Share

Bab.5 Memulai Rencana

Anais menoleh ke sosok pemilik suara yang berada di sampingnya. Wanita dengan gaun malam berwarna hitam yang terbuka dan menampilkan hampir seluruh dadanya. 

Anais memutar bola matanya malas, sepertinya akan ada perdebatan sengit antara mereka. Jujur saja, pertemuannya dengan Sarah, adalah sesuatu yang tidak baik. Anais yakin jika salah satu dari keluarga Anderson juga berada di tempat ini. Atau mungkin semua.

“Apa maksudmu dengan wanita sepertiku?” tanya Anais pura-pura menanggapi. Dalam hatinya, ia sangat malas untuk berurusan dengan Sarah.

Mereka berdua berdiri berdampingan menatap angin kosong. Tentu saja dengan pikiran mereka masing-masing.

“Apa kamu datang untuk menggoda pria di pesta ini?” tuduh Sarah pada Anais.

Anais menertawakan pertanyaan Sarah dalam hati. ‘Menggoda? Bukankah kata-kata itu tepat untuk menggambarkan dirimu?’ batin Anais sinis.

Melihat tidak ada perlawanan dari Anais, Sarah kembali memprovokasi Anais. Ia beralih menatap wanita dengan surai panjang yang tergerai dan menari mengikuti irama angin itu.

Sarah melipat tangannya di depan dada seraya menatap sinis ke arah Anais. Kemudian berbisik, “Aku sebentar lagi akan menikah dengan Garvi. Papa bilang akan merayakannya dengan sangat mewah.”

“Garvin juga sudah menyiapkan villa untuk kami bulan madu,” imbuhnya tanpa rasa malu.

Sarah tersenyum puas saat mendapati Anais sepertinya tertarik dengan ucapannya. Akhirnya ia berhasil memancing emosi Anais. Tunggu hingga amarah wanita itu meledak-ledak, maka Sarah akan mempermalukan Anais di hadapan semua orang.

Anais berdecak dalam hati. Seperti itukah rasanya bahagia karena hubungan yang direstui? Tidak seperti dirinya yang tidak ada tamu undangan. Bahkan orang tua saja tidak hadir. Bulan madu pun tidak ada dalam agenda mereka. Karena satu hari setelah pernikahan Anais dan Garvi, pria itu harus tetap berangkat bekerja. Jika tidak, pria bernama Louis Anderson itu akan marah-marah tidak jelas.

“Kenapa ada orang yang begitu bangga dengan suami yang didapat dari hasil merampas dari wanita lain?” sindir Anais.

“Dasar tidak tahu malu!” sinis Anais kemudian.

Seketika mata Sarah membola. Urat lehernya juga ikut menegang seiring cibiran yang keluar dari mulut Anais. Tangan yang sedari tadi terlipat di depan dadanya kini terlepas dan bertengger di pinggangnya.

“Seorang artis terkenal macam kamu nggak bisa cari pria yang masih sendiri? Kenapa harus pria beristri?” cecar Anais pada Sarah.

“Dasar kurang—”

“Berhentilah bertindak bodoh di hadapan semua orang,” bisik Anais penuh penekanan. Kemudian mengulas sebuah senyum manis di bibirnya.

Tangan Sarah mengambang di udara. Niatnya untuk menampar Anais ia urungkan karena keadaan sekitar. Banyak orang melihat dan Sarah tidak mau ambil resiko.

“Kamu tidak lihat, berapa banyak orang yang sedang menyaksikan saat ini?” tanya Anais. Dan sekarang giliran Anais yang melipat tangan di depan dada. 

Mata Sarah memindai sekitar. Beberapa orang sedang menyaksikan mereka, beberapa juga tengah mengambil foto Sarah karena dirinya mengundang perhatian.

“Aku sih, tidak masalah kalau menjadi bahan gunjingan karena mereka tidak mengenalku. Sedangkan dirimu, apa kamu yakin tidak masalah?”

Anais tersenyum puas karena bisa mempermainkan Sarah. Ia tersenyum sinis ke arah Sarah sebelum meninggalkan tempat itu. Sedangkan Sarah hanya bisa menahan amarahnya dalam hati.

***

“Apa yang membuatmu begitu kesal, Sayang?” tanya Garvi pada Sarah saat mereka berada di meja makan untuk menikmati hidangan.

“Apa kamu nggak lihat Anais?” bisik Sarah pada Garvi.

Garvin menautkan kedua alisnya heran. “Anais? Bagaimana bisa ada Anais di sini?”

Sarah meletakkan garpu di atas meja. Kemudian memutar tubuhnya menatap pria pujaan hatinya itu yang tidak percaya dengan ucapannya.

“Aku tidak bohong. Ada Anais di sini,” ucap Sarah dengan nada kesal.

“Ada apa dengan wanita itu?” tanya Louis yang baru bergabung bersama mereka. Ia duduk di hadapan Sarah dan mulai membenahi peralatan makannya.

“Sarah bilang, Anais ada di tempat ini, Pah,” ucap Garvi yang diakhiri dengan tawa kecil. Ia tidak percaya jika Anais berada di tempat yang sama dengan mereka. 

Saat masih menjadi istrinya saja, Garvi tidak diperbolehkan membawa Anais ke pesta perjamuan atau pertemuan apapun. Lalu sekarang, wanita itu menghadiri pesta dengan siapa? Tidak mungkin!

“Aku nggak bohong, Pah,” ucapnya meyakinkan Louis. “Dan ia menjadi wanita menyebalkan yang pernah aku temui.”

“Aku juga baru saja bertemu dengannya. Dan aku semakin membencinya,” ucap Louis tenang seraya memotong daging steak yang ada di mejanya. Membuat Garvi menghentikan aktivitas makannya lalu menatap Sarah dan Ayahnya secara bergantian.

“Tidak mungkin. Anais tidak mungkin bersikap kasar. Di bentak saja ia akan langsung menangis.” Garvi tidak percaya dengan cerita Sarah maupun ayahnya tentang Anais.

“Maksudmu, aku berbohong?” Sarah memicingkan netranya.

“Bukan seperti itu. Hanya saja—” Garvi tidak melanjutkan kata-katanya saat melihat Sarah mulai menatapnya dengan tatapan kesal. Ia mengurungkan niatnya untuk membahas tentang kepribadian Anais yang lemah lembut dan periang. Tidak mungkin rasanya jika Anais berubah menjadi seperti apa yang mereka ceritakan.

Mariana, menghabiskan segelas air putih yang tersedia di meja karena saking kesalnya dengan sikap Anais. “Kamu tahu, Garvi. Wanita itu bahkan berani menjawab ucapan Mama. Tunggu saja sampai kamu melihatnya. Kamu akan benar-benar tercengang. Kamu akan menyesal sudah menjadikan wanita itu seorang istri,” imbuh Mariana.

Garvi masih terdiam, ia masih tidak percaya dengan apa yang dikatakan tentang Anais. Wanita lemah lembut itu berubah menjadi orang yang berbeda hanya dalam hitungan hari saja? Itu sangat tidak mungkin!

“Apa kamu sudah mengurus surat perceraiannya?” cecar Mariana pada putranya.

Garvi menggelengkan kepala dan mengatakan akan secepatnya mengurus perceraiannya dengan Anais. Ia beralasan sedang sibuk untuk alasan pekerjaan.

“Ingat! Wanita itu tidak akan menerima sepeserpun uang kita.” Louis mengingatkan.

Garvi kembali mengangguk. Mengatakan akan menghubungi pengacara besok pagi. Mereka kembali melanjutkan  menyantap hidangan. Namun pikiran Garvi masih berputar pada Anais yang ditemui oleh ayahnya dan Sarah. 

Bagaimana Anais bisa berada di tempat seperti ini? Dengan siapa ia datang? Pertanyaan itu terus saja menari-nari dalam pikirannya. Ia mengedarkan pandangannya menyapu setiap sudut tempat itu dan berusaha mencari sosok yang tengah dibicarakan. Namun, hasilnya nihil.

***

Masih terlalu pagi untuk membuka mata. Anais masih bersembunyi di balik selimut kesayangannya. Ia sudah sadar dari alam mimpi, namun matanya masih terasa lengket seakan ada lem yang melekat di sana.

Sebuah deringan dari ponselnya terdengar. Ia mendengus kesal karenanya. Hari masih pagi tapi sudah ada orang yang mengganggunya. Anais meraba-raba mencari keberadaan benda itu. Setelah mendapatkannya, ia menggeser tombolnya asal dan menempelkan di telinganya.

“Anais! Apa maksud semua ini!”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status