"Nah, tidak perlu, Lev. Aku akan mewawancarai mereka setelah 3 bulan percobaan." Mendengar keputusan sang atasan, Leviant pun hanya bisa menyetujuinya. Ia tahu, Visha sudah cukup berpengalaman dengan tugas sebagai CEO, secara dirinya adalah CEO Viensha Ltd di Italia."Kalau begitu, saya akan memberitahu mereka, Nona." Leviant pun pamit, meninggalkan Visha dan Javier berdua di ruangan tersebut."Apa benar tak masalah?" tanya Javier yang sepertinya kurang setuju Visha menerima ketiga calon sekretaris itu begitu saja."Nah, mereka pilihan Damian. Aku tak ingin mencap buruk sebelum tahu kinerja mereka." Visha menyandarkan punggungnya, melepas penat sesaat.Sementara itu Javier terkekeh sambil menempatkan posisinya duduk di salah satu sofa yang ada di ruangan itu."Jadi, apa kau sudah mencap buruk tiga pelamar itu, setelah mendengar penilaian Lev?"Cengiran kekanakan pun menghiasi wajah Visha, lalu ia berkomentar, "Seperti itulah. Nah ... kesampingkan itu, Jav. Kau masih utang 2 perminta
“Jangan berpikir macam-macam, Lev!” tegur Javier bahkan sebelum pria muda yang baru saja ditunjuk sebagai kepala sekretaris itu melanjutkan ucapannya.Leviant pun berdecak, “Tsk! Mana berani aku berpikir macam-macam. Aku hanya ingin bertanya, seperti apa cara kerja Nona Navisha di kantor. Hal ini baru buatku, Jav.”Mendengar pertanyaan Leviant, Javier pun terkekeh. “Tak ada yang perlu kau takutkan, Lev. Dia bukan wanita penuh intrik. Apa yang dia katakan ya sesuai dengan maksudnya. Tidak ada yang ia tutupi. Santai saja bekerja dengannya. Tanyakan apa yang tidak kau mengerti ketimbang menjadi orang sok tahu.”“I see. Baiklah. Akan kuingat baik-baik saranmu, Jav. Lalu apa yang sedang kau lakukan di sini? Kau … terlihat kalut.” Leviant memberanikan diri bertanya.Tapi Javier hanya mengangkat tangannya, memberi isyarat bahwa dia tidak akan pernah mendapatkan jawaban atas pertanyaannya itu.Alih-alih membahas dirinya, Javier berkata pada Leviant, “Jadi, sebaiknya kau beritahu Visha mengena
“Tadinya memang tidak ada rencana ke tempat ini, Nona. Karena kau terlihat stress, kurasa pemandangan seperti ini bisa menenangkan. Iya, kan?”Visha terkekeh mendengar ucapan Javier. Dia selalu menjadi orang pertama yang memikirkan kebahagiaan Visha, selain Luca. Kenyataan itu menghangatkan hati Visha.Javier sedikit tegang ketika Visha menghampirinya dan duduk di sampingnya. “Aku mau masuk ke sana. Ayo?” tanya Visha meminta pertimbangan dari Javier, karena ia tidak tahu ke mana tempat kencan mereka selanjutnya.“Hm? Kurasa tak apa, Nona.” Javier memutuskan.‘Kurasa makan malamnya akan kuminta diatur di tepian pantai saja. Supaya lebih mudah,’ lanjut Javier dalam hatinya.Kalau soal memudahkan dan menyenangkan atasannya, Javier memang nomor satu. Yang kurang darinya hanyalah rasa cinta. Saat ini, semua rencana kencan yang diatur oleh Javier, semata ia lakukan dengan pemikiran seperti sedang menjalankan tugas.Visha pun segera beranjak menuju ke arah pantai, tapi ia berbalik sejenak la
"Nona!" Javier terkejut mendapati atasannya itu pulang dalam keadaan mabuk.Yang lebih mengejutkan adalah Visha pulang digendong oleh seorang pria. "Siapa kau?!" Javier mengepalkan tangannya. Marah bercampur rasa sesal ia rasakan memuncak di kepalanya melihat pria lain menyentuh tubuh nonanya. Ia menyesal sudah mengikuti perintah Visha untuk tidak ikut menemaninya."Ah ... maafkan saya. Saya hanya mencoba mengenal Bu Navisha, karena anak kami satu kelas. Saya mengajaknya untuk berbincang santai, ternyata Bu Visha tidak tahan alkohol." Pria itu menjelaskan dengan buru-buru. Ia terlihat cukup takut menghadapi Javier yang terlihat seolah ingin membunuhnya.Ketika Javier sudah memproses semua ucapan pria itu, ia pun langsung meminta tubuh Visha dari gendongan pria asing itu dan berterima kasih dengan ketus."Ka—kalau begitu, saya pa—pamit pulang dulu. Se—selamat malam."Javier yang masih belum bisa mengendalikan amarahnya, hanya bergumam saja menjawab pamitan pria itu.Setelah pintu di
"Ah ... ya. Bagaimana dengan jawaban dari pertanyaanku waktu itu, Navisha?" Suara Matthew terdengar jelas oleh Javier yang baru saja akan memasuki ruang tengah. Spontan langkahnya pun terhenti.Selain penasaran dengan 'pertanyaan apa yang diajukan Matthew pada Visha', Javier tidak suka kenyataan bahwa pria itu sudah memanggil nonanya dengan nama saja.Javier tidak bisa melihat wajah Visha yang kini panik karena ditodong tiba-tiba oleh Matthew setelah mereka selesai menikmati bebek peking."Uhm ... pe—pertanyaan soal hubungan kita?" tanya Visha, mengkonfirmasi.Ia tidak mau dicap terlalu pede dan malah salah jawaban.Memang, beberapa hari yang lalu Matthew sempat bertanya kalau sekiranya Visha punya bayangan hidup bersama dirinya dan juga putranya.Saat itu, Visha yang mengira kalau Matthew hanya bertanya saja, tidak menjawab dengan serius. "Yes. Maksudku, kau tahu kan, aku siap kalau memang kau mau menikahiku, Navisha." Matthew terlihat meraih salah satu tangan Visha yang jaraknya p
"Javier kembali ke Italia?!" tanya Visha dengan suara nyaring.Wanita itu baru saja duduk di kursi makan dan berpikir akan pergi ke kantor bersama dengan Javier, tapi yang muncul di sana adalah Lucas."I—iya, Nona." Lucas mencicit kaget dengan suara Visha yang langsung meninggi.Visha mengerutkan dahinya sambil menoleh ke arah Madoka yang tengah menyuap sarapannya.Tanpa ditanya, Madoka pun tahu kalau Visha sedang menanti penjelasan darinya. Ia berdeham lalu berkata, "Ehm ... Bos Luca sepertinya memanggil Javier ke Italia. Hanya 2 atau 3 hari ... sepertinya."Visha tidak mau menerima jawaban Madoka yang jelas terdengar ragu-ragu itu. Tapi Dante yang turut menatapnya sejak tadi, membuat Visha menahan diri.Ia pun melanjutkan sarapan tanpa bicara apa-apa lagi. Yang jelas, ia tidak percaya kalau ayahnya memberi perintah pada Javier tanpa memberitahunya terlebih dahulu.Setelah selesai sarapan, Visha pun ikut mengantar Dante ke sekolah.Dan seperti biasa, Matthew akan berbincang dengan V
“Dan setelah semua yang kau lakukan, kau hanya minta aku untuk mengeluarkanmu dari klan?!” raung Luca yang diikuti dengan gerakan membuang ludah ke depan Javier.Javier tak bergerak. Ia tahu ia layak menerima semua perlakuan itu. Bahkan dirinya marah saat pertama kali tahu kalau sang nona sudah digauli oleh Raffael.Apalagi Luca, yang notabene adalah ayah kandung Visha.“Kau tidak sebodoh itu berpikir aku akan melepasmu ke alam bebas, kan, Bajingan?! Kau akan mati di tanganku!” pekik Luca. Ia mengerahkan semua emosi dan amarahnya di setiap kata yang ia teriakkan.Sementara itu, Damian yang berada di ruangan sebelah, bisa mendengar jelas perbincangan mereka. Ruangannya itu tidak dibatasi oleh pintu, jadi, pengakuan Javier barusan terdengar detail di telinganya.Begitu juga dengan suara pelatuk pistol yang ditarik oleh Luca.Bergegas, Damian menghubungi Visha dan langsung berkata, “Nona! Bos besar akan membunuh Javier sekarang, karena ia mengaku sudah menidurimu!”“Kututup dulu, Damian.
“Huh?!”Luca tertegun. Begitu juga dengan Javier yang memang sejak tadi belum juga mengangkat rahangnya yang menggantung karena shock.Hanya Damian yang memutar bola matanya, heran dengan keunikan Visha dan juga keras kepalanya Javier yang tidak menyadari kalau selama ini Visha selalu saja menggodanya.Visha pun melanjutkan, “Kau yang paling tahu, Yah. Javier terlalu lurus untuk melakukan hal-hal tidak senonoh. Apalagi padaku.”“Tapi, Navisha Nak—”“Tidak ada tapi, Yah. Aku juga mencintai Javier selama ini. Sulit sekali mendapatkan pengakuan dari mulut pria keras kepala itu. Dan setelah aku mengetahui perasaan Javier yang sebenarnya, aku tak berniat untuk kehilangan dia.”Visha langsung menutup sambungan telepon itu, membuat Luca tak bisa lagi berkata-kata. Kalaupun ia membunuh Javier, itu berarti ialah yang membuat anak dalam kandungan Visha kehilangan ayah.“Damian! Masukkan Javier ke dalam kamar tahanan! Aku tidak mungkin menyerahkan Visha ke tangan Javier, sekalipun ia adalah pria