraan denganny

  • Pembalasan Rita    TAK ADA BEDA

    Deru napas semakin memburu, kedua tangan mengepal erat di samping tubuh."Siapa kaki tanganmu?" tanya Rita, dingin sedikit bergetar karena emosi yang semakin membumbung tinggi, sementara batinnya tidak karuan."Kaki tanganku? Yang menyingkirkan anakmu atau calon suamimu dulu?" balas Apriyanto tak kalah datar dan dingin.'Anak?!'Punggung Rita sudah lembab bukan gerah tetapi karena keringat dingin yang mengalir. Matanya melotot tajam terlihat jelas kecewa, sakit hati dan amarah hingga titik peluh menghiasi wajahnya."Jadi kamu tahu siapa yang menabrakku sampai anakku mati, hah?!"Gelegar tawa membahana dari kamar khusus di mana Apriyanto ditempatkan. Apriyanto yang awalnya memunggungi Rita segera berbalik tapi tidak beranjak dari tempatnya duduk bersila di atas ranjang.Seraya menunjuk ke arah Rita, ia berkata, "Kamu yang ceroboh sampai bisa tertabrak! Kamu yang sok mandiri supaya mendapatkan perhatian lebih dari ibuku, sengaja melakuk

DMCA.com Protection Status