Share

Chapter 6 Pilu

Penulis: Azeela Danastri
last update Terakhir Diperbarui: 2022-07-03 18:35:13

Matahari sudah condong ke ufuk barat saat Rita menginjakkan kaki di halaman rumah mertuanya. Dahinya mengkerut semakin dalam saat ia melihat dengan gagah mobil suaminya sudah bertengger di dalam rumah. Lebih mengherankan lagi adalah suara gelak tawa yang terdengar dari ibu mertuanya. Tidak ada bayi di rumah ini, lalu anak siapa yang sedang ditimang ibu mertuanya saat ini?

"Sebentar lagi Bundamu pulang. Dia pasti senang menyambutmu," ujar Rakmi kepada bayi dalam pelukannya.

"Bu, anak siapa itu?" tanya Rita dengan nada yang ia usahakan tampak baik-baik saja. Menutupi desiran tidak menyenangkan yang seketika membebani hatinya.

Rakmi membalikkan badan dan tersenyum dengan ceria ke arah Rita. Kali ini benar dugaannya ada sesuatu yang tidak beres. Pasalnya selama dirinya menjadi menantu di keluarga ini, tidak pernah sekalipun ibu mertuanya tersebut tersenyum lebar seperti ini kepadanya. Bahkan dulu saat ia hamil, ibu mertuanya tidak tampak antusias dan saat ia keguguran pun tidak ada kalimat penghiburan sekalipun ia dapatkan.

Kembali Rita bertanya saat tidak mendapatkan jawaban dari mertuanya yang kini menyeringai tampak mengejek. "Anak siapa, Bu?"

"Ck, kamu ini nggak sabaran sekali. Ini nih yang buat Ibu nggak begitu sreg punya menantu kamu. Sudah susah dibilangin, nggak pernah betah di rumah. Nggak pernah puas dengan gaji suami."

Rita mengerutkan dahinya. Rupanya ibu mertuanya mulai melantur. Jelas ia tidak mau keluarga kecilnya diatur. Mertuanya itu terlalu intervensi dalam kehidupan rumah tangganya. Dulu Rita membiarkan karena ia masih beranggapan terlalu muda. Ya, memang karena ia menikah muda dan memaklumi keterlibatan ibu mertuanya dalam rumah tangganya. Namun seiring berjalannya waktu itu mertuanya itu semakin menjadi dan selalu membandingkan dirinya dan menantunya yang lain.

"Ibu tahu pasti kalau itu semuanya tidak benar. Bagaimana mungkin Rita tidak mengikuti kemauan Ibu?"

"Oh, kamu sudah amnesia rupanya. Dengan memilih untuk menjadi wanita karir itu apa namanya selain kamu ingin menunjukkan kesombonganmu. Nggak terima ya suami punya gaji yang lebih tinggi? Itu juga alasanmu untuk tidak betah di rumah.

Ibu tahu, alasanmu untuk dinas ke kota semua karena kamu ingin jalan-jalan bukan bekerja sepenuhnya."

"Dari mana pemikiran itu semua berasal?" tanya Rita yang kini memijat pangkal hidungnya. Rasa capeknya berkali-kali lipat dan semakin menggunung setelah pembicaraan dengan ibu mertuanya ini. Selalu saja seperti ini, mertuanya selalu punya alasan untuk menyudutkan Rita.

"Semua sudah jelas, ibu juga punya bukti!" balas Rakmi ketus.

"Bukti apa, Bu?"

Belum juga Rakmi membalas pertanyaan yang diajukan oleh Rita. Suara yang tak asing baginya menyapa lembut.

"Eh, Mbak udah pulang? Pasti capek, istirahat dulu Mbak." Asmi dengan tersenyum lembut berdiri berhadapan dengan Rita kini.

"Asmi kenapa ada di sini?" tanya Rita yang keheranan karena saudara tirinya berada di rumah mertuanya.

Rita mengamati Asmi dari ujung kaki sampai puncak kepalanya, dan seketika wajahnya memucat. Perasaannya mendadak tidak enak. Penampilan fisik Asmi berubah, bagian dadanya tampak lebih penuh dari biasanya seperti orang yang sedang menyusui. Rita lantas berpaling memperhatikan bayi mungil yang masih ditimang mertuanya yang kini tersenyum sinis kepadanya.

"Kenapa wajahmu memucat begitu? Kamu pasti sudah bisa menebak, apa yang terjadi," ujar Rakmi dengan ceria tanpa beban.

"Memangnya apa yang ada dalam pikiran Rita?"

Rakmi lantas memberikan bayi mungil itu kepada Asmi dan meminta saudara tirinya itu untuk meninggalkan mereka berdua.

"Kamu ingat, waktu Ibu bilang sedang menyiapkan kejutan untukmu? Sedikit meleset dari waktu yang ditentukan. Tapi, akhirnya tetap menjadi kejutan untukmu. Ha ha ha. Betapa menyenangkan bukan?"

Rita dengan dadanya yang semakin bergemuruh karena perasaan tidak enak kini semakin memucat. Seolah ada seember air dingin disiramkan ke atas kepalanya. Rita memicingkan satu alisnya, ia merasa mertuanya seperti orang gila. Apa yang menyenangkan?

Tidak ada suatu hal baik yang terjadi, setidaknya dengan apa yang terlihat di depan matanya saat ini. Setahunya saudara tirinya itu seorang janda dan belum menikah lagi, jadi tidak mungkin jika bayi tadi juga adalah anak adiknya. Lalu apa yang sebenarnya terjadi?

"Maksud Ibu, kejutan apa?"

"Biar Mas yang jelaskan, Bu. Ayo Rita."

Rita menghela napas panjang. Kini perasaannya semakin tak karuan, suami yang tidak memberikan kabar sama sekali kini berdiri di hadapannya dengan raut wajah di dingin dan keras. Rita sedikit menunduk hanya untuk mengamati telapak tangan lebar Apri yang terulur kepadanya.

"Kamu tidak perlu beranjak pergi membawanya. Kamu bisa mengatakan semuanya di hadapan Ibu." Rukmi lantas duduk di kursi goyang favoritnya.

"Ayo, cepat katakan pada Rita. Ibu ingin melihat bagaimana reaksinya," tambahnya riang.

Apri mendekat dan menggenggam kedua tangan Rita, meremasnya lembut. "Sayang, Mas tahu kamu sudah berusaha sangat keras untuk memberikan kita keturunan."

"Sudahlah jangan bertele-tele Apri. Langsung saja pada inti permasalahan," potong Rukmi seraya mengibaskan tangan kanannya di udara tanda bahwa ia sudah begitu tak sabar.

Apri mendengkus sebentar sebelum kembali menatap lekat wajah Rita yang kebingungan mencerna. Walau dalam hati ia berdoa supaya pikiran buruk yang terlintas di pikirannya bukanlah apa yang sebenarnya terjadi.

"Kamu sudah bertemu dengan Asmi bukan?" tanya Apri dengan nada lembut.

"Iya," jawab Rita lirih.

"Aku sudah menikah dengannya dan bayi itu adalah anakku."

Bagaikan ada batu besar kini menimpa kedua bahu Rita. Tubuhnya seketika limbung dan ia pun terhuyung jatuh ke dalam dekapan Apri. Namun dengan cepat pula ia mendorong dada Apri sekuat tenaga. Apri yang tidak siap dengan aksi penolakan Rita seketika terhuyung mundur dan Rita jatuh terduduk di lantai tersandung kakinya yang lemas tak kuat berpijak.

Sesak, pilu menghimpit dadanya. Suaminya menikah lagi tanpa persetujuan darinya ditambah lagi kenyataan jika yang dipersunting adalah saudara tirinya dan mereka memiliki seorang anak kini. Hancur sudah martabat Rita sebagai seorang istri. Benar sudah keberadaannya di sini tidak pernah dianggap.

Rita mengerutkan dahinya, aneh ia rasakan. Tidak ada air mata yang berlinang hanya rasa sakit yang kini mulai merambat naik ke tenggorokan dan perut yang tadinya keroncongan sekarang terasa melilit perih. Pandangannya pun berkunang-kunang hingga membuatnya harus memejamkan mata.

Apri berjongkok di depannya seraya mengusap bahunya dengan lembut. "Maafkan Mas, Sayang." Ada nada sesal sekilas terdengar di gendang telinga Rita.

Namun hanya sesaat sebelum ibu mertuanya kembali menyela, "Jangan terlalu lebay. Ibu dulu juga sering diselingkuhi bapakmu, biasa aja. Nyatanya sebelum mati, bapakmu juga kembali ke pelukan Ibu."

Rita kini tidak hanya memejamkan mata tetapi juga menggigit bibir bawahnya kuat-kuat hanya sedikit rasa asin ia rasakan.

"Jangan lukai dirimu, Sayang," kata Apri lembut dan dengan jari-jemari yang mengapit dagu Rita serta jempol yang mengusap bibir berusaha agar Rita melepaskan gigitannya.

"Apa bedanya? Aku tidak boleh melukai diriku sementara kamu bebas meremukkan hatiku, begitu?"

tbc

Bab terkait

  • Pembalasan Rita    Chapter 7 Talak Aku

    Rita kini terduduk di lantai bersandar pada pintu kamarnya yang terkunci rapat. Sementara itu, Aprianto dari luar kamarnya tak henti-hentinya mengetuk pintu dan merayunya agar meluluh.Tak termaafkan, Rita sudah tak sanggup lagi. Pernikahan yang sudah berlangsung selama sepuluh tahun harus kandas saat ini juga. Rita jelas tak ingin dimadu, terlebih dengan saudara tirinya. Ia sungguh tak habis pikir apa yang terjadi dengan isi pikiran suaminya?“Apri, apa yang kamu lakukan. Bisa rusak itu pintu kamu gedor begitu. Nggak kasihan anakmu kebisingan? Udahlah biarin aja, nanti juga kalau lapar dia buka pintunya.” Suara Rakmi sukses membungkam suara gedoran. Rita sama sekali tak mendengar Apriyanto membuka mulut memberikan balasan kepada sang ibu.“Sayang, buka yuk pintunya? Jangan seperti anak kecil. Ayo semua bisa kita bicarakan,” bujuk Apriyanto dengan nada lembut merayu.Rita memejamkan mata seraya kedua tangannya mengepal keras di sini tubuhnya

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-05
  • Pembalasan Rita    Chapter 8 Bunda Pergi

    “Ada apa Apri!” bentak Rakmi yang bergegas menuju teras. Tatapan melotot marah ia layangkan pada anak lelakinya itu. Lihat saja penampilan Apri yang hanya berbalut handuk sebatas pinggang tanpa sehelai baju melekat pada tubuhnya.Apriyanto memang baru saja selesai mandi tetapi melihat wajahnya yang kalut dengan rambut basah yang acak-acakan. Rakmi tahu jika Apriyanto masih berselisih paham dengan Rita.“Ada apa denganmu?” tanyanya kini dengan nada rendah, “ngapain sih di sini? Pakai baju saja. Nggak malu kalau sampai dilihat tetangga?”“Rita pergi Bu.”“Apa maksudnya pergi?”“Dia memintaku menalaknya. Dia jelas tidak mau dimadu.”“Ceraikan saja dia,” jawab Rakmi enteng.Apriyanto menatap ibunya dengan tidak percaya. “Maksud Ibu apa? Bukankah Ibu sudah setuju jika aku menikah lagi dan memberikan cucu. Aku masih boleh mempertahankan Rita?”“Itu ‘kan kalau dia mau. Nyatanya sekarang dia pergi ‘kan? Itu menanda

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-06
  • Pembalasan Rita    Chapter 9 Membuatmu Jatuh Cinta

    Setelah menempuh perjalanan kurang lebih lima jam. Akhirnya mereka sampai di sebuah Villa bercat putih dari gerbang sampai bangunan utama. Udara segar langsung menyambut paru-paru Rita yang penuh kesesakan. Rasanya sudah sangat lama ia tidak menghirup aroma kesegaran asli seperti ini. Tanpa polusi dan dinginnya angin dini hari tengah menyapa. Ia mengetatkan jaket yang terpakai dan selimut tebal yang Rita tak tahu dari mana datangnya. Eli sepertinya yang memakaikannya selama dirinya ketiduran dalam mobil tadi. Lampu dalam villa seketika menyala terang dan seorang pria gagah rupawan membukakan pintu dan berdiri di teras.“Kenalkan ini anak saya, Wahyu,” ujar Eli sementara Yuda sibuk membawa masuk barang bawaan mereka.“Saya Wahyu, pemilik vila.” Uluran tangan dari Wahyu disambut oleh Rita sesaat. “Sepertinya Bu Rita memang sudah sangat capek. Mari masuk, saya sudah siapkan wedang jahe sebelum kita semua melanjutkan tidur.”Rita masih

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-07
  • Pembalasan Rita    Chapter 10 Kamu di Sini

    Rita terbangun saat sinar matahari mulai memasuki kamar dari jendela yang terbuka. Tirainya berkibar tertiup angin pagi dari luar. Rita merapikan tempat tidur lalu berjalan menuju jendela dan hendak menutupnya tetapi segera ia urungkan. Ia memicingkan matanya memperjelas apa yang ia lihat saat ini. Rita mengucek matanya, melotot menajamkan pandangan pada sosok yang sedang mengobrol akrab dengan Yuda.“Ngapain dia di sini?” gumam Rita.“Bu, sudah bangun?”Rita merapatkan tirai tebal hingga cahaya dari luar terhalang dan berbalik menghadap Eli yang melongokkan kepala dari ambang pintu.“Sudah. Masuklah.”“Kenapa di tutup tirainya, Bu?”“Silau.”“Sudah dirapikan juga rupanya. Ini kan bukan di rumah Bu Rakmi. Ibu bisa menyuruh saya membereskan tempat tidur.”“Tak lagi memiliki pasangan atau mertua bukan berarti aku harus bermalas-malasan. Jika memang aku bisa mengerjakan tidak masalah bukan? Toh, jika aku sedang tidak di rumah semua pekerjaan menjadi

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-08
  • Pembalasan Rita    Chapter 11 Kasihan Arka

    "Kamu sudah menalak, Rita?" tanya Rakmi begitu bertemu dengan Apriyanto yang keluar dari kamar tidurnya bersama Rita."Tidak akan.""Kenapa tidak? Kamu harus segera menceraikan dia. Dia sudah memilih pergi, itu tandanya dia tidak benar-benar mencintaimu. Bisa jadi dia sudah bersama dengan pria lain. Orang ya, kalau susah punya anak. Main sama siapa aja, nggak akan ambil pusing. Siapa tahu sekarang dia emang udah mandul."Apriyanto mengepalkan kedua tangan di sisi tubuhnya dengan rahang yang mengeras. Jika tidak mengingat yang melontarkan setiap patah kata itu adalah ibunya sendiri. Rasanya Apriyanto sudah akan mematahkan batang leher Rakmi."Aku tidak akan pernah menceraikan Rita. Dia akan segera kembali.""Ke rumah ini? Ke desa ini? Jangan harap! Ibu sudah mengatakan kepada semua orang di sini dan mereka menganggap Rita sebuah aib. Tidak ada dalam sejarah desa ini memiliki menantu yang mandul.""Omong kosong," ujar Apriyant

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-09
  • Pembalasan Rita    Chapter 12 Tersudutkan

    "Pa, yuk sarapan,"ajak Fardan dari ambang pintu.Hendarto yang sedang mengeringkan rambut dengan handuk menoleh ke arah Fardan. "Di taman ya, Pa," lanjut Fardan."Ada apa sekarang? Ada tamu yang menginap?" Hendarto sangat hafal jika sampai anak dan istrinya mengajak makan di taman pasti ada seseorang yang sedang mereka hindari di meja makan.Fardan menyunggingkan senyum miring. Ia paham, papanya baru dini hari kembali dari perjalanan ke Kalimantan jadi pasti belum tahu apa yang terjadi di rumah ini. Mungkin Fardan akan menunjukkan sesuatu dulu sebelum mereka sarapan supaya tidak ada 'tema' yang merusak suasana mereka makan nanti."Papa pasti kaget deh. Mungkin ya, karena kalau mama aja kenal sudah pasti Papa juga kenal atau tahu mungkin.""Maksudnya apa sih, Kak? Keluarga jauh?""Setahun Fardan yang udah dua puluh tahun tinggal di rumah ini sih. Tahunya dia bukan anggota keluarga inti, sampai kemarin lusa tepatnya.

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-10
  • Pembalasan Rita    Chapter 13 Bunda atau Bunny?

    Rita menatap kalender di ponselnya, tak terasa sudah lima hari ia berada di sini. Rita ingat betul waktu dirinya pergi dari rumah mertuanya adalah hari sabtu dan sekarang adalah hari Rabu, serta selama itu pula dirinya bisa menghindar dari mama dan juga suaminya yang akan segera menjadi mantan setelah ia mengajukan gugatan tapi masih gigih menghubunginya. Rita juga setelah acara sarapan bersama dengan Arka tak lagi melihat keberadaan atasannya itu.‘Baguslah tahu diri.’Baru saja ia berpikir demikian, sosok yang sudah tidak ia temui itu kini bersandar pada ambang pintu penghubung antara teras samping dan ruang tengah.“Sampai kapan kamu akan berdiam diri?”“Maksudmu?” jawab Rita seraya menoleh memperhatikan pria itu yang beranjak dari ambang pintu dan kini duduk di kursi yang terbuat dari anyaman rotan bercat putih.“Kamu tidak ingin mengajukan gugatan cerai?”“Aku akan lakukan itu, tetapi bukan karena kamu suruh dan aku rasa itu bukan urusanmu. Sebaiknya kamu tahu batas, kita bukan t

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-15
  • Pembalasan Rita    Chapter 14 Di benak Arka

    Apriyanto meremas rambut hitamnya yang sudah terlihat lebih panjang. Beberapa bulan tidak bertemu muka dengan Rita membuat dirinya tak begitu memperhatikan penampilannya. Seketika ia teringat jika istrinya itu tidak senang dengan rambut pria yang gondrong apalagi jika rambut kurusnya menjuntai mengenai alis.dan kerah kemeja. Namun kali ini ia bisa meremasnya karena jengkel. Yuda dengan lancang telah datang dan mengambil semua benda yang dibeli oleh Rita tanpa terkecuali. Ia menatap ponselnya yang hancur. Apriyanto membantingnya bertepatan dengan Yuda yang pergi membawa semua barang dan dirinya yang tidak bisa menghubungi Rita. Sudah lima hari dan wanita itu tidak bisa dihubungi.“Kamu harus minta kembali semuanya,” ujar Rakmi dingin dengan mata merah. Ia kembali mengedarkan pandangan di sisi rumahnya yang awalnya ditempati oleh Apriyanto dan Rita. Rumahnya sangat luas jadi Yusuf Suhardiman membagi menjadi lima bagian dengan sebagai pusat adalah bangunan tempat Rakmi tinggal seka

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-16

Bab terbaru

  • Pembalasan Rita    PEMBALASAN RITA

    Arka terdiam di dalam mobil saat sebuah mobil polisi berhenti di belakangnya. Dadanya bergemuruh hebat, ia sungguh yakin tidak ada seorangpun yang menghubungi polisi. Nathan juga tadi sudah tidur di kamar tamu. Sorot senter mengenai kaca mobil hingga membuat matanya silau. Arka berusaha mengangkat kedua tangannya guna menghalau sinar senter tersebut agar bisa melihat siapa orang yang berada di luar sana.Kunci pintu terbuka tiba-tiba secara otomatis bersamaan dengan pintu belakang mobilnya terbuka tiba-tiba dan sosok serba hitam menjerat lehernya dengan kabel ulir.Arka berusaha meronta dan menghalau kabel tersebut, menahan dengan tangannya seraya tangannya yang lain berusaha meraih sosok yang berada di belakang. Saat ia berusaha meloloskan diri, tak berselang lama terdengar suara tembakan dari belakang mobilnya. Orang yang memegang senter menyilaukan itu roboh dan suara langkah tergesa yang sangat dikenalnya mendekat ke arah mobilnya."Lepaskan jerat itu atau a

  • Pembalasan Rita    KEBAKARAN PANTI

    "Engh … engh … engh …!" Deru napas Ambro menggebu dengan geliat tubuh yang terbatas. Ambro tahu ada suara mendesis hewan melata tak jauh darinya.'Jangan biarkan ularnya dekat-dekat Ambro, Tuhan! Ambro takut digigit!'Kaki dan tangan anak itu dalam keadaan telanjang dan menggigil terikat di sebuah kursi dengan mulut pun juga terikat. Ia tak bisa berteriak karena juga tak tahu di mana kini berada. Hanya terdengar tetes suara air dari keran yang tak tertutup rapat dan suasana di sini senyap, gelap dan sangat dingin, serta badan pun terasa nyeri ditambah lagi ia haus dan lapar.Sejak ia sadarkan diri lima jam yang lalu, dirinya sendirian. Takut pasti, tapi bagaimana lagi. Ia tahu sang ibu dan saudara-saudaranya pasti tak ada di sini.'Tuhan, Ambro takut. Mamak mana, Tuhan? Ambro nggak mau mati. Kasihan Mamak.'Sementara itu di luar bangunan gudang terbengkalai itu. Narto duduk di bawah pohon menatap kosong ke arah langit malam. Ra

  • Pembalasan Rita    DOA AMBRO

    Pengintaian di beberapa titik dan rumah yang sering disinggahi oleh Narto masih tidak membuahkan hasil. Pria itu seperti tertelan bumi bersama dengan Ambro si bocah kecil."Bagaimana apa terlihat pergerakan di dalam rumah?" tanya Michael Alsaki pada anak buahnya."Tidak ada, Ndan. Sudah pasti anak itu dibawa pergi.""Geledah rumahnya.""Siap, laksanakan."🌺Arka duduk termenung di teras belakang rumah Daya. Malam semakin menua, seharian ini ia hanya di rumah menemani kekasih hati yang terguncang hebat. Selain Ambro yang belum diketahui keberadaannya, Arka juga harus menahan diri untuk mencari Narto yang sampai detik ini belum menghubungi entah apa maunya, sementara Entin dan anak-anaknya sekarang berkumpul di sini. Biarkanlah polisi yang bekerja walau hatinya tak tenang.Ingin ikut membantu pun, hati tak tega meninggalkan Rita dan Eshan yang sangat terpukul. Putranya tampak sangat kehilangan sang sahabat. Eshan mengurung diri di kama

  • Pembalasan Rita    AKHIR DARI RAKMI

    "Kamu tidak mengerti, tidak akan pernah bisa mengerti karena apa? Karena otakmu yang kecil itu hanya berisi tentang bule bangsat itu. Bisa-bisanya kamu masih memikirkan dia setelah jadi istriku. Kamu pikir aku nggak tahu, jika kamu sering menyebut namanya selama kita menyatu?! Hah!Jawab aku Rakmi! Kamu pikir aku nggak tahu kamu nggak pernah setia! Buktikan kalau aku salah. Aku yang sudah terzolimi di sini maka dari itu aku harus memiliki semuanya, aku sudah bekerja sangat keras untuk memajukan perkebunan ini. Dia hanya pemilik tanah. Kamu dengar itu Rakmi, laki-laki pujaanmu itu hanya pemilik tanah, aku akan hancurkan dia bahkan Daya dan anak keturunannya tidak akan mendapatkan apapun," tukas Yusuf Suhardiman."Mas, jangan begitu. Kasian dia, Mas.""Halah … sok aja kamu hanya mencoba menarik simpatinya saja. Dia tidak akan pernah berpaling kepadamu. Kalau bukan aku yang menikahi kamu, nggak ada orang yang mau sama kamu. Das

  • Pembalasan Rita    MATI DITANGANKU

    Satu hari sebelumnya"Aku mau kamu membawa pergi jauh Ambro. Jangan sampai Rita menemukan anak itu. Kalau perlu kamu matikan saja dia."Percakapan Rakmi yang membelakangi Apriyanto membuat pria itu yang awalnya melamun tentang penyesalan kedatangan Rita dan bagaimana akhir dari wanita yang dicintai malah berseteru dengan sang ibunda sadar dari lamunannya."Iya habisi saja dia. Seharusnya kamu sudah lakukan itu sejak dulu. Aku tidak mau punya cucu penerus dari rahim Rita.""Ibu apa maksudnya itu?" tanya Apriyanto yang kini duduk di bangku, "apa aku masih punya anak? Bukankah anakku sudah mati?""Iya anakmu sudah mati," jawab Rakmi tenang seraya menyimpan kembali ponselnya."Ibu bohong! Aku tahu anakku masih hidup. Maka dari itu aku akan membuat perjanjian dengan Rita.""Kamu sudah gila!" bentak Rakmi dengan mata melotot ke arah Apriyanto."Ibu yang gila," balas Apriyanto dengan gerakan."Lancang kamu Apri

  • Pembalasan Rita    PENCULIKAN

    Rita bersedekap duduk di kursi anyaman rotan yang berada di dalam kamar Arka. Pikirannya mengembara pada kejadian seharian kemarin yang sangat menguras fisik dan mentalnya sekaligus mengguncang batinnya dengan segala peristiwa yang terjadi. Perseteruan dengan Rakmi sampai pada pengakuan Yesi yang sudah ia perkirakan dan tetap membuat dirinya sangat kecewa serta berita baik yang membuktikan bahwa Ambro adalah buah hatinya dengan Apriyanto.Lalu kembalinya Arka dengan raut wajah letih walau terbalut dengan senyum tetapi hal itu tidak bisa menutupi kepekaan Rita, ia sudah berjanji untuk memberikan perhatian untuk pria tercintanya. Rita tak bisa tidur nyenyak, bahkan semalam ia hanya bisa memejamkan mata selama 3 jam setelah kembalinya Arka pada pukul 1 dini hari karena itulah pada jam 4 pagi ini ia duduk menyendiri di kamar Arka."Apa yang kamu lakukan di sini, Sayang? Kamu nggak tidur?" Suara serak Arka, ciri khas bangun tidurnya memenuhi malam yang hening.Rita y

  • Pembalasan Rita    RUMAH DAYA

    "Jika kamu memang masih ingin membantu Yesi dan anak-anaknya, tolong jauhkan mereka dari cucuku. Mama nggak mau sampai Eshan terpengaruh omongan yang tidak-tidak. Bagaimanapun ada gen Rakmi di tubuh mereka," tegur Daya begitu Rita selesai menemani Eshan tidur siang.“Cucuku masih sangat polos untuk direcoki urusan orang dewasa. Sebaiknya kamu pindahkan mereka atau Mama yang mencarikan tempat tinggal lainnya,” tambah Daya.Rita melirik ke arah dapur tempat Yesi berada sedang bercengkrama dengan Eli dan pengurus rumah tangga sebelum meraih tangan Daya dan mengajaknya masuk ke kamar mamanya.“Ma, sebelum Rita menjawab hal itu sebetulnya ada apa? Kenapa Mama meminta kami ke sini?”“Janu yang menyuruh.”“Abang Janu? Kenapa?”“Kamu tahu tidak di mana Arka?”“Sedang meninjau gudang yang terbakar bersama Abang Kenzo.”“Itulah sebabnya, Janu meminta kalian ke

  • Pembalasan Rita    KUMPUL KEBO

    "Brengsek! Bisa-bisanya Apri menuduhku sengaja kecelakaan. Otaknya memang sudah tidak beres," sungut Rita dalam perjalanan pulang dengan Erwin.Erwin tak mengucapkan sepatah katapun melihat sendiri kondisi Apriyanto memang bisa dikatakan demikian. Bisa jadi pria itu memang sudah mengalami depresi mendalam. Apalagi ada ibunya tadi datang, Apri sempat mematung tidak percaya jika sang ibu akan kembali berhadapan dengan Rita dan juga Rita yang ia ketahui selama ini sebagai wanita pengalah bisa begitu berani membalas Rakmi.“Apa yang akan kamu lakukan pada mertuamu itu?”“Kami masih mengumpulkan bukti dan sepertinya nanti Mama dan Abang yang akan turun tangan langsung.”Erwin mengangguk. “Ya, sebaiknya kamu berkonsentrasi dulu untuk masalah perceraian dan anak. Oh ya, bagaimana hubunganmu dengan si Arka?”Rita mendesah dan menunjukkan raut wajah bersalah. “Jujur aku sampai lupa waktu membangun kemesraan denganny

  • Pembalasan Rita    TAK ADA BEDA

    Deru napas semakin memburu, kedua tangan mengepal erat di samping tubuh."Siapa kaki tanganmu?" tanya Rita, dingin sedikit bergetar karena emosi yang semakin membumbung tinggi, sementara batinnya tidak karuan."Kaki tanganku? Yang menyingkirkan anakmu atau calon suamimu dulu?" balas Apriyanto tak kalah datar dan dingin.'Anak?!'Punggung Rita sudah lembab bukan gerah tetapi karena keringat dingin yang mengalir. Matanya melotot tajam terlihat jelas kecewa, sakit hati dan amarah hingga titik peluh menghiasi wajahnya."Jadi kamu tahu siapa yang menabrakku sampai anakku mati, hah?!"Gelegar tawa membahana dari kamar khusus di mana Apriyanto ditempatkan. Apriyanto yang awalnya memunggungi Rita segera berbalik tapi tidak beranjak dari tempatnya duduk bersila di atas ranjang.Seraya menunjuk ke arah Rita, ia berkata, "Kamu yang ceroboh sampai bisa tertabrak! Kamu yang sok mandiri supaya mendapatkan perhatian lebih dari ibuku, sengaja melakuk

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status