"Apakah ada saksi mata yang melihat kejadian penculikan waktu itu?"Degh!Jantung Nara seketika terhenti, ketika ia kembali mengingat kejadian penculikan waktu itu. Di mana dirinya sempat bertemu atau yang lebih tepatnya lagi ditolong oleh seseorang yang sebenarnya sangat tak asing di hidupnya.Sebelumnya, Nara memang sengaja menutupi cerita itu. Dan itu semua tentu bukan tanpa alasan, karena sebenarnya dirinya hanya mau mencegah keributan yang mungkin saja bisa terjadi di antara Dimas dan Evan nanti.Akan tetapi sekarang, sepertinya Nara tak bisa menutupinya lagi. Seperti yang telah pengacaranya di itu telah katakan sebelumnya, karena dengan adanya saksi mata semua proses pengurusan laporannya ke polisi bisa semakin diproses dengan cepat."Kalau kamu tidak bisa mengingatnya, kamu—""Ada, Pak!" aku Nara akhirnya, yang seketika membuat perhatian kedua pria yang ada di sekitarnya tertuju penuh ke arahnya."Ada? Apa maksudmu, Nara?" tanya Dimas yang tentunya sangat terkejut dengan pengak
"Mas?"Tepat setelah turun dari mobil, Nara langsung berusaha mengejar langkah sang suami yang sudah lebih dulu meninggalkannya. Dengan langkah yang sedikit terseok karena sebenarnya dirinya masih sedikit sakit sehabis menjalankan ritual malam pertama itu, ia tetap berusaha menyusul Dimas yang sedari awal sudah terlihat kesal dan kecewa padanya.Sebenarnya, Nara sungguh sama sekali tak menyangka kalau kepulangannya ke tanah air akan langsung disambut dengan masalah yang seperti ini.Jika pasangan lain yang baru saja pulang dari acara bulan madunya akan terlihat semakin romantis, kini tentunya sangat berbeda jauh dengan dirinya dan juga Dimas. Semua hal romantis yang sempat tercipta di sana, kini memang entah pergi ke mana hilangnya.Akan tetapi jika Nara pikirkan lebih jauh lagi, ini juga memang karena salahnya sendiri. Ia memang sudah sangat salah karena baru mengungkapkan fakta kemunculan mantan suaminya di tempat penculikan waktu itu pada Dimas, padahal seharusnya dirinya harus men
Brukkk!Dengan cepat Dimas langsung menghampiri istrinya, dan juga langsung berusaha menahan bobot tubuhnya sebelum benar-benar terjatuh. Ia sungguh tak tahu dengan apa yang telah terjadi, sehingga tiba-tiba saja mendapati sang istri yang terlihat sangat lemas seperti ini hingga tak sengaja menyenggol salah satu barang yang ada di atas meja kerjanya."Mas? Kepalaku tiba-tiba saja pusing," ucap Nara pelan dengan bibirnya yang terlihat semakin pucat.Melihat hal ini, Dimas pun seketika jadi menyesal. Ia menyesal karena sempat bersikap keras pada istrinya itu, padahal mungkin saja Nara lah yang lebih tertekan dengan situasi yang amat rumit seperti ini."Bertahanlah, Sayang. Aku akan membawamu ke kamar, agar kamu bisa beristirahat di sana," ungkap Dimas yang langsung menggendong tubuh istrinya dengan kedua tangannya sendiri, hingga akhirnya membuat Nara pasrah dengan semua keputusan suaminya itu.Sebenarnya, Nara sendiri pun tidak tahu tentang alasan dirinya yang tiba-tiba saja merasa pus
"Maaf, Tuan. Untuk saat ini, kami hanya baru mengetahui informasi tersebut, dan untuk selanjut mungkin nanti kami kabari lebih lanjut lagi," ucap Marvori sesaat setelah menunjukkan beberapa foto rumah baru Evan dan juga alamat jelas tempat tinggal pria itu pada sang atasan.Untuk sesaat, Dimas pun terdiam. Ia melihat kembali ke berapa lembar foto-foto yang baru saja berada di tangannya, sampai akhirnya ia menyuruh anak buah kepercayaannya tersebut untuk sedikit mendekat ke arahnya agar percakapan tak sampai terdengar oleh Nara yang sedang tertidur."Awasi terus rumah ini! Laporkan padaku apa saja kegiatan pria bejat itu di luar sana, dan juga pastikan dia tidak akan kabur ke mana-mana!" tekan Dimas dengan pelan, dan juga dengan urat-urat yang terlihat jelas di lehernya.Kali ini, Dimas memang tak main-main lagi. Ia benar-benar ingin memastikan bahwa Evan lah biang kerok dari semua masalah ini, dan menghukumnya dengan hukum yang setimpal atau bahkan lebih. Gara-gara kejadian ini, kond
Prangg!Sebuah vas bunga yang ada di ujung kamar tidur Nara dan Dimas pun seketika pecah berkeping-keping, tepat setelah tak sengaja tersenggol oleh seseorang yang baru saja masuk ke dalam kamar itu dan baru saja mengangkat sebuah telepon dari salah satu kerabat dekatnya.Dengan seluruh tubuh yang membeku terkejut, ia pun menatap nanar pada semua pecahan keramik yang ada di sekitar kedua kakinya. Hingga akhirnya, perlahan-lahan air matanya pun luruh begitu saja."Ada apa ini? Kenapa vas bunganya bisa pecah?" tanya Dimas yang baru saja keluar dari kamar mandi dengan sedikit terburu-buru.Pria itu keluar memang hanya seorang diri saja. Dimas menyuruh Nara menunggu di dalam kamar mandi sesaat, sampai akhirnya nanti ia kembali setelah memastikan asal mula bunyi menggelegar yang sempat mengejutkan dirinya tersebut."Ma–maaf, Tuan! Maaf! Saya benar-benar tidak sengaja memecahkannya, tadi ... Tadi saya sangat syok, karena baru saja mendapatkan kabar duka dari kampung, Tuan," ucap Suti dengan
"Nara? Apa kamu sudah siap, Sayang?" tanya Dimas setelah keluar dari kamar mandi dengan sebuah handuk yang melilit pinggangnya, dan melihat ke arah sang istri yang pagi ini sudah mandi terlebih dahulu.Dengan senyum yang kini sudah mulai terlihat lebih sumringah, Nara pun mengangguk mengiyakan. Kedua netra beningnya yang tadinya sempat terpaku menatap ketampanan sang suami yang terlihat semakin hari semakin menggoda itu, kini beralih menatap sekilas ke arah tas dan juga pakaian yang baru saja disiapkannya tadi.Akhir-akhir ini, Dimas memang sangat memberikan perhatian penuh pada Nara. Kondisi Nara yang tadinya sempat sakit pun, kini sudah menjadi semakin membaik berkat segala perhatian dari pria itu. Dimas memang selalu saja mempunyai berbagai macam cara, hingga akhirnya membuat segala kesedihan dan juga pikiran buruk yang tersimpan di dalam benak Nara menghilang. Walau kenyataannya ia tak bisa mengajak istrinya hanya untuk sekedar pergi keluar berjalan-jalan singkat karena takut tida
Brakk!"Tidak mungkin!"Peluh keringat mulai membasahi wajah tampan seorang Dimas Aditya, seiring dengan ruam kemerahan yang mulai terlihat jelas di punggung tangannya."Mas! Sudah, Mas! Tolong jangan sakiti dirimu sendiri!" ucap Nara yang kini sudah berdiri tepat di belakang suaminya.Tanpa basa-basi, Nara pun langsung menarik salah satu pergelangan tangan suaminya. Nara tak mau kembali melihat tangan Dimas memar, karena pria itu kembali memukuli sebuah meja yang tak bersalah di hadapannya. Hingga ia langsung menahannya, dan menggenggamnya dengan erat supaya tangan suaminya itu tak ke mana-mana lagi."Aku benar-benar merasa gagal, Sayang! Aku gagal!" teriak Dimas frustasi dengan kedua netra yang menatap hancur ke arah manik mata hitam yang ada di hadapannya.Saat ini, Dimas dan Nara memang sudah kembali ke rumahnya. Mereka berdua termasuk beruntung, karena bisa melewati berbagai serbuan para wartawan yang ternyata sudah menunggu kemunculan mereka berdua di depan kantor polisi. Akan
"Tinggalkan suamimu, dan kembalilah padaku!"Brakk!"Sial! Sampai kapan pun aku tidak akan pernah melakukan hal yang sangat bodoh seperti itu, Mas!"Seringai lebar di wajah Evan semakin mengembang, tepat di saat Nara menunjukkan jelas amarahnya. Perempuan itu bahkan sampai berani melempar satu kotak tisu yang ada di depan ke arah dirinya, di mana untungnya hasil dari setengah kesadarannya berhasil menangkap kotak tisu tersebut dengan tepat sebelum mengenai dirinya."Sudah! Sepertinya tidak ada gunanya aku berbicara padamu! Aku tidak peduli lagi apakah kau akan membantuku atau tidak, karena aku yakin biar bagaimanapun caranya nanti kebenaran akan tetap terungkap!" ujar Nara dengan napas yang menggebu, seraya kembali meraih tas kecilnya, dan hendak berbalik keluar dari tempat yang penuh akan maksiat ini.Melihat hal itu, tentu dengan cepat Evan pun langsung melemparkan sebatang rokok yang ada di genggamannya. Ia segera berdiri dan menginjaknya, dan berlari hendak mencegah kepergian mant