“Ini masih pagi buta. Bisa nggak sih nggak usah teriak-teriak? Ganggu tau nggak?” keluh Anais dengan suara serak, seraya menjauhkan ponsel itu dari yang menelponnya.
Anais menganggap hari masih gelap, padahal matahari sudah hampir berada di atas kepala. Namun, kata-kata kasar yang ia tangkap oleh indra pendengarannya menyadarkannya bahwa hari gelap yang ia pikirkan ternyata salah. Umpatan-umpatan itu juga menandakannya bahwa Garvi sudah menerima surat gugatan yang ia kirimkan untuknya. Anais membuka matanya cepat, menoleh ke arah benda kecil yang duduk manis di atas nakas.
Waktu menunjukan pukul 08.25, waktu yang cukup siang untuk memulai hari. Tanpa ingin mendengar keluhan apapun dari Garvi, Anais segera menutup telponnya secara sepihak. Kemudian turun dari peraduan dan menuju kamar mandi. Dapat ditebak apa yang terjadi di ujung sambungan. Pria itu masti semakin menggila.
“Ini baru langkah pertama, Garvi. Sebelum kamu menggugat cerai, aku melakukannya lebih dulu. Dan aku janji, aku nggak akan kalah darimu,” gumam Anais seraya menatap pantulan wajahnya pada cermin wastafel.
***
“Argh!!” pekik Garvi seraya melempar ponselnya sembarang.
Ia mengusap kasar wajahnya, mengeratkan giginya. Kedua tangannya mengepal dan memukul angin, kemudian mengerang kembali.
Ia tidak menyangka jika Anais anak mengajukan gugatan perceraian terlebih dulu. Ia bahkan menyewa seorang pengacara dan mengajukan beberapa tuntutan. Salah satunya adalah harta gono-gini.
“Apa yang ada di pikiran Anais sebenarnya? Apa benar ia sudah berubah?” gumam Garvi.
“Apa yang sedang kamu pikirkan? Apa kamu nggak berangkat ke kantor?” Suara barito milik Louis menggema di ambang pintu. Hingga pria paruh baya itu masuk dan menghampiri putranya.
Garvi tersentak dengan kedatangan ayahnya. Ia merasa gugup saat pria itu mendekat ke arahnya.
Netra Louis menangkap lembaran kertas yang berserakan di atas ranjang. Karena merasa penasaran, ia meraih kertas-kertas itu dan membacanya. Garvi merasa gelisah karena tak sempat menahan ayahnya untuk tidak mengambil surat yang dikirim oleh Anais untuknya.
Louis mengerutkan keningnya setelah membaca apa yang tertulis di dalamnya. Kemudian ia menatap tajam ke arah Garvi dan bertanya, “Apa maksudnya?”
“I- itu, Anais mengajukan gugatan dan menuntut harta gono-gini. Surat itu datang kemarin dan baru sempat aku buka,” jawab Garvi terbata.
Louis menyipitkan mata menatap Garvi. Melihat ekspresi yang ditunjukan oleh ayahnya, ia tahu kalau sesuatu akan terjadi. Mengingat bagaimana temperamen sang ayah.
“Bukankah aku sudah menyuruhmu untuk cepat mengurusnya? Lalu kenapa ada tuntutan seperti ini?”
Garvi menggelengkan kepalanya lemah sembari tertunduk. Ia juga menautkan jari-jari tangannya karena merasa gelisah saat ayahnya mengerang menahan emosi.
“Wanita ini bahkan menuntut jumlah uang yang banyak,” gumam Louis kemudian.
“200 juta dollar bukan jumlah uang yang sedikit. Memangnya ia pikir sudah berkontribusi pada kita? Seenaknya saja minta uang. Ck! Apa ia pikir uang bisa didapatkan dengan mudah?” ucap Louis berkacak pinggang.
Ia adalah orang yang paling kesal saat mengetahui menantunya menuntut hartanya begitu banyak. Padahal ia sudah mewanti-wanti pada putranya untuk tidak mengeluarkan uang sepeserpun untuk menantunya. Lalu, apa sekarang? Louis menganggap jika menantunya ingin membuatnya bangkrut.
Louis menatap tajam penuh kemarahan ke arah Garvi. Kenapa putranya tidak segera melakukan apa yang ia perintahkan. Ia sangat lamban. Bukannya segera mengurus berkas perceraian, ia justru asik mengurus hatinya yang sedang kasmaran.
Tatapan Louis membuat putra sulung yang berusia 30an itu bergetar ketakutan. Seakan disorot dengan sebuah sinar laser dan bersiap untuk dibidik.
“Aku tidak mau tahu. Pokoknya jangan sampai wanita itu mendapatkan harta milik Anderson, bahkan sepeser!” seru Louis pada Garvi yang masih tertunduk.
Garvi mengangguk cepat. Secepat debaran jantungnya saat ini. Dalam hati, ia merutuki kebodohannya. Andaikan ia segera menyimpan berkas-berkas itu, pasti ayahnya tidak akan tahu. Dan ia tidak akan berada di situasi seperti sekarang. Dan ia yakin, suasana hati ayahnya akan buruk seharian ini. Bisa jadi, sampai besok suasana hatinya belum berubah.
Louis melempar kertas-kertas itu sembarang sebelum keluar dari kamar Garvi. Tak lupa mengingatkan putranya untuk segera mengurus masalah Anais.
“Mengurus wanita seperti itu saja nggak becus,” gumam Louis saat meninggalkan kamar Garvi.
Garvi mengerang, kemudian menjatuhkan tubuhnya di bibir ranjang dan kembali mengusap kasar wajahnya. Memikirkan cara untuk menghadapi tuntutan dari Anais. Serba salah menjadi dirinya.
***
“Hm, sangat lezat. Sudah lama aku tidak makan kue ini. Rasanya tetap sama,” gumam Anais seraya menikmati suapan pertama dari sponge cake rasa black forest kesukaannya.
Anais datang mengunjungi toko kue langganannya sejak remaja. Dan semenjak menikah, ia sudah tidak bisa lagi menikmati kelezatan kue kesukaannya. Entah kenapa hari ini ia sangat ingin menikmati sepotong kue manis dan segelas jus.
Anais menyeret bola matanya memindai sekitar. Suasana yang ramai dan terdengar percakapan ringan dari pengunjung, membuat Anais tersenyum. Ia merasa bersyukur dengan kejadian beberapa waktu lalu, yang menyadarkannya dari kebodohan. Membuka wajah dari pria yang selama ini ia kagumi. Ah! Keluar dari neraka yang berbentuk rumah itu rasanya patut disyukuri.
Hingga atensi Anais kembali pada kue berwarna coklat pekat dengan hiasan krim dan buah ceri itu, seseorang yang entah dari mana datangnya, tiba-tiba menyambar gelas minumnya dan menyiramkan pada wajahnya seraya berteriak,”Dasar, wanita tidak tahu diuntung!”
Bab.6“Aak!” pekik Anais saat segelas jus yang ada di mejanya berpindah mengenai wajah dan bajunya.Anais mengusap kasar wajahnya yang terasa dingin, serta bajunya yang kotor. Dihadapannya, seorang wanita tengah berdiri dengan santai namun menatapnya dengan pandangan sinis.Sarah Dania! Wanita yang telah merebut suaminya, saat ini ada dihadapannya. Benar-benar hari yang buruk.Anais refleks berdiri sembari menatap tajam pada wanita itu dan berseru, “Apa-apaan kamu ini?!” Sarah tidak bergeming dengan teriakan Anais yang menampilkan sebagian emosinya. Namun, wanita yang menjadi lawan bicaranya hanya diam berdiri di tempat. Sarah melihat sekeliling, mereka berdua menjadi pusat perhatian. Terdapat banyak pasang mata yang menatap ke arah mereka karena suara Anais cukup keras. “Nona, aku nggak melakukan apapun, kenapa kamu berteriak padaku?” tanya Sarah memutar balikan fakta.Anais mengerutkan dahinya, mencoba mengerti maksud ucapan Sarah. Baru beberapa detik yang lalu ia datang dan menyi
“Hei! Minggir kamu, jangan menghalangi!”Jati melihat pria yang berteriak padanya melalui ekor matanya. Tanpa menggubris keributan yang sedang terjadi, kemudian menarik lengan Anais untuk menjauh dari tempat itu.Sepanjang langkah mereka keluar, Anais meronta minta untuk dilepaskan, tapi Jati juga tidak memedulikan teriakan Anais. Ia tetap membawa Anais hingga ke tempat parkir.“Lepasin nggak!” teriak Anais sembari melepaskan cengkraman tangan Jati. Anais menatap Jati penuh kesal seraya mengusap lengannya yang sedikit terasa sakit karena Jati menariknya terlalu kuat.Menyadari hal itu, Jati sadar dengan tindakannya dan meminta maaf pada Anais karena telah membuatnya kesakitan.“Apa-apaan sih, kamu! Main tarik aja! Kamu pikir aku kambing?” kesal Anais.Anais yang merasa kesal pada Jati, memalingkan wajahnya ke arah lain seraya melipat kedua tangan di depan dada.“Aku menarikmu dari tempat itu karena aku nggak mau kamu terluka,” jawab Jati dengan wajah datar.Anais menjadi semakin kesal
“Kamu nggak percaya sama aku? Kamu anggap kalau aku ini bohong dan ngarang cerita ke kamu? Gitu?”Sarah tersulut emosi saat ucapan Garvi seolah membela Anais. Ia merasa tidak terima dengan sikap Garvi yang terkesan membela mantan istrinya itu.Bagai orang yang kebakaran jenggot, Garvi mencari alasan agar Sarah tidak marah dengan ucapannya. Dengan terbata, ia berucap, “Bukan gitu, aku cuma nggak percaya kalau Anais—”Sarah meletakkan kedua tangan di pinggang dengan wajah merah padam. Menatap penuh amarah pada pria yang rencananya sebentar lagi akan menjadi suaminya.“Jadi, kamu lebih percaya Anais daripada aku?” potong Sarah kemudian.Garvi melipat bibirnya menyadari kesalahan yang dibuatnya. Ia tak menyangka jika kata-kata yang tak sengaja ia ucapkan kini membuatnya dalam masalah. Ia segera bangkit dari tempat duduknya yang nyaman untuk menghampiri Sarah dan menenangkan wanita pujaan hatinya itu agar tidak marah padanya.Garvi mencoba membujuk Sarah dan beralasan tidak melihatnya seca
Anais, bisa kita bicara sebentar?” tanya Jati pada Anais yang hendak melangkahkan kakinya menuju anak tangga. Anais baru saja kembali ke rumah setelah seharian berada di luar rumah. Setelah kejadian di toko kue tadi siang, Anais pergi untuk melihat butik milik temannya sekaligus mengganti pakaiannya yang kotor terkena jus dan juga bercak kue. Anais menghentikan langkahnya, kemudian menoleh pada Jati dengan menaikan satu alisnya. Ia memutuskan untuk menyetujui ajakan Jati meski dalam hatinya merasa enggan untuk berbicara dengan anak angkat dari kakeknya tersebut. Anais menyilangkan kedua tangan di dadanya. Lalu bertanya, “Ngomong apa?” Jati mengutarakan keresahannya tentang acara yang akan diadakan oleh perusahaan, yang akan melibatkan Sarah dan juga keluarga Garvi karena mereka ada di daftar undangan. Jati juga bertanya tentang tanggapan Anais jika ADS Grup yang notabene adalah perusahaan milik keluarga suaminya dibatalkan dalam daftar undangan. Mendengar ucapan Paman angkatnya
“Anais? Apa yang sedang kamu lakukan di sini?” tanya Sarah dengan menoleh ke kanan dan ke kiri seperti tengah mencari sesuatu. Kemudian memandang Anais dari ujung kepala hingga ujung kaki. Bertanya dalam hati kenapa ada istri dari Garvi berada di Adhyaksa Grup.Sedangkan Anais sedikit terkesiap, melihat kedatangan Sarah. Ia mengepalkan tangannya menahan amarah karena bertemu dengan wanita yang sudah merebut suami dan menghancurkan hidupnya.Sarah tersenyum sinis, karena Anais sedang membawa alat-alat kebersihan bersama dengan petugas kebersihan. Pakaiannya sedikit berantakan karena ia baru saja membantu membersihkan ruangan yang akan dipakainya untuk bekerja. Sarah menganggap jika Anais bagian dari petugas kebersihan di Perusahaan.‘Setelah berpisah dari Garvi, ternyata wanita ini hanya mampu bekerja sebagai tukang bersih-bersih. Pantas saja ia minta harta gono-gini.” Sarah membatin senang.Sarah membusungkan dada merasa lebih segalanya dari Anais. Selain ia dipilih oleh Garvi, kehid
“Sialan!” gumam Sarah saat pria yang dicintainya mengejar wanita yang masih menjadi istri sahnya.Namun, Garvi tidak peduli dengan seruan Sarah. Sarah pun tidak bisa berbuat lebih karena banyak pasang mata yang tengah menatap mereka. Ia hanya bisa menatap kesal ke arah mereka berdua. Dan memutuskan untuk meninggalkan lobby saat beberapa orang mulai menggunakan ponsel mereka untuk mengambil gambarnya.***“Lepaskan!” perintah Anais seraya mencoba melepaskan cengkraman tangan Garvi. “Kalau mau bahas perceraian kita, hubungi saja pengacaraku!”“Aku maunya ngomong langsung sama kamu!” Garvi menarik tangan Anais untuk menjauh dan mencari tempat yang sedikit sepi. Garvi membawa Anais menuju sudut lain lobby, berdekatan dengan tangga darurat.“Aku nggak mau ngomong apapun sama kamu!” tolak Anais.Ia berusaha pergi, namun Garvi tetap menahan Anais. Secara tenaga, Anais tidak sebanding dan terpaksa menuruti kemauan Garvi. Anais melipat kedua tangan di depan dada dan membuang pandangannya ke a
Bab.13“A—apa? Aku? Cemburu?” tanya Anais dengan netra membola. “Tolong jangan bercanda, Paman. Yang benar saja!”Anais mengalihkan pandangannya ke luar jendela. Matanya bergerak liar dan berusaha menenangkan hati yang tiba-tiba saja berdebar tak karuan.Sedangkan Paman Jordan, menarik sudut bibirnya membentuk sebuah lengkungan, mendapati wanita yang sudah ia anggap seperti keponakan sendiri salah tingkah.‘Ayolah Anais. Jangan bodoh! Jati adalah anak angkat Kakek, yang artinya ia adalah pamanku. Nggak seharusnya aku merasa cemburu kalau ia mendekati wanita lain,’ batin Anais.Meski Anais berusaha menampik perasaan itu, Paman Jordan dapat melihat ke dalam hati Anais perasaannya yang sesungguhnya pada Jati. Ia hanya bisa berharap yang terbaik untuk keduanya.***Siang ini, Anais ada janji temu dengan pengacara yang akan mendampinginya untuk perceraiannya dengan Garvi. Mereka sepakat akan bertemu di depan gedung pengadilan. Ia berdiri seraya menunggu pengacaranya yang katanya sebentar
“Dengan diam saja waktu dihina seperti itu?” Jati kembali mencibir pola pikir Anais. “Dengar Anais, kamu bisa dengan mudah menghancurkan mereka berkeping-keping tanpa harus bersusah payah. Kenapa kamu malah pilih jalan yang sulit dan menyusahkanmu?”Anais menarik oksigen banyak-banyak, kemudian menghembuskan secara perlahan. Menetralkan perasaan yang sedang berkecamuk di dalam dadanya.“Sudah aku bilang aku punya rencana! Kamu nggak usah ikut campur atau mengguruiku! Ini urusanku sendiri Jati!” tegas Anais pada sang Paman angkatnya.Kesal dengan Jati yang tidak mau mengerti perasaannya, Anais bangkit dari tempatnya duduk. Lalu meraih tas tangan yang dibawanya meninggalkan mobil Jati.“Mau kemana?” tahan Jati seraya mencengkeram lengan Anais agar menghentikan langkahnya.Anais menatap tajam penuh amarah pada Jati. Kemudian dengan ketus menjawab, “ Bukan urusanmu!”Anais menolak tawaran Jati untuk mengantarnya. Yang dilakukan Jati hanya mengusap wajahnya penuh sesal dan membuang napas k
Anais mengusap pipinya yang terasa panas seraya menatap Sarah penuh amarah. “Orang lain yang buat kamu marah, kenapa aku yang jadi pelampiasan?” protes Anais pada Sarah.Emosi Sarah semakin meledak. Ia berkilah jika Anais lah penyebab semua ini terjadi. Itu sebabnya Anais pantas mendapat sebuah tamparan. “Hey! Kamu. Jangan kurang ajar sama Sarah. Sarah ini aset perusahaan kita. Kamu mau dapat masalah karena berurusan dengan bintang terkenal seperti Nona Sarah ini?” Broto memberikan pembelaan pada Sarah.Calista menangkap tubuh Anais yang sempat terhuyung ke belakang karena Broto mendorongnya dengan sangat keras.“Anak baru udah cari masalah,” bisik salah satu staf yang datang bersama Broto.“Ya maklum lah, ia kan wanitanya Pak Lukman, HRD kita,” timpal karyawan lain.“Pantas saja. Mana bisa seorang ibu rumah tangga bisa masuk dengan mudah. Ternyata pakai orang dalam?”Telinga Anais terasa panas saat makian dan cibiran itu terlontar dari karyawan Perusahaannya sendiri. Ia hanya bisa
“Tu—tunggu. Maksudnya apa?” Ada rasa penasaran yang bercampur sedikit rasa kesal dalam pertanyaan Sarah. Bagaimana tidak, artis besar macam dirinya ditolak secara tidak terhormat oleh seorang pemimpin perusahaan.Orang-orang yang berada di ruangan itu saling bertukar pandangan, tidak mengerti dengan jalan pikiran pimpinannya.Anton, yang menjabat sebagai wakil Direktur Adhyaksa properti mendekat pada Jati serta berusaha menenangkan perasaan Sarah yang tersentil egonya. “Tuan Jati, saya kira ada kesalah pahaman disini. Perusahaan sudah membuat kesepakatan dan sudah menandatangani kontrak. Nona Sarah—”Jati mengangkat tangannya, memberi tanda pada Anton untuk tidak melanjutkan ucapannya. Kemudian maju satu langkah lebih dekat pada Sarah yang sedikit kesal.“Dia sendiri yang mengatakan tidak mau melanjutkan proyek ini,” tuduh Jati.Sarah menganga tak percaya dengan ucapan Jati. Ia disini adalah sebagai korban, kenapa justru berubah menjadi tersangka? Sarah berkilah jika dirinya hanya min
“Nyebelin banget sih! Siapa juga yang berlebihan?” gerutu Anais.Ucapan Jati saat berada di lift masih terngiang di pikirannya. Dan karena hal itu, membuat pipi Anais tiba-tiba memerah tersipu. Perhatian Jati yang selama ini ia abaikan, nyatanya pria itu tidak bosan dan masih terus berusaha meluluhkan hati Anais yang beku.Semula terjadi saat Anais mengetahui jika dirinya akan dijodohkan dengan Jati oleh kakeknya. Anais menolak, karena ia menganggap Jati hanya sebagai Paman dan juga kakak laki-laki baginya. Sejak saat itu, Anais menganggap jika Jati sengaja menjadi bagian dari Adhyaksa untuk mendapatkan harta milik keluarga Anais.Seberapa keras Jati mengelak, Anais tetap percaya dengan apa yang ia pikirkan. Lebih tepatnya, Anais menolak untuk percaya.“Anais!”Seruan dari seseorang membuat si pemilik nama tergagap. Lamunan tentang Jati menjadi buyar seketika. Mila, kepala timnya sudah berulang kali meneriakkan namanya.“Kamu ini kerja apa ngelamun?” cibir Mila tidak suka.Anais hanya
Bab.15“Sialan!” hardik Garvi tak percaya.Garvi melempar map asal membuat kertas yang di dalamnya berhamburan keluar. Kemudian ia mengendurkan dasinya agar oksigen lebih leluasa masuk ke dalam saluran pernapasannya.Garvi memukul angin untuk melampiaskan kekesalannya. Kemudian menyugar rambutnya kasar lalu meletakkan tangannya pada pinggang. Hingga atensinya teralihkan saat pintu ruangan kantornya dibuka oleh ayahnya.“Apa-apaan ini, Garvi? Kenapa banyak kertas berserakan?” tanya Louis dengan mata menelisik.“Itu dokumen yang dikirim pengacara Anais, Pah,” jawab Garvi seraya menahan emosi.Louis mengerutkan keningnya, kemudian memungut salah satu kertas yang berada di bawah kakinya lalu membacanya.Garvi menjelaskan jika Anais, melalui surat yang dikirimnya itu mengatakan akan membongkar perselingkuhan Garvi dengan Sarah jika Garvi tidak memberikan apa yang Anais minta di pengadilan.“Dasar jalang sialan!” umpat Louis seraya melempar kertas yang ada di tangannya.Louis ikut tertular
“Dengan diam saja waktu dihina seperti itu?” Jati kembali mencibir pola pikir Anais. “Dengar Anais, kamu bisa dengan mudah menghancurkan mereka berkeping-keping tanpa harus bersusah payah. Kenapa kamu malah pilih jalan yang sulit dan menyusahkanmu?”Anais menarik oksigen banyak-banyak, kemudian menghembuskan secara perlahan. Menetralkan perasaan yang sedang berkecamuk di dalam dadanya.“Sudah aku bilang aku punya rencana! Kamu nggak usah ikut campur atau mengguruiku! Ini urusanku sendiri Jati!” tegas Anais pada sang Paman angkatnya.Kesal dengan Jati yang tidak mau mengerti perasaannya, Anais bangkit dari tempatnya duduk. Lalu meraih tas tangan yang dibawanya meninggalkan mobil Jati.“Mau kemana?” tahan Jati seraya mencengkeram lengan Anais agar menghentikan langkahnya.Anais menatap tajam penuh amarah pada Jati. Kemudian dengan ketus menjawab, “ Bukan urusanmu!”Anais menolak tawaran Jati untuk mengantarnya. Yang dilakukan Jati hanya mengusap wajahnya penuh sesal dan membuang napas k
Bab.13“A—apa? Aku? Cemburu?” tanya Anais dengan netra membola. “Tolong jangan bercanda, Paman. Yang benar saja!”Anais mengalihkan pandangannya ke luar jendela. Matanya bergerak liar dan berusaha menenangkan hati yang tiba-tiba saja berdebar tak karuan.Sedangkan Paman Jordan, menarik sudut bibirnya membentuk sebuah lengkungan, mendapati wanita yang sudah ia anggap seperti keponakan sendiri salah tingkah.‘Ayolah Anais. Jangan bodoh! Jati adalah anak angkat Kakek, yang artinya ia adalah pamanku. Nggak seharusnya aku merasa cemburu kalau ia mendekati wanita lain,’ batin Anais.Meski Anais berusaha menampik perasaan itu, Paman Jordan dapat melihat ke dalam hati Anais perasaannya yang sesungguhnya pada Jati. Ia hanya bisa berharap yang terbaik untuk keduanya.***Siang ini, Anais ada janji temu dengan pengacara yang akan mendampinginya untuk perceraiannya dengan Garvi. Mereka sepakat akan bertemu di depan gedung pengadilan. Ia berdiri seraya menunggu pengacaranya yang katanya sebentar
“Sialan!” gumam Sarah saat pria yang dicintainya mengejar wanita yang masih menjadi istri sahnya.Namun, Garvi tidak peduli dengan seruan Sarah. Sarah pun tidak bisa berbuat lebih karena banyak pasang mata yang tengah menatap mereka. Ia hanya bisa menatap kesal ke arah mereka berdua. Dan memutuskan untuk meninggalkan lobby saat beberapa orang mulai menggunakan ponsel mereka untuk mengambil gambarnya.***“Lepaskan!” perintah Anais seraya mencoba melepaskan cengkraman tangan Garvi. “Kalau mau bahas perceraian kita, hubungi saja pengacaraku!”“Aku maunya ngomong langsung sama kamu!” Garvi menarik tangan Anais untuk menjauh dan mencari tempat yang sedikit sepi. Garvi membawa Anais menuju sudut lain lobby, berdekatan dengan tangga darurat.“Aku nggak mau ngomong apapun sama kamu!” tolak Anais.Ia berusaha pergi, namun Garvi tetap menahan Anais. Secara tenaga, Anais tidak sebanding dan terpaksa menuruti kemauan Garvi. Anais melipat kedua tangan di depan dada dan membuang pandangannya ke a
“Anais? Apa yang sedang kamu lakukan di sini?” tanya Sarah dengan menoleh ke kanan dan ke kiri seperti tengah mencari sesuatu. Kemudian memandang Anais dari ujung kepala hingga ujung kaki. Bertanya dalam hati kenapa ada istri dari Garvi berada di Adhyaksa Grup.Sedangkan Anais sedikit terkesiap, melihat kedatangan Sarah. Ia mengepalkan tangannya menahan amarah karena bertemu dengan wanita yang sudah merebut suami dan menghancurkan hidupnya.Sarah tersenyum sinis, karena Anais sedang membawa alat-alat kebersihan bersama dengan petugas kebersihan. Pakaiannya sedikit berantakan karena ia baru saja membantu membersihkan ruangan yang akan dipakainya untuk bekerja. Sarah menganggap jika Anais bagian dari petugas kebersihan di Perusahaan.‘Setelah berpisah dari Garvi, ternyata wanita ini hanya mampu bekerja sebagai tukang bersih-bersih. Pantas saja ia minta harta gono-gini.” Sarah membatin senang.Sarah membusungkan dada merasa lebih segalanya dari Anais. Selain ia dipilih oleh Garvi, kehid
Anais, bisa kita bicara sebentar?” tanya Jati pada Anais yang hendak melangkahkan kakinya menuju anak tangga. Anais baru saja kembali ke rumah setelah seharian berada di luar rumah. Setelah kejadian di toko kue tadi siang, Anais pergi untuk melihat butik milik temannya sekaligus mengganti pakaiannya yang kotor terkena jus dan juga bercak kue. Anais menghentikan langkahnya, kemudian menoleh pada Jati dengan menaikan satu alisnya. Ia memutuskan untuk menyetujui ajakan Jati meski dalam hatinya merasa enggan untuk berbicara dengan anak angkat dari kakeknya tersebut. Anais menyilangkan kedua tangan di dadanya. Lalu bertanya, “Ngomong apa?” Jati mengutarakan keresahannya tentang acara yang akan diadakan oleh perusahaan, yang akan melibatkan Sarah dan juga keluarga Garvi karena mereka ada di daftar undangan. Jati juga bertanya tentang tanggapan Anais jika ADS Grup yang notabene adalah perusahaan milik keluarga suaminya dibatalkan dalam daftar undangan. Mendengar ucapan Paman angkatnya