Aku hanya dapat diam mendengarkan percakapan dua orang pria berbeda generasi itu. Setahuku, Abian dan Paman Hamzah adalah dua orang yang tidak terlalu akrab, bahkan dalam urusan pekerjaan. Tapi, kali ini aku dapat mendengar sendiri bagaimana tawa renyah terdengar keluar begitu saja dari mulut keduanya.Kepalaku lama-kelamaan terasa sedikit pusing karena terlalu lama berada di dalam toilet yang memiliki wangi lavender. Jujur saja aku tak suka dengan wangi ini."Baiklah, kalau begitu. Ini sudah waktunya makan siang, Paman pamit pulang."Samar aku mendengar suara Paman Hamzah yang terdengar pamit untuk meninggalkan kantor Abian."Mawar, apa yang…"Pandanganku tiba-tiba saja begitu gelap. Setelah menahan rasa mual dan sakit kepala yang tak tertahankan akhirnya tubuhku tumbang juga. ***Aku merasa mencium aroma wangi minyak kayu putih. Kedua mataku terasa begitu berat untuk sekedar membuka dan melihat sekitaran. Cahaya yang masuk kedalam mataku terasa begitu menyilaukan."Kau sudah
Selagi melewati jalanan yang masih belum terlalu ramai kendaraan, Abian kembali memelankan laju kendaraannya. Ingin rasanya bertanya, tapi aku merasa tak enak sekaligus masih merasa kesal dengan sikap Abian yang masih menyimpan rahasia tentang pertemuannya dengan paman Hamzah."Kalau ada yang ingin kau tanyakan, katakan saja. Bisa-bisa kau mati penasaran dengan isi pertanyaan di kepalamu."Aku menoleh melihat ke arah Abian. Pria itu nampak membuka kaca jendela mobilnya dan dengan cekatan mengeluarkan sebatang rokok dan korek api. "Mulutmu Seperti seblak pedasnya kalau bicara!" aku ingin sekali mengomentari tentang hal yang baru saja aku lihat. Karena setahuku, Abian bukanlah seorang pecandu rokok. Tapi, hal itu urung kulakukan. Aku bukanlah siapa-siapa bagi pria berbulu mata lentik itu, jadi tak sepantasnya diriku melarang atau menegurnya.Aku membuang pandangan ke arah jendela. Segera aku membuka jendela mobil agar asap rokok Abian dapat bebas keluar bersamaan dengan angin yang berh
Siti ingin sekali menghindari pelukan hangat yang dilakukan oleh Mulan. Tapi, Ia tahu jika hal itu dilakukannya, rencana Mawar akan berantakan karena ulahnya."Apa kabar?" tanya Mulan sambil melepaskan pelukannya."Baik. Kau?" hanya dua kata itu yang mampu Siti ucapkan."Ini Suamimu?" Mulan menatap Aslan sebentar lalu kembali memandang wajah Siti."Dia…""Perkenalkan, Saya Aslan. Tunangannya Siti." Aslan menyodorkan tangannya dan disambut dengan hangat oleh Mulan.Siti nampak begitu terkejut, namun beberapa detik kemudian Ia mampu menetralisir rasa terkejutnya dengan sebuah senyuman."Kalian baru datang ya, tapi sayang sekali aku harus bergegas pulang. Dan memakan ini sendirian di rumah." Ucap Mulan sambil memamerkan sekantong kresek yang berisi makanan."Tak masalah," sahut Aslan terdengar begitu cueknya."Baiklah, mudahan kapan-kapan kita bisa berjumpa lagi Siti. Jujur, selain dengan teman baruku yang bernama Rose, sepertinya kau juga mampu menarik perhatianku."Setelah Kepergian Mu
Tubuhku terasa lemas saat mendengar deretan kalimat yang diucapkan oleh Abian. Pria itu masih menampakkan wajah marahnya saat memandangi wajahku."Maaf Mawar, seharusnya aku bisa mengendalikan diri. Tapi, sepertinya aku tak bisa. Aku marah karena kau tidak langsung menceraikan Akbar. Justru, kau bersikap konyol dengan mendekati selingkuhan Suamimu itu!""Jadi, kau orang yang telah mengirimkan video-video itu, Abian? Apa alasanmu melakukannya?"Abian mengusap wajahnya berkali-kali. Sepertinya ia dalam keadaan benar-benar merasa marah karena rencananya tidak berjalan dengan baik. Aku tidak meminta cerai Seperti keinginan Abian saat mengirimkan pesan tersebut."Abian…"aku memberanikan diri mengelus lembut lengan kokoh pria dihadapanku ini. Berharap rasa marahnya sedikit berkurang. Walaupun sebenarnya diriku sendiri terluka dengan kata-kata Abian."Aku tahu kau adalah pria yang baik. Tapi, kadang ada sesuatu yang diluar batas kemampuan kita untuk mencapai suatu tujuan. Walaupun sebenarny
"Aslan, apa yang kau lakukan disini?"Pria berkacamata itu hanya melirik sekilas ke arahku dan segera melajukan mobilnya membelah jalanan perumahan. Tidak ada percakapan selama di perjalanan. Perutku masih terasa sedikit sakit."Langsung pulang atau…""Antarkan aku ke rumah sakit Aslan. Sepertinya asam lambungku naik."Aslan mengangguk mengiyakan.Aku ingin sekali rasanya bertanya pada Aslan, kenapa dirinya bisa ada di perumahan ini. "Abian."Aku menoleh melihat ke arah Aslan. Pria itu terlihat begitu biasa mengucapkan satu kata yang mampu membuat diriku semakin merasa tak nyaman dengan perhatian dari Abian. Pria itu telah aku tolak cintanya berulang kali, tapi entah mengapa hatinya masih saja kekeh untuk terus mendapatkan cintaku."Abian itu bodoh. Sudah aku katakan, jangan sampai kau mengetahui bahwa dirinya telah mengirimkan video-video itu. Tapi karena ia masih menggunakan hati, tentunya hal itu membuat semua rencanaku berantakan."Aku menghela nafas berat, rasanya banyak begitu
Siti menoleh kearahku. Senyumannya tiba-tiba saja muncul membuat aku semakin kesal dengan suasana rumah ini."Kalian mengerjaiku?"Abian memandang kearahku tatapannya terlihat seperti orang yang akan mengatakan bahwa 'Kena kau!' Aku mengelus-elus dadaku. Rasa sakit perut yang masih terasa menambah beban pikiran dan Moodku berantakan."Sudahlah, Mawar. Abaikan saja Abian. Anggap saja obat gilanya belum ia minum pagi ini."Aku melirik sekilas wajah pria berhidung mancung itu. Terlihat begitu kesal dengan perkataan Siti. Hal itu membuat diriku sedikit lebih baik. Setidaknya ada yang bisa menyindir pria berwajah tampan itu."Siti, aku ingin pulang saja." Rengekku pada sahabatku itu.Siti meraih tanganku. Gadis itu seperti sedang mengalirkan rasa tenang melalui genggaman erat yang saat ini ia berikan padaku."Tunggu Aslan. Kau harus meminum obatnya. Lagi pula, aku yakin di rumah dirimu juga kesepian. Mawar, kenapa kau begitu gegabah dalam melakukan hal seperti ini?"aku hanya diam mendeng
Setelah percakapan di telepon bersama dengan Mawar, istrinya, Akbar merasa kehilangan banyak energi. Tidak disangka ternyata Mawar akan menyinggung soal pernikahan dan sebuah perceraian. Entah apa yang sebenarnya dipikirkan oleh wanita cantik itu. Namun, Seharusnya Ia lebih berhati-hati jika ingin rahasia pernikahan keduanya dalam keadaan baik-baik saja. Ia tidak menginginkan sebuah perceraian. Kedua pernikahannya harus berjalan dengan baik. Jika tujuannya menikahi Mulan demi mendapatkan sebuah pengakuan kejantanannya sebagai seorang Pria dan Seorang Suami yang lebih dibutuhkan. Sedangkan menikahi Mawar adalah bentuk dari sebuah pernikahan Sempurna di mata dunia. Mawar memiliki segalanya dan Ia tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan sebagai seorang Suami dari wanita cantik dengan kepribadian yang baik dan sangat dikagumi oleh para lelaki diluar sana.Mungkin ini terdengar begitu egois, namun Akbar begitu menginginkan kedua wanita itu untuk selamanya berada di sisinya."Mereka adalah i
"Apa yang terjadi padamu, Rose?" Mulan terlihat begitu terkejut saat melihat kedatangan diriku malam-malam begini bertamu ke rumahnya.Mulan segera menarik tubuhku agar masuk ke dalam rumah. Segera setelah aku berada di dalam rumahnya, Mulan menutup dan mengunci pintu."Ayo duduk di ruang tamu dulu. Aku akan ambilkan minuman."Beberapa saat kemudian, Mulan kembali dengan membawa minuman. Wanita yang saat ini sedang memakai baju tidur itu terlihat begitu panik melihat keadaanku."Ayo, minum dulu…" ucapnya sambil menyodorkan minuman padaku. segera aku meminum air pemberian Mulan, meneguknya hingga tandas."Astaga, wajahmu…apa yang sebenarnya terjadi Rose?"aku menyeka air mataku dengan kasar."Aku dipergoki oleh Istri Sah suamiku. Ia menghajarku habis-habisan di rumah persembunyian yang biasa kami tempati…" jawabku sambil terus menyeka air mataku. "Terus…a, apa yang…Rose, jangan menakuti diriku. Lihatlah pipimu itu yang memerah dan sudut bibirmu berdarah…Ya Tuhan!""Untungnya aku bisa