Hari berikutnya, aku bertemu dengan Abian untuk membahas mengenai Restoran yang akan kami dirikan. Merasa perlu berhati-hati, akhirnya Abian membawa Siti dan Aslan untuk janji temu kali ini agar tidak ada lagi kesalahpahaman antara diriku dan Mas Akbar. Walaupun Jujur, aku sama sekali tidak terpengaruh dengan kecemburuan atau tuduhan yang telah dilontarkan kepada diriku. Tapi, mungkin berbeda dengan Abian yang merupakan seorang pembisnis muda, Ia pasti sangat membutuhkan image yang baik untuk membangun citra dirinya tetap baik Dimata dunia."Mawar, kenapa Pipimu merah sekali? Sepertinya kau terlalu banyak menggunakan blush on sehingga warnanya tampak begitu mencolok!" komentar Siti saat duduk di sebelahku.Aku dapat melihat raut wajah Abian yang ikut memperhatikan wajahku. Ia adalah saksi mata saat Papa menamparku, namun Saksi kedua penamparan yang dilakukan oleh Mas Akbar hanyalah tembok rumah yang hanya dapat diam membisu."Benarkah? Mungkin karena aku terlalu bersemangat untuk mel
Meski kadang Abian sering bersikap tidak ramah pada diriku, tapi pria berwajah tampan itu tetap mencoba untuk mengambil hatiku. Buktinya saja, sekarang tidak hanya ada aku dan Siti, Abian juga membantu diriku untuk memilih beberapa busana gamis brokat favoritku.Beberapa kali Siti mengedipkan matanya, memberi kode dirinya merasa risih dengan keberadaan Abian. "Apa kalian risih dengan keberadaanku?" tanya Abian Seperti paham dengan situasi tak nyaman ini."Sedikit. Lagian, seharusnya dirimu ikut pergi dengan Aslan." Jawab Siti terdengar tidak formal. Mungkin karena keduanya sedang berada di luar kantor. Terlebih, kami bertiga merupakan teman seangkatan semasa kuliah."Aku lebih penasaran dengan kata-kata yang kau pertanyakan pada Mawar ketimbang harus pergi bersama dengan Aslan. Lagi pula, hari ini jadwalku tidak terlalu padat."Aku menutup mulutku, terkejut mendengar jawaban Abian."Kau menguping!" sentak Siti tak terima dengan apa yang sudah Abian perbuat. Beberapa pengunjung mall y
"Jangan bicara tidak-tidak Abian, karena sampai kapanpun Mas Akbar tidak akan menceraikan diriku!" sahutku kesal dengan sikap Abian yang terlihat begitu berharap aku dan Mas Akbar bercerai.Pria itu terlihat menyilangkan kedua tangannya di dada dan memandang ke arah orang-orang yang sedang melewati kami. maklumlah, Mall semakin ramai dikunjungi oleh para ibu-ibu yang terlihat begitu bersemangat. Mungkin ingin memburu barang diskonan."Aku selalu menjalani kehidupan ini dengan kehati-hatian dalam melakukan sesuatu. Selalu memikirkan bagaimana konsekuensi yang akan aku dapatkan jika sampai salah melangkah."Aku hanya diam mendengarkan perkataan Abian. Pria itu seperti sedang menyindirku agar tidak salah dalam melangkah. Beberapa detik kemudian, ponselku bergetar dan Sepertinya ada panggilan masuk. Saat melihat layar ponselku, ternyata Paman Hamzah yang sedang menghubungi diriku."Hallo, assalamualaikum Paman." Sambutku saat meletakkan ponsel pada telinga kananku. Entah mengapa, ada ras
Saat memasuki rumah, suasananya masih sepi. Sepertinya Mas Akbar belum pulang dari Hotel Paman Hamzah. Aku memilih untuk duduk santai di ruang tamu sambil menyalakan layar televisi. Pikiranku melayang membayangkan bagaimana cara Mas Akbar akan meminta izin pada Mulan, selingkuhannya itu. Pasti mereka akan bertengkar hebat dan Mulan meminta untuk tidak ditinggalkan. Jika tidak, setidaknya Mulan akan meminta agar Mas Akbar mengikutsertakan dirinya ke Jakarta."Kau sudah pulang?" Aku menatap ke arah pria yang merupakan Suamiku sedang berjalan santai menuju ke tempatku duduk.Aku hanya mengangguk mengiyakan pertanyaan Mas Akbar. Wajahnya terlihat begitu kelelahan. Mungkin keduanya habis melakukan kegiatan olahraga suami istri sampai-sampai terlihat kelelahan Seperti itu.Mas Akbar duduk tepat di hadapanku."Besok aku akan ke Jakarta,""Kenapa mendadak?" aku berharap ekspresi wajahku tidak terlihat begitu datar."Paman Hamzah yang memberikan perintah agar aku bisa melihat langsung cara ke
"Apa yang kau lakukan disini, Rose?" kembali Mulan mempertanyakan hal yang sama. Lidahku terasa begitu kelu saat ingin menjawabnya. Kedatangan Mulan yang secara tiba-tiba membuat diriku sangatlah terkejut."Kau sendiri, apa yang kau lakukan disini?" pertanyaan yang dibalas dengan pertanyaan. Sebenarnya itu adalah ciri-ciri orang yang sedang dalam keadaan susah untuk menjawab pertanyaan yang diajukan oleh orang pertama."Mencari suamiku…" jawabnya terdengar begitu memilukan. Wajahnya yang tadinya tampak berseri-seri berubah menjadi memerah seperti menahan air matanya."Lalu, dimana suamimu?" aku berpura-pura mencari sosok suami Mulan."Sepertinya sudah berangkat dengan istrinya," jawabnya tanpa mengalihkan pandangannya dari pintu masuk keberangkatan bagi para penumpang."Maaf Mulan, bukankah kau istrinya?" Mulan menggelengkan kepalanya berulang kali. "Aku hanya simpanannya. Walaupun dia telah menikahiku secara agama, tetap saja aku adalah wanita simpanannya."Dadaku terasa berdenyut
Aku hanya dapat diam mendengarkan percakapan dua orang pria berbeda generasi itu. Setahuku, Abian dan Paman Hamzah adalah dua orang yang tidak terlalu akrab, bahkan dalam urusan pekerjaan. Tapi, kali ini aku dapat mendengar sendiri bagaimana tawa renyah terdengar keluar begitu saja dari mulut keduanya.Kepalaku lama-kelamaan terasa sedikit pusing karena terlalu lama berada di dalam toilet yang memiliki wangi lavender. Jujur saja aku tak suka dengan wangi ini."Baiklah, kalau begitu. Ini sudah waktunya makan siang, Paman pamit pulang."Samar aku mendengar suara Paman Hamzah yang terdengar pamit untuk meninggalkan kantor Abian."Mawar, apa yang…"Pandanganku tiba-tiba saja begitu gelap. Setelah menahan rasa mual dan sakit kepala yang tak tertahankan akhirnya tubuhku tumbang juga. ***Aku merasa mencium aroma wangi minyak kayu putih. Kedua mataku terasa begitu berat untuk sekedar membuka dan melihat sekitaran. Cahaya yang masuk kedalam mataku terasa begitu menyilaukan."Kau sudah
Selagi melewati jalanan yang masih belum terlalu ramai kendaraan, Abian kembali memelankan laju kendaraannya. Ingin rasanya bertanya, tapi aku merasa tak enak sekaligus masih merasa kesal dengan sikap Abian yang masih menyimpan rahasia tentang pertemuannya dengan paman Hamzah."Kalau ada yang ingin kau tanyakan, katakan saja. Bisa-bisa kau mati penasaran dengan isi pertanyaan di kepalamu."Aku menoleh melihat ke arah Abian. Pria itu nampak membuka kaca jendela mobilnya dan dengan cekatan mengeluarkan sebatang rokok dan korek api. "Mulutmu Seperti seblak pedasnya kalau bicara!" aku ingin sekali mengomentari tentang hal yang baru saja aku lihat. Karena setahuku, Abian bukanlah seorang pecandu rokok. Tapi, hal itu urung kulakukan. Aku bukanlah siapa-siapa bagi pria berbulu mata lentik itu, jadi tak sepantasnya diriku melarang atau menegurnya.Aku membuang pandangan ke arah jendela. Segera aku membuka jendela mobil agar asap rokok Abian dapat bebas keluar bersamaan dengan angin yang berh
Siti ingin sekali menghindari pelukan hangat yang dilakukan oleh Mulan. Tapi, Ia tahu jika hal itu dilakukannya, rencana Mawar akan berantakan karena ulahnya."Apa kabar?" tanya Mulan sambil melepaskan pelukannya."Baik. Kau?" hanya dua kata itu yang mampu Siti ucapkan."Ini Suamimu?" Mulan menatap Aslan sebentar lalu kembali memandang wajah Siti."Dia…""Perkenalkan, Saya Aslan. Tunangannya Siti." Aslan menyodorkan tangannya dan disambut dengan hangat oleh Mulan.Siti nampak begitu terkejut, namun beberapa detik kemudian Ia mampu menetralisir rasa terkejutnya dengan sebuah senyuman."Kalian baru datang ya, tapi sayang sekali aku harus bergegas pulang. Dan memakan ini sendirian di rumah." Ucap Mulan sambil memamerkan sekantong kresek yang berisi makanan."Tak masalah," sahut Aslan terdengar begitu cueknya."Baiklah, mudahan kapan-kapan kita bisa berjumpa lagi Siti. Jujur, selain dengan teman baruku yang bernama Rose, sepertinya kau juga mampu menarik perhatianku."Setelah Kepergian Mu
Perasaanku saat ini sedang dalam keadaan kurang nyaman. Setelah Abian pamit akan melakukan sesuatu yang berkaitan dengan keluarga Akbar, entah mengapa perasaan ini tak menentu."Belum ada kabar?" tanya Mama yang saat ini duduk di sebelahku.aku menggeleng sambil terus mencoba untuk menghubungi nomer telpon Abian."Sebentar lagi juga Abian memberi kabar. Jangan terlalu mengkhawatirkan keadaan ini. Polisi juga sudah memiliki bukti yang cukup kuat untuk menangkap Sandoro." Papa memotong pembicaraan kami. Pria paruh baya itu terlihat asyik menikmati teh hangat dan pisang goreng buatan Mama."Tapi, Pa…tidak biasanya Abian bersikap seperti ini." Jawabku sambil memaksakan senyum."Coba cek ponselmu, siapa tahu saja sudah ada berita penangkapan Sandoro."Aku menuruti kemauan Papa dan melihat berita terbaru yang menyuguhkan video penangkapan Sandoro.Mama yang melihat ekspresi wajahku menyimpulkan sesuatu dan segera menyalakan layar televisi. "Benar dugaan Papa," lirih Mama sambil mengelus lem
Dunia Akbar runtuh dalam hitungan detik. Kedua matanya masih menatap tak percaya dua tubuh yang tanpa busana saat ini saling melekat dan berkeringat bersama menapaki gairah cinta yang tiada tara.Tak ada yang bersuara, semuanya tenggelam dalam pikiran masing-masing."Mas Akbar…" lirih Mulan, dengan linangan air mata yang membasahi pipinya.Akbar ambruk begitu saja, tubuhnya terasa begitu lemah. Kalau dimasa lalu, Ia menyakiti Hati Mawar dengan menyetubuhi wanita lain, kini Akbar harus menanggung beban derita yang entah bisa disembuhkan atau tidak selama sisa umurnya, karena melihat dengan jelas tubuh istrinya kini disetubuhi oleh Ayahnya sendiri."Akbar!" teriak Sania panik melihat anaknya jatuh terduduk di lantai.Sania hanya mampu memeluk tubuh Akbar sambil menangis menjerit pilu, merasakan rasa sakit yang akan Akbar tanggung seumur hidupnya."Apa ini, Bu? Kenapa nasibku Seperti ini? Aku memiliki ayah monster dan wanita yang…" tangisnya pecah. Pria tegap itu menangis dalam pelukan Sa
Dengan perasaan yang kacau, Akbar memutuskan untuk menemui orang tuanya yang saat ini berada di rumah. Ingatannya kembali pada saat pertama kalinya Ia bertemu dengan Mulan yang saat itu sedang diTawan oleh beberapa Orang yang mengaku telah membayar mahal gadis desa itu. Tidak ada kecurigaan sama sekali. Ia benar-benar merasa iba atas hal yang terjadi pada Mulan saat itu.Sampai pada akhirnya, dirinya mulai menyadari bahwa Ia jatuh cinta pada gadis desa yang sangat berbeda sekali dengan Mawar.Mulan sangatlah lembut dan selalu membutuhkan pertolongannya. Sebagai seorang Pria, Ia merasa sangat dibutuhkan dan dihargai."Sial!" teriaknya frustasi. Mobil yang dikendarainya melaju sangat cepat agar cepat sampai ke rumah orang tuanya.Sesampainya di rumah, Akbar segera memarkir mobilnya dan berlari ke dalam rumah, mencari sosok pria yang sangat ingin ia temui."Akbar?" Sania tersenyum menatap anak semata wayangnya itu. Wajah Akbar tampak begitu merah, Seperti menahan sesuatu."Dimana Ayah, Bu
"Aku belum selesai bicara!" cegah Akbar, merasa pernyataan Abian terdengar begitu mengusik hatinya."Apa lagi yang ingin kau dengar?" Abian berbalik dan menatap wajah Akbar. Dua pria tampan itu terlihat memiliki ekspresi sama-sama dingin dan hal itu membuat suasana semakin tegang saja."Ayahmu ada di balik semua ini. Cobalah untuk berpikir, apa yang membuat kehidupan rumah tanggamu dengan Mawar berantakan. Kalau kau selalu beralasan kau berselingkuh karena perilaku seksual yang menyimpang, lalu atas dasar apa seorang wanita seperti Mulan mau tinggal dengan orang yang tak normal seperti dirimu!"Akbar sama sekali tidak menyangka, ucapan Abian begitu menusuk hati dan pikirannya. Pria itu ingin sekali menghajar habis-habisan Abian, namun Ia berusaha untuk tetap tenang dan mendengarkan alasan, mengapa Abian begitu ngotot untuk menyalahkan ayahnya."Kita sama-sama seorang Pengusaha dan memiliki banyak uang untuk mengetahui hal-hal yang ingin kita ketahui. Kalau kau tidak begitu peduli denga
"Apa yang membuatmu datang kemari?"tanyaku penasaran pada sosok yang saat ini berdiri di hadapanku.Akbar tidak menjawab, kepalanya celingukan mencari keberadaan seseorang."Apa yang sebenarnya kau inginkan, Akbar? Lebih baik kau pulang saja."Saat hendak melewati tubuh Akbar, pria itu mencekal lenganku, membuatku terpaksa menghentikan langkah kaki dan kembali memandang wajahnya."Aku ingin kita memulai sebuah lembaran baru. Mulan Seperti hilang ditelan bumi. Wanita itu meninggalkan diriku begitu saja." Ucapnya sambil tersenyum menatap wajahku.Aku segera menepis tangan Akbar, dadaku bergemuruh menahan diri agar tidak mengucapkan kata-kata kasar. Aku tidak ingin pengunjung Restoran terganggu dengan kemarahanku.Tak ingin berlama-lama, aku bergegas meninggalkan Akbar. Berjalan keluar Restoran."Mawar, tunggu!"tak kusangka, Akbar masih saja mengejarku sampai ke tempat parkir."Apa sih yang kau inginkan!" sentakku dengan perasaan kesal setengah mati melihat polah tingkah Akbar yang kekan
Bab 172Luka dalam hati selamanya akan menjadi sesuatu yang tidak pasti, jika tidak terobati dengan baik. Semuanya akan terasa indah jika bisa menyikapi hal itu dengan baik.Seperti halnya dengan diriku, tiga buka pasca perceraianku dengan Akbar, hati ini seperti tanaman yang baru saja tumbuh dan akan memulai sebuah perjalanan yang panjang.Akbar?Terakhir kali aku mendengar kabarnya. Pria itu masih mencari keberadaan Mulan, istri keduanya yang sampai saat ini tidak diketahui keberadaannya. Setiap kali otakku kembali membayangkan masa lalu itu, bukan hanya rasa sakit, melainkan rasa kasihan.Kami bertiga memiliki alasan untuk menjadi korban. Ya, korban ketidakadilan atas keegoisan seorang Sandoro. Abian telah memiliki semua bukti yang mengarah pada mantan mertuaku itu.Pria paruh baya itu adalah alasan pertama, kenapa rumah tanggaku dan Akbar hancur berantakan. Walaupun, pada dasarnya kembali lagi pada diri sendiri akan sebuah kekuatan Cinta, yang Akbar tidak memiliki itu semua.Pria i
Aku menatap wajah pria yang kini tengah menatap wajahku dengan sorot mata penuh harap. Wajah tampannya yang terlihat dingin seperti hilang ditelan bumi saat berhadapan dengan diriku. Cintanya bagaikan sebuah air yang terus mengalir membasahi seluruh isi hatiku."Mawar?" kembali Abian menyadarkan diri ini untuk mendapatkan jawaban yang diinginkannya."Apakah harus secepat ini?" aku mencoba untuk mengulur waktu yang ada. Bukan bermaksud untuk menyakiti hati Abian, hanya saja aku merasa masalahku dengan Akbar belum selesai sepenuhnya. Lagipula, Masa iddahku belum sepenuhnya selesai.Abian terlihat tersenyum. Lebih tepatnya memaksakan senyumannya.Merasa tidak nyaman, aku memalingkan wajah ke arah lain. Berlama-lama bertatap muka langsung dengan Abian membuat kesehatan jantungku berdegup kencang sekali."Baiklah, ayo aku antar pulang." Abian mengalihkan pembicaraan dan lebih memilih untuk membuat diriku merasa nyaman berada di dekatnya.***Mulan meremas ujung roknya, menyalurkan rasa tid
"Lagi pula, istrimu itu Mulan bukan Mawar! Pikiranmu Mulan, tapi mulutmu menyebut nama Mawar. Akbar, cobalah untuk mengerti dan pahami hal-hal yang akhir-akhir ini terjadi."Akbar menghempaskan tubuhnya pada Sofa empuk dan menyandarkan tubuhnya. Pikirannya benar-benar kacau. Mendapatkan kabar bahwa Ia telah resmi bercerai dalam kondisi kehilangan Mulan, membuat otaknya terasa begitu berat untuk berpikir."Kenapa tidak bertanya pada ayahmu?" Sania menatap wajah Akbar dan berusaha untuk meyakinkan anak semata wayangnya itu untuk dapat melihat sebuah kenyataan bahwa Ayahnya selama ini telah mempermainkan kehidupannya secara tidak langsung."Apa hubungannya dengan Ayah?" Akbar menegakkan tubuhnya dan menatap wajah Ibunya itu.Sania memutar bola matanya, malas untuk berdebat tentang persoalan yang sebenarnya sepele tapi begitu memuakkan untuk dibahas."Ibu, tolong katakan yang sebenarnya terjadi. Aku benar-benar tak paham atas semua yang terjadi.""Apa ingatanmu sudah tidak bekerja dengan b
Perlahan Abian melepaskan pelukannya dan memutar tubuhku agar berhadapan dengannya. Pria itu nampak begitu serius menatap wajahku dengan sorot mata yang tak dapat aku artikan."Aku akan menikah Mawar, apa kau mendengarnya?" sederet kalimat itu kembali mencuat keluar dari mulut Abian, menyisakan sedikit rasa perih di hatiku. Aku belum dapat mengetahui isi hatiku sebenarnya, namun akhir-akhir ini memang wajah Abian selalu berada dalam pikiranku."Mawar," sekali lagi. Pria itu terlihat begitu putus asa dengan kediamanku. "Abian, aku tahu selama beberapa tahun terakhir kau mencintaiku. Tapi, ini salah. Kau akan menikahi gadis itu. Jadi, tak lantas jika kau mengatakan bahwa kau mencintaiku." Jawabku tanpa berani memandang wajah Abian. Kepalaku tertunduk sambil sesekali mengusap keringat di keningku.Tangan Abian meraih tanganku, menggenggamnya begitu erat."Kaulah segalanya Mawar, orang yang akan aku nikahi adalah dirimu."Kepalaku mendongak menatap wajah Abian. "Apa maksudmu?""Orang yan