Tiffany adalah pengikut Yanisa. Sepertinya, IQ-nya juga lumayan rendah. Dinilai dari ucapannya, seharusnya ada orang yang menyuruhnya melakukan hal ini. Namun, dia malah tidak tahu bahwa dirinya sudah diperalat orang lain. Dia benar-benar bodoh.Hari ini, Natalie sudah menyia-nyiakan cukup banyak waktu. Dia tidak tertarik untuk lanjut bermain lagi. Baru saja dia hendak mengetik sesuatu di ponselnya, Liam tiba-tiba berkata, “Aku nggak tahu kenapa kamu bisa mengucapkan hal seperti itu dengan sangat yakin. Orang lain mungkin saja tergoda oleh kalung ibuku, tapi Nattie nggak mungkin tergoda.”Tiffany tidak menyangka Liam masih tetap membela Natalie. Baru saja dia hendak membantah, Liam sudah mengambil sebuah kotak kecil yang indah dari tangan Vivian dan berkata, “Ini adalah hadiah ulang tahun yang diberikan Nattie pada ibuku.”Liam membuka kotak itu, lalu menunjukkan mutiara merah muda alami yang besar itu kepada semua orang.“Wow!”“Ya ampun, ini pertama kalinya aku melihat mutiara dengan
Layar proyektor mulai berkedip, sedangkan suara yang dikeluarkan juga sangat bising dan menusuk telinga. Semua orang pun langsung menoleh ke arah proyektor. Di hotel sebagus ini, tidak mungkin terjadi insiden seperti layar proyektor rusak. Namun, layar proyektor yang tadinya masih memutar ucapan selamat ulang tahun pun tiba-tiba padam.“Ada apa ini? Kenapa proyektor ini tiba-tiba padam? Cepat cari orang untuk memperbaikinya!”Tepat pada saat semua orang mulai heboh, layar proyektor itu kembali menyala. Hanya saja, yang diputar di proyektor itu bukan lagi ucapan selamat ulang tahun, melainkan pemandangan di ruang istirahat Vivian.Di layar proyektor, terlihat jelas Vivian masuk ke ruang istirahat bersama Natalie. Berhubung merasa khawatir pada Natalie, dia menarik Natalie untuk duduk di kursi. Kemudian, dia melepaskan kalungnya dan meletakkannya di atas meja. Tas Natalie juga diletakkan di atas meja. Selanjutnya, terlihat Vivian membantu Natalie mengeringkan gaunnya sambil mengobrol.
“Bu, silakan ikut kami ke kantor polisi. Mohon kerja samanya dalam penyelidikan.”“Bukan aku! Bukan aku .... Di ....” Tiffany langsung jatuh terduduk di lantai dan berteriak histeris. Namun, setelah merasakan tatapan mengintimidasi seseorang dari kerumunan, dia tidak berani berbicara lagi. Saat diseret polisi, Tiffany lanjut membantah, “Aku nggak salah. Aku cuma nggak terima Bu Vivian begitu menyukai wanita yang bukan siapa-siapa itu. Dia pasti sudah memanipulasi Bu Vivian! Wanita itu nggak layak! Nggak layak! Kalian nggak tahu seberapa nggak tahu malu dia dulu! Biarpun masih muda ....”Setelah Tiffany dibawa pergi oleh polisi, semua orang masih lanjut berdiskusi. Namun, masalah ini akhirnya berakhir juga.“Masalahnya sudah beres dan waktunya juga sudah cukup larut. Aku pamit dulu ya,” ujar Natalie.Liam melangkah maju, lalu berbalik ke arah Harrison dan berkata, “Pak Harrison, tolong temani orang tuaku dulu ya. Aku mau antarkan Nattie pulang.”Seusai berbicara, Liam juga membungkuk h
Natalie duduk di mobil dan membiarkan Liam mengendarai mobilnya ke Apartemen Goodview. Dia menurunkan jendela mobil dan menatap pemandangan di luar sambil termenung.Enam tahun telah berlalu, baik pemandangan maupun orang yang ada di Kota Burka sudah berbeda dari dulu. Natalie teringat tentang Chandra yang ditemuinya di pesta tadi. Dia tidak dapat melihat sedikit pun kasih sayang yang tersisa dalam tatapan orang yang pernah dia panggil dengan ayah itu.Dalam seketika, mata Natalie pun menjadi dingin. Merry dan Yanisa tidak akan diam saja. Jika mereka berani melakukan hal seperti ini di pesta ulang tahun Vivian, mereka pasti akan makin menjadi-jadi lain kali.Namun, Natalie telah mengingat semua dendam ini dan akan membalaskannya perlahan-lahan. Tidak ada seorang pun yang dapat menghentikannya, termasuk Harrison. Jika Harrison berani mencegahnya menghadapi ibu dan anak itu, dia akan mempertimbangkan untuk memusnahkan Keluarga Cendana sekaligus.“Nattie!”Suara lembut Liam menyadarkan Na
[ Si Kecil Kesayangan: Dengan kemampuanmu, kenapa kamu nggak langsung habisi bajingan-bajingan yang berani menindas Nat-ku! Menyebalkan banget mereka! ][ Si Besar Tak Terkalahkan: Cih! Kamu kira aku nggak pengen? Tapi, mana seru kalau aku menghabisi mereka secara langsung? Oh iya, si idiot dari Keluarga Laoli itu sudah jadi tameng Yanisa. Kali ini, bahkan Keluarga Laoli juga harus menanggung akibatnya. Sebelum aku turun tangan, sepertinya sudah ada yang duluan bertindak. ][ Si Kecil Kesayangan: ? ][ Si Besar Tak Terkalahkan: Harrison sudah diam-diam bertindak. Kali ini, tamatlah riwayat Keluarga Laoli. Tapi, aku nggak ngerti kenapa Harrison berbuat begitu. Dalang utama masalah ini Yanisa. Sebagai pendukung Yanisa, dia malah sama sekali nggak berniat untuk melindungi Yanisa. Tindakannya itu cukup baik, aku acungkan jempol untuknya. Apa hubungannya dan Yanisa nggak sesuai seperti yang dirumorkan? ][ Si Kecil Kesayangan: Kamu masih berani acungkan jempol untuknya? Apa kamu lupa kamu
“Kesempatan itu harus diciptakan sendiri. Siapa pun juga nggak akan bisa menghalangi apa pun yang ingin kamu lakukan.” Merry menekankan kata-katanya, “Harrison itu pria terbaik, juga satu-satunya harapanmu. Selama kamu pegang erat harapan ini, kamu pasti bisa berdiri di puncak.”Setelah mendengar ucapan ibunya, Yanisa mulai membayangkan dirinya yang akan bersinar suatu hari nanti. Jika bisa menghadapi semua orang dengan status nyonya besar Keluarga Cendana, tidak akan ada orang yang bisa mengkritiknya lagi. Bahkan Natalie juga harus berlutut di hadapannya.“Ibu, Natalie terlalu berbahaya. Kita nggak boleh beri dia kesempatan untuk dekati Harrison ataupun kembali ke Keluarga Kurniawan.” Yanisa teringat masalah di pesta tadi, lalu melanjutkan, “Chandra itu ayah kandungnya. Melihatnya menderita, Chandra pasti bisa sakit hati. Kalau Chandra menjemputnya kembali karena kasihan padanya, kita jadi harus menghadapinya setiap hari!”Saat teringat Natalie, ekspresi Merry terlihat sangat mengerik
Di kantor pusat Grup Thea.Natalie sedang menggambar draf awal untuk koleksi terbaru dengan penuh konsentrasi. Gerakannya terlihat sangat cekatan dan terampil. Tidak lama kemudian, sebuah gambar cincin yang indah pun terbentuk di kertas itu. Setelah beberapa menit, dia akhirnya menyelesaikan draf awal itu. Kemudian, dia memandang draf itu dengan ekspresi puas.“Bu Natalie, tampangmu saat menggambar cantik banget! Dari tadi, aku mengintipmu dari depan pintu, tapi nggak berani mengganggumu. Bahkan draf awal yang kamu gambar juga begitu bagus. Nanti, produk jadinya pasti akan jadi produk hits!” puji Gia sambil menatap wajah cantik Natalie dengan agak malu.Melihat Gia yang begitu gugup, Natalie pun tersenyum tipis dan menjawab, “Kamu nggak usah begitu kaku, juga nggak usah memanggilku dengan begitu formal. Langsung panggil namaku saja.”Gia buru-buru menggeleng dan menjawab, “Nggak, nggak. Kalau langsung panggil nama, itu justru akan terkesan lebih formal. Umm ... aku boleh panggil kamu K
Gia tidak menyangka Natalie akan tiba-tiba mengelus pipinya. Dia pun tertegun sejenak, lalu wajahnya memerah karena tersipu.“Emm, aku akan berusaha yang terbaik.” Saat ini, seluruh hati Gia benar-benar terasa hangat.Saat pintu lift terbuka, Natalie pun masuk ke lift. Gia masih berdiri di tempat sambil menatap pintu lift yang menutup secara perlahan. Dia juga melambaikan tangannya dan berseru, “Dah, Kak Nat! Bermain dengan gembira ya!”Setelah itu, Gia berbalik dan hendak pergi ke kantor Natalie untuk beres-beres. Namun, baru saja dia berjalan beberapa langkah, tiba-tiba ada orang yang menghentikannya.“Gia, apa yang sudah dilakukan Natalie sampai kamu begitu lengket sama dia? Apa kamu nggak merasa malu dengan mengekorinya bagaikan seekor anjing kecil?” Orang yang berbicara adalah Christine Kongadi, seorang karyawan lama dari departemen desain. Christine mengamati Gia, lalu mengejek, “Jangan salahkan aku nggak memperingatimu. Kamu itu orang baru yang perlu memanfaatkan kesempatan den