Zephyr merasakan adanya beberapa orang yang mulai masuk ke dalam reruntuhan kota melalui persepsi sihirnya. Dia beranjak dari kursinya, menerawang dengan sihirnya ke arah orang-orang yang melewati domain sihirnya.
“Tidak mungkin ini terjadi! Mereka bisa melawati makhluk-makhluk mengerikan itu!” gumamnya yang sedikit terlihat khawatir.
Zephyr memejamkan mata, tubuh astralnya keluar dari tubuh aslinya dan mulai berjalan meninggalkan rumahnya menuju orang-orang yang masuk ke reruntuhan kota ini.
“Tiga, enam, delapan, sepuluh. Lima laki-laki dan lima perempuan,” Dia menghitung jumlah orang-orang itu. “Tujuh orang berzirah militer itu bisa kukalahkan dengan cepat, tapi tiga orang yang terlihat seperti para pemimpin itu terlihat agak menyusahkan,” gumamnya melalui tubuh astralnya sambil mengira-ngira kekuatan tempur mereka.
Beberapa saat kemudian, tubuh astralnya kembali ke tubuh aslinya. Zephyr mulai bergerak perlahan, menyelinap di antara reruntuhan agar tidak ketahuan oleh sepuluh orang itu.
Sementara itu, di tengah reruntuhan, rombongan Putri Fania terus maju dengan hati-hati.
“Siapapun yang tinggal di sini dulu, mereka pasti ingin melindungi sesuatu yang sangat berharga,” bisik Miza.
Putri Fania mengangguk, wajahnya tegang namun bertekad. “Kita harus berhati-hati. Kita sudah sejauh ini, kita tidak boleh menyerah sekarang.”
Ketika rombongan Putri Fania berjalan memasuki reruntuhan kota, Zephyr dengan cepat menghalaunya. Sosoknya muncul dari kegelapan, wajahnya samar-samar terlihat di bawah cahaya rembulan.
“Siapa kalian dan mau apa datang ke tempat ini?” suaranya menggema di antara puing-puing kuno.
Rombongan Putri Fania nampak terkejut. Mereka berhenti sejenak, mencoba memahami situasi yang tiba-tiba berubah.
“Ka-kau siapa dan kenapa ada di sini?” tanya Putri Fania, terkejut dan penasaran.
Miza langsung merentangkan tangan kirinya ke arah Putri Fania untuk menghalaunya. “Berhenti, Putri. Rambut hitam, pakaian hitam legam yang hampir tak terlihat di gelapnya malam, dan aura itu... kau adalah seorang penyihir!” teriak Miza.
“Apa? Itu tidak mungkin! Para penyihir sudah dibantai oleh leluhur kita seratus tahun yang lalu, tidak mungkin masih tersisa!” Putri Fania menolak untuk percaya.
“Putri, ingatkah saat kita kecil dulu pernah membaca catatan tua yang menceritakan seorang anak penyihir yang berhasil kabur berkat sihir teleportasi seorang gadis penyihir?” tanya Sarina, mengingatkan.
Putri Fania pun teringat cerita itu. “Jadi benar kau adalah penyihir yang selamat?”
Zephyr tidak menjawab. “Tombak api!” Tanpa banyak bicara dan aba-aba, Zephyr melemparkan tombak api ke arah tujuh orang prajurit ksatria suci.
Mereka tertusuk dan terhempas lalu mati seketika.
“Mundur!” teriak Miza.
Putri Fania, Sarina dan Miza segera berusaha mengambil posisi bertahan.
Zephyr bergerak cepat, menyerang dengan sihir mematikan yang memancarkan cahaya merah menyala.
Sarina dan Miza mengangkat senjata mereka, melindungi Putri Fania. Dengan sigap, Sarina memimpin serangan balik, memberikan aba-aba kepada Miza untuk mengepung Zephyr.
“Ayo, jangan biarkan dia mendekat!” teriak Sarina.
Zephyr melayang di udara, tangannya menggerakkan energi sihir yang membentuk perisai pelindung.
“Kalian tidak akan lolos dari sini, lenyaplah seperti kawan-kawan kalian itu,” katanya dengan suara dingin.
Pertarungan berlangsung sengit, dengan ledakan sihir dan kilatan pedang mengisi udara malam yang tenang. Putri Fania mencoba tetap fokus, mencari celah di pertahanan Zephyr.
“Sarina, serang dari kiri! Miza, serang dari kanan! Aku akan mencoba mengalihkan perhatiannya!” Putri Fania memberikan perintah dengan tegas.
Sarina dan Miza mengikuti instruksi dengan cepat, melancarkan serangan berkoordinasi yang membuat Zephyr harus terus bergerak.
Sementara itu, Putri Fania mengumpulkan kekuatan sihirnya melalui batu mana yang ada di gagang pedangnya, membentuk sebuah bola energi yang bersinar terang.
“Sekarang!” teriak Putri Fania.
Bola energi tersebut meluncur ke arah Zephyr dengan kecepatan luar biasa. Zephyr mencoba menghindar, tetapi serangan gabungan dari Sarina dan Miza membuatnya lengah.
Bola energi yang dilemparkan oleh Putri Fania mengenai Zephyr dengan keras, meledak dengan kekuatan dahsyat.
Duarr!
Zephyr terhempas ke belakang, jatuh ke tanah dengan luka parah. Namun, dengan tekad yang kuat, dia bangkit lagi, napasnya tersengal-sengal.
“T-tidak mungkin... aku bisa terkena benda aneh itu...” gumam Zephyr, matanya penuh kebencian dan ketidakpercayaan.
Putri Fania mendekati Zephyr, matanya penuh dengan tekad.
“Kami tidak akan membiarkan siapapun menghalangi tujuan kami. Kami datang untuk kebenaran dan mencari harta untuk menyelesaikan urusan kami,” katanya dengan suara tegas, meskipun hatinya dipenuhi ketakutan karena bertemu langsung dengan seorang penyihir yang dikatakan telah punah.
Zephyr tersenyum lemah. “Kalian kuat, tapi perjalanan kalian cukup sampai di sini. Jangan berharap bisa kabur setelah ini...”
“Jangan banyak bicara, penyihir sialan!” Dengan gerakan cepat, Miza berlari ke arah Zephyr, menghunuskan pedang campuran perak dan emasnya dengan kekuatan penuh.
Jleb!
Pedang Miza menembus dada Zephyr dengan tajam. “Mati kau!” teriak Miza dengan penuh kebencian.
Dalam keadaan tertusuk, Zephyr tersenyum licik. “Kau yang akan mati!” katanya dengan suara rendah dan dingin.
Tiba-tiba, dari arah atas, datang lembuswana dengan kecepatan luar biasa. Makhluk mengerikan itu melahap Miza dan menelannya utuh.
“Argghh-“
Jeritan Miza terhenti seketika, meninggalkan Putri Fania dan Sarina yang terjatuh lemas, mental mereka kembali terguncang melihat pemandangan mengerikan itu.
Zephyr mendekati Putri Fania dan Sarina dengan langkah tenang, luka-lukanya perlahan sembuh berkat sihir penyembuh miliknya.
“Jadi, jelaskan padaku apa tujuan kalian ke sini? Dengan sombong dan tak tahu dirinya berkata tidak akan membiarkan siapapun menghalangi tujuan kalian, dan kalian datang untuk keadilan juga mencari harta? Omong kosong sampah!”
Teriakan Zephyr mengguncang Putri Fania dan Sarina. Mereka berdua lemas, tidak bisa berbuat apa-apa.
Dari dua ribu orang yang tergabung dalam pasukan ekspedisi, kini hanya menyisakan mereka berdua saja di hadapan sosok penyihir mengerikan yang awet muda.
“Jawab aku, keturunan-keturunan manusia sialan!” Zephyr menatap mereka dengan mata yang penuh dengan kebencian dan kekuatan yang tak terbendung.
Putri Fania, dengan sekuat tenaga, mencoba berdiri dan menatap Zephyr. “Kami datang... untuk menemukan kebenaran tentang masa lalu... dan untuk mencari harta dan artefak... untuk menyelesaikan masalah kerajaanku...”
“Hahaha!” Zephyr tertawa dengan keras, suaranya menggema di seluruh reruntuhan. “Kalian ini selalu saja tamak seperti ini tidak pernah berubah, setelah membantai kaumku dan kalian ingin menjarah harta kami juga?Di mana otak dan akal kalian? Kalian ini hanya keturunan dari sampah yang selalu iri dengan kami yang merupakan ras tertinggi manusia! Kebenaran? Kebenaran kalian adalah musibah dan kekerasan untuk kami!”
Putri Fania merasakan kemarahan dan kepedihan yang mendalam dari Zephyr. “Kami tidak akan menyerah! Kami akan melawanmu sampai napas terakhir dan menyelesaikan perjalanan ekspedisi kami lalu pulang dengan selamat!”
Zephyr mengangkat tangannya, mengumpulkan energi sihir yang gelap dan kuat lalu mengarahkannya ke Putri Fania.
“Maka bersiaplah untuk menemui akhir kalian!” Dengan satu gerakan, dia melancarkan serangan sihir yang mematikan ke arah Putri Fania dan Sarina.
Sarina, dengan kekuatan terakhirnya, berdiri di depan Putri Fania, mencoba melindungi teman masa kecilnya.
“Putri, lari! Selamatkan dirimu!” teriaknya.
Putri Fania, dengan air mata yang mengalir di wajahnya, menyadari bahwa mereka tidak memiliki pilihan lain.
“Sarina, tidak!”
Namun, serangan Zephyr sudah melesat, dan ledakan besar mengguncang reruntuhan.
Duaar!
Boom!
Cahaya dan suara ledakan mengisi udara, menghancurkan segala yang ada di sekitarnya. Ketika debu dan asap mereda, hanya ada keheningan yang mencekam.
Putri Fania, yang terluka parah, terbaring di tanah, mencoba mengumpulkan kekuatannya yang tersisa. Di sampingnya, tubuh Sarina terbaring tak bergerak dengan luka parah dan darah yang berceceran.
Zephyr mendekati mereka, tatapannya penuh kemenangan. “Sekarang, kalian tahu kekuatan sejati sihir. Dan sekarang, kalian akan mati di sini, bersama dengan semua harapan, impian, iri dan keserakahan kalian.”
Putri Fania menutup kedua matanya sambil berteriak dan menangis sekencang-kencangnya.
“Aaaaa!”
Ketika Zephyr ingin mengakhiri hidup kedua gadis cantik yang ada di hadapannya itu dengan sihirnya, tiba-tiba kilatan ingatan tentang sihir hologram Naila melintas di kepalanya.
"Sekarang, kau bisa membalaskan dendam kaum kita. Tapi aku beri saran agar tidak melakukannya, karena dendam akan berakhir dengan buruk. Hiduplah dengan damai sampai ajal menjemputmu, itulah kata terakhirku untukmu sebagai penyihir terakhir."
Tiba-tiba Zephyr mengurungkan niatnya. Dia menatap Putri Fania yang masih menangis dengan penuh kebingungan.
“Kenapa kau berhenti?” Putri Fania bertanya dengan suara lemah, tak percaya dengan apa yang terjadi.
Zephyr menghela napas panjang, memejamkan mata sejenak sebelum menatapnya kembali.
“Aku... aku tidak akan menjadi monster seperti yang kaum kalian lakukan dengan membantai semua kaumku,” gumamnya pelan. “Kalian boleh pergi, tetapi ingatlah ini, Jangan pernah kembali ke tempat ini. Apa yang kalian cari di sini hanya akan membawa kehancuran bagi kalian.”
Di tengah indahnya pagi di reruntuhan bekas ibu kota Kadipaten Elzir, Zephyr sang penyihir bergerak dengan ketenangan yang menakutkan.Dia memandangi kedua gadis yang terbaring tak sadarkan diri di kamarnya, Putri Fania dan Sarina. Pikirannya dipenuhi dengan kebencian dan keraguan yang saling bertubrukan.Mereka adalah keturunan dari musuh-musuh lamanya, manusia-manusia keji yang telah menghancurkan dan membantai penduduk Kadipaten Elzir seratus tahun yang lalu.Zephyr menatap dengan dingin pakaian seragam militer yang robek dan berdarah, simbol dari pengkhianatan dan kekejaman yang telah lama dia benci.Dengan perlahan, dia mulai membuka pakaian mereka, tangan-tangannya terampil namun penuh dengan kemarahan yang tertahan. Setiap gerakan terasa seperti pengkhianatan terhadap dirinya sendiri, namun ada dorongan tak terelakkan untuk melakukan hal yang benar.Setelah pakaian mereka terbuka, Zephyr mengambil ramuan yang telah dia siapkan sebelumnya. Ramuan ini diramu dengan tanaman-tanama
Terik matahari siang menjalar di antara hutan dan reruntuhan menuju rumah Zephyr. Zephyr terlihat was-was siang itu, pikirannya kalut ketika melihat kedua gadis yang diusirnya berlari ketakutan dari rumahnya menuju hutan.“Gawat!”Zephyr seketika teringat dengan segala bahaya dan ancaman dari makhluk yang ada di dalam hutan. Tanpa pikir panjang, dia segera keluar dari rumahnya dan mengeluarkan energi sihir membentuk sayap, lalu terbang ke atas untuk melihat keadaan kedua gadis itu di dalam hutan.Zephyr mempercepat laju terbangnya melewati belantara dan pepohonan yang tinggi menjulang, sambil menghindari ranting dan dahan pohon-pohon raksasa di hutan. Dia mengaktifkan sihir pencarian untuk menemukan kedua gadis itu.Benar saja, ketika dia menemukannya, mereka sedang bertarung dengan seekor serigala sihir. Sarina terluka akibat pertarungan itu dan banyak sekali darah mengalir dari lengan kirinya.Kekhawatirannya menjadi kenyataan, kedua gadis itu kewalahan dan kepayahan melawan serigal
Pasukan sebanyak seribu prajurit datang dengan cepat dan mengepung Zephyr yang dadanya tertancap sebuah panah perak besar.Tangannya memegang anak panah itu, dia berusaha keras untuk menariknya dengan bantuan sihir penyembuhnya, namun gagal.Darah mengalir dari lukanya, membuat situasi semakin genting.Dari antara seribu prajurit itu, seorang pria muda berpenampilan seperti seorang Jendral turun dari kudanya.Helm perangnya berkilauan di bawah matahari, dan ia memandang sekeliling dengan arogan.Dengan langkah pasti, dia mendekati Putri Fania yang berdiri ketakutan. Pria itu adalah Nado, tunangan Putri Fania yang dipilih langsung oleh ayahnya yaitu Raja Balz sesaat sebelum gugur dalam pertempuran."Nado, tidak perlu seperti ini," Fania berbisik, matanya penuh ketakutan.Namun, Nado tidak mendengarkan.Dia menarik Putri Fania ke dalam pelukannya dengan kasar, kemudian melepaskannya hanya untuk menampar pipinya dengan keras.Plak!“Berani-beraninya kau bertindak tanpa pengawasan dan per
Zephyr diseret dengan perlahan oleh beberapa orang yang telah diperintahkan oleh Nado. Di sekitar mereka, cahaya redup dari obor menerangi jalan sempit yang membawa mereka ke penjara bawah tanah.Setiap langkah yang mereka ambil, Zephyr merasakan getaran dari tanah dingin yang seolah menyatu dengan rasa sakit di dadanya, di mana panah besar masih tertancap dalam.Meskipun begitu, tatapan Zephyr tetap tenang. Dia memahami situasi yang dihadapinya dan menyadari bahwa orang-orang yang menyeretnya bukanlah musuh.Mereka adalah manusia yang terpaksa mengikuti perintah Nado karena ketakutan yang mencekam. Dalam hati, Zephyr bisa merasakan keraguan dan ketakutan mereka, seperti bisikan lembut yang berusaha memberontak dari penjara jiwa mereka sendiri.“Sialan Nado! Aku ingin sekali menghajarnya!” salah seorang penjaga berbisik pada temannya, berpikir bahwa Zephyr tidak bisa mendengar suara mereka.“Aku juga, tapi apa daya kita? Kita hanya prajurit biasa,” jawab temannya sambil memandang ke a
Panah besar yang menancap pada dada Zephyr mulai bergetar, perlahan terdorong keluar dengan sendirinya, seolah ditolak oleh kekuatan yang tak kasat mata.Rasa sakit yang menyebar di sekujur tubuhnya berubah menjadi denyutan yang nyaris tak tertahankan, namun Zephyr tetap diam, wajahnya menahan semua emosi yang berkecamuk di dalam dirinya."Sebentar lagi... Tahan sebentar lagi, lalu kau boleh mengamuk dan melelehkan pria itu."Suara Zephyr bergema dalam benak Sri Roro, bertelepati dengan lembut namun tegas.Di atas penjara tempat Zephyr berada, Sri Roro yang berperan sebagai gadis lemah mencoba menahan rasa kesal dan amarah yang membuncah dalam dadanya.Dia harus tetap berperan hingga waktu yang tepat tiba.Dalam keheningan yang mencekam itu, panah besar yang tertancap dalam di dada Zephyr akhirnya terlepas dengan bunyi yang memuakkan.Luka menganga yang seharusnya fatal mulai tertutup perlahan, daging dan kulitnya kembali menyatu tanpa meninggalkan bekas. Tapi saat proses penyembuhan
Zephyr berdiri, tubuhnya terasa dingin seiring dengan tatapannya yang beku mengarah pada pria besar di hadapannya.Tangan Zephyr perlahan-lahan terangkat, telapak tangannya terbuka dan mengarahkannya ke arah pria besar tersebut, tatapan matanya dingin saat itu.Dalam kebisuan itu, bibir Zephyr mulai merapalkan mantra sihir. Perlahan-lahan jari-jari tangan Zephyr yang terbuka di depan pria besar itu tertutup, seolah-olah dia sedang mencengkeram sesuatu.“Mencengkeram jantung...” gumamnya pelan, suaranya beresonansi dengan kegelapan yang meliputi penjara bawah tanah itu.Sesaat dia merapalkan sihirnya, pria besar itu tersentak. Darah segar mengalir dari sudut mulutnya, matanya membelalak penuh dengan ketakutan.“Grah! Apa ini... apa yang kau lakukan padaku?!” suara seraknya terdengar penuh dengan kepanikan.Sebelum pria besar itu sempat memahami apa yang terjadi pada tubuhnya, napas terakhirnya tercabut. Tubuhnya ambruk terjatuh ke lantai yang dingin dan lembap dengan keras, suara tubuh
Malam itu, saat udara dingin yang merasuk hingga ke tulang di Ibu Kota Kerajaan Elde menjadi saksi bisu ketika dari kegelapan yang tidak diketahui asalnya muncul sebuah air mancur raksasa.Air tersebut memancar dengan kekuatan dahsyat, menghantam salah satu kamar di istana. Orang-orang di dalamnya berlarian dengan panik, berteriak ketakutan saat lantai di bawah kaki mereka mulai dipenuhi dari air mancur tersebut.Sementara sebagian penduduk ibu kota menganggap itu adalah fenomena alam yang luar biasa, tapi bagi Putri Fania dan Sarina itu bukanlah keajaiban.Tapi itu adalah bencana, bencana yang sangat dahsyat.Putri Fania bergegas melewati lorong-lorong panjang istana yang semakin tergenang. Hatinya berdegup kencang, perasaan tak menentu menggerogoti pikirannya.Dia dan Sarina tiba di depan kamar Nado setelah berlari penuh perjuangan di dalam genangan air.Tanpa ragu, Fania membuka pintu. Apa yang dilihatnya di dalam mengubah semua dugaan bu
Jauh di pusat kerajaan Loven yang ada di utara, Ken Erz Loven, raja dari Kerajaan Loven sekaligus paman Fania tengah duduk angkuh di singgasananya yang luas dan megah.Tembok dinding istananya tampak dingin, seolah menyerap kehangatan di dalamnya.Dari sana, dia bisa memandang deretan pegunungan yang puncaknya tertutup salju abadi yang tebal. Kerajaan Loven memang terletak di pegunungan di tengah-tengah benua, meskipun Kerajaan Loven merupakan kerajaan yang gersang karena letaknya di pegunungan yang jarang hujan, kehidupan di sana amatlah makmur.Ken Erz Loven mampu menjadikan kekurangan kerajaannya sebagai acuan untuk membuat kerajaannya bangkit dari keterpurukan.Dengan bantuan dari salju-salju yang menumpuk dan tak pernah habis dari puncak-puncak gunung, dia mampu menyuburkan tanah kerajaannya yang gersang menjadi hijau.“Jadi, Si bodon Nado benar-benar telah menemukan seorang penyihir terakhir yang selamat dari pembantaian seratus tahun y