Sementara Ivan pusing memikirkan Aira, ditempat lain Selena yang shock karena kejadian pemerk*saan yang dirinya alami mulai pulih dari sakitnya. Namun sayang, dia masih belum mengingat siapa dirinya."Ehh, si teteh sudah bangun?" suara itu yang sudah beberapa hari ini akrab di telinga Selena."Sudah Bu!" jawab Selena singkat."Gimana teh, sudah bisa ingat?" tanya wanita paruh baya yang sudah beberapa hari ini Setia menjaga dan mengurus Selena. Mulai saat ditemukan, di rawat dirumah sakit hingga pulang ke rumah pagi tadi."Ingat apa yah Bu?" Selena mengernyitkan keningnya, tidak memahami arah pertanyaan wanita paruh baya tersebut."Eta saha namina, dimana bumi teh?" Mendengar pertanyaan itu, Selena semakin bingung."Maksud ibu, teteh namanya siapa, rumahnya dimana?" timpal seorang pria muda yang kebetulan lewat depan pintu kamar yang ditempati Selena.Dia adalah anak satu-satunya dari Bapak dan Ibu Subari, pasangan tua yang sudah berbaik hati menolong dan menampung Selena di rumah sed
Ivan terperangah mendengar hal itu. "Maaf, maksudnya gimana? Saya tidak paham!" tanya Ivan ingin memastikan apa yang Ia dengar."Jadi gini bang, selama ini, teteh hilang ingatan! Dan selama itu juga kami tidak pernah tahu siapa namanya dan siapa sebenarnya dirinya." Usman menjeda perkataannya.Setelah terdiam sejenak, Usman lanjut bertanya, "Abang tadi bilang, namanya siapa?" "Selena, dia tunangan saya, dan sedang mengandung, kalau sekarang kira-kira udah tiga bulan lebih." jelas Ivan."Nahh, ini yang saya mau bilang ...." Perkataannya terjeda karena sang ibu keluar dari kamar, dengan wajah sembab. Ketiga mereka, sontak menoleh dan menatap wanita paruh baya itu yang terlihat habis menangis."Ini ibu saya, Bang! nanti ibu ajah yang jelasinnya!" ujar Usman sembari memberi isyarat pada wanita tua itu, yang sudah mengambil tempat di sebelah suaminya.Bu'Subari segera menjelaskan sejak awal ditemukan hingga setengah jam yang lalu Selena di jemput oleh seseorang yang mengaku sebagai suami
Aira mengernyitkan kening bingung dengan apa yang dirinya dengar ini. 'kok bisa ada dua orang yang begitu mirip namun berbeda takdir hidupnya? Yang satu kaya raya, dan yang satu hanya tukang kebun,' batin Aira.Namun, Ia tidak ingin mencari tahu lebih jauh lagi, sebab terlalu banyak tahu di dalam istana ini akan berbahaya bagimu. "Apa yang kalian lakukan? Cepat selesaikan pekerjaan kalian dan kembali ke kamar kalian. Tuan tidak dalam mood yang baik saat ini, jangan membuat kesalahan!" Pungkas Bu'Retno yang baru saja muncul dari balik pintu.Semua pekerja kemudian meninggalkan ruangan itu, setelah mengganjal perut mereka dengan beberapa potong roti dan minuman hangat."Selamat pagi Bu!" Sapa Aira pada Bu Retno."Pagi Ai, kamu lagi mau masak?""Iyah Bu, Den Bri lagi demam, ini Aira mau buatin bubur untuk sarapan, biar nanti kalau mau minum obat lagi, perutnya gak kosong." Ucap Aira sambil mempersiapkan segala sesuatu untuk memasak."Ohh ya, Bu! Mbak yang lagi sapu diluar itu namanya si
Aira tertunduk, mendengar ucapan itu. Entah kenapa hatinya sakit, buliran bening itu pun tidak menetes lagi, tatapannya kosong. Rasa ini, rasa yang sama saat Kayla meninggalkannya. Sebulan merupakan waktu yang cukup baginya untuk membiasakan diri dengan majikan kecilnya ini. Perlahan perhatian dan kepedulian Aira pada Brian berubah menjadi cinta seorang Ibu pada Anaknya.Aira begitu mencintai Brian sejak pertama kali bertemu. Brian seperti obat baginya, seperti oksigen yang dihirupnya, seperti oasis bagi Aira, Brian membawa Aira terbang jauh dari jurang keterpurukan. Kini anak itu mengatakan hal yang membuat Aira sakit, bukan karena cemburu tetapi sakit karena akan kehilangan hak untuk memiliki Brian seperti dulu. Hak untuk mencintai Brian sebagai anaknya, bukan majikannya.'Tch, Tuhan ... baru juga senang sedikit, kenapa Tuhan ambil lagi kebahagiaan ini. Aku baru tersenyum bahagia, melihat seseorang yang begitu mirip dengan Selena, mengerjakan pekerjaan yang dahulu ku kerjakan. Mes
"Baby, Sayang ... Brian ...! Pak tolong cepat sedikit Pak!" teriak Aira dengan suara bergetar, pada Pak Sopir."Bu, bagaimana ini!? Brian bangun sayang! Mami ada disini, mami gak akan ninggalin kamu!" Aira mulai terisak.Bu'Retno yang berada disebelahnya juga sedang panik, tidak tahu harus berbuat apa!"Bu ..., Yok kita berdoa! Aira takut!" ucapnya sembari terus memeluk malaikat kecil itu. Mereka segera berdoa sambil berpegangan tangan. Setibanya di rumah sakit, Aira segera menggendong Brian turun dari mobil dan ingin secepatnya melangkah masuk ke ruang emergency, namun tiba-tiba, ada tangan besar yang segera meraih Brian dari pelukannya.Ya, Itu adalah RK. dirinya bergegas dari tempat kerjanya saat mendengar kejadian ini.Aira yang ikut di belakang sangat ketakutan akan kemarahan RK. Namun, rasa khawatirnya menekan rasa takut itu."Bu, bagaimana ini?!" genggaman tangannya serasa bergetar. "Berdoa Ai! Doa seorang Ibu besar kuasanya! Kamu nganggap Bri anakmu kan? Dan sama, Diapun ngan
"RK ... Heyy!" sapaan itu membuat RK berbalik karena kaget, ada yang dengan begitu mudahnya menyebut namanya tanpa embel-embel Tuan."Hey," balas RK yang segera berdiri dan menyambut seorang wanita cantik dengan rambut panjang diikat ke atas serta tubuh yang ramping berbalut jas berwarna putih polos."Kok kamu bisa ada disini?" tambah RK."Udah dua hari aku disini, aku kangen sama kamu!" ucap wanita itu sembari mendekati RK dan memeluknya. RK pun membalas pelukan itu, namun hanya sebentar lalu segera melepaskan wanita itu."Peluk aku lagi! Aku masih kangen," rengek wanita itu."Mana suamimu?" tanya RK mengalihkan pikiran wanita itu. "Tuhh kan? Kebiasaan deh!" wanita itu mencebik, membuat RK tertawa terbahak-bahak. Aira yang memperhatikan hal itu, ikut tersenyum namun ada desiran aneh didalam dadanya. Wanita yang tadi dipeluk RK menatap Aira sambil tersenyum manis. "Gila ada apa dengan perasaan aneh ini, mana tuh cewek malah tersenyum ke aku, manis banget lagi, balas senyum ajah deh
Sosok itu kemudian menghampiri Aira. "Halo Ai, kamu kok disini? Apa kamu sakit lagi?!" tanya pria itu sembari tersenyum dan mengangguk hormat ke arah Ibu Panti, yang sedang bersama-sama dengan Aira."Sakit lagi? Ouhh," Aira segera tergingat, saat dirinya dirawat dirumah sakit waktu itu, ada seseorang yang ngotot banget pengen ketemu malam-malam. Dan sekarang pria itu sekarang tengah melangkah mendekatinya."Hai, Rub!" sapa Aira dengan suara seraknya, karena dirinya yang baru saja berhenti menangis. Namun, pria itu dapat mendengarnya dengan baik, karena posisinya yang sudah berada disamping Aira."Ada apa Ai, kenapa menangis?" tanya pria berkulit coklat eksotis, bermata coklat terang dengan hidung mancung itu, prihatin dengan keadaan Aira."Aku baik, makasih!" Aira berbalik menatapnya, "Kamu ngapain disini, sakit?" Aira terus menatapnya sambil menunggu jawaban."Yahh, jangan liatin aku kayak gitu, aku nervous," ucap pria itu dengan senyum manisnya. Mungkin semanis gula."Gak usah kegan
Ruby yang berusaha ditenangkan oleh Aira, akhirnya tidak dapat berbuat apa-apa. Dia sadar, dia tidak mampu melawan RK, namun dirinya tidak rela kalau Aira harus hidup terkurung di istana RK."Rub, kamu jangan khawatir yah! Aku baik-baik saja disana. Tuan RK baik, dan Brian dia semangat hidupku, aku bahagia berada disana Rub, tolong jangan berfikir untuk menebusku." ucap Aira sembari menatap dua manik coklat terang itu yang memerah, sebab emosi yang membuncah didalam dadanya.Sambil memegang tangan Ruby, Aira terus menatapnya dalam-dalam. Mereka saling memahami, meskipun hanya lewat tatapan mata. Bu Retno yang melihatnya menjadi ibah."Aii, kasih nomor telepon kamu gih! Biar Dia bisa selalu tahu kalau kamu baik-baik saja disana. Dia khawatir sama kamu, Ibu mengerti. Tapi ...." Bu Retno menjedah ucapannya."Tapi apa Bu," tanya Bu Panti penasaran."Tuan RK, bukanlah orang yang mudah untuk kamu hadapi. Jadi sebaiknya, kamu tunggu sampai waktu setahun Aira di rumah itu berakhir yah!? Begit
Aira sangat terkejut dengan apa yang dirinya dengar, dia tidak pernah menyangka kalau RK melakukan semua ini. Meskipun dalam hatinya, dia tahu pasti bahwa RK bukanlah seseorang yang akan memilihnya, tanpa tahu latarbelakang dirinya, namun dengan menjadikan Selena, putri CEO PT.Bintang Laut itu seorang tukang kebun, itu out of mind banget, pikirnya. "Kamu kenal dia, Mas?" tanya Aira pelan. "Musuh istriku, adalah musuhku!" jawab RK singkat, namun membuat Aira terperangah. "Udahh, lupakan Dia, nanti besok aku akan memperkenalkan Nyonya Mension ini secara resmi pada semua Pekerjaku, termasuk si siapa namanya tadi?" "Selena, Mas!" "Iyah, Dia!" ucap RK sembari tersenyum semanis madu pada Aira yang masih bingung dengan apa yang sudah diperbuat suaminya ini. Ada rasa bahagia yang perlahan merayapi hati Aira, namun bersamaan dengan itu, ada rasa takut dan cemas jika sesuatu yang buruk terjadi pada suaminya karena hal ini. Aira memandang RK lekat-lekat, perlahan tangannya terangkat dan
Aira terkejut dengan sosok yang sedang berdiri kikuk dihadapannya. Wanita itu terlihat tertunduk sedalam-dalamnya karena takut pada Aira. Namun, Aira yang masih tidak dapat mencerna hal ini semakin bingung. Selena bisa berada satu atap dengan dirinya adalah satu keanehan, ditambah dengan tingkahnya yang menurut Aira sedikit aneh, tidak seperti Selena yang Ia kenal. "Ma-maafkan saya nyonya, saya sedikit merasa pusing, jadi kesini untuk mengambil Air. Saya tidak akan melakukannya lagi. Permisi!" jawabannya membuat Aira segera mencubit tangannya sendiri. "Mami gak lagi mimpi kok, sini menunduk!" ucap Brian sembari menarik tangan Aira agar menunduk ke arahnya. Brian melayangkan sebuah kecupan hangat, di Pipi ibunya. "Kan? Berasa gak?" tanya Bri sembari terkekeh geli, karena senang bisa menggoda sang Mami. "Idih, anak Mami genit banget sii!" "Saya permisi Nyonya!" "Selena tunggu!" Aira mengeryitkan kening, karena wanita itu terlihat bingung dengan panggilannya. "Bu' Aira, saya
Setelah menjawab panggilan Bent, dalam sekejap wajah sumringah RK hilang entah kemana. Kini tampilan dingin dengan sorot mata yang tajam, seperti mampu melihat hingga ke kedalam jiwa seseorang. Aira yang paham dengan sikap itu, tidak ingin bertanya. Dirinya takut akan salah berucap, dan pria bengis disebelahnya ini akan marah. Ya, meskipun telah resmi menjadi istri pria dingin itu, Aira masih tetap saja menganggap dirinya Bossnya yang dingin dan sangat ditakuti seluruh pekerja di Mension mewah yang sekarang sudah menjadi miliknya juga. Aira hanya terdiam dan meraih tangan suaminya untuk di pegang erat-erat, sambil terus menatap jalanan yang mulai dipenuhi cahaya lampu jalan, sebab malam mulai perlahan menyapa mereka. Brian yang mengetahui ayahnya sedang dalam mode yang tidak boleh diganggu, hanya terdiam ditempatnya duduk. "Bri, Mami pangku yahh?" Bujuk Aira, sebab Brian sangat membenci di pangku karena merasa dirinya sudah besar. Namun, pria kecil itu tahu kegelisahan hati ibun
Refleks RK menghadang pria yang menyapa Aira itu. Pria dengan tampilan awut-awutan, rambut yang diikat ke belakang, tanda tak pernah dipotong. Wajah yang kusam dan tubuh yang kurus, menjelaskan betapa memprihatinkannya, keadaan pria itu. "Ai ... Tolong maafin Mas, kita pulang yukk! Mas kangen Ai," ucap pria itu yang adalah Ivan, mantan suami Aira, sambil berusaha meraih tangan Aira dari balik tubuh RK yang menjulang tinggi dihadapannya. "Jangan berfikir untuk menyentuh tangannya, atau aku akan mematahkan tanganmu!" ketus RK. "Menyingkir kau, aku hanya ingin bicara dengan istriku," ucap Ivan penuh percaya diri. RK mengeraskan rahangnya, tatapan membunuh, dirinya tujukan pada Ivan. Rasanya, jika tidak ada istri dan anaknya saat ini, mungkin Ivan sudah pergi bertemu putrinya Kayla sekarang. Aira tahu, RK sedang dalam kemarahan yang jika Ivan melanjutkan dramanya, maka dirinya akan berakhir tragis. "Mas, aku mau pulang," ucap Aira sembari meraih tangan RK dan memberikan Bri padany
"Apa ...?" RK menatap istri yang sangat dirindukan ini dengan tatapan sendu. "Sayang, ini aku suamimu, tolong jangan lupakan aku, Ai!" ucap RK sembari meraih tangan Aira, dan mengecupnya dalam-dalam, sambil menutup mata, meresapi kebahagiaan yang datang, namun hanya setengah. "Mas ...!" ucap Aira lembut sambil mengusap rambut coklat yang sudah terlihat besar karena tidak dipotong itu, dengan penuh kasih sayang. "Bagaimana aku bisa melupakan, satu-satunya alasan aku bertahan dan kembali kesini. Dirimu dan Bri lah kekuatan dan alasanku. Aku cinta kamu, Mas!" ucap Aira sembari mengecup tangan suaminya. "Maafkan aku, aku hanya bercanda!" tambah Aira. RK terdiam cukup lama dan segera memeluk Aira erat-erat. "Tidak masalah sayang, asalkan itu hanya tipuan, aku tidak akan mempedulikannya, sebab aku sedang sangat bahagia karena dapat mendengar suara istriku dan tatapan sayang darinya seperti saat ini." RK tak henti-hentinya menciumi tangan pasien wanita itu yang adalah istrinya. "Ming
Pesan singkat disertai foto itu, membuat Andi kebingungan. Disisi lain, anak dalam kandungan Tantri yang terancam meninggal sebab sudah memasuki bulan ke 8, sedangkan diseberang sana sedang terjadi sesuatu yang membuat Andi mematung ditempatnya berdiri. "Apa ini, Mah?" Andi meremas rambutnya kuat-kuat. Dia berjalan gontai dan terduduk di kursi-kursi taman, yang berada dekat dengan parkiran. "Selena ... Dimana kamu, Nak! Papa bingung harus bagaimana," lirih Andi sembari menunduk. "Maaf Tuan, apa yang harus saya lakukan?" ucap salah satu orang kepercayaannya yang masih belum memahami apa yang dilihat Andi di handphonenya, sehingga dirinya bereaksi seperti ini. "Tolong, hubungi siapa saja yang ada dirumah, tolong selamatkan istriku, tolong!" Andi memohon untuk istri yang tadi telah Ia abaikan. Seluruh tubuhnya bergetar, bagaikan kilatan petir yang menyambar dengan kecepatannya beberapa detik, namun mampu menghancurkan. Dirinya menerima kiriman pesan dari istrinya yang mengatakan,
Karena kesal dengan perkataan Tantri yang menyuruh ibunya untuk menelpon Andi, Tuti gegas merampas handphone Dewi dan membantingnya."Beraninya kalian, ingin menelepon suamiku! Seharusnya kalian itu malu!" geram Tuti."Kalau begitu, kamu ajah Ti, tolong antar Tantri ke rumah sakit! Kalau sampai nanti ada apa-apa sama anakku, kamu harus tanggung jawab, karena ini adalah salahmu!" ucap Dewi sedikit menekan.Tuti yang mendengar hal itu jadi serba salah, "ehh ... Iya juga, kalau ada apa-apa sama perempuan sialan ini, pasti aku yang bakal disalahin. Apalagi, anak itu adalah anak Mas'Andi, bisa kacau nanti masalahnya." Tuti membatin, sambil menatap kasar Tantri yang sedang sangat kesakitan.Namun, sebelum Tuti mengambil keputusan, tiba-tiba terdengar suara yang sangat dirinya kenali."Tantri kamu kenapa?" ucap Andi yang baru saja muncul dari balik pintu."Mas tolongin anak kita Mas, aku kesakitan ini! Aahhh ...," lirih Tantri.Tanpa menghiraukan keberadaan istrinya, Andi gegas menggendong T
"Kakak!" Gadis cantik itu gegas menenggelamkan tubuhnya kedalam pelukan hangat pria gagah yang sedang berdiri menatapnya dengan tatapan bahagia dan rindu. "Kakak ... Aku selalu menunggumu mengunjungiku di asrama, tapi kakak sudah tidak pernah muncul lagi! Aku rindu!" gadis itu menangis tersedu-sedu. "Heyy, tenangkan dirimu! Ody sudah sangat besar, dan sangat cantik, apa ada pria nakal yang menggangu adikku disekolah?" tanya pria itu. "Tidak, mereka selalu takut pada para bodyguard rahasiku. Aku sudah seperti tuan putri lemah yang selalu di kawal 24 jam." "Ohh ya? Ayahmu pasti melakukan hal itu, untuk memastikan kau tetap aman." "Bukan ayah, tapi kau, kakak! Berhentilah membodohiku. Meskipun aku seperti ini, aku selalu mendapatkan nilai bagus, meskipun tidak pernah mendapat juara kelas," ucapnya sambil terkekeh geli. Mereka akhirnya saling menatap dan tertawa terbahak-bahak. "Ya sudahlah, kau jangan terlalu pintar. Cukup kepintaran itu dimiliki RK saja. Kalau kau bisa menaklukk
RK terpaku menatap wajah gadis dihadapannya ini. Ada desiran aneh, RK terus menatap wajah cantik itu lekat-lekat. "Kak, kakak!" Audrey sedikit mengeraskan suaranya, sebab RK menatapnya dengan tatapan yang terlihat sendu dan begitu dalam. Mendengar suara melengking itu, RK terkaget dan segera melepaskan genggaman tangannya yang begitu kuat. "Kann ... tanganku kesakitan, Ayoo tiup! Sakit tahu," kesal gadis itu meniup dan memijat tangannya sendiri secara perlahan. RK kemudian berbalik menatap Bent yang berada di anak tangga dua tingkat di bawah dirinya. "Sudah kubilang," ucap Bent sembari memamerkan tawa terpaksanya. RK kemudian melanjutkan langkah kakinya, meninggalkan Audrey yang kesakitan. Namun, disaat yang bersamaan Audrey tertegun, mengingat tatapan sendu sang penguasa Starlight itu. 'ada apa dengan tatapan itu? meskipun mereka tidak pernah memberitahukan semuanya padaku. Tapi aku bukan anak kecil lagi, aku tahu kau adalah kakakku, dan sebagai adikmu, aku bisa merasakan kese